Kamis, 18 Oktober 2012

KITAGIRI SUTTA

KITAGIRI SUTTA

Di Kitagiri

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berkelana di Negeri Kasi bersama dengan kelompok besar Sangha bhikkhu. Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian:

2. “Para bhikkhu, aku berpantang makan di malam hari. Dengan melakukan hal ini, aku bebas dari penyakit dan penderitaan, dan aku menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, para bhikkhu, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”(696)

“Ya, Yang Mulia Bhante,” jawab mereka.

3. Kemudian, setelah Yang Terberkahi berkelana secara bertahap di Negeri Kasi, Beliau akhirnya sampai di suatu kota Kasi yang bernama Kitagiri. Di sana Beliau berdiam di kota Kasi yang bernama Kiatagiri ini.

4. Pada kesempatan itu, dua bhikkhu bernama Assaji dan  Punabbasuka sedang berdiam di Kitagiri.(697) Kemudian beberapa bhikkhu pergi dan memberitahu mereka: “Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam. Dengan melakukan hal ini, mereka bebas dari penyakit dan penderitaan, dan mereka menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.” Ketika hal ini dikatakan, bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka memberitahu para bhikkhu tersebut: “Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas. Dengan melakukan hal ini, kami bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kami menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.”

5. Karena para bhikkhu tidak dapat meyakinkan bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka, mereka menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberitahukan semua yang telah terjadi, dengan menambahkan: “Yang Mulia Bhante, karena kami tidak dapat meyakinkan, bhikkhu Assaji dan Bhikkhu Punnabbasuka, kami melaporkan masalah ini kepada Yang Terberkahi.”

6. Kemudian, Yang Terberkahi berbicara kepada seorang bhikkhu demikian: “Bhikkhu, beritahulah bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka atas namaku bahwa Guru memanggil mereka.”

“Ya, Yang Mulia,” jawabnya. Dia pun pergi ke bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka dan memberitahu mereka: “Guru memanggilmu, sahabat-sahabat.”

“Ya, sahabat,” jawab mereka. Mereka pergi menghadap  Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, mereka duduk di satu sisi. Yang Terberkahi kemudian berkata: “Bhikkhu, apakah benar bahwa ketika sejumlah bhikkhu pergi dan memberitahu kalian: ‘Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam … Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam …,’ kalian memberitahu para bhikkhu itu: ‘Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari …Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.’?” –“Ya, Yang Mulia Bhante.”

“Bhikkhu, pernahkah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma  dengan cara seperti ini: ‘Apa pun yang dialami orang ini – tidak peduli apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyenangkan-pun bukan-menyakitkan- keadaan-keadaan yang tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah’?”(698) – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

7. “Para bhikkhu, bukankah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma dengan cara seperti ini: ‘Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan tertentu, maka keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah.(699) Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat. Di sini, ketika seseorang merasakan suatu jenis perasaan yang bukan menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat’?” – “Ya, Yang Mulia Bhante.”

8. “Bagus, para bhikkhu,(700) Dan seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat, tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Tinggalkanlah jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak bajik meningkatkan di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: “Tinggalkan jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’

“Seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat,tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat, apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’

9. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’

“Seandainya hal itu tak diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku…dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’

10. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku… dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’

“Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,; maka aku mengatakan : ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’

11. “Para bhikkhu, aku tidak berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun; tidak juga berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka tidak lagi mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

12. “Aku tidak berbicara tentang para bhikkhu yang merupakan arahat dengan noda-noda yang telah hancur, yang telah menjalani kehidupan suci, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu dumadi, dan telah sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, bahwa mereka masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Mereka telah mengerjakan tugas mereka dengan tekun; mereka tidak lagi bisa lalai.

13. “Aku berbicara tentang para bhikkhu yang berada di dalam latihan yang tinggi-tinggi, yang pikirannya belum mencapai tujuan dan yang masih beraspirasi untuk jaminan tertinggi yang bebas dari ikatan, bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasi bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

14. “Para bhikkhu, ada tujuh macam manusia yang dapat ditemukan di dunia ini.(701) Apakah yang tujuh itu? Mereka adalah: manusia yang terbebas-dalam-dua-cara, manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan, manusia saksi-tubuh, manusia yang mencapai-pandangan, manusia yang terbebas-melalui-keyakinan, manusia pengikut Dhamma, dan manusia pengikut-keyakinan.

15. “Manusia macam apakah yang terbebas-dalam-dua cara itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-dalam-dua-cara.(702) Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.

16. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-kebijaksanaan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan.(703) Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.

17. “Manusia macam apakah yang merupakan saksi-tubuh itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut saksi-tubuh.(704) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka dengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan  kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

18. “Manusia macam apakah yang mencapai-pandangan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan dia telah mengkaji-ulang dan memeriksa ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang mencapai-pandangan.(705) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan ketekunan. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu …menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

19. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan keyakinannya telah tertanam, mengakar, dan mantap dalam Tathagata.(706) Manusia semacam itu disebut manusia yang terbebas-melalui-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu  … menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

20. “Manusia macam apakah pengikut-Dhamma itu? Di sini seseorang tidak kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena  dia melihat dengan kebijaksanaan, tetapi dengan kebijaksanaan dia telah cukup memperoleh penerimaan-refkektif dari ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-Dhamma.(707) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu…menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

21. “manusia macam apakah pengikut-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan  tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai  dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan , namun dia memiliki cukup keyakinan dan kecintaan pada Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat  istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

22. “Para bhikkhu, aku tidak mengatakan bahwa pengetahuan akhir dicapai seluruhnya sekaligus. Sebaliknya, pengetahuan akhir dicapai dengan latihan bertahap, dengan praktek bertahap, dengan kemajuan bertahap.[480]

23. “Dan bagaimana bisa muncul latihan bertahap, praktek bertahap, kemajuan bertahap? Di sini, seseorang yang memiliki keyakinan [pada guru] mengunjunginya; ketika mengunjunginya, orang itu memberi hormat; ketika dia memberi hormat, dia mendengarkan; orang yang membuka telinga pun mendengarkan Dhamma; setelah mendengarkan Dhamma, dia mengingatnya; dia memeriksa artinya ajaran-ajaran yang telah dia ingat; ketika dia memeriksa artinya, dia memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, setelah memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, semangat muncul di dalam dirinya; ketika semangat telah muncul, dia mengerahkan kemauannya; setelah mengerahkan kemauannya, dia mencermati; setelah mencermati, dia berjuang; dengan mantap berjuang, dia merealisasikan dengan tubuhnya kebenaran tertinggi dan melihat kebenaran tertinggi itu dengan menembusnya melalui kebijaksanaan.(708)

24. “Belum ada keyakinan itu,(709) para bhikkhu, dan belum ada kunjungan itu, dan belum ada penghormatan itu, dan belum ada membuka telinga itu dan belum ada mendengarkan Dhamma itu, dan belum ada mengingat Dhamma itu, dan belum ada pemeriksaan arti itu, dan belum ada penerimaan ajaran secara reflektif itu, dan belum ada semangat, dan belum ada  pengerahan kemauan, dan belum ada pencerahan itu, dan belum ada perjuangan itu. Para bhikkhu, kalian telah tersesat; para bhikkhu, kalian telah mempraktekkan jalan yang  salah. Betapa jauhnya kalian menyeleweng, wahai manusia-manusia salah-arah, dari Dhamma dan Vinaya ini!

25. “Para bhikkhu, ada suatu pernyataan berfrasa-empat, dan ketika diulang-ucap akan dapat dipahami oleh orang bijak dengan cepat.(710) Aku akan mengulangnya untuk kalima, para bhikkhu. Cobalah untuk memahaminya.”

“Bhante, siapakah kami sehingga kami harus memahami Dhamma?”

26. “Para bhikkhu, bahkan bersama dengan seorang guru yang memperhatikan hal-hal materi, yang merupakan ahli waris hal-hal materi, yang melekat pada hal-hal materi, tidaklah pantas bila ada tawar-menawar [oleh siswanya] semacam ini: “Jika kami memperoleh ini, kami mau melakukannya; jika kami tidak memperoleh ini, kami tidak akan melakukannya’; jadi apalagi [yang harus dikatakan bila gurunya adalah] Tathagata, yang telah sepenuhnya lepas dari hal-hal materi?

27. “Para bhikkhu, bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Yang Terberkahi adalah Guru, saya adalah siswa: Yang Terberkahi mengetahui, saya tidak mengetahui.’ Bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, Ajaran Guru memberi gizi dan menyegarkan. Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, [481] sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Dengan rela, biarlah hanya kulit otot, dan tulangku yang tersisa, dan biarlah daging dan darahku mengering di tubuhku,  tetapi energiku tidak akan kendor selama aku belum mencapai apa yang  dapat dicapai oleh kekuatan manusia, energi manusia, dan ketekunan manusia.’(711) Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, salah satu dari dua buah bisa diharapkan: pengetahuan akhir di sini dan kini, atau – jika ada sisa kemelekatan- Yang-Tidak-Kembali-Lagi.”

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan

(696) Lihat n.671. Sesuai dengan MN 66.6, MA menjelaskan bahwa Sang Buddha pertama-tama melarang makan siang dan di kemudian hari melarang makan malam. Beliau melakukan hal ini karena kepedulian pada para bhikkhu Sangha yang lemah; mereka mungkin menjadi terlalu cepat lelah jika dua kali makan (setelah makan pagi) itu dilarang sekaligus.

(697) Di Vinaya Pitaka, Assaji dan Punabbasuka digambarkan sebagai bhikkhu-bhikkhu yang “bejat dan bobrok moralnya” dan ditunjukkan bermanja-manja dalam berbagai perilaku buruk yang menyebabkan rusaknya umat awam. Di Kitagiri, mereka dijatuhi hukuman pembuangan, dan penolakan mereka untuk patuh itu menyebabkan diumumkannya Sanghaadisesa 13 (Vin iii. 179-84).

(698) MA: Pernyataan ini dibuat dengan acuan terarah pada kesenangan yang dialami ketika menyantap makan malam, yang tidak kondusif bagi praktek kewajiban-kewajiban seorang bhikkhu.

(699) MA: Jenis perasaan menyenangkan yang pertama adalah kegembiraan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga, sedangkan yang kedua adalah kegembiraan karena meninggalkan keduniawian. Demikian pula, dua kalimat berikutnya mengacu pada kesedihan dan ketenang-seimbangan yang masing-masing didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan karena meninggalkan keduniawian. Lihat MN 137.9-15.

(700) §8-10 berfungsi untuk menyediakan – dengan memohon pemahaman sempurna Sang Buddha- dasar-dasar perintah Beliau untuk meninggalkan semua perasaan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan untuk mengembangkan perasaan-perasaan yang muncul karena meninggalkan keduniawian.

(701) Berikut adalah pengelompokan berunsur-tujuh dari para individu agung yang mengelompokkan mereka bukan hanya berdasarkan jalan dan pencapaian buah-seperti yang lebih umum dilakukan dalam skema berunsur-delapan-melainkan menurut kemampuan batin mereka yang dominan. Definisi-definisi alternatif dari tujuh hal ini ini ditawarkan oleh Pug 1:30-36/ 14-15.

(702) Ubhatobhagavimutta. MA: Dia “Terbebas-dalam-dua-cara” kaarena dia terbebas dari badan fisik melalui pencapaian-pencapaian tanpa-materi dan dari badan mental melalui sang jalan (tingkat arahat). Definisi Pug mengatakan: “Dia kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam delapan pembebasan, dan noda-nodanya dihancurkan karena dia melihat dengan kebijaksanaan.” MA mengatakan bahwa ubhatobhagavimutta mencakup mereka yang mencapai tingkat arahat setelah keluar dari salah satu dari empat pencapaian tanpa-materi dan orang yang mencapainya setelah keluar dari pencapaian penghentian.

(703) Pannavinutta. MA: Ini termasuk mereka yang mencapai tingkat arahat sebagai meditator pandangan-terang-kering (sukkha-vipassaka) atau setelah keluar dari salah satu dari empat jhana. Definisi sekadar menggantikan delapan pembebasan untuk “pembebasan-pembebasan…mentransendenkan bentuk-bentuk.”

(704) Kayasakkhin. MA: Jenis ini mencakup enam individu – dari orang yang  telah mantap dalam buah Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat – yang pada awalnya kontak dengan jhana-jhana (tanpa-materi) dan selanjutnya merealisasikan Nibbana. MT menekankan bahwa salah satu dari pencapaian tanpa-materi – termasuk penghentian-dibutuhkan untuk memenuhi syarat sebagai kayasakkhin. Definisi Pug sekedar menggantikan delapan pembebasan.

(705) Ditthipatta. MA mengatakan bahwa jenis ini mencakup enam individu yang sama, yang tercakup di bawah kayasakkhin-dari Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat-tetapi tidak memiliki pencapaian tanpa-materi. Pug mendefinisikan dia sebagai orang yang memahami Empat Kebenaran Mulia dan yang telah mengkaji-ulang serta memeriksa dengan kebijaksanaan ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata.

(706) Saddhavimutta. MA mengatakan bahwa jenis ini juga mencakup enam yang sama. Pug mendefinisikan dia dengan cara yang sama seperti mendefinisikan ditthipatta, tetapi menambahkan bahwa dia belum mengkaji-ulang serta memeriksaajaran-ajaran dengan kebijaksanaan sampai sejauh ditthipatta.

(707) MA mengatakan bahwa jenis ini, dhammanusarin, dan berikutnya, saddhanusarin, merupakan individu-individu di jalan Pemasuk-Arus, yang pertama dengan keunggulan kebijaksanaan, sedangkan yang kedua dengan keunggulan keyakinan. Untuk lebih banyak tentang dua jenis ini, lihat n.273.

(708) MA: Dengan badan mental dia merealisasikan Nibbana, kebenaran tertinggi, dan dia menembusnya dengan kebijaksanaan yang berhubungan dengan jalan di-atas-duniawi.

(709) Yaitu, para bhikkhu ini belum mempunyai keyakinan yang dibutuhkan untuk menjalankan latihan yang ditentukan bagi mereka oleh Sang Buddha.

(710) MA mengatakan bahwa “pernyataan berfrasa-empat” ini (catupaddam veyyakaranam) adalah ajaran tentang Empat Kebenaran Mulia. Tetapi, empat kebenaran itu tidak disebutkan di sini.

(711) MA: Dengan ini, Sang Buddha menunjukkan bahwa siswa ideal berlatih dengan membangkitkan energi dan bertekad: “Aku tidak akan bangkit selama aku belum mencapai tingkat arahat”

GULISSANI SUTTA

GULISSANI SUTTA

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu Taman Tupai.

2. Pada kesempatan itu, seorang bhikkhu bernama Gulissani -seorang penghuni –hutan yang berperilaku lalai –datang berkunjung untuk tinggal di tengah-tengah Sangha untuk suatu urusan Y.M. Sariputta berbicara kepada para bhikkhu dengan mengacu pada bhikkhu Gulissani demikian:

3. “sahabat-sahabat, bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci. Jika dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci, akan ada orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci.

4. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk demikian: ‘Aku akan duduk sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu para bhikkhu senior dan tidak meniadakan tempat duduk para bhikkhu baru.’ Jika dia tidak terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia bahkan tidak mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan perilaku yang baik?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya terampil dalam perbuatan yang baik berkenaan dengan tempat duduk.

5. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari. Jika dia masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari, akan ada orang-orang yang membicarakan dia. ‘Apa yang teah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia masuk desa terlalu awal dan kembali terlambat di siang hari?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari.

6. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga.(692) Jika dia pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa melakukan kunjungan-kunjungan pada saat yang tak tepat, karena nyatanya dia  berperilaku demikian ketika  datang ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga.

7. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak bersikap congkak dan sombong secara pribadi. Jika dia congkak dan sombong secara pribadi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa bersikap congkak dan sombong secara pribadi, karena nyatanya dia berperilaku demikian ketika  datang  ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya bersikap congkak dan sombong secara pribadi.

8. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak berlidah kasar dan berbicara-lepas. Jika dia berlidah kasar dan berbicara-lepas, akan ada orang-orang yang  membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan  yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka karena nyatanya dia berlidah-kasar dan berbicara-lepas?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya tidak berlidah-kasar dan berbicara-lepas.

9. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya mudah dikoreksi  dan seharusnya bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik. Jika dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang buruk, akan ada  orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh  penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang buruk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan  yang datang ke Sangha dan berdiam di  dalam Sangha seharusnya mudah di koreksi dan bergaul dengan sahabat-sahabat  yang baik.

10. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya. Jika dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya? Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya.

11. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya madya dalam makan. Jika dia tidak madya dalam makan, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak madya dalam makan?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan  seharusnya madya dalam makan.

12. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya membaktikan diri pada keadaan terjaga. Jika dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya  membaktikan diri pada keadaan terjaga.

13. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi. Jika dia tidak enerjik, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia malas?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi.

14. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan. Jika dia tidak waspada, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak waspada?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan.

15. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi. Jika dia tidak terkonsentrasi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak terkonsentrasi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi.

16. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana. Jika dia tidak bijaksana, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia tidak bijaksana?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana.

17. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menerapkan dirinya pada Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.(693) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebuh tinggi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.
18. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang melampaui bentuk;(694) karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk. Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan itu, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengarahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai  dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk.

19. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang keadaan-keadaan supra-manusiawi.(695) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi?/ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu yang berdiam-di-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya mengerahkan tenaga untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi.”

20. Ketika hal ini dikatakan, Y.M. Maha Moggallana bertanya kepada Y.M. Sariputta :“Sahabat Sariputta, apakah hal-hal ini seharusnya dijalankan dan dipraktekkan hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan atau juga oleh bhikkhu penghuni-kota?”

“Sahabat Moggallana, hal-hal ini seharusnya dijalankan dan dipraktekkan tidak hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan saja melainkan juga oleh bhikkhu penghuni-kota.”

Catatan

692 Hal ini dilarang oleh Pac 46 (Vin iv.98-101). Seorang bhikkhu boleh mengunjungi para keluarga pada saat-saat ini hanya jika dia telah memberitahukan rencananya kepada bhikkhu lain di Vihara selama musim untuk membuat dan memberikan jubah.

693 Abhidhamma abhivinaya. MA mengatakan bahwa dia seharusnya mengatur diri untuk mempelajari teks dan komentarnya tentang Abhidhamma Pitaka dan Vinaya Pitaka. Ini jelas melawan Zaman. Tentang Abhidhamma di dalam konteks sutta-sutta. Lihat n.362. Walaupun tidak ada bagian yang berhubungan dengan literature yang disebut “Abhivinaya,” ada kemungkinan kata itu mengacu pada suatu pendekatan analitis dan sistimatis untuk pembelajaran Vinaya, mungkin yang terdapat di Suttavibhanga dari Vinaya Pitaka.

694 MA: Hal ini mengacu pada delapan pencapaian meditasi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam kerja awal tentang satu subjek meditasi, seperti misalnya kasina.

695. MA: Hal ini mengacu pada semua kondisi di-atas-diniawi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam satu pendekatan untuk mengembangkan pandangan terang sampai tingkat arahat.

NALAKAPANA SUTTA

NALAKAPANA SUTTA
Di Nalakapana
Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007
1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di negeri Kosala di Nalakapana di Hutan Palasa.
2. Pada waktu itu banyak orang terkenal yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah, di bawah Yang Terberkahi – Y.M. Anuruddha, Y.M. Nandiya, Y.M. Kimbila, Y.M. Bhagu, Y.M. Kundadhana, Y.M. Revata, Y.M. Ananda, dan orang-orang yang sangat terkenal lainnya.
3. Dan pada kesempatan itu Yang Terberkahi sedang duduk di udara terbuka dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu. Kemudian, dengan mengacu pada orang-orang tersebut, Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, orang-orang yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah di bawahku itu-apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”
Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu itu diam.
Untuk kedua dan ketiga kalinya, dengan mengacu pada orang-orang tersebut, Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian:
“Para bhikkhu, orang-orang yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah dibawahku itu – apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”
Untuk kedua dan ketiga kalinya, para bhikkhu itu diam.
4. Kemudian Yang Terberkahi mempertimbangkan demikian: “Bagaimana kalau aku menanyai orang-orang itu?”
Maka Beliau berbicara kepada Y.M. Anuruddha demikian: “Anuruddha, apakah engkau semua bergembira di dalam kehidupan suci?”
“Tentu saja, Yang Mulia Bhante.”
5. “Bagus,bagus, Anuruddha! Sungguh pantas bagi kalian semua – yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah – untuk merasa gembira di dalam kehidupan suci. Karena masih memiliki berkah kemudaan, pria-pria muda dengan rambut hitam di masa prima kehidupan, kalian sebenarnya dapat bermanja-manja di dalam kesenangan-kesenangan indera. Namun toh kalian telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Bukan karena dikejar-kejar oleh para raja maka kalian telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan  tak-berumah; bukan karena kalian dikejar-kejar oleh para pencuri; bukan karena hutang, ketakutan, atau menginginkan mata pencaharian. Alih-alih, tidakkah kalian karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah, setelah mempertimbangkan demikian: ‘Aku adalah korban dari kelahiran, penuaan, dan kematian, korban dari penderitaan, ratap tangis, rasa sakit, kesedihan, dan keputus-asa-an; aku adalah korban dari penderitaan, mangsa penderitaan. Tentunya akhir dari seluruh massa penderitaan ini dapat diketahui.’?”-“Ya, Yang Mulia Bhante.”
6. “Apa yang harus dikerjakan, Anuruddha, oleh orang yang telah meninggalkan keduniawian demikian? Sementara dia masih belum mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu,(688) ketamakan menyerang pikirannya dan tinggal, niat jahat menyerang pikirannya dan tinggal, kemalasan dan kelambanan menyerang pikirannya dan tinggal, kegelisahan dan penyesalan menyerang pikirannya dan tinggal, keraguan menyerang pikirannya dan tinggal, ketidak-puasan menyerang pikirannya dan tinggal, kelelahan menyerang pikirannya dan tinggal. Memang demikianlah halnya sementara dia masih belum mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu. Ketika dia mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu, ketamakan tidak menyerang pikirannya dan tidak tinggal, niat jahat … kemalasan dan kelambanan … kegelisahan dan penyesalan … keraguan … rasa tidak puas … kelelahan tidak menyerang pikirannya dan tidak tinggal. Demikianlah halnya ketika dia mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan –keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu.
7. “Lalu bagaimana, Anuruddha, apakah kalian semua berpikir tentang aku seperti ini: ‘Tathagata belum meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya Tathagata menggunakan sesuatu hal setelah merenung, menanggung suatu hal lain setelah merenung, menghindari suatu hal lain setelah merenung, dan melenyapkan suatu hal lain setelah merenung’?”(689)
“Tidak, Yang Mulia Bhante, kami tidak berpikir tentang Yang Terberkahi seperti itu. Kami berpikir tentang Yang Terberkahi seperti ini: ‘Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya Tathagata menggunakan suatu hal setelah merenung, menanggung suatu hal lain setelah merenung, menghindari suatu hal lain setelah merenung, dan melenyapkan suatu hal lain setelah merenung.”
“Bagus, bagus, Anuruddha! Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan; Beliau telah memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul palem, menyingkirkannya sehingga noda-noda itu tidak lagi bisa muncul di masa depan. Seperti halnya pohon palem yang mahkotanya telah dipotong tidak lagi mampu bertumbuh lagi, demikian pula Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori … memotongnya dia akarnya, membuatnya seperti tunggul palem, menyingkirkannya sehingga noda-noda itu tidaklagi bisa muncul di masa depan.
8. “Bagaimana pendapatmu, Anuruddha? Tujuan apakah yang dilihat Tathagata sehingga bila seorang siswa meninggal, Beliau menyatakan kemunculannya demikian: ‘Si Ini telah muncul kembali di tempat ini; si Itu telah muncul kembali di alam itu’?”[465]
“Yang Mulia Bhante, ajaran-ajaran kami berakar di dalam Yang Terberkahi, dibimbing oleh Yang Terberkahi, mempunyai Yang Terberkahi sebagai sumbernya. Sungguh baik jika Yang Terberkahi berkenan menjelaskan arti kata-kata ini. Setelah mendengarnya dari Yang Terberkahi, para bhikkhu akan mengingat.”
9. “Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berencana busuk untuk menipu orang-orang atau dengan tujuan menjilat orang-orang atau dengan tujuan perolehan, kehormatan, atau kemasyuran, atau dengan pemikiran ‘Biarlah orang-orang mengenalku sebagai demikian ini,’ maka ketika seorang siswa meninggal, Sang Tathagata menyatakan kemunculan kembali demikian: ‘Si ini telah muncul kembali di tempat ini; si itu telah muncul  kembali di alam itu.’ Alih-alih, hal itu justru disebabkan oleh karena ada orang-orang setia yang terinspirasi dan bersukacita dengan apa yang tinggi, yang-ketika mendengar hal itu-lalu mengarahkan pikiran mereka menuju keadaan sedemikian, dan  yang membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.
10. Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama ini  telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dia telah mantap di dalam pengetahuan akhir.”’(691) Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri atau telah mendengar hal itu dikatakan tentang dia: “Moralitas bhikkhu itu adalah demikian,  keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara ini, seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
11. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya lima belenggu rendah, dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana akan mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.”’ Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri …dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
12. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian. Bhikkhu yang bernama Ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”’ Dan Bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri … dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Denngan cara demikian pula serang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
13. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama Itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya tiga belenggu, dia telah menjadi pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri … dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
14. ”Di sini, seorang bhikkhuni mendengar demikian ‘Bhikkhuni yang bernama Ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia : “Dia telah mantap di dalam pengetahuan akhir.”’ Dan bhikkhuni pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri atau telah mendengar hal itu dikatakan tentang dia: :Moralitas bhikkhuni itu adalah demikian, keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara ini, seorang bhikkhuni memiliki kediaman yang nyaman.
15. “Di sini, seorang bhikkhuni mendengar demikian: ‘Bhikkhuni dengan nama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan  [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana akhir tanpa ternah kembali dari alam itu.” …
16. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahkan nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
17. “’Beliau telah menyatakan tentang dia : “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan bhikkhuni pendengar itu sudah melihat bhikkhuni tersebut sendiri… dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam  itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhuni memiliki kediaman yang nyaman.
18. “Di sini seorang pengikut awam pria mendengar demikian: ‘Pengikut awam pria yang bernama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni]  dan di sana  mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.” …
19. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
20. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan pengikut awam pendengar itu sudah melihat pengikut awam pria tersebut sendiri atau mendengar hal itu dikatakan tentang dia: ‘Moralitas umat awam yang mulia adalah demikian, keadaan [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaanm semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang umat awam pria memiliki kediaman yang nyaman.
21. Di sini, seorang pengikut awam perempuan mendengar demikian: ‘Pengikut awam perempuan dengan nama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia “Dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana akan mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.”
22. “Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
23. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan pengikut awam pendengar itu sudah melihat pengikut awam perempuan tersebut sendiri atau mendengar hal itu dikatakan tentang dia: ‘Moralitas saudari itu adalah demikian, keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang umat awam perempuan memiliki kediaman yang nyaman.
24. “Jadi, Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berencana busuk untuk menipu orang-orang atau dengan tujuan menjilat orang-orang atau dengan tujuan perolehan, kehormatan, atau kemasyuran, atau dengan pemikiran ‘ Biarlah orang-orang mengenalku sebagai demikian ini,; maka ketika seorang siswa telah meninggal, Sang Tathagata menyatakan kemunculan kembali demikian: ‘Si Ini telah muncul kembali di tempat ini; si itu telah muncul kembali di alam itu.’ Alih-alih, hal itu justru disebabkan oleh karena ada orang-orang setia yang terinspirasi dan bersukacita dengan apa yang tinggi, yang –ketika mendengar hal itu-lalu mengarahkan pikiran mereka menuju keadaan sedemikian, dan yang membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Anuruddha merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
688 “Kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera” menunjukkan jhana pertama dan jhana kedua, “sesuatu yang lebih damai daripada itu” adalah jhana-jhana yang lebih tinggi dan empat jalan.
689 Lihat MN 2.4. Ini merupakan praktek-praktek yang dijalankan oleh orang yang berlatih untuk mencegah munculnya noda-noda laten yang belum ditinggalkan.
690 Hal ini mengacu pada kemampuan Sang Buddha yang dengan kesaktiannya dapat menemukan alam-alam di mana siswa-siswa Beliau telah terlahir kembali.
691 anna: pengetahuan yang dicapai oleh Arahat.