Sabtu, 08 September 2012

CULASSAROPAMA SUTTA



http://www.buddhachannel.tv/portail/local/cache-vignettes/L250xH342/bouddha_meditation-4da52.gif
CULASSAROPAMA SUTTA
Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12
Oleh : Corneles Wowor, MA.,
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha
dan Universitas Terbuka, 1992
  1. Demikianlah yang saya dengar
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi.
  1. Kemudian Brahmana Pingalakoccha pergi menemui Sang Bhagava, saling memberi salam, setelah saling menyapa dengan sopan, ia duduk. Lalu ia berkata kepada Sang Bhagava: “Samana Gotama, ada petapa-petapa dan para brahmana, masing-masing dengan sanghanya, dengan kelompoknya, memimpin, sebuah kelompok, masing-masing seorang filosof yang terkenal dan dipandang oleh banyak orang sebagai orang suci -yang saya maksudkan adalah Purana Kassapa, Makhali Gosala, Ajita Kesakambali, Pakuddha Kaccayana, Sanjaya Belatthiputta, dan Nigantha Nataputta -mereka semua mempunyai pengetahuan seperti yang mereka nyatakan, atau tak satupun dari mereka yang mempunyai pengetahuan, di antara mereka ada yang memiliki pengetahuan (abhinna) atau ada yang tidak memiliki pengetahuan.”"Cukup, brahmana, apakah mereka semua mempunyai pengetahuan seperti yang mereka minta, tak satupun dari mereka atau beberapa dari mereka tidak beberapa dari mereka, biarkanlah itu, saya akan mengajarkan kamu dhamma, brahmana. Dengarkan dan perhatikan dengan baik apa yang saya katakan.”"Baiklah, Bhante,” jawab Pingalakoccha. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:
  2. “Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, kulit dalamnya dan luar, ia memotong ranting-ranting dan daun-daun, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: “Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  3. “Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya dan luar, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: “Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  4. “Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: “Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  5. “Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan memotong bagian yang basah, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: “Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  6. “Misalnya, seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian tengah kayu yang keras, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; kemudian seorang dengan penglihatan yang baik, melihatnya untuk memperhatikan perbuatannya dan berkata: “Apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya akan terpenuhi.”"
  7. “Brahmana, demikian pula, ini beberapa orang karena keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumah-tangga, berpikir: “Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan mati, dari kesedihan-kesedihan dan dukacita, kesakitan, ratapan, dan keputusasaan. Saya adalah korban penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar ini dapat diketahui.” Jika ia melakukan, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Dia senang dengan itu dan keinginannya yang terpenuhi. Dengan catatan ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain yaitu: “Saya mempunyai hasil, saya dikenal, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini tidak diketahui, tanpa catatan.”"Dengan begitu ia membangkitkan ketidakadaan keinginan untuk melakukan tindakan,ia tidak melakukan usaha, untuk merealisasi dhamma lain yang lebih tinggi daripada hasil yang diperolehnya, kehormatan dan kemashyuran dan yang lebih tinggi daripada itu.”"Saya mengatakan orang ini seperti seseorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya dan luar, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras, maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  8. “Ada beberapa orang yang berdasarkan pada keyakinan meninggalkan pemuasan duniawi menjadi tanpa berumah-tangga, berpikir: “Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan kematian, dan penderitaan dan ratapan, kesakitan, dukacita dan keputusasaan. Saya adalah seorang korban penderitaan, sasaran dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar ini dapat diketahui.” Jika ia telah melakukannya, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan ini dan keinginannya dipenuhi. Ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia menimbulkan keinginan untuk melakukan dan membuat usaha-usaha untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi daripada basil itu, kehormatan dan kemashyuran dan lebih unggul daripada itu; ia tidak bergantung dan menurun. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan kebajikan yang sempurna dan keinginannya terpenuhi.”"Dengan catatan ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: “Saya seorang yang saleh, mempunyai sifat yang baik, tetapi bhikkhu-bhikkhu yang lain ini tidak saleh, dan mempunyai kelakuan yang jahat.” Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk melakukan tindakan, ia tidak berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang tinggi daripada konsentrasi yang sempurna, membuat bersifat masa bodoh.”Saya berkata bahwa orang ini seperti seorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”"
  9. “Di sini beberapa orang karena keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumahtangga, berpikir: “Saya korban dari kelahiran, lahir dan mati, kesedihan dan ratapan, kesakitan, duka cita dan keputusasaan. Saya adalah seorang korban penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan yang besar itu dapat diketahui.” Jika ia telah melakukannya, ia mendapatkan hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan itu dan keinginannya tidak terpenuhi. Ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia mempunyai keinginan untuk bertindak dan membuat usaha untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi dan unggul dari itu.”"Ia tidak bergantung dan tidak merosot. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan itu, tetapi keinginannya tidak terpenuhi. Ia tidak memuji diri sendiri dan menghina orang lain. Ia ingin bertindak, dan membuat usaha, untuk menyadari dhamma yang lain yang lebih tinggi dari kebajikan yang sempurna. Ia tidak bergantung dan merosot. Ia mencapai konsentrasi yang sempurna. Ia senang dan keinginannya terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: “Saya berkonsentrasi, pikiran saya terpusat, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini tidak terkonsentrasi dan pikiran mereka kacau.” Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk berbuat, ia tidak berusaha untuk merealisasikan dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada konsentrasi sempurna, ia bersikap masah bodoh.”"Saya berkata orang ini seperti orang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, melewati bagian tengah kayu yang keras dan bagian yang basah, memotong kulit dalamnya, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukan oleh orang ini dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”
  10. “Di sini ada beberapa orang yang berdasarkan pada keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi tak berumah-tangga, berpikir: “Saya adalah korban dari kelahiran, lahir dan mati, dari kesedihan dan ratapan, kesakitan duka cita dan keputusasaan. Saya adalah korban dari penderitaan, mangsa dari penderitaan. Secara pasti akhir dari seluruh penderitaan ini dapat diketahui.” Jika ia telah melakukannya, ia memperoleh hasil yang besar, kehormatan dan kemashyuran. Ia tidak senang dengan ini dan keinginannya tidak dipenuhi. Dengan catatan, ia tidak membanggakan dirinya sendiri dan menghina yang lain. Ia mempunyai keinginan untuk bertindak, dan ia membuat usaha, untuk menyadari dhamma yang lebih tinggi daripada hasil, kehormatan dan kemashyuran dan lebih unggul daripada itu.”"Ia tidak bergantung dan mengalami kemerosotan. Ia mencapai kebajikan yang sempurna. Ia senang dengan pencapaiannya itu, namun keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia tidak membanggakan dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan berbuat, berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma yang lebih tinggi dari kebajikan sempurna. Ia tidak bersikap masa bodoh. Ia mencapai konsentrasi sempurna. Ia sedang senang dengan itu tetapi keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu, ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan untuk berbuat, ia berusaha untuk merealisasikan dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada konsentrasi sempurna. Ia tidak masa bodoh. Ia mencapai pengetahuan dan penglihatan (nanadassana). Ia senang dengan hal itu dan keinginannya terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain: “Saya hidup mengetahui dan melihat, tetapi bhikkhu-bhikkhu ini hidup tanpa mengetahui dan melihat.” Maka ia membangkitkan ketidakinginan untuk berbuat, ia tidak berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan. Ia bersikap masa bodoh.”"Saya berkata bahwa orang ini seperti seorang yang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana mencari bagian tengah kayu yang keras melihat sebuah pohon yang mempunyai bagian tengah kayu yang keras, dan melewati bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian kayu yang basah dan membawanya, berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang ia lakukan dengan bagian tengah kayu yang keras, maksudnya tidak akan terpenuhi.”
  11. “Di sini ada beberapa orang yang berdasarkan keyakinan, meninggalkan kehidupan duniawi menjadi hidup tanpa berumah-tangga …. Ia mendapat hasil yang besar, kehormatan dan pujian. Ia tidak senang dengan itu, keinginannya tidak terpenuhi …. Ia mencapai kebajikan sempurna. Ia senang dengan itu, namun keinginannya belum terpenuhi …. Ia mencapai pengetahuan dan penglihatan. Ia senang dengan itu tetapi keinginannya belum terpenuhi. Berdasarkan hal itu ia tidak memuji dirinya sendiri dan menghina orang lain. Ia membangkitkan keinginan untuk berbuat, ia berusaha untuk merealisasi dhamma-dhamma lain yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan dan melebihi itu. Ia tidak masa bodoh. Tetapi apakah dhamma-dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan dan melebihi itu?”
  12. “Brahmana, dalam hal ini, dengan menjauhi keingian nafsu, jauh dari dhamma-dhamma yang tak bermanfaat, ia mencapai dan berada dalam Jhana I, yang disertai vitakka dan vicara, dengan kegiuran serta kebahagiaan yang dihasilkan oleh ketenangan. Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
  13. “Dengan melenyapkan vitakka dan vicara, ia mencapai dan berada dalam Jhana II disertai keyakinan diri, pikiran terpusat dan kegiuran yang dihasikan oleh pemusatan pikiran. Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
15.  “Selanjutnya, dengan melenyapkan kegiuran, ia seimbang, pikiran terpusat dan sadar, dengan kebahagiaan tubuh, ia mencapai dan berada dalam Jhana III, yang dinyatakan oleh para Ariya sebagai: “Ia mencapai keadaan yang menyenangkan karena memiliki keseimbangan dan pikiran waspada sekali.”
Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
  1. “Kemudian, dengan menghilangkan kebahagiaan dan ketidaksenangan dari tubuh (sukha-dukkha) dan setelah terlebih dahulu melenyapkan kegiuran dan kesedihan, ia mencapai dan berada dalam Jhana IV dengan ‘bukan sakit ataupun bukan kebahagiaan’, kesadaran yang suci karena keseimbangan (upekha).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada, pengetahuan dan penglihatan.”
  2. “Setelah dengan sempurna melampaui pencerapan jasmani (rupasanna) dan lenyapnya pencerapan ketidaksenangan (patighasanna, tanpa memperhatikan) pencerapan perbedaan (nanattasanna), menyadari “ruang tanpa batas”, ia mencapai dan berada dalam ‘keadaan ruang tanpa batas’ (akasanancayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
18.  “Setelah dengan sempurna melampaui ‘keadaan ruang tanpa batas’, menyadari ‘kesadaran tanpa batas’, ia mencapai dan berada dalam ‘keadaan kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana).
Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
  1. “Setelah dengan sempurna melampaui ‘keadaan kesadaran tanpa batas’, menyadari ‘kekosongan’, ia mencapai dan berada dalam ‘keadaan kekosongan’ (akincannayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
  2. “Setelah dengan sempurna melampaui ‘keadaan kekosongan’, ia mencapai dan berada dalam ‘keadaan bukan pencerapan atau pun tidak bukan pencerapan’ (n’evasanna nasannayatana).
    Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
21.  “Setelah dengan sempurna melampaui ‘keadaan bukan pencerapan ataupun tidak bukan pencerapan’, ia mencapai dan berada dalam ‘lenyapnya pencerapan dan perasaan’ (sannavedayitanirodha).
Semua kotoran batinnya (asava) lenyap oleh pengetahuan dan penglihatan (nanadassana). Ini dhamma yang lebih tinggi daripada pengetahuan dan penglihatan.”
  1. “Saya berkata orang ini seperti seorang memerlukan bagian tengah kayu yang keras, mencari bagian tengah kayu yang keras, berkelana dalam pencarian bagian tengah kayu yang keras, lalu melihat sebuah pohon besar yang_mempunyai bagian tengah kayu yang keras, ia memotong bagian tengah kayu yang keras, lalu membawanya dengan berpikir bahwa itu adalah bagian tengah kayu yang keras; maka apa pun yang akan dilakukannya pada bagian tengah kayu yang keras itu, maksudnya akan terpenuhi.”
  2. “Brahmana, hidup ini tidak mempunyai keuntungan, kehormatan dan kemashyuran tidak ada gunanya, tidak ada kebajikan yang sempurna, atau konsentrasi yang sempurna, atau pengetahuan dan khayalan. Tetapi tidak dapat disangkal pembebasan pikiran merupakan tujuan dari kehidupan suci. Inilah ‘bagian tengah kayu yang keras’ dan akhirnya.”
Ketika ini dikatakan Brahmana Pingalakoccha berkata kepada Sang Bhagava: “Menakjubkan, Samana Gotama! Menakjubkan ….! Mulai hari ini semoga Samana Gotama menerima saya sebagai upasaka yang telah berlindung kepada-Nya selama hidup.”

MAHASAROPAMA SUTTA



http://jatakakatha.files.wordpress.com/2011/03/sela.jpg

MAHASAROPAMA SUTTA

Khotbah Besar tentang Perumpamaan Inti-kayu
Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya II,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2005

1. Demikian yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di gunung Puncak Burung Nasar, tak lama setelah Devadatta pergi.346 Di sana, mengacupada Devadatta, Yang Terberkahi berbicara kepada para bhikkhu demikian:
2. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.’ Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku mendapat perolehan, penghormatan, dan ketenaran, sedangkan bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak dikenal sama sekali.” Dia menjadi mabuk dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.
“Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, dan kulit luarnya, namun memotong ranting dan daunnya dan memnbawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu, kayu lunak, kulit dalam, kulit luar, atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, dia sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, dan kulit luarnya, dia memotong ranting dan daun dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya, Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.’ Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan …[193]…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil ranting dan daun kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
3. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.’ Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak menjadi mabuk dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian, karena rajin, dia memperolah mencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirirnya sendiri dan merendakan orang-orang lain demikian: ‘Aku bermoral, berwatak baik, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak bermoral, berwatak jahat.’ Dia menjadi mabuk dengan pencapaian moralitas, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.
“Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, kayu lunaknya, kulit dalamnya, namun dia memotong kulit luarnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu…atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kulit luarnya dan membawanya pergi karena pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.’ Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil kulit luar kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
4. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berubah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan, dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.’ Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi….Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas itu, namun niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak menjadi mabuk dengan pencapaian moralitas itu; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku terkonsentrasi, pikiranku menyatu, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini tidak terkonsentrasi dan pikiran mereka tercerai-berai.’ Dia menjadi mabuk dengan pencapaian konsentrasi itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan. “Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, dan kayu lunaknya, namun dia memotong kulit dalamnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu….atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kulit dalamnya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apapun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.’ Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil kulit dalam kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
5. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.’ Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian moralitas itu, namun niatnya tidak terpenuhi….Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi, namun niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak mabuk dengan pencapaian konsentrasi; dia tidak menjadi lalai dan tidak jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia mencapai pengetahuan dan visi.347 Dia senang dengan pengetahuan dan visi dan niatnya terpenuhi. Karena itu, dia memuji dirinya sendiri dan merendahkan orang-orang lain demikian: ‘Aku hidup dengan mengetahui da melihat, tetapi bhikkhu-bhikkhu lain ini hidup tanpa mengetahui dan melihat.’ Dia menjadi mabuk dengan pengetahuan dan visi itu, menjadi lalai, jatuh ke dalam kelalaian, dan karena lalai, dia hidup di dalam penderitaan.
“Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia melewatkan inti-kayunya, namun dia memotong kayu lunaknya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: ‘Orang yang baik ini tidak mengetahui inti-kayu…atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu…dia memotong kayu lunaknya dan membawanya pergi karena berpikir itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya tidak akan terpenuhi.’ Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…dia hidup di dalam penderitaan. Bhikkhu ini disebut orang yang telah mengambil; kayu lunak kehidupan suci dan berhenti dengan hal itu.
6. “Di sini, para bhikkhu, beberapa orang karena keyakinan pergi dari kehidupan berumah menuju tak-berumah, karena mempertimbangkan: ‘Aku adalah korban kelahiran, penuaan, dan kematian, kesedihan, ratap tangis, rasa sakit, kesengsaraan dan keputus-asaan; aku adalah korban penderitaan, mangsa penderitaan. Sudah pasti, akhir dari seluruh massa penderitaan ini bisa diketahui.’ Setelah meninggalkan keduniawian demikian, dia mendapat perolehan, kehormatan, dan ketenaran. Dia tidak senang dengan perolehan, penghormatan, dan ketenaran itu, dan niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian moralitas. Dia senang dengan pencapaian itu, namun niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia memperoleh pencapaian konsentrasi. Dia senang dengan pencapaian konsentrasi, namun niatnya tidak terpenuhi…Karena rajin, dia mencapai pengetahuan dan visi. Dia senang dengan pengetahuan dan visi itu, tetapi niatnya tidak terpenuhi. Karena itu, dia tidak memuji dirinya sendiri dan tidak merendahkan orang-orang lain. Dia tidak mabuk dengan pencapaian pengetahuan dan visi; dia tidak menjadi lalai dan jatuh ke dalam kelalaian. Karena rajin, dia mencapai pembebasan yang abadi. Tidaklah mungkin bagi bhikkhu itu untuk terjatuh dari pembebasan abadi itu.348
“Andaikan saja seseorang yang membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia memotong inti kayunya saja dan membawanya pergi karena mengetahui itu adalah inti-kayunya. Orang yang berpenglihatan baik, ketika melihatnya, mungkin berkata: “orang yang baik ini mengetahui inti-kayu, kayu lunak, kulit dalam, kulit luar, atau ranting dan daun. Jadi, sementara membutuhkan inti-kayu, mencari inti-kayu, berkelana mencari inti-kayu, dia sampai pada satu pohon besar yang tinggi dan memiliki inti-kayu. Dia memotong hanya inti-kayunya saja dan membawanya pergi karena mengetahui itu adalah inti-kayunya. Apa pun yang harus dibuat oleh orang yang baik ini dengan inti-kayu itu, tujuannya akan terpenuhi.’ Demikian pula, para bhikkhu, di sini beberapa manusia pergi meninggalkan keduniawian karena keyakinan…Karena rajin, dia mencapai pembebasan abadi. Dan tidaklah mungkin bagi bhikkhu itu untuk terjatuh dari pembebasan abadi itu.349
7. “Jadi para bhikkhu, kehidupan suci ini tidak memiliki perolehan, penghormatan, dan ketenaran sebagai manfaatnya, atau pencapaian moralitas sebagai manfaatnya, atau pencapaian konsentrasi sebagai manfaatnya, atau pengetahuan serta visi sebagai manfaatnya. Tetapi, pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan inilah yang merupakan tujuan dari kehidupan suci, inti-kayunya, tujuan akhirnya.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan :
(346) Setelah Devadatta rtidak berhasil mencoba membunuh Sang Buddha dan merampas kendali atas Sangha, dia memisahkan diri dari Sang Buddha dan mencoba membentuk sektenya sendiri dengan dia sebagai pemimpinnya. Lihat Nanamoli, The Life of the Buddha, hal. 266-69.
(347) “Pengetahuan dan pandangan” (nanadassana) di sini mengacu pada mata dewa (MA), yaitu kemampuan untuk melihat bentuk-bentuk halus yang tidak terlihat oleh pandangan normal.
(348) Terjemahan ini mengikuti edisi BBS dan SBJ, yang terbaca asamayavimokkham di dalam kalimat yang mendahuluinya, dan asamayavimuttiya di dalam kalimat ini. Edisi PTS, yang mendasari terjemahan Horner dan Nm, jelas-jelas salah menuliskan samaya di dalam dua kata majemuk dan thanam, bukannya atthanam. MA menyebutkan Patisambhidamagga (ii.40) untuk definisi dari asamayavimokkha (harafiah, pembebasan bukan-sementara, atau “abadi”) sebagai empat jalan, empat buah, dan Nibbana, dan dari samayavimokkha (pembebasan sementara) sebagai empat jhana dan empat pencapaian tanpa-bentuk. Lihat juga MN 122.4.
(349) “Pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan” adalah buah dari tingkat Arahat (MA). Dengan demikian, “pembebasan abadi”-yang mencakup semua empat jalan dan buahnya-memiliki lingkup arti yang lebih luas daripada “pembebasan pikiran yang tak tergoyahkan”, yang dinyatakan”, yang dinyatakan justru menjadi tujuan kehidupan suci.

*MAHAHATTHIPADOPAMA SUTTA



http://quinazagga.files.wordpress.com/2012/04/clip_image010.jpg

*MAHAHATTHIPADOPAMA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12, Oleh : Corneles Wowor, MA.,
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha
dan Universitas Terbuka, 1992
1.           Demikianlah yang saya dengar
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savatthi. Di tempat itu Bhikkhu Sariputta berkata kepada para bhikkhu: “Avuso.”
“Ya, Avuso,” jawab mereka.
Selanjutnya, Bhikkhu Sariputta berkata:
2.           “Teman-teman, seperti halnya jejak kaki semua makhluk hidup yang berjalan dapat dimasukan ke dalam jejak kaki gajah, karena dianggap jejak kaki gajah adalah yang terbesar di antara semuanya, demikian juga Dhamma-dhamma yang menguntungkan, mereka semua dapat dimasukkan ke dalam Empat Kesunyataan Mulia. Ke dalam empat hal apakah?”
3.           “Ke dalam Kesunyataan Mulia tentang adanya Dukkha, ke dalam Kesunyataan Mulia tentang awal mula dukkha, ke dalam Kesunyataan Mulia tentang terhentinya Dukkha dan ke dalam Kesunyataan Mulia tentang Jalan Menuju Terhentinya Dukkha.”
4.           “Apakah Kesunyataan Mulia tentang adanya Dukkha? Kelahiran adalah Dukkha, umur tua adalah Dukkha, kematian adalah Dukkha; penderitaan dan penyesalan, sakit, kesedihan dan putus asa adalah Dukkha; tidak mendapatkan suatu yang diinginkan adalah Dukkha; pokoknya lima kelompok yang terpengaruh oleh kemelekatan adalah Dukkha.”
5.           “Dan apakah lima kelompok yang terpengaruh oleh kemelekatan? Mereka adalah kelompok bentuk yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok pencerapan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok bentuk pikiran yang terpengaruh oleh kemelekatan dan kelompok kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan.”
6.           “Apakah kelompok bentuk yang terpengaruh oleh kemelekatan? Itu adalah empat unsur dasar utama dan setiap bentuk yang ditimbulkannya.”
7.           “Apakah empat unsur dasar utama itu? Mereka adalah unsur tanah, unsur air, unsur api dan unsur udara.”
(Tanah)
8.           “Apakah unsur tanah itu? Unsur tanah dapat merupakan suatu yang berada di dalam atau di luar seseorang.”"Apakah unsur tanah yang berada di dalam diri seseorang? Apapun yang terdapat dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berbentuk padat, dapat dipadatkan dan melekat padanya, misalnya, rambut kepala, bulu badan, kuku-kuku, gigi-gigi, daging, otot-otot, tulang-tulang, tulang rawan, jantung, ginjal, lever, isi perut, limpa, paru-paru, usus, batas rongga perut dan dada, tenggorokan, kotoran, atau apa saja yang ada pada seseorang, milik seseorang, yang berbentuk padat, dapat dipadatkan dan melekat: ini disebut sebagai unsur tanah dalam diri seseorang.”"Nah unsur tanah, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang, secara singkat disebut unsur tanah. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: “Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku.”"Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur tanah ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur tanah ini dari pikirannya.”
9.           “Nah, ada kemungkinan unsur tanah yang berada di luar diri seseorang terganggu sehingga unsur itu rusak.”
10.         “Walaupun unsur tanah di luar diri seseorang demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai Aku, Milikku atau Adalah aku.
11.         “Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu dan mengkritik dengan kasar, mengutuk dan mengancam seorang bhikkhu, dia mengerti: “Perasaan sakit dari telinga sedang muncul dalam diriku. Yang mana bergantung dan bukanlah suatu yang bebas sifatnya. Bergantung dengan apa? Bergantung dengan kontak.” Kemudian ia melihat bahwa kontak itu sendiri tidaklah kekal, perasaan itu tidaklah kekal, pencerapan itu tidaklah kekal, bentuk pikiran itu tidaklah kekal. Dan pikirannya yang sudah menangkap objek (bagian dari kelompok bentuk), membuat suatu unsur pendukung, memasukinya (objek pikiran yang baru kini sudah kuat) dan mendapatkan kepercayaan, kekuatan dan pendirian.”
12.         “Nah, bila orang lain menyerang bhikkhu itu dengan kepalan tinju, bongkahan tanah, tongkat atau pisau secara tidak diharapkan, tidak disengaja atau secara kebetulan, dia mengerti: “Tubuh ini adalah suatu di mana kontak dengan kepalan tinju, bongkahan tanah, tongkat dan pisau terjadi. Tetapi ini telah dikatakan Sang Bhagava dalam percakapannya tentang perumpamaan gergaji. Walaupun bandit-bandit dengan buasnya memotong dahan-dahan kayu dengan gergaji, seorang yang penuh dengan kebencian di dalam hatinya tak akan dapat melaksanakan ajaranku. Karenanya energi yang tak kenal lelah harus kubangkitkan dan pikiran yang tenang tercipta, tubuhku akan tenang dan tidak terpengaruh, pikiranku akan terkonsentrasi dan menyatu. Dan sekarang biarlah kontak dengan tinju, bongkah tanah, tongkat dan pisau terjadi pada diriku. Karena ini adalah pesan Para Buddha bagaimana menerima suatu hasil dari kamma.”
13.         “Bila seseorang mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha, ketenangan batin tidak muncul sebagai suatu dukungan yang bermanfaat, lalu dia membangkitkan perasaan menekan seperti ini: “Ini tak berarti bagiku, ini tak menguntungkan bagiku, ini tak baik bagiku, ini buruk bagiku, jika aku mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha tapi ketenangan batin tak timbul sebagai suatu hal yang bermafaat.” Seperti ketika seorang menantu perempuan memperhatikan mertua laki-lakinya, ia mempunyai perasaan mengabdikan diri, demikian juga, bila seorang Bhikkhu … hal menguntungkan dan berguna.”
14.         “Tetapi bila seorang Bhikkhu mengingat Buddha, Dhamma dan Sangha sehingga ketenangan batin timbul sebagai suatu dukungan yang bermanfaat, dia akan merasa puas. Dalam hal ini, teman, banyak hal yang telah dilakukan oleh bhikkhu tersebut.”
(Air)
15.         “Apakah unsur air itu? Unsur air itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang.”"Apakah unsur air yang berada dalam diri seseorang?”"Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, berupa air, bersifat cair dan melekat, yaitu air empedu, lendir, nanah, darah, keringat, gajih, air mata, minyak, air ludah, dahak, minyak persendian, air seni, atau apa saja yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berbentuk air, bersifat cair dan melekat.”"Nah unsur air, baik yang berada di dalam atau di luar diri seseorang, secara singkat disebut unsur air. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: “Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku.”“Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur air ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur air ini dari pikirannya.”
16.         “Ada kemungkinan bahwa unsur air itu terganggu, ia akan menghanyutkan desa, kota kecil, kota besar, wilayah dan suatu propinsi. Ada kemungkinan air di samudra luas tenggelam seratus league… dua ratus league… tujuh ratus league. Ada kemungkinan air di samudra luas dalamnya setinggi tujuh pohon palem, dalamnya setinggi enam pohon palem,… dua pohon palem, hanya sebuah pohon palem. Ada kemungkinan air di samudra dalamnya setinggi tujuh badan orang dewasa, enam… hanya setinggi badan seorang dewasa. Ada kemungkinan air di samudra setinggi setengah badan orang dewasa, hanya setinggi pinggang, hanya setinggi dengkul, hanya setinggi mata kaki. Ada kemungkinan air di samudra tidak cukup untuk membasahi bahkan disentuh oleh tangan.”
17.         “Walaupun unsur air di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian pula dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai Aku, Milikku atau Adalah aku.
18-21. “Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu…(ulang paragrap 11-14)… banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut.”
(Api)
22.         “Apakah unsur api itu? Unsur api itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang.”"Apakah unsur api yang berada dalam diri seseorang?”"Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berupa api, bersifat api dan melekat, yaitu suatu yang hangat, bertahan/berjangka waktu, dipakai, yang mana dimakan, diminum, dikunyah, dan dikecap atau ditelan, atau apa saja yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, yang berupa api, bersifat panas dan melekat: ini disebut unsur di dalam diri seseorang.”"Nah unsur api, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang secara singkat disebut unsur api. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: “Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku.”"Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh dengan emosinya terhadap unsur api ini, dia melenyapkan nafsu terhadap unsur api ini dari pikirannya.”
23.         “Ada kemungkinan unsur api di luar badan manusia ini terganggu. Ia akan membakar habis sebuah desa, kota kecil, kota besar, wilayah atau propinsi dan negara. Api membakar rumput hijau atau sebuah batu atau sebuah jalan, air atau udara terbuka, hanya untuk mencari bahan bakar. Bahkan ada kemungkinan orang akan membuat api dengan cakar ayam atau tulang ikan.”
24.         “Walaupun unsur api di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai “Aku”, “Milikku” atau “Adalah aku”.”
25-28.    “Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu…(ulang paragrap 11-14)… banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut.”
(Udara)
29.         “Apakah unsur udara itu? Unsur udara itu dapat berada di dalam diri seseorang atau di luar diri seseorang.”"Apakah unsur udara yang berada dalam diri seseorang?”"Apapun yang berada di dalam diri seseorang, milik seseorang, berupa udara, bersifat udara dan melekat, yaitu tekanan udara yang naik, tekanan udara yang menurun, tekanan udara di dalam perut, tekanan udara dalam usus, tekanan udara yang tersebar di semua anggota tubuh, dalam nafas, atau apa saja yang berada di dalam diri seorang, milik seseorang, yang berupa udara, bersifat udara dan melekat: ini yang disebut dengan unsur udara yang berada di dalam diri seseorang.”"Nah unsur udara, baik yang berada di dalam atau di luar diri seorang, secara singkat disebut unsur udara. Hal ini harus dilihat dengan pengertian benar sebagaimana mestinya sehingga: Ini bukanlah milikku, ini bukanlah aku, ini bukanlah kepunyaanku.”"Bila seseorang melihat hal ini dengan pengertian benar sebagaimana mestinya, dia tidak akan terpengaruh emosinya terhadap unsur api ini, dia menghindarkan nafsu terhadap unsur udara ini dari pikirannya.”
30.         “Ada kemungkinan unsur udara di luar badan manusia ini terganggu. Ia akan menyapu habis sebuah desa, kota kecil, kota besar, wilayah atau propinsi dan negara. Ada kemungkinan pada masa akhir musim panas, ketika orang mencari angin dengan kipas angin atau lobang angin bahkan jalinan tali rumbai, tetapi tidak berputar.”
31.         “Walaupun unsur udara di luar diri seseorang, demikian besar, hal ini dilukiskan sebagai suatu yang tidak kekal, suatu yang dapat rusak, suatu yang dapat lenyap, suatu yang dapat berubah, demikian halnya dengan tubuh ini, yang melekat oleh nafsu dan berlangsung sementara? Tidak ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai “Aku”, “Milikku” atau “Adalah aku”.”
32-35.    “Karenanya, (setelah melihat unsur ini sebagaimana mestinya) bila orang lain menipu… (ulang paragrap 11-14)… banyak hal yang telah dilakukan oleh Bhikkhu tersebut.”
36.         “Seperti sebuah ruangan ditutup oleh balok kayu, tanaman dan tanah, maka timbulah istilah “rumah”. Demikian juga bila sebuah ruangan ditutup oleh tulang-tulang dan otot-otot, daging dan kulit, sehingga timbullah istilah tubuh.”
37.         “Bila landasan mata seseorang masih sempurna tetapi tidak ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya dan tidak ada hubungan kesadaran yang semestinya, maka tidak ada pembentukan pada tingkat kesadaran itu. Bila landasan mata seseorang masih sempurna dan ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya tetapi tidak ada hubungan kesadaran yang semestinya, maka tidak ada pembentukan pada tingkat kesadaran itu. Tetapi bila landasan mata seseorang masih sempurna, kemudian ada bentuk luar yang memasuki pintu kesadarannya dan adanya hubungan kesadaran yang semestinya, maka terjadilah pembentukan pada tingkat kesadaran itu.”
38.         “Bentuk apapun yang demikian, termasuk kelompok bentuk yang dipengaruhi kemelekatan. Perasaan apapun yang demikian, termasuk kelompok perasaan dipengaruhi kemelekatan. Pencerapan apapun yang demikian, termasuk kelompok pencerapan yang dipengaruhi kemelekatan. Bentuk pikiran apapun yang demikian, termasuk kelompok bentuk pikiran yang dipengaruhi kemelekatan. Kesadaran apapun yang demikian, termasuk kelompok kesadaran yang dipengaruhi kemelekatan.”"Dia mengerti bagaimana hal ini dirangkum, dimasukkan, dikumpulkan ke dalam kelompok lima yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini. Sang Bhagava pernah mengatakan begini: “Dia yang melihat asal mula ketergantungan melihat Dhamma: Dia yang melihat Dhamma dan melihat asal mula ketergantungan.” Lima kelompok yang dipengaruhi kemelekatan ini, timbul secara bergantungan. Keinginan untuk mengandalkan, menyetujui atau menerima, lima kelompok yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini, adalah asal mula penderitaan. Melenyapkan dan meninggalkan nafsu dan keinginan untuk hal-hal tersebut adalah terhentinya penderitaan. Sampai pada keadaan ini, telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”
39-40.    “Bila landasan telinga seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek suara yang memasuki pintu kesadarannya… (lihat paragrap 37-38)… telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”
41-42.    “Bila landasan hidung seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek bau yang memasuki pintu kesadarannya… telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”
43-44.    “Bila landasan lidah seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek rasa yang memasuki pintu kesadarannya… telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”
45-46.    “Bila landasan tubuh seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada objek sentuhan yang memasuki pintu kesadarannya… telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”
47-48.    “Bila pikiran seseorang berfungsi dengan baik tetapi tidak ada obyek Dhamma yang memasuki pintu kesadarannya… telah banyak yang dikerjakan oleh bhikkhu tersebut.”Inilah yang dikatakan oleh Bhikkhu Sariputta. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira dengan kata-kata beliau.