Dhananjani Sutta
Kepada Dhananjani
Sumber : Majjhima Nikaya 5
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2008
1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi
sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu, Taman Tupai.
2. Pada saat itu, Y.M. Sariputta sedang berkelana di perbukitan
selatan dengan sekelompok besar Sangha para bhikkhu. Kemudian seorang bhikkhu
tertentu [185] yang telah menghabiskan Masa Penghujan di Rajagaha pergi menemui
Y.M. Sariputta di Perbukitan Selatan dan bertukar salam dengan beliau. Setelah
ramah tamah dan percakapan yang bersahabat in selesai, dia duduk di satu sisi
dan Y.M. Sariputta bertanya kepadanya: “Apakah Yang Terberkahi dalam keadaan
yang sehat dan kuat, sahabat?”
“Yang Terberkahi dalam keadaan yang sehat dan kuat, sahabat.”
“Apakah Sangha para bhikkhu dalam keadaan yang sehat dan kuat,
sahabat?”
“Sangha para bhikkhu juga dalam keadaan yang sehat dan kuat,
sahabat.”
“Sahabat,. Ada seorang brahmana bernama Dhananjani yang hidup
di Rajagaha di Gerbang Tangdulapala. Apakah brahmana Dhananjani itu dalam
keadaan yang sehat dan kuat?”
“Brahmana Dhananjani juga dalam keadaan yang sehat dan kuat,
sahabat.”
“Apakah dia rajin, sahabat?”
“Bagaimana dia bisa rajin, sahabat? Dia memeras para brahmana
perumah tangga atas nama raja, dan dia memeras raja atas nama para brahmana
perumah-tangga. Istrinya – yang memiliki keyataan kuat dan berasal dari keluarga
yang memiliki keyakinan – telah meninggal dan kini dia telah mengambil istri
lagi, seorang perempuan tanpa keyakinan yang berasal dari keluarga yang tanpa
keyakinan.’
“Ini berita buruk yang kita dengar, teman. Benar-benar berita
buruk mendengar bahwa brahmana Dhananjani telah menjadi lalai. Mungkin suatu
ketika kita akan menemui brahmana Dhananjani dan berbincang-bincang dengannya.”
3. Kemudian, setelah tinggal di Perbukitan selatan selama yang
beliau inginkan, Y.M. Sariputta mulai melakukan perjalanan menuju Rajagaha.
Berkelana secara bertahap, akhirnya beliau tiba di Rajagaha, dan kemudian
berdiam di Hutan Bambu, Taman Tupai.
4. Kemudian, di pagi hari, Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil
mangkuk dan jubah luarnya, dan pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana
makanan. [186] Pada saat itu, brahmana Dhananjani sedang menunggui sapi-sapinya
yang sedang diperah di peternakannya di pinggir kota. Maka ketika Y.M. Sariputta
telah berkelana mengumpulkan dana makanan di Rajagaha dan telah kembali dari
perjalanannya mengumpulkan dana makanan, setelah selesai makan beliau pergi
menemui brahmana Dhananjani. Brahmana Dhananjani melihat kedatangan Y.M.
Sariputta dari kejauhan, dan dia menyambutnya dan berkata: “Minumlah susu segar
ini, Guru Sariputta, sambil menunggu waktunya makan.”
“Cukup, Brahmana, aku sudah makan hari ini. Aku akan berada di
bawah pohon itu untuk berdiam hari ii. Kamu boleh dating ke sana.”
“Ya, tuan,” jawabnya.
5. Dan kemudian, setelah makan pagi brahmana Dhananjani pergi
kepada Y.M. Sariputta dan bertukar salam dengan Beliau. Setelah ramah tamah dan
percakapan yang bersahabat ini selesai, dia duduk di satu sisi dan Y.M.
Sariputta bertanya kepadanya: “Apakah engkau rajin, Dhananjani?”
“Bagaimana kami bisa rajin, Guru Sariputta, bila kami harus
menyokong orang tua kami, istri dan anak-anak kami, dan para budak, pelayan, dan
pekerja kami; bila kami harus melakukan kewajiban kami terhadap para sahabat dan
teman kami, terhadap sanak saudara dan keluarga kami, terhadap tamu-tamu kami,
terhadap para leluhur kami yang sudah meninggal, terhadap para dewa, dan
terhadap raja; dan bila tubuh ini juga harus dijaga agar segar dan sehat?”
6. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang
harus bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi orangtuanya,
dan kemudian karena perilaku yqang demikian itu para penjaga neraka menyeretnya
ke neraka. Dapatkah dia [membebaskan dirinya dengan memohon seperti ini]: ‘Demi
orangtuakulah maka aku telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka aku telah
bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretku] ke
neraka’? [187] Atau dapatkah orangtuanya [membebaskan dia dengan memohon seperti
ini]: ‘Demi kamilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, bahwa dia
telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretnya]
ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak
pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
7-15 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Andaikan saja seseorang
harus bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik demi istri dan
anaknya … demi budak, pelayan dan pekerjanya… demi para sahabatnya dan temannya
… demi sanak-saudara dan keluarganya…demi tamu-tamunya…[188] demi pada
leluhurnya yang sudah meninggal … demi para dewa … demi para raja … demi
kesegaran dan kesehatan tubuhnya, dan karena perilaku yang demikian itu para
penjaga neraka menyeretnya ke dalam neraka. Dapatkah dia [membebaskan dirinya
dengan memohon seperti ini]: ‘Demi kesegaran dan kesehatan tubuh inilah maka
aku telah bertindak berlawanan dengan Dhamma, maka aku telah bertindak tak
bajik, maka jangan biarkan para penjaga neraka [menyeretku] ke neraka’? Atau
dapatkan orang-orang lain [membebaskan dia dengan memohon seperti ini]: ‘Demi
kesegaran dan kesehatan tubuh inilah maka dia telah bertindak berlawanan dengan
Dhamma, maka dia telah bertindak tak-bajik, maka jangan biarkan para penjaga
neraka [menyeretnya] ke neraka’?”
“Tidak, Guru Sariputta. Bahkan pada saat dia sedang berteriak
pun, para penjaga neraka akan melemparkannya ke dalam neraka.”
16. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih
baik, orang yang demi orangtuanya lalu bertindak berlawanan dengan Dhamma,
bertindak tak-bajik, atau orang yang demi orangtuanya lalu bertindak sesuai
Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi orang tuanya lalu bertindak
berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, bukanlah yang lebih baik; orang
yang demi orangtuanya lalu bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik, adalah yang
lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang
mendatangkan keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat
menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan mempraktekkan
perbuatan jasa.
17-25 “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Siapakah yang lebih
baik, orang yang demi istri dan anaknya…[189] … demi budak, pelayan dan
pekerjanya … demi para sahabat dan temannya … [190] … demi sanak-saudara dan
keluarganya…demi tamu-tamunya … demi para leluhurnya yang sudah meninggal … demi
para dewa … [191] … demi raja … demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak
berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak-bajik, atau orang yang demi kesegaran
dan kesehatan tubuh ini bertindak sesuai Dhamma, bertindak bajik?”
“Guru Sariputta, orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh
ini bertindak berlawanan dengan Dhamma, bertindak tak bajik, bukanlah yang lebih
baik; orang yang demi kesegaran dan kesehatan tubuh ini bertindak sesuai Dhamma,
bertindak bajik, adalah yang lebih baik.”
“Dhananjani, ada berbagai jenis pekerjaan lain, yang
mendatangkan keuntungan dan sesuai Dhamma, dan dengan pekerjaan itu dia dapat
menopang orangtuanya dan sekaligus menghindari perbuatan jahat dan mempraktekkan
perbuatan jasa.”
26. Kemudian brahmana Dhananjani, setelah bersukacita dan
bergembira di dalam kata-kata Y.M. Sariputta, bangkit dari tempat duduknya dan
meninggalkan tempat itu.
27. Beberapa waktu sesudahnya, brahmana Dhananjani terkena
penyakit, menderita, sakit keras. Maka dia berkata kepada seseorang: “Kemarilah,
orang baik, [192] pergilah menghadap Yang Terberkahi, berilah hormat atas namaku
dengan kepalamu di kaki Beliau, dan katakan: ‘Tuan yang terhormat, brahmana
Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan
kepalanya di kaki Yang Terberkahi.’ Kemudian pergilah menghadap Y.M. Sariputta,
berilah hormat atas namaku dengan kepalamu di kaki beliau, dan katakan: ‘Tuan
yang terhormat, brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras;
dia memberi hormat dengan kepalanya di kaki Y.M. Sariputta.’ Kemudian katakana
demikian: ‘Sungguh baik, tuan yang terhormat, jika Y.M. Sariputta berkenan
dating ke rumah brahmana Dhananjani, karena welas-asih.’”
“Ya, tuan.” Jawab laki-laki itu. Lalu dia menghadap Yang
Terberkahi, dan setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dia duduk di satu
sisi dan menyampaikan pesan yang membawanya. Kemudian dia menghadap Y.M.
Sariputta, dan setelah memberi hormat kepada Y.M. Sariputta, dia menyampaikan
pesan yang membawanya, dengan berkata: Sungguh baik, tuan yang terhormat, jika
Y.M. Sariputta berkenan datang ke rumah brahmana Dhananjani, karena welas asih.”
Y.M. Sariputta menyetujui dengan berdiam diri.
28. Kemudian Y.M. Sariputta berpakaian, mengambil mangkuk dan
jubah luarnya, dan pergi ke kediaman brahmana Dhananjani. Beliau duduk di tempat
duduk yang telah disiapkan, dan berkata kepada brahmana Dhananjani: “Aku
berharap engkau semakin membaik, Brahmana, aku berharap engkau merasa nyaman.
Aku berharap rasa sakitmu berkurang dan tidak bertambah, dan berkurangnya, bukan
bertambah rasa sakit itu nyata terasa.”
29. “Guru Sariputta, saya tidak semakin membaik, saya tidak
merasa nyaman. Rasa sakit saya semakin bertambah, tidak berkurang; bertambahnya
dan bukan berkurangnya rasa sakit ini yang nyata terasa. Seakan-akan [193] ada
laki-laki perkasa yang sedang membelah kepala saya dengan pedang yang tajam,
demikian juga, angin yang keras menembus masuk ke kepala saya. Saya tidak
semakin mambaik ….Seakan-akan ada laki-laki perkasa yang sedang mengikatkan tali
kulit yang kuat di kepala saya sebagai ikat kepala, demikian juga, ada rasa
sakit yang amat sangat di kepala saya. Saya tidak semakin membaik… Seakan-akan
ada tukang daging piawai atau asistennya merobek perut sapi dengan pisau daging
yang tajam, demikian juga, angin yang keras sedang merobek perut saya. Saya
tidak semakin membaik … Seakan-akan ada dua laki-laki perkasa yang sedang
merenggut laki-laki lemah pada dua lengannya dan memanggangnya di lubang
perapian batu bara, demikian juga, ada rasa terbakar yang menyakitkan di tubuh
saya. Saya tidak semakin membaik, saya tidak merasa nyaman. Rasa sakit saya
semakin bertambah, tidak berkurang; bertambahnya dan bukan berkurangnya rasa
sakit ini yang nyata terasa.”
30. “Bagaimana pendapatmu Dhananjani? Manakah yang lebih baik –
neraka atau alam binatang?” – “Alam binatang, Guru Sariputta.” – “Manakah yang
lebih baik – alam binatang atau alam makhluk halus?”-“Alam makhluk halus, Guru
Sariputta,” – “manakah yang lebih baik – alam makhluk halus atau alam manusia?”
–“Manusia, Guru Sariputta.”[194] “manakah yang lebih baik – manusia atau
dewa-dewa dari surga Empat Raja Besar?” – “Dewa-dewa dari surga Empat Raja
Besar, Guru Sariputta.” – “Manakah yang lebih baik – dewa-dewa dari surga Empat
Raja Besar atau dewa-dewa dari surga Tiga-puluh-Tiga?” –“Dewa-dewa dari surga
Tiga-puluh-Tiga, Guru Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa dari
surga Tiga-puluh-Tiga atau dewa-dewa Yama?”-“Dewa-dewa Yama, Guru
Sariputta.”-“Manakah yang lebih baik – dewa-dewa Yama atau dewa-dewa dari surga
Tusita?”- “Dewa-dewa dari surga Tusita, Guru Sariputta.”- “Manakah yang lebih
baik – dewa-dewa surga Tusita atau dewa-dewa yang bersukacita dalam mencipta?”-
“Dewa-dewa yang bersukacita dalam mencipta, Guru Sariputta.”- “Manakah yang
lebih baik – dewa-dewa yang bersuka cita dalam mencipta atau dewa-dewa yang
mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain?” – “Dewa-dewa yang mampu
menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain, Guru Sariputta.”
31. “Bagaimana pendapatmu, Dhananjani? Manakah yang lebih baik
– dewa-dewa yang mampu menggunakan kekuasaan atas ciptaan yang lain atau
alam-Brahma?” – “Guru Sariputta berkata ‘alam-Brahma.’ Guru Sariputta berkata
‘alam-Brahma.’”
Kemudian Y.M. Sariputta berpikir. Brahmana-brahmana ini sangat
berbakti pada alam-brahma. Bagaimana jika aku menunjukkan brahmana Dhananjani
jalan menuju ke kelompok
Brahma?” [Maka beliau berkata:] “Dhanahjani, aku menunjukkan
kepadamu jalan menuju ke kelompok Brahma. Dengarkan dan perhatikan baik-baik apa
yang akan kukatakan.” – “Ya, tuan,” jawabnya. [195] Kemudian Y. M. Sariputta
berkata demikian:
32. “Apakah jalan menuju ke kelompok Brahma itu? Dhananjani,
seorang bhikkhu yang berdiam dengan melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang
dipenuhi cinta-kasih, demikian juga penjuru yang kedua, demikian juga penjuru
yang ketiga, demikian juga penjuru yang keempat; demikian juga ke ke bawah, ke
sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada semua seperti juga kepada dirinya
sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh
pikiran dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, tak-terhingga, tak-terukur, tanpa
rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.
33-35. “Sekali lagi, Dhananjani, seorang bhikkhu berdiam dengan
melingkupi satu penjuru dengan pikiran yang dipenuhi kasih sayang … dengan
pikiran yang dipenuhi kegembiraan yang bersimpati … dengan pikiran yang dipenuhi
ketenangan- seimbangan, demikian juga penjuru yang kedua, demikian penjuru yang
ketiga, demikian juga penjuru yang keempat, demikian juga ke atas, ke bawah, ke
sekeliling, dan ke mana pun, dan kepada semua seperti juga kepada dirinya
sendiri, dia berdiam dengan melingkupi dunia yang sepenuhnya terliputi oleh
pikiran yang dipenuhi cinta-kasih, yang melimpah, terhingga, tak-terukur, tanpa
rasa permusuhan dan tanpa niat-buruk. Inilah jalan menuju ke kelompok Brahma.”
36. “Kalaudemikian,Guru Sariputta,berilah hormat atas nama saya
dengan kepalamu di kaki Yang Terberkahi, dan katakan: “Guru yang Mulia, brahmana
Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat dengan
kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”‘
Kemudian Y M. Sariputta, setelah memantapkan brahmana
Dhananjani di dalam alam-Brahma rendah, bangkit dari tempat duduknya dan pergi
padahal masih ada hal lain yang harus dilakukan .898 Segera setelah Y M.
Sariputta pergi, brahmana Dhananjani meninggal dan muncul kembali di
alam-Brahma.
37. Pada saat itu, Yang Terberkahi berkata kepada para bhikkhu
demikian: “Para bhikkhu, Sariputa -setelah memantapkan brahmana Dhananjani di
dalam alam-Brahma rendah- bangkit dari tempat duduknya dan pergi padahal masih
ada hal lain yang harus dilakukan.”
38. Kemudian Y M. Sariputta menghadap Yang Terberkahi, dan
setelah memberi hormat ~ kepada Beliau, duduk di satu sisi dan berkata: Bhante,
brahmana Dhananjani terkena penyakit, menderita, sakit keras; dia memberi hormat
dengan kepalanya di kaki Yang Terberkahi.”
“Sariputta, setelah memantapkan Brahmana Dhananjani [196] di
kedalaman alam-Brahma, mengapa engkau bangkit dari duduk dan pergi padahal masih
ada hal lain yang harus dilakukan?”
“Bhante, saya tadi berpikir demikian: ‘Para brahmana ini sangat
berbakti pada alam-Brahma. Sebaiknya aku menunjukkan brahmana Dhananjani jalan
menuju kelompok Brahma.’”
“Sariputta, brahmana Dhananjani telah meninggal dan telah
muncul kembali di alam-Brahma.”898
Catatan
198 Sati uttarakaraniye. Y. M. Sariputta telah pergi tanpa
memberinya suatu ajaran yang sebenarnya mampu membuatnya tiba pada jalan
di-atas-duniawi dan menjadi mantap dalam tujuan pencerahan. Dibandingkan dengan
pencerahan, kelahiran kembali di alam-Brahma dijelaskan sebagai “rendah” (hina).
199 Ucapan ini memiliki kekuatan teguran yang halus. Sang
Buddha pastilah melihat bahwa Dhananjani sebenarnya memiliki potensi untuk
mencapai jalan di-atas-duniawi, karena di tempat lain (misalnya MN 99.24-27)
Beliau sendiri pun hanya mengajarkan jalan menuju alam-Brahma bila pendengarnya
tidak memiliki kemampuan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar