Rabu, 12 September 2012

KOSAMBIYA SUTTA

http://i688.photobucket.com/albums/vv242/brightfire/Buddha%20Wallpaper/BuddhaSompopBudtarad1-1.jpg
KOSAMBIYA SUTTA
Suku Kosambi
Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya III,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2006
1.       Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika, Yang Terberkahi sedang berdiam di Kosambi di Taman Ghosita.
2.      Pada waktu itu, para bhikkhu di Kosambi sering bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan. Mereka saling menikam dengan belati ucapan. Mereka tidak dapat saling meyakinkan yang lain, dan tidak dapat diyakinkan oleh yang lain; mereka tidak dapat saling membujuk yang lain, dan tidak dapat dibujuk oleh yang lain.491
3.      Kemudian seorang bhikkhu menghadap Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat kepada Beliau, dia duduk di satu sisi lain dan memberitahukan apa yang sedang terjadi.
4.     Maka Yang Terberkahi berkata kepada seorang bhikkhu demikian:”Kemarilah, bhikkhu, beritahukanlah kepada para bhikkhu itu atas namaku bahwa Sang Guru memanggil mereka.” –“Ya, Yang Mulia,” jawabnya. Lalu dia pergi kepada para bhikkhu itu dan memberitahu mereka: “Sang Guru memanggil para mulia.”
          “Ya, sahabat,” jawab mereka. Lalu mereka pun menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi. Yang Terberkahi kemudian bertanya: “Para bhikkhu, apakah benar bahwa kalian sering bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan, saling menikam dengan belati ucapan; bahwa kalian tidak dapat saling meyakinkan yang lain, dan tidak dapat diyakinkan oleh yang lain; kalian tidak dapat saling membujuk yang lain, dan tidak dapat dibujuk oleh yang lain?’
          “Ya, Yang Mulia.”
5.     “para bhikkhu, bagaimana pendapatmu? Bila kalian suka bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan, saling menikam dengan belati ucapan, pada waktu itu apakah kalian mempertahankan tindakan-tindakan yang penuh cinta kasih melalui tubuh, ucapan, dan pikiran di muka umum dan secara pribadi terhadap teman-teman kalian di dalam kehidupan suci?”
          “Tidak, Yang Mulia.”
          “Jadi, para bhikkhu, bila kalian sering bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan, saling menikam dengan belati ucapan, pada waktu itu kalian tidak mempertahankan tindakan-tindakan yang penuh cinta kasih melalui tubuh, ucapan dan pikiran di muka umum dan secara pribadi terhadap teman-teman kalian di dalam kehidupan suci. Manusia-manusia tak-terkendali, apa yang mungkin dapat kalian ketahui, apa yang dapat kalian lihat, sehingga kalian suka bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan, saling menikam dengan belati ucapan? Sehingga kalian tidak dapat saling meyakinkan yang lain, dan tidak dapat diyakinkan oleh yang lain, sehingga kalian tidak dapat saling membujuk yang lain, dan tidak dapat dibujuk oleh yang lain? Manusia-manusia tak terkendali, hal itu akan membawamu pada kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama.”
6.      Kemudian Yang Terberkahi menyapa para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, ada enam sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif untuk sifat suka menolong, untuk tanpa-perselisihan, untuk harmoni, untuk kesatuan. Apakah yang enam itu?
          “Di sini, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan-tindakan penuh cinta kasih secara jasmani, baik di depan umum maupun secara pribadi terhadap teman-teman kalian di dalam kehidupan suci. Inilah suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif untuk sifat suka menolong, untuk tanpa-perselisihan, untuk harmoni, untuk kesatuan.
         “Demikian pula, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan-tindakan penuh cinta kasih secara ucapan, baik di depaan umum maupun secara pribadi terhadap teman-teman kalian di dalam kehidupan suci, Inilah suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif … untuk kesatuan.
         “Demikian pula, seorang bhikkhu mempertahankan tindakan-tindakan penuh cinta kasih secara mental, baik di depan umum maupun secara pribadi terhadap teman-teman kalian di dalam kehidupan suci. Inilah suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif….untuk kesatuan.
         “Demikian pula, seorang bhikkhu menggunakan benda-benda bersama-sama dengan teman-teman luhur di dalam kehidupan suci; tanpa syarat, dia berbagi dengan mereka apa pun jenis perolehan yang sesuai dengan Dhamma dan telah diperoleh dengan cara yang sesuai dengan Dhamma, termasuk bahkan isi dari mangkuknya. Inilah suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif… untuk kesatuan.
          “Demikian pula, seorang bhikkhu berdiam baik di depan umum maupun secara pribadi, memiliki bersama-sama dengan teman-temannya di dalam kehidupan suci kesusilaan yang tak terpatahkan, tak-terobek, tak-ternoda, tak-tercoreng, yang membebaskan, yang dipuji oleh para bijaksana, yang tidak disalah artikan, yang kondusif untuk konsentrasi. Ini juga suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif…untuk kesatuan.
          “Demikian pula, seorang bhikkhu berdiam baik di depan umum maupun secara pribadi, memiliki bersama-sama dengan teman-temannya di dalam kehidupan suci pandangan yang mulia dan membebaskan, dan membawa seseorang yang mempraktekkan sesuai dengannya untuk hancurnya penderitaan sepenuhnya.492 Ini juga suatu sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif untuk sifat suka menolong, untuk tanpa-perselisihan, untuk harmoni,untuk kesatuan.
          “Inilah enam sifat yang patut diingat, yang menciptakan cinta kasih dan rasa hormat, dan kondusif untuk sifat suka menolong, untuk tanpa-perselisihan, untuk harmoni, untuk kesatuan.
7.      “Dari sifat-sifat yang patut diingat ini, sifat yang tertinggi yang paling menyeluruh, yang paling memuncak adalah pandangan yang mulia dan membebaskan, dan membawa seseorang yang mempraktekkan sesuai dengannya menuju hancurnya penderitaan sepenuhnya. Seperti halnya bagian yang tertinggi, yang menyeluruh, yang paling memuncak pada bangunan berpinakel adalah pinakel itu sendiri, demikian pula dari enam sifat yang patut diingat ini, sifat yang tertinggi … adalah pandangan yang mulia yang membebaskan…
8.      “Dan bagaimana pandangan yang mulia dan membebaskan ini membawa orang yang mempraktekkan sesuai dengannya menuju hancurnya penderitaan sepenuhnya?
          “Di sini, seorang bhikkhu, yang pergi ke hutan atau ke akar pohon atau ke gubug yang kosong, mempertimbangkan demikian: ‘Adakah obsesi yang belum-ditinggalkan padaku yang mungkin mengobsesi pikiranku sehingga aku tidak dapat mengetahui atau melihat segala sesuatu sebagaimana adanya?’ Jika seorang bhikkhu terobsesi oleh nafsu indera, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terobsesi oleh niat jahat, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terobsesi oleh kemalasan dan kelambanan, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terobsesi oleh kegelisahan dan penyesalan, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terobsesi oleh keraguan, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terserap di dalam spekulasi tentang dunia ini, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu terserap di dalam spekulasi tentang dunia lain, maka pikirannya terobsesi. Jika seorang bhikkhu suka bertengkar dan bercekcok dan terbenam di dalam perselisihan, saling menikam dengan belati ucapan, maka pikirannya terobsesi.
          “Dia memahami demikian: ‘Tidak ada obsesi yang belum-ditinggalkan padaku yang mungkin mengobsesi pikiranku sehingga aku tidak dapat mengetahui atau melihat segala sesuatu sebagaimana adanya. Pikiranku sudah disiapkan dengan baik untuk terjaga bagi kebenaran-kebenaran.’493 Inilah pengetahuan pertama yang dicapai oleh dia yang mulia, di-atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
9.     “Begitu juga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Bila aku mengejar, mengembangkan, dan membina pandangan ini, apakah memperoleh ketenangan internal, apakah aku secara pribadi memperoleh keheningan?’
          “Dia memahami demikian: “Bila aku mengejar, mengembangkan, dan membina pandangan ini, maka aku memperoleh ketenangan internal, aku secara pribadi memperoleh keheningan.’ Inilah pengetahuan kedua yang dicapai oleh dia yang mulia, di atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
10.     “Begitu juga, seorang siswa mulia memperimbangkan demikian:’Adanya petapa atau brahmana lain diluar [Ajaran Buddha] yang memiliki pandangan seperti yang kumiliki?’
          “Dia memahami demikian: ‘Tidak ada petapa atau brahmana lain di luar [Ajaran Buddha] yang memiliki pandangan seperti yang kumiliki.’ Inilah pengetahuan ketiga yang dicapai oleh dia yang mulia, di-atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
11.    “Begitu juga seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Apakah aku memiliki karakter manusia yang memiliki pandangan benar?’ Apakah karakter manusia yang memiliki pandangan benar itu? Inilah karakter manusia yang memiliki pandangan benar: walaupun dia mungkin melakukan suatu jenis pelanggaran yang sarana rehabilitasinya telah ditetapkan,495 tetap saja dia segera mengaku, mengungkapkan dan menyatakan kepada guru atau kepada teman-temannya yang bijaksana di dalam kehidupan suci, dan setelah melakukan hal itu, dia mengendalikan diri di masa depan. Sama seperti seorang anak kecil yang meniarap akan segera mundur ketika dia menaruh tangan atau kakinya pada batu bara yang menyala, demikian pula karakter manusia yang memiliki pandangan benar.
          “Dia memahami demikian. ‘Aku memiliki karakter manusia yang memiliki pandangan benar.’ Inilah pengetahuan keempat yang dicapai oleh dia yang mulia, di atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
12.     “Begitu juga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Apakah aku memiliki karakter manusia yang memiliki pandangan benar?’ Apakah karakter manusia yang memiliki pandangan benar itu? Inilah karakter manusia yang memiliki pandangan benar: walaupun dia mungkin aktif di dalam berbagai macam urusan untuk teman-temannya di dalam kehidupan suci, namun dia memiliki kesungguhan untuk pelatihan di dalam moralitas yang lebih tinggi, pelatihan di dalam pikiran yang lebih tinggi, dan pelatihan di dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Sama seperti seekor sapi yang anaknya masih kecil ketika merumput akan mengamati anaknya, demikian pula karakter manusia yang memiliki pandangan benar.
          “Dia memahami demikian: ‘Aku memiliki karakter manusia yang memiliki pandangan benar.’ Inilah pengetahuan kelima yang dicapai oleh dia yang mulia, di-atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
13.    “Begitu juga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Apakah aku memiliki kekuatan496 manusia yang memiliki pandangan benar?’ Apakah kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar itu? Inilah kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar: ketika Dhamma dan Vinaya yang dibabarkan oleh Sang Tathagata sedang diajarkan, dia memperhatikannya, memberikan perhatian, menyimak dengan segenap pikirannya, mendengar Dhamma dengan telinga yang waspada.
          “Dia memahami demikian: ‘Aku memiliki kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar.’ Inilah pengetahuan keenam yang dicapai oleh dia yang mulia, di-atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
14      “Begitu juga, seorang siswa mulia mempertimbangkan demikian: ‘Apakah aku memiliki kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar?’ Apakah kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar itu? Inilah kekuatan manusia yang memiliki pandangan benar: ketika Dhamma dan Vinaya yang dibabarkan oleh Sang Tathagata sedang diajarkan, dia memperoleh inspirasi di dalam maknanya, memperoleh inspirasi di dalam Dhamma, memperoleh kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma.497
             “Dia memahami demikian: ‘Aku memiliki karakter manusia yang memiliki pandangan benar.’ Inilah pengetahuan ketujuh yang dicapai oleh dia yang mulia, di-atas-duniawi, dan tidak dimiliki oleh orang biasa.
15.     “Ketika seorang siswa mulia demikian memiliki tujuh factor, dia telah dengan baik memiliki karakter untuk realisasi buah Pemasuk-Arus. Ketika seorang siswa mulia demikian memiliki tujuh factor itu, dia memiliki buah Pemasuk-Arus.”498
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan :
(491)    Latar belakang sutta ini adalah pertengkaran di Kosambi, yang dihubungkan pada Vin Mv Kh 10 (vin i.337 dst.) dan di Nanamoli, The Life of the Buddha, hal. 109-19. Pertengkaran itu dimulai dengan salah-paham sepele tentang suatu peraturan disiplin minor, yang dengan cepat merebak dan memecah-blah sekelompok besar Sangha dan kaum awam di Kosambi menjadi dua bagian yang saling bermusuhan.
(492) MA: Ini merupakan pandangan benar yang termasuk Jalan Mulia.
(493) Empat Kebenaran Mulia
(494)Dhammata
(495) Ini merupakan pelanggaran peraturan disiplin monastik. Bhikkhu itu dapat direhabilitasi oleh suatu keputusan resmi Sangha atau oleh pengakuan pada bhikkhu lain. Walaupun seorang siswa mulia mungkin melakukan pelanggaran seperti itu secara tidak sengaja atau karena kurangnya pengetahuan, dia tidak berusaha untuk menyembunyikannya melainkan segera mengakuinya dan mencari sarana untuk rehabilitasi.
(496) Balata.
(497) Lihat n.91
(498) MA menyebut tujuh factor itu “pengetahuan-pengetahuan memeriksa yang besar” (mahapaccavekkhananana) dari seorang Pemasuk-Arus. Mengenai pengetahuan untuk memeriksa, lihat Vsm XXII, 19-21.

VIMAMSAKA SUTTA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj8U33I8uPT3sh6sSt-BOkqgJCQQavybeRT8MTM9RGsRxgk2Fwmod1y9dRb6bT-7cAziATtYHJ1-yJYZulGleRv5ItsIXV-3W8Nz2oZK1SPlsaVGL9qLyxEr3HZMnUb0UAQUINJlNnkNZY/s320/img_buddha_enlightenment.jpg
VIMAMSAKA SUTTA
Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994
  • Demikianlah yang saya dengar.
    Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, taman milik Anathapindika, Savathi. Di sana beliau berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.”
    “Ya, bhante,” jawab para bhikkhu. Selanjutnya Sang Bhagava berkata:
  • “Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (penilai) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai) keadaan batin orang lain. Sebaliknya dia melaksanakan penilaian terhadap Sang Tathagata untuk mengetahui apakah Sang Tathagata sudah mencapai Penerangan Sempurna.”
  • “Bhante, pelajaran Dhamma kami berasal, dituntun dan berpusat pada bhante, alangkah baiknya hal ini terpikir (diutarakan) oleh Bhante. Setelah mendengar hal ini dari bhante, kami akan mengingatnya.”
    “Dengar para bhikkhu dan perhatikan baik-baik yang akan Saya katakan.”
    “Ya, bhante,” jawab para bhikkhu. Kemudian Sang Bhagava berkata:
  • “Para bhikkhu, bila seorang bhikkhu menjadi penyelidik (vimamsaka) yang mempunyai pengetahuan tentang (cara menilai/mengukur) keadaan batin orang lain, Sang Tathagata seharusnya diselidiki berkenaan dengan dua macam Dhamma: yakni pengertian Dhamma yang diperoleh melalui mata dan telinga ‘Apakah Dhamma Sang Tathagata diketahui melalui mata dan telinga adalah telah dikotori atau tidak?’ Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dikotori.
  • Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: ‘Apakah dhamma Tathagata dhamma yang diketahui melalui mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?’ Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu tidak dicampuri.
  • Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: ‘Apakah dhamma Tathagata yang diketahui melalui mata dan telinga adalah bersih atau tidak?’ Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma itu bersih.
  • Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: ‘Apakah bhikkhu ini telah lama menguasai kusala dhamma ini atau baru saja dikuasai?’ Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa dhamma telah lama dikuasai, bukan baru saja dikuasai.
  • Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: ‘Apakah bhikkhu ini terkenal, ia termasyur? Apakah ada bahaya tertentu berhubungan dengannya?’ Karena selama seorang bhikkhu belum terkenal dan belum termasyur, bahaya sehubungan dengan hal ini belum ada padanya, tetapi segera setelah ia memiliki kemasyuran, maka bahaya ada padanya. Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu telah terkenal dan termasyur tetapi tidak ada bahaya yang berhubungan dengan hal ini yang ada padanya.
  • Dengan pengetahuan itu ia melanjutkan penyelidikan: ‘Apakah bhikkhu ini mengendalikan diri dengan keras sekali, bukan mengendalikan diri karena takut, ia tidak memuaskan nafsu keinginannya karena ia tidak memiliki nafsu atau telah melenyapkan nafsu?’ Ketika ia menyelidiki, ia mengetahui bahwa bhikkhu itu mengendalikan diri bukan karena takut dan tidak memuaskan nafsu keinginan karena telah melenyapkan nafsu.
  • Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: ‘Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ia katakan?’ Segera ia menjawab: ‘Apakah bhikkhu itu tinggal bersama sangha atau sendirian, mungkin di antara mereka ada yang berperilaku tidak baik; ada beberapa yang mengajar sekelompok, ada beberapa yang menunjukkan bahwa mereka masih mementingkan materi, beberapa yang tidak ternoda oleh materi, namun bhikkhu itu tidak memandang rendah kepada siapapun.’ Hal ini telah saya dengar dan pelajari dari mulut Sang Bhagava sendiri yaitu: ‘Saya mengendalikan diri dengan keras sekali dan bukan mengendalikan diri karena takut, dan saya tidak memuaskan keinginan indera karena saya tak memiliki nafsu tetapi karena nafsu keinginan telah dilenyapkan.’
  • Para bhikkhu, mengenai hal itu, Tathagata harus ditanya lebih lanjut: ‘Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dikotori atau tidak?’ Ketika menjawab, ia akan menjawab dhamma itu tidak dikotori.
  • Mengenai pertanyaan: ‘Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah dicampuri atau tidak?’ Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.
  • Mengenai pertanyaan: ‘Apakah dalam dhamma Tathagata yang diketahui dengan mata dan telinga adalah bersih atau tidak?’ Menjawab pertanyaan ini, ia menjawab bahwa dhamma adalah bersih.
  • Ia juga akan berkata: ‘Selama saya ada dalam lingkungan-Ku dan jajaran-Ku, saya jauh dari hal-hal itu.’
  • Guru yang berkata seperti ini layak untuk ditemui oleh siswa guna mendengar dhamma. Guru mengajar dhamma segera bertahap dari satu tingkat ke tingkat lain yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan dhamma yang diajarkan oleh guru, seorang bhikkhu dengan cara ini ia segera mengetahui beberapa dhamma yaitu jalan di antara dhamma-dhamma dari dhamma hingga ia mencapai tujuan. Saya berkeyakinan pada Guru: ‘Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, Dhamma dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak dengan baik.’
  • Jikalau orang lain bertanya pada bhikkhu itu: ‘Apa buktinya dan apa kesimpulannya bilamana bhikkhu itu berbuat seperti yang ia katakan?” Segera ia menjawab dengan jawaban: ‘Para Avuso, saya telah menemui Sang Bhagava untuk mendengar dhamma.’
    Sang Guru mengajar dhamma secara bertahap dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi, dengan dhamma yang gelap maupun lawannya yang terang. Sesuai dengan apa yang diajarkan-Nya, saya segera mengetahui pada sekarang ini dhamma-dhamma tertentu (yaitu jalan) di antara dhamma-dhamma dari dhamma, dan saya mencapai tujuanku. Saya berkeyakinan pada Guru: ‘Sang Bhagava telah mencapai penerangan sempurna, dhamma telah dibabarkan dengan sempurna, Sangha telah bertindak baik.’
  • Para bhikkhu, ketika seseorang yakin kepada Tathagata, ia memiliki bukti-bukti ini, kata-kata dan ungkapan-ungkapan ini yang telah ditanam, untuk berakar dan mantap, maka keyakinannya disebut disokong oleh bukti, berakar pada penglihatan, suara dan tidak terkalahkan oleh petapa, brahmana, dewa, mara, brahma atau siapa pun di dunia ini.
    Itulah bagaimana menyelidiki Tathagata sesuai dengan Dhamma, bagaimana Tathagata diperiksa dengan baik sesuai dengan Dhamma.”
Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu menjadi puas dan gembira karena kata-kata Sang Bhagava