16. CETOKHILA SUTTA
Sumber: Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya
Penerbit : Dewi Kayana Abadi, Jakarta 2003
1. Demikian telah saya dengar :
Pada suatu ketika Sang Bhagava menginap di Jetavana, arama milik
Anathapindika, di Savatthi. Di sana Sang Bhagava menyapa para bhikkhu
dengan berkata : ”Para Bhikkhu”. ”Bhante”, jawab para bhikkhu.
2. Sang Bhagava berkata demikian : ”Para Bhikkhu, pada Bhikkhu siapa pun
di mana kelima ’kegersangan batin’ (cetokhila) tidak disingkirkan,
kelima ’belenggu batin’ (cetaso vinibhanda) tidak dicabut hingga ke
akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma
dan vinaya, keadaan seperti ini tidak akan terjadi.
Lima kegersangan batin yang tidak dilenyapkan
Kelima kegersangan batin manakah yang tidak dilenyapkan olehnya?
Para bhikkhu, dalam hal ini bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap Guru (Sattha).
Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung,
tidak yakin, tidak pasti terhadap Guru, maka pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
3. Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut
memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap
dhamma. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun yang memiliki keragu-raguan,
bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap dhamma, maka pikirannya
tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin kedua yang
apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk
berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
4. Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan,
bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sangha.Para bhikkhu, bhikkhu
siapapun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak
pasti, terhadap sangha, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah
kegersangan batin ketiga yang apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya
dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.
5. Para bhikkhu, selanjutnya,
bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak
pasti, terhadap sila.Para bhikkhu, bhikkhu siapapun yang memiliki
keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti, terhadap sila, maka
pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin keempat yang
apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk
berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
6. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu marah, tidak senang
terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya memburuk dan gersang.Para bhikkhu,
bhikkhu siapa pun yang marah, tidak senang terhadap rekan bhikkhunya,
pikirannya memburuk, gersang, maka pikirannya tidak cenderung untuk
berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat,
untuk berjuang.Inilah kegersangan batin kelima yang apabila tidak
disingkirkan dari dirinya pikirannya tidak cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
Inilah kelima kegersangan batin itu.
Lima belenggu batin yang tidak disingkirkan
7. Selanjutnya, apakah kelima belenggu batin yang tidak tercabut dari
akar-akarnya dalam dirinya?Para bhikkhu, dalam hal ini, seorang bhikkhu
tidak bebas dari kemelekatan terhadap kesenangan indera, tidak bebas
dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari
kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan.Para
bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak terbebas dari kemelekatan
terhadap kesenangan indera, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari
cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari
demam, tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk
berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan
berjuang.Inilah belenggu batin pertama yang apabila tidak dicabut hingga
ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
8. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak
terbebas dari kemelekatan pada badan jasmani, tidak bebas dari
keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari
kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan,
pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kedua yang
apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka
pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.
9. Para bhikkhu, selanjutnya
seorang bhikkhu tidak terbebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk
materi (di luar jasmani), tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari
cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam,
tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.Inilah
belenggu batin ketiga yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya
dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.
10. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu setelah makan sebanyak
yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang,
berbaring dan bermalas-malasan. Bhikkhu siapa pun, yang setelah makan
sebanyak yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di
ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.Inilah belenggu batin keempat yang apabila tidak dicabut hingga
ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
11. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu
menjalani kehidupan brahmacari (selibat) berkeinginan untuk menjadi
salah satu dari beberapa tingkatan deva, berpikir : ’Dengan kebiasaan
dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari,
saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para
deva’.Bhikkhu siapa pun yang menjalani kehidupan brahmacari (selibat)
berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva,
berpikir : ’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau
melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau
salah satu di antara tingkatan para deva’, pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.Inilah belenggu batin kelima yang apabila tidak dicabut hingga
ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
12. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun dimana kelima
kegersangan batin tidak disingkirkan, kelima belenggu batin tidak
dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang,
matang dalam dhamma dan vinaya-keadaan seperti ini tidak akan terjadi.
13. Para bhikkhu, bhikkhu siapapun dimana kelima kegersangan batin
disingkirkan, kelima belenggu batin dicabut hingga ke akar-akarnya, maka
ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan vinaya-hal ini
akan terjadi.
Lima kegersangan batin yang disingkirkan
14. Apakah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya?
15. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki
keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap Guru.Para bhikkhu,
bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung,
yakin, pasti terhadap Guru, maka pikirannya cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah
kegersangan batin pertama disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung
untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
16. Para
bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan,
tidak bingung, yakin, pasti terhadap dhamma.Para bhikkhu, bhikkhu siapa
pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti
terhadap dhamma, maka pikirannya cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah
kegersangan batin kedua disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung
untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
17. Para
bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan,
tidak bingung, yakin, pasti terhadap sangha.Para bhikkhu, bhikkhu siapa
pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti
terhadap sangha, maka pikirannya cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah
kegersangan batin ketiga disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung
untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
18. Para
bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan,
tidak bingung, yakin, pasti terhadap sila.Para bhikkhu, bhikkhu siapa
pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti
terhadap sila, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh,
melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah kegersangan batin
keempat disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha
terus-menerus, giat dan berjuang.
19. Para bhikkhu, selanjutnya
seorang bhikkhu tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya,
pikirannya tidak memburuk dan tidak gersang.Para bhikkhu, bhikkhu siapa
pun yang tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya
tidak memburuk, tidak gersang, maka pikirannya cenderung untuk berusaha
sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat, untuk
berjuang.Inilah kegersangan batin kelima disingkirkan oleh pikirannya
yang cenderung untuk berusaha terus-menerus, giat dan berjuang.
Inilah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya.
Lima belenggu batin yang dicabut
20. Apakah lima belenggu batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya olehnya?
21. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan
pada kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas
dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa
pun yang terbebas dari kemelekatan pada kesenangan indera, bebas dari
keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan
bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh,
melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin
pertama yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya
pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.
22. Para bhikkhu, dalam hal
ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada badan jasmani, bebas
dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam
dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa pun yang terbebas dari
kemelekatan pada badan jasmani, bebas dari keinginan, bebas dari cinta,
bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan,
pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kedua yang
apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya
cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
23. Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu
bebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi (di luar jasmani),
bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari
demam dan bebas dari keserakahan.Bhikkhu siapa pun yang terbebas dari
kemelekatan pada bentuk-bentuk materi, bebas dari keinginan, bebas dari
cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan,
pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin ketiga yang
apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya
cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
24. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak
makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam kenikmatan
tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan. Bhikkhu siapa pun,
yang tidak makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam
kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya
cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus,
giat dan berjuang.Inilah belenggu batin keempat yang apabila dicabut
hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya cenderung
untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan
berjuang.
25. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu
menjalani kehidupan brahmacari (selibat) tidak berkeinginan untuk
menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, tidak berpikir :
’Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan
kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di
antara tingkatan para deva’.Bhikkhu siapa pun yang menjalani kehidupan
brahmacari (selibat) tidak berkeinginan untuk menjadi salah satu dari
beberapa tingkatan deva, tidak berpikir : ’Dengan kebiasaan dan
adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari,
saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para
deva’, pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.Inilah belenggu batin kelima yang
apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka
pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan
terus-menerus, giat dan berjuang.
26. Inilah kelima belenggu
batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya.Para bhikkhu, bhikkhu siapapun
dimana kelima kegersangan batin disingkirkan, kelima belenggu batin
dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang,
matang dalam dhamma dan vinaya-keadaan seperti ini akan terjadi.
27. Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan
meditasi-keinginan (chanda-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan
(padhana-sankhara); Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada)
yang dihasilkan meditasi-semangat (viriya-samadhi) yang disertai
usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara); Ia mengembangkan dasar
kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-kesadaran
(citta-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhana-sankhara);
Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan
meditasi-penyelidikan (vimamsa-samadhi) yang disertai usaha-usaha
perjuangan (padhana-sankhara) sebagai yang keempat.
28. Para
bhikkhu, apabila seorang bhikkhu memiliki lima belas faktor termasuk
semangat, ia akan menjadi seseorang yang berhasil menembus
(abhinibbhidaya), ia akan menjadi seorang yang sadar (sambhodhaya), ia
menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya (anuttarassa
yogakkhemassa) dari belenggu-belenggu tersebut.
29. Para
bhikkhu, sebagaimana jika ada delapan, sepuluh atau selusin telur ayam
yang diduduki dengan baik, dierami dengan baik , ditetaskan dengan baik
oleh induknya; harapan seperti ini tidak akan timbul pada ayam betina
tersebut : ’Semoga anak-anak ayamku, setelah menembus kulit telur dengan
ujung cakar pada kaki mereka atau dengan paruh mereka, keluar dengan
selamat’, karena anak-anak ayam ini merupakan hewan yang dapat keluar
dengan selamat setelah menembus kulit telur dengan ujung dari cakar pada
kaki mereka atau dengan paruh mereka.Para bhikkhu, demikian pula
seorang bhikkhu yang memiliki lima belas faktor termasuk semangat,
menjadi seseorang yang berhasil menembus, ia menjadi seorang yang sadar,
ia menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya dari
belenggu-belenggu tersebut”.
Demikianlah apa yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.