Demikianlah saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava berada
di bawah pohon Sala-raja, di hutan Subhaga, Ukkhattha. Di tempat itu
Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.”
“Bhante,” jawab para bhikkhu.
Sang Bhagava berkata: “Para bhikkhu, saya akan mengajarkan dasar metode
(mulapariyaya) semua dhamma, dengarkan, perhatikan dengan seksama, saya
akan bicara.”
“Ya, bhante,” jawab para bhikkhu menyetujuinya.
Sang Bhagava berkata: “Para bhikkhu, dalam hal orang awam (puthujjana)
yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi)
ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih
dalam ariyadhamma, tidak melihat orang-orang suci (sapurisa), tidak
mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma
orang-orang suci, namun mengetahui (sanjanati) ‘pathavi’ (padat) sebagai
pathavi. Setelah mengetahui pathavi sebagai pathavi, ia berpikir
tentang pathavi; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia
memikirkan (dirinya) sebagai pathavi; ia berpikir bahwa ‘pathavi
milikku’, ia gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa
hal itu ia tidak mengerti dengan baik.
Ia mengetahui ‘apo’
(cairan) sebagai apo, setelah mengetahui apo sebagai apo, ia berpikir
tentang apo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia
memikirkan (dirinya) sebagai apo; ia berpikir ‘apo milikku’, ia gembira
dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti
dengan baik.
Ia mengetahui ‘tejo’ (panas) sebagai tejo,
setelah mengetahui tejo sebagai tejo, ia berpikir tentang tejo; ia
memikirkan (dirinya) sebagai tejo, … ‘vayo’ (angin) … ‘bhuta’ (makhluk) …
‘deva’ (dewa) … ‘Pajapati’ … Brahma (Dewa Brahma) … Abhassara (Brahma
Abhassara) … Subhakinna (Brahma Subhakinna) … Vehapphala (Brahma
Vehapphala) … Abhibhu (Abhibhu-brahma Asannasatta) … Akasanancayatana…..
Vinnanan-cayatana … N’evasannanasannayatana … ‘dittha’ (pandangan atau
dilihat) … ‘suta’ (didengar) … ‘muta’ (dirasakan) … ‘vinnata’
(diketahui) … ‘ekatta’ (persatuan) … nanatta (perbedaan) … sabba
(universal) … ‘nibbana’ sebagai nibbana, setelah mengetahui nibbana
sebagai nibbana, ia berpikir tentang nibbana; ia memikirkan (dirinya)
berhubungan dengan nibbana; ia memikirkan dirinya sebagai nibbana; ia
berpikir ‘nibbana milikku’, ia gembira dalam nibbana. Mengapa begitu?
Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.
Para
bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkkhu siswa (sekha), yang belum
mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk
mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, mengerti dengan
baik tentang pathavi sebagai pathavi; karena mengetahui dengan baik
tentang pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang
pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia
tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir ‘pathavi
milikku’, ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan
bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.
Para bhikkhu,
bagaimana pun seorang bhikkhu siswa yang belum mencapai kesempurnaan,
yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi dari ikatan,
mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … (penerjemah: seperti di atas,
sampai dengan) … ‘sabba’ …, mengerti dengan baik tentang nibbana sebagai
nibbana; karena mengetahui dengan baik nibbana sebagai nibbana, maka ia
tidak memikirkan tentang nibbana, ia tidak memikirkan (dirinya)
berhubungan dengan nibbana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai nibbana;
ia tidak berpikir ‘nibbana milikku’, ia tidak gembira dalam nibbana.
Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan
baik.
Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang
telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan
kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan
(katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai
tujuannya (anuppattasadatto), telan melenyapkan semua belenggu
(samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, ia pun
mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ sebagai pathavi; karena mengerti
dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan
tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan
pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir
‘pathavi milikku’, ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya
nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.
Para
bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan
semua kekotoran batin, telah hidup dengan kehidupan sempurna, … ia pun
mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … ia pun mengerti dengan baik tentang
‘nibbana’ sebagai nibbana; karena mengerti dengan baik mengenai
nibbana, ia tidak memikirkan dirinya sebagi nibbana; ia tidak berpikir
‘nibbana milikku’, ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Saya
nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.
Para
bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan
semua kekotoran batin … ia pun mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ …
‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia
‘tanpa keinginan nafsu’ (vitaragatta), sebab telah ‘melenyapkan (semua)
keinginan nafsu’ (khaya ragassa).
Para bhikkhu, bagaimana pun
seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin …
ia pun mengerti dengan baik tentang ‘pathavi’ … ‘nibbana’ … ia tidak
gembira dalam nibbana. Mengapa begitu? Karena ia ‘tanpa kebencian’
(vitadosatta), sebab telah ‘melenyapkan (semua) kebencian’ (khaya
dosassa) …. Mengapa begitu? Karena ia ‘tanpa kebodohan’ (vitamohatta),
sebab telah ‘melenyapkan (semua) kebodohan’ (khaya mohassa).
Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik
tentang ‘pathavi’ … ‘nibbana’ … ia tidak gembira dalam nibbana. Mengapa
begitu? Karena hal itu telah dimengerti dengan baik oleh Tathagata.
Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik
tentang ‘pathavi’ sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai
pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia
tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak
memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir ‘pathavi milikku’,
ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Karena ia telah
mengetahui dengan baik bahwa ‘kenikmatan (nandi) dasarnya adalah pada
dukkha’, mengetahui bahwa karena adanya ‘menjadi’ (bhava) maka
terjadilah ‘kelahiran’ (jati), maka muncullah ‘usia tua dan kematian’
(jaramarana) makhluk.
Para bhikkhu itulah sebabnya maka saya
nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan
‘melenyapkan semua keinginan’ (tanha khaya) dan ‘tanpa nafsu’ (viraga),
sempurna kesadarannya dengan mencapai ‘penerangan agung tertinggi’
(anuttaram sammasambodhi).
Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat
Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang ‘apo’ … ‘nibbana’ … ia tidak
gembira dalam ‘nibbana’ …. Para bhikkhu itulah sebabnya maka Saya
nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan
melenyapkan semua keinginan dan tanpa nafsu, sempurna kesadarannya
dengan mencapai penerangan agung tertinggi.
Itulah yang diuraikan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira pada apa yang dikatakan Sang Bhagava.
Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya I,
Oleh : Tim Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit Hanuman Sakti, Jakarta, 1996