KAYAGATASATI SUTTA
Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992
Oleh : Tim Penerjemah Tripitaka,
Penerbit : Yayasan Pancaran Dharma, Jakarta, 1992
1. Demikian telah saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Jetavana, Anathapindikarama, kota Savatthi.
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Jetavana, Anathapindikarama, kota Savatthi.
2. Ketika itu beberapa bhikkhu sedang duduk di upatthana sala,
tempat mereka bertemu setelah berkeliling pindapatta dan makan. Ketika itu di
antara mereka terlontar ucapan: “Teman, sangat menakjubkan dan mengagumkan,
betapa perhatian seksama tentang jasmani telah dikatakan oleh Sang Bhagava yang
tahu dan melihat, Arahat Samma Sambuddha, apabila dikembangkan dan sering
dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar.”
Pada waktu sore pembicaraan mereka terhenti karena Sang Bhagava telah selesai bermeditasi, memasuki sala dan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah duduk, Beliau berkata: “Para bhikkhu, apakah yang menjadi pokok pembicaraan kalian di sini? Apakah pembicaraan yang baru terhenti tadi?”
“Bhante, ketika kami sedang duduk di upatthana sala ini, tempat kami bertemu setelah berkeliling pindapatta dan makan, di antara kami terlontar ucapan: ‘Avuso, sangat menakjubkan dan mengagumkan, telah dikatakan oleh Sang Bhagava, yang tahu dan melihat, Arahat Samma Sambuddha, betapa perhatian seksama pada jasmani apabila dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar.’ Inilah pembicaraan kami yang terhenti ketika Sang Bhagava tiba.”
Pada waktu sore pembicaraan mereka terhenti karena Sang Bhagava telah selesai bermeditasi, memasuki sala dan duduk di tempat yang telah disediakan. Setelah duduk, Beliau berkata: “Para bhikkhu, apakah yang menjadi pokok pembicaraan kalian di sini? Apakah pembicaraan yang baru terhenti tadi?”
“Bhante, ketika kami sedang duduk di upatthana sala ini, tempat kami bertemu setelah berkeliling pindapatta dan makan, di antara kami terlontar ucapan: ‘Avuso, sangat menakjubkan dan mengagumkan, telah dikatakan oleh Sang Bhagava, yang tahu dan melihat, Arahat Samma Sambuddha, betapa perhatian seksama pada jasmani apabila dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat besar.’ Inilah pembicaraan kami yang terhenti ketika Sang Bhagava tiba.”
3. “Para bhikkhu, bagaimana perhatian seksama pada jasmani
dikembangkan dan sering dipraktikkan akan menghasilkan pahala dan manfaat
besar?
Para bhikkhu, begini, setelah seorang bhikkhu pergi ke hutan, ke bawah sebuah pohon atau ke sebuah gubuk kosong dan duduk di sana; setelah duduk bersila dengan posisi tubuh tegak, ia memusatkan perhatiannya dan dengan penuh perhatian ia menarik napas dan mengeluarkan napas.
Ketika menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya bernapas panjang’; Ketika mengeluarkan napas panjang ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas panjang’. Ketika menarik napas pendek ia mengerti: ‘Saya menarik napas pendek’. Ketika mengeluarkan napas pendek ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas pendek’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menenangkan proses jasmani’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani.’
Bagaikan seorang kusir atau pembantunya, ketika membuat belokan panjang ia mengerti: ‘Saya membuat belokan panjang’, atau ketika membuat belokan pendek ia mengerti: ‘Saya membuat belokan pendek’, demikian juga pada saat menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya menarik napas panjang’, … ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani’.
Para bhikkhu, begini, setelah seorang bhikkhu pergi ke hutan, ke bawah sebuah pohon atau ke sebuah gubuk kosong dan duduk di sana; setelah duduk bersila dengan posisi tubuh tegak, ia memusatkan perhatiannya dan dengan penuh perhatian ia menarik napas dan mengeluarkan napas.
Ketika menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya bernapas panjang’; Ketika mengeluarkan napas panjang ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas panjang’. Ketika menarik napas pendek ia mengerti: ‘Saya menarik napas pendek’. Ketika mengeluarkan napas pendek ia mengerti: ‘Saya mengeluarkan napas pendek’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menyelami jasmani secara keseluruhan’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan menarik napas sambil menenangkan proses jasmani’. Ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani.’
Bagaikan seorang kusir atau pembantunya, ketika membuat belokan panjang ia mengerti: ‘Saya membuat belokan panjang’, atau ketika membuat belokan pendek ia mengerti: ‘Saya membuat belokan pendek’, demikian juga pada saat menarik napas panjang, ia mengerti: ‘Saya menarik napas panjang’, … ia melatih diri sebagai berikut: ‘Saya akan mengeluarkan napas sambil menenangkan proses jasmani’.
4. Karena ia tekun berlatih, rajin, bersungguh-sungguh dan
penuh disiplin diri maka semua ingatan dan keinginannya yang didasarkan pada
kehidupan berkeluarga disingkirkan; dengan menyingkirkan hal-hal itu pikirannya
menjadi terpusat pada dirinya sendiri, tenang, bersatu dan terkonsentrasi.
Dengan cara seperti itu, seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada
jasmani.
5. Para bhikkhu, demikian pula ketika seorang bhikkhu berjalan
ia mengerti: ‘Saya berjalan’, ketika sedang berdiri, ia mengerti: ‘Saya
berdiri’, ketika sedang duduk ia mengerti: ‘Saya sedang duduk’, ketika sedang
berbaring ia mengerti: ‘Saya sedang berbaring’, atau ia mengerti semua aktivitas
tubuhnya.
6. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
7. Para bhikkhu, demikian pula bhikkhu adalah seorang yang
bertindak dengan penuh kesadaran ketika bergerak kian kemari, bertindak dengan
penuh kesadaran ketika melihat ke sini dan ke sana, bertindak dengan penuh
kesadaran ketika mengeraskan dan melemaskan otot, bertindak dengan penuh
kesadaran ketika mengenakan jubah, jubah sanghati dan membawa patta, bertindak
penuh kesadaran ketika makan, minum dan menghirup, bertindak penuh kesadaran
ketika sedang berjalan, berdiri, duduk, berbaring, bangun, berbicara dan berdiam
diri.
8. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
9. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu memperhatikan
dengan seksama tubuh ini, dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke
bawah, yang penuh dengan berbagai macam kotoran, yaitu: ‘Dalam tubuh ini ada
rambut kepala, bulu roma, kuku, gigi, kulit, daging, otot, tulang, sumsum
tulang, ginjal, jantung, hati, sekat ronga badan, limpa, paru-paru, usus, isi
perut, …, kotoran, empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata,
minyak (gemuk), ludah, upil, cairan persendian dan air kencing.
Bagaikan sebuah kantung yang terbuka pada kedua ujungnya yang berisi penuh dengan biji-bijian seperti beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih, lalu seseorang dengan mata terang membuka kantung itu dan memperhatikan dengan seksama isinya: ‘Ini adalah beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih’. Demikian pula bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke bawah, yang penuh dengan berbagai macam kotoran, yaitu … dan air kencing.
Bagaikan sebuah kantung yang terbuka pada kedua ujungnya yang berisi penuh dengan biji-bijian seperti beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih, lalu seseorang dengan mata terang membuka kantung itu dan memperhatikan dengan seksama isinya: ‘Ini adalah beras, beras merah, kacang, kacang polong, padi-padian dan beras putih’. Demikian pula bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini dari telapak kaki ke atas dan dari ujung rambut ke bawah, yang penuh dengan berbagai macam kotoran, yaitu … dan air kencing.
10. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
11. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu memperhatikan
dengan seksama tubuh ini yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu: ‘Dalam tubuh
ini terdapat unsur tanah, air, api dan udara.
Bagaikan seorang tukang jagal berpengalaman atau muridnya, setelah menyembelih seekor sapi kemudian menjual daging sapi itu dalam bentuk irisan-irisan kecil di persimpangan jalan; demikian juga, seorang bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini yang terdiri dari baberapa unsur, yaitu: ‘Dalam tubuh ini terdapat unsur tanah, air, api dan udara.’
Bagaikan seorang tukang jagal berpengalaman atau muridnya, setelah menyembelih seekor sapi kemudian menjual daging sapi itu dalam bentuk irisan-irisan kecil di persimpangan jalan; demikian juga, seorang bhikkhu memperhatikan dengan seksama tubuh ini yang terdiri dari baberapa unsur, yaitu: ‘Dalam tubuh ini terdapat unsur tanah, air, api dan udara.’
12. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
13. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu bagaikan ia
sedang memperhatikan mayat-mayat yang berusia satu hari, dua hari, tiga hari
yang telah membengkak, lebam dan mengeluarkan cairan, yang berada di atas tanah
kuburan: ‘Demikian pula sifat dari tubuh ini, tubuh ini akan menjadi seperti
itu, tubuh ini pasti jadi seperti itu.’
14. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
15. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan mayat-mayat yang sedang dimakan oleh
burung-burung gagak, elang, burung nasar, anjing, serigala dan bermacam-macam
kelompok cacing, yang berada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat
seperti itu, tubuh ini akan menjadi seperti itu, tubuh ini pasti jadi seperti
itu.’
16. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
17. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang
dilekati daging dan darah dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di atas tanah
kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu,… jadi seperti itu.’
18. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
19. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang
tanpa daging dan lumuran darah yang dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di
atas tanah kuburan: ‘Tubuh inipun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
20. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
21. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti kerangka yang
tanpa daging dengan darah yang dipersatukan oleh urat-urat, yang ada di atas
tanah kuburan: ‘Tubuh inipun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
22. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
23. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang-tulang
tanpa urat-urat yang berserakkan: tulang tangan di sini, di sana ada tulang
kaki, tulang kering, tulang paha, tulang pinggul, tulang punggung, tulang rusuk,
tulang dada, tulang tangan, tulang bahu, tulang leher, tulang iga, tulang
rahang, tulang gigi, dan tengkorak, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini
pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
24. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
25. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang
belulang yang telah berwarna putih, bagaikan warna kulit kerang, yang ada di
atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
26. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
27. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tumpukan
tulang yang telah lebih dari setahun, yang ada di atas tanah kuburan: ‘Tubuh ini
pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
28. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
29. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu menilai tubuh
ini bagaikan ia sedang memperhatikan bagian-bagian mayat, seperti tulang
belulang yang membusuk rapuh menjadi debu, yang ada di atas tanah kuburan:
‘Tubuh ini pun bersifat seperti itu, … jadi seperti itu.’
30. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
31. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu agak bebas dari
nafsu indera, bebas dari hal-hal (dhamma) yang tak berguna, ia mencapai dan
berada dalam Jhana I yang disertai oleh vitakka (usaha pikiran untuk menangkap
obyek), vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), piti (kegiuran) dan sukha
(kebahagian) yang dihasilkan oleh viveka (ketenangan).
32. Ia membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh viveka
meresapi, merendami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada
bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh
viveka. Bagaikan seorang pencuci atau pembantunya penumpahkan bubuk pencuci
(sabun) ke dalam sebuah baskom logam, sedikit demi sedikit memercikinya dengan
air, mengaduknya sehingga air membasahi butir-butir bubuk sabun, merendamnya dan
meliputi seluruh bagian luar dan dalam, tetapi bubuk itu tidak menjadi air.
Demikian pula, seorang bhikkhu membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh
viveka meresapi, meredami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak
ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh
viveka.
33. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
34. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan
menghilangkan vitakka dan vicara, ia mencapai dan berada dalam Jhana II disertai
kegiuran, kebahagiaan, keyakinan yang kuat dan pikiran terpusat, tanpa vitakka
dan vicara.
35. Ia membuat piti dan sukha yang dihasilkan oleh samadhi
meresapi, merendami, mengisi dan meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada
bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh piti dan sukha yang dihasilkan oleh
samadhi. Bagaikan sebuah danau bermata air di dasarnya, tanpa air mengalir masuk
dari timur, barat, utara atau selatan, juga tanpa tambahan air hujan, maka air
dingin dari mata air di dasar danau akan meresapi, merendami, mengisi dan
memenuhi seluruh danau, sehingga tidak ada bagian danau yang tidak dipenuhi oleh
air dingin. Demikian pula, seorang bhikkhu membuat piti dan sukha yang
dihasilkan oleh samadhi meresapi, merendami, mengisi dan memenuhi seluruh
tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang tidak dipenuhi oleh piti dan
sukha yang dihasilkan oleh samadhi.
36. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti ini,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
37. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan
melenyapkan piti, ia diliputi upekha (keseimbangan), penuh sati (perhatian) dan
sampajana (pengertian), ia menikmati sukha jasmaniah, ia mencapai dan berada
dalam Jhana III, seperti yang dinyatakan oleh para ariya: Ia menikmati sukha
yang disertai upekha dan sati.
38. Ia membuat sukha meresapi, merendami, mengisi dan memenuhi
seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuh yang tidak dipenuhi sukha.
Bagaikan sebuah kolam bunga bakung air, kolam bunga teratai putih atau merah,
ada beberapa bakung, teratai putih atau merah yang bertunas, bertumbuh,
berkembang di bawah permukaan dan tidak muncul di permukaan air, semuanya dari
ujung hingga keakar-akarnya diresapi, direndami, diisi dan dipenuhi oleh air
dingin, sehingga tidak ada bunga bakung, teratai putih atau merah yang tidak
dipenuhi oleh air dingin. Demikian pula, seorang bhikkhu membuat sukha meresapi,
merendam, mengisi dan memenuhi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian
tubuhnya yang tidak dipenuhi sukha.
39. Karena ia tekun berlatih, rajin, … Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
40. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu dengan
melenyapkan sukha (kebahagiaan) dan dukkha (penderitaan) jasmaniah, yang
didahului oleh lenyapnya somanassa (kesenangan batin) dan domanassa (penderitaan
batin), ia mencapai dan berada dalam Jhana IV, dengan kondisi bukan menderita
maupun bukan menyenangkan, disertai sati dan upekha yang suci.
41. Ia duduk dengan pikiran terang dan suci yang meliputi
seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh
pikiran terang dan suci. Bagaikan seorang yang duduk dibungkus dengan kain putih
dari kepalanya sampai ke kakinya, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak
tertutup oleh kain putih tersebut. Demikian pula, seorang bhikkhu duduk dengan
pikiran yang terang dan suci meliputi seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada
bagian tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran terang dan suci.
42. Karena ia tekun berlatih, rajin …. Dengan cara seperti itu,
seorang bhikkhu mengembangkan perhatian seksama pada jasmani.
43. Bilamana seorang telah mengembangkan dan terus menerus
mempraktikkan kayagata sati (perhatian seksama pada jasmani), berarti
ia telah mensertakan kusala dhamma (dhamma baik atau berguna) dan
pengetahuan benar. Bagaikan seorang yang mengarahkan pikirannya pada samudra
besar yang mencakup sungai apapun yang bermuara pada samudra tersebut. Demikian
pula, seorang bhikkhu yang telah mengembangkan dan terus menerus mempraktikkan
kayagata sati, berarti ia telah mensertakan kusala dhamma dan
pengetahuan benar.
44. Bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak
terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat
kesempatan dan obyek pada orang itu.
45. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata
seseorang melemparkan sebuah bola batu yang berat ke setumpuk tanah liat basah,
apakah bola batu yang berat itu akan masuk ke dalam tumpukan tanah liat
itu?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
46. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada
sepotong kayu kering dan ada seseorang yang datang dengan membawa sebuah tongkat
pemantik api sambil berpikir: ‘Saya akan menyalakan api, saya akan menimbulkan
panas’; apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menimbulkan panas bila
sepotong kayu kering tadi digosokkan dengan tongkat pemantik api itu?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
47. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada
sebuah bejana kosong berdiri di atas sebuah tempat bejana dan ada orang yang
datang sambil membawa air, apakah ia dapat menuangkan air ke dalam bejana
itu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
“Ya, Yang Mulia.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang tidak mengembangkan dan tidak terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
48. Bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus menerus
mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada
orang itu.
49. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada
orang yang melemparkan sebuah gulungan benang yang ringan pada daun pintu, yang
berbuat dari kayu keras; apakah gulungan benang yang ringan itu dapat menembus
daun pintu yang terbuat dari kayu keras tersebut?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
50. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada
sepotong kayu basah dan ada orang yang datang dengan membawa sebuah tongkat
pemantik api sambil berpikir: ‘Saya akan menyalakan api, saya akan menimbulkan
panas’; apakah orang itu akan dapat menyalakan api dan menimbulkan panas bila
sepotong kayu basah tadi digosokkan dengan tongkat pemantik api itu?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.”
51. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kalian, andaikata ada
sebuah bejana yang ada di atas sebuah tempat bejana, yang berisi penuh dengan
air dan meluap, sehingga burung gagak dengan mudah meminum airnya dan ada orang
datang sambil membawa air; apakah dia dapat menuangkan air ke dalam bejana
itu?”
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
“Tidak, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka Mara tidak mendapat kesempatan dan obyek pada orang itu.
52. Bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus
mempraktikkan kayagata sati, maka ia mempunyai abhinna (kemampuan batin) yang
dapat membuktikan segala sesuatu (dhamma) sesuai dengan kecenderungan
pikirannya, kapan saja bila ia mau.
53. Andaikata ada sebuah bejana air yang berdiri di atas sebuah
tempat bejana, yang berisi penuh dengan air sampai meluap, sehingga burung gagak
dengan mudah meminum airnya, lalu seorang perkasa memiringkan bejana tersebut,
apakah air akan tumpah setiap kali bejana dimiringkan?”
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka ia mempunyai abhinna yang dapat membuktikan segala sesuatu (dhamma), sesuai dengan kecenderungan pikirannya, kapan saja bila ia mau.
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian pula bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, maka ia mempunyai abhinna yang dapat membuktikan segala sesuatu (dhamma), sesuai dengan kecenderungan pikirannya, kapan saja bila ia mau.
54. Andaikata pada sebidang tanah terdapat sebuah kolam segi
empat yang lengkap dengan tanggul-tanggulnya, berisi penuh dengan air sampai
meluap sehingga burung gagak mudah meminum airnya, lalu seorang perkasa
merobohkan tanggulnya, apakah air akan tumpah?
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian juga bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, … kapan saja bila ia mau.
“Ya, Bhante.”
“Para bhikkhu, demikian juga bilamana seseorang telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, … kapan saja bila ia mau.
55. Andaikata ada sebuah kereta yang lengkap dengan kuda-kuda
pilihan dan dilengkapi cambuk siap digunakan, dan kereta itu sudah siap di
perempatan jalan sehingga seorang kusir yang mahir mengendalikan kuda-kuda akan
dengan mudah menaiki kereta, memegang tali kekang, menjalankan kereta itu kian
kemari ke arah mana saja yang ia sukai. Para bhikkhu, demikian pula bila seorang
bhikkhu telah mengembangkan dan terus-menerus mempraktikkan kayagata sati, .. .
kapan saja bila ia mau.
56. Bilamana kayagata sati dikembangkan, terus-menerus
dipraktikkan, dijadikan sebagai sarana dan dasar, dibentuk, dikonsolidasikan,
dilaksanakan dengan baik, maka ada sepuluh manfaat akan diperolehnya. Apakah
kesepuluh manfaat itu?
57. Ia menjadi penakluk kebencian, senang dan kebencian tidak
menguasainya, ia dapat mengatasi kebencian bilamana kebencian muncul.
58. Ia menjadi penakluk rasa takut dan ngeri, rasa takut dan
ngeri tidak menguasainya, ia dapat mengatasi rasa takut dan ngeri bila hal-hal
itu muncul.
59. Ia menjadi tahan rasa dingin, rasa panas, lapar, haus,
gigitan nyamuk, lalat, angin, matahari dan segala binatang merayap; ia tahan
mendengar kata-kata menyakitkan dan yang tak disukai; ia tahan terhadap
penderitaan fisik seperti sakit, pedih, goresan, sayatan, tusukan, tidak
menyenangkan, menekan dan membahayakan keselamatan.
60. Ia menjadi orang yang dengan sekehendak hatinya mendapatkan
dengan mudah dan tanpa kesulitan mencapai empat tingkat Jhana, yang merupakan
tingkat pikiran yang lebih tinggi dan merasakan kesenangan pada saat sekarang.
61. Ia memiliki bermacam-macam iddhividha atau ‘kemampuan batin
fisik’ yaitu ia dapat memperbanyak dirinya, atau dari banyak kembali menjadi
seorang, menembus benteng atau dinding, menyelam dalam tanah bagaikan menyelam
dalam air, berjalan di atas air bagaikan berjalan di tanah, terbang di angkasa
bagaikan burung, ia dapat menyentuh matahari dan bulan, dengan tubuhnya ia dapat
pergi ke alam brahma.
62. Ia memiliki telinga dewa, sehingga ia dapat mendengar suara
yang dekat, jauh maupun terhalang, suara para dewa dan makhluk tak tertampak
lainnya.
63. Ia dapat mengetahui pikiran orang lain (lihat sutta 77,
paragraf 33).
64. Ia mempunyai kemampuan untuk mengingat kembali
kehidupan-kehidupannya pada masa yang lampau …. (lihat sutta 77, paragraf 34)…
hingga perbuatan-perbuatan yang sekecil-kecilnya dan sedetailnya.
65. Dengan mata kedewaannya … (lihat sutta 77, paragraf 35) …
berdasarkan karma-karma yang dilakukannya.
66. Pada saat sekarang ini, dengan abhinna ia merealisasikan
dirinya sendiri, ia mencapai cetovimutti (kesucian melalui samadhi) dan
pannavimutti (kesucian melalui kebijaksanaan) dengan melenyapkan semua asava
(kotoran batin).
67. Bilamana kayagata sati dikembangkan, terus-menerus
dipraktikkan, dijadikan sebagai sarana dan dasar, dibentuk dan dikonsolidasikan,
dilaksanakan dengan baik, maka ada sepuluh manfaat akan diperolehnya.”
Inilah yang dibabarkan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa
puas dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar