Senin, 05 Agustus 2013

Keng / Mantra


  1. a-mi-tuo-fo-zai-xin-jian.mp3
  2. Bhisajya_Guru_Vaidurya_Dharani_.mp3
  3. Beautiful_Chinese_Music.mp3
  4. Buddha_Amitabha_Song.mp3
  5. Buddha_Chant_~_Instrumental_HD.mp3
  6. Buddham_Sharanam_Gachchami_By_Hariharan_I_The_Three_Jewels_Of_Buddhism.mp3
  7. Buddhis_Mantra_01.mp3
  8. Buddhis_Mantra_03.mp3
  9. Buddhist_Chant-_Hanshan_Temple.mp3
  10. Buddhist_Chants_Peace_Music_-_Hanshan_Temple.mp3
  11. Chai_Shen_Tien_Wan_Chou.mp3
  12. Changjing_2.mp3
  13. Chú Ð_i Bi - Great Compassion Mantra - Da Bei Zhou.MP3
  14. Chinese_Buddhist_Song_-_Jie_Tuo_Dao.mp3
  15. CHINESE_INSTRUMENTAL_MUSIC.MP3
  16. Chinese_Music_Brelaxing.MP3
  17. Chinese_Traditional_music_-_San_bao_ge.mp3
  18. Cuen_Thi_Sen_Cou.mp3
  19. Dispel_Evil_Spirits-_Buddhist_Chanting.mp3
  20. Erhu_-_Chinese_musical_instrument.mp3
  21. 讀誦地藏經-華藏衛視讀經百萬部MP3
  22. Fo_Guang_Shan_Buddha.mp3
  23. Great_Buddhist_song.mp3
  24. Great_Compassion_Mantra.mp3
  25. Great_Compassion_Mantra_aka_Maha_Karuna_Mantra(Tibetan_Version).MP3
  26. Great_Compassionate_Heart_Dharani_-_5_Repetitions.mp3
  27. Guan_shi_yin_Pusa.mp3
  28. Guan_shi_yin_Pusa_.mp3
  29. GuanYin-1.MP3
  30. GuanYin-7Z5Y-Music.mp3
  31. GuanYin-7Z5Y.mp3
  32. Heart_Sutra_(Mandarin)_by_Imee_Ooi.mp3
  33. Hien_Thien_Siang_Tee_Jiu.mp3
  34. Imee_Ooi_-_Buddhist_-_Heart_Sutra.mp3
  35. jayamangala_gatha_-_nanda_malini.mp3
  36. Jayamangala_Gatha.mp3
  37. Ji_Gong_Huo_Fo_Jiu_Shi_Zhen_Jing_.mp3
  38. karaniya-metta-sutta-fullcd.mp3
  39. Ksitigarbha_Bodhisattva-Mantra_for_Eliminating_Predicament_Karma.mp3
  40. Kuan_Im_Pu_Men_Phing.mp3
  41. Kuan_Ing_Ling_Kan_Cen_Yen.mp3
  42. Kuan_Yin_Pusa_Chant.mp3
  43. Kwan_Im_Keng_Part_1_8_Intro.mp3
  44. kwan_im_pho_sat.(wiekhiun_Tjoe).mp3
  45. kwan_im.mp3
  46. kwan_im001.mp3
  47. Kwan Se Im Keng.mp3
  48. kwan_yin.tha_phe_cho_(wiekhiun_Tjoe).mp3
  49. kwan_yin_.mp3
  50. Magical_Healing_Mantra-_Om_Mani_Padme_Hum.mp3
  51. Mantra Bhumipati.mp3
  52. Mantra_Of_Avalokiteshvara_-_Medicine_Buddha_Mantra.MP3
  53. Mantra_of_Avalokiteshvara.mp3
  54. Mantra_Of_Mahakala-Tibet_Buddhist_Meditation-Lama_Karta.mp3
  55. Mantra Sangharamapala (Guan Gong).mp3
  56. Medicine_Buddha_Mantra_(with_words).mp3
  57. Medicine_Buddha_Mantra.MP3
  58. Medicine Buddha Mantra Lapis Lazuli.mp3
  59. Metta_Song_-_Imee_Ooi_(_Lyrics-_Pali_Eng).mp3
  60. MI LEK CIU KHU CEN CING.mp3
  61. Miao Fa Lian Hua_Guan Shi Yin - Ajaran_Bodhisatva_Avalokitesvara_Yang_Maha_Suci.mp3
  62. Na_mo_pen_she_she_cia_mou_ni_fo.mp3
  63. Namo_Amitabha_Buddha.mp3
  64. namo_bodhi.mp3
  65. Namo_Di_Zhang_Wang_Pusa.mp3
  66. Namo_Guan_Shi_Yin_Pusa.mp3
  67. Namo_Ksitigarbha_Bodhisattva_bersedia_(Fo_Guang_Shan).mp3
  68. Namo_Kwan_Se_Im_Po_Sat.mp3
  69. Namo_Omitofo.mp3
  70. Namo_Tassa_Bagawato_Arahato_Samma_Sam_Buddha_Sa.mp3
  71. Namo_Ti_Cang_Wang_Pu_Sa.mp3
  72. NMGSYPusa-61-52.mp3
  73. O_ma_ne_pat_de_hum_mandarin.mp3
  74. Om_Ma_Ni_Pa_Mi_Hung.mp3
  75. OM_MANI_PADME_HUM_(Full_length_version).mp3
  76. Om_Mani_Padme_Hum_-_Shaolin_Monks.mp3
  77. Om_Mani_Padme_Hum_and_Guan_Shi_Yin_Pu_Sa.MP3
  78. Om_Mani_Padme_Hum02.mp3
  79. Omi_thuo_ching (Chanting).mp3
  80. PAI_SIAU_CING.mp3
  81. Pertobatan_(_Chang_Hui).mp3
  82. Po_Ye_Po_Lo_Mi_To_Sin_Cing_.mp3
  83. Puo_Ruo_Po_Lo_Mi_Tuo_Xin_Cing.mp3
  84. Qing_Jing_Nian_Fo.mp3
  85. ratana-sutta-fullcd_2.mp3
  86. Saddharma_Pundarika-01.mp3
  87. San_Guan_Miao_Jing.mp3
  88. San-Bao-Ge.mp3
  89. se_sang_ce_yiu.mp3
  90. Shi_men_fu.mp3
  91. Shurangama.mp3
  92. Shurangama_Mantra_(_5_sections).mp3
  93. Singing_Buddhist_Chant_HD.mp3
  94. Sukhavati_Vhuya_Sutta.mp3
  95. T1_ZhanFoJi.mp3
  96. Ta_Pe_Chou_(Full_Length_Version).mp3
  97. Ta_Pe_Cou_2.mp3
  98. ta_pei_co.mp3
  99. Ta_Pei_Cou.mp3
  100. ta_pei_cou.mp3
  101. TAPE_CHO.mp3
  102. Tapei_coi2.mp3
  103. TARA MANTRA DE_TARA_VERDE.mp3
  104. Tatyatha_om_Bekandze.mp3
  105. Thay_Sang_Lao_Tjin.mp3
  106. The_Diamond Sutra.mp3
  107. THE SUKHÂVATÎ-VYÛHA DHĀRAṆĪ.mp3
  108. The_Heart-Mantra_Of_Medicine_Master_Buddha.mp3
  109. Nilakantha_Dharani_-_The_Great_Compassion_Sutra.mp3
  110. The_Sacred_Mantra_of_Zhun_Ti_Bodhisattva.mp3
  111. The_Surangama_Mantra_Master_Hueiliu.mp3
  112. The_Wish-Fulfilling_Avalokitesvara_Mantra_.mp3
  113. ta_pei_cou.mp3
  114. Ullambana.mp3
  115. wang_Shen_Cou.mp3
  116. White_Tara_Mantra_(108_Repetitions).mp3
  117. 大悲懺(佛光山法師禮敬誦持).mp3
  118. 佛前忏悔文 (Buddhist Repentance Verses) - .mp3

Video

Multi Media

Cahaya Buddha Amitabha



Cahaya Buddha Amitabha

Video ini adalah suatu kisah nyata, yang mungkin patut anda saksikan
silahkan klik pada judul untuk memulai download

Makna Paritta


MAKNA PARITTA
Apakah manfaat paritta? Bagaimana dan darimana parittaparitta berasal? Apa arti paritta dalam keberadaan tingkat spiritual kita? Dan mungkin, pertanyaan penting yang banyak ditanyakan adalah : Apakah terdapat kebenaran dalam paritta? Jika ada, pada bagian mana dari Tripitaka dapat kita temui jawaban cemerlang terhadap pertanyaanpertanyaan ini?
Bukanlah suatu hal yang mengejutkan bahwa banyak orang, bahkan yang berada dalam lingkaran komunitas Buddhis, menghina dan mengejek orang yang melaksanakan pembacaan paritta sebagai suatu bentuk praktek atau sebagai sebuah alat untuk memberikan pelayanan kepada orang banyak dan umat Buddhis. Dalam sebuah kehidupan sosial dan komunitas yang padat akan intelektual, dan banyak menderita dari kebiasaankebiasaan yang telah ada, opiniopini keras dan prasangkaprasangka, serta pemikiran yang terlalu menggunakan rasionalitas, Makna Paritta tidaklah heran karenanya bila banyak orang yang buta dan tuli akan makna dan nilai dari paritta.
Kumpulankumpulan dari Lima Nikāya
Sebelum kita memeriksa dengan cermat pertanyaanpertanyaan di atas, marilah kita mempelajari beberapa macam kategorikategori yang terdapat dalam buku Paritta. Di masamasa lampau, para Arahat mengumpulkan beberapa Sutta dari Sutta Pitaka dan menyatukannya menjadi sebuah buku Paritta tersendiri yang disebut, “Catubhanavara Pali”. Dalam bahasa Sinhala/Sri Langka disebut sebagai “Mahapirith Potha”. Dalam kumpulankumpulan Paritta ini, terdapat 29 bagian mulai dari Saranagamana hingga Atanatiya Sutta – kesemuanya tercantum atau terdapat dalam “Catubhanavara Pali” ini. Suttasutta ini, yang dikumpulkan dari Sutta Pitaka, adalah sebagai berikut:
1).   Dīgha nikāya – MahāsamayaAtanatiya
2).   Majjhima nikāya – Isigili SuttaSacca Vibhanga Sutta
3).   Samyutta nikāya – Dhajagga Sutta, Bojjhanga Suttas, Dhamma Cakkappavattana Sutta
4).   Anguttara nikāya – Dasadhamma Sutta, Khandha Paritta, Girimananda Sutta
5).   Khuddaka nikāya – Mora Paritta, Mangala, Ratana, Karaniya Metā, Parabhava, Alavaka dan Vasala Sutta.
Dalam buku Maha Paritta, terdapat berbagai macam syair yang digubah oleh para Arahat dan Guru guru masa lampau. Karenanya tidaklah heran apabila menemukan berbagai tipe syairsyair dan prosaprosa yang berbeda di dalamnya.
Sudah merupakan pengetahuan yang umum dalam lingkungan Umat Buddha, bahwa Parittaparitta diucapkan oleh Sang Buddha sepanjang masa hidup Beliau. Berbagai kejadian/peristiwa menarik yang terjadi dalam kehidupan seharihari Beliau menjadi penyebab munculnya berbagai Parittta yang kemudian dibabarkan oleh Sang Buddha untuk tujuan perlindungan –tidak hanya dalam kehidupan sekarang, akan tetapi juga dalam kehidupan berikutnya. Hal ini Makna Paritta terutama terjadi, ketika masyarakat pada zaman kehidupan Sang Buddha, mengalami penderitaan karena penyakitpenyaki, wabah  penyakit/epidemi, kelaparan yang merajarela, dan bahkan bencana yang disebabkan oleh pengaruh dari makhlukmakhluk halus yang jahat. Karena itu, bukanlah suatu takhayul atau pun kepercayaan belaka, bahwa pembacaan Suttasutta ini diketahui dapat digunakan untuk menangkis malapetaka dan memberikan pertolongan kepada rakyat atau orangorang biasa  yang dirundung oleh kemalangan.
Kekuatan Paritta
Contoh yang sempurna dari Suttasutta yang diketahui oleh umum dan dihapalkan dengan penuh khidmat adalah Ratana Sutta. Bila Sivali Paritta seringkali diucapkan untuk memperoleh berkah keuntungan dan kemakmuran, maka Ratana Sutta seringkali digunakan dan dibacakan untuk mengatasi/menghindari kesulitankesulitan perorangan maupun pengaruhpengaruh jahat. Diantara umat Buddha yang wanita, Angulimala Paritta dikenal karena pengaruhpengaruhnya yang sangat kuat untuk membantu kelahiran, terutama sekali digunakan untuk mengatasi bahayabahaya komplikasi pada saat melahirkan. Untuk tujuan ini Paritta biasanya dibacakan sebanyak 108 kali di atas semangkuk air, yang kemudian diberikan kepada sang calon itu.
Kritikan dan ejekan terhadap praktekpraktek religius pembacaan paritta tanpa mengerti pendekatan psikologi mereka atau asal mula kebiasaan ini, hanyalah akan memperlihatkan sebuah ketidaktahuan yang terangterangan dan kebodohan. Dengan menyangkal arti penting atau berkah yang terdapat didalam parittaparitta ini sama artinya dengan menyangkal kreatifitas dan intuisi terdalam yang berada di dalam pikiran kita. Dengan melakukan sendiri/mengalami sendiri membaca Paritta dengan penuh kesungguhan dan keyakinan akan memberikan pengaruhpengaruh khusus terhadap kerangka dasar berpikir kita. Mengubah kerangka berpikir dari dalam batin dan pembacaan paritta yang dilakukan secara terusmenerus dapat menghasilkan suatu tingkat konsentrasi yang dapat membawa kita pada dimensi kesadaran yang lebih tinggi dan mempengaruhi kekuatankekuatan baik yang berada di luar diri kita. Karenanya bukanlah suatu hal yang siasia sebagaimana yang ada dalam contoh yang pertama, khususnya bagi orangorang barat. Di negaranegara Buddhis khususnya di Sri Langka, pembacaan Parittaparitta merupakan sebuah peristiwa besar. Sebuah pendopo (paviliun) atau Mandapa dibangun dengan penuh ketelitian dan kesabaran di salah satu tempat upacara. Pendopo bersegi delapan dengan sebuah canopy (tudung) putih  ini dihias indah dengan bungabunga dan dedaunan sirih, demikian pula dengan  dindingdinding disekelilingnya. Di dalam pendopo yang berfungsi sebagai tempat duduk para bhikkhu inilah upacara pembacaan paritta diadakan –yang mungkin berlangsung selama satu malam, 3 malam, atau bahkan selama 7 malam.
Pembacaan Paritta Sepanjang Malam
Minimal 8 orang bhikkhu senior diperlukan untuk mengadakan sebuah Upacara Pembacaan Paritta Sepanjang Malam. Upacara dimulai dengan sebuah prosesi yang dipimpin oleh para bhikkhu, sambil membawa Buku Paritta dan Relikrelik Buddha. Sejumlah besar umat akan mengikuti prosesi ini hingga ke Mandapa. Sesampai di Mandapa, diadakanlah “Buddha Puja” secara tradisional yaitu mempersembahkan bunga kepada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha), dan menyalakan lampu-lampu minyak di sekeliling pendopo.
Sebuah mangkok berisi air kemudian ditempatkan di Mandapa, di depan para Bhikkhu yang telah duduk. Seutas benang diikatkan pada mangkok air tersebut. Dengan benang yang sama pula, Buku Paritta dan relikrelik Sang Buddha dililitkan dan kemudian ujung benang ini dipegang oleh para Bhikkhu. Seutas benang lainnya kemudian dipegang oleh para umat. Mereka diminta untuk memegang benang ini sepanjang Pembacaan Paritta ini berlangsung. Bagi umat awam, dipahami bahwa benang yang dipegang ini berfungsi sebagai sebuah medium dalam menyebarkan getaran pengaruh-pengaruh dari Pembacaan Paritta. Dengan sikap yang tenang, para bhikkhu mengadakan upacara tersebut dengan batin/pikiran yang dipenuhi oleh ‘saddha’ dan cinta kasih. Sesungguhnya dalam cara yang tepat inilah para umat akan memperoleh berkah penuh dari mengadakan sebuah Upacara Pembacaan Paritta.
Pada saat awal dan akhir dari Pembacaan Paritta Sepanjang Malam, merupakan suatu hal yang biasa bahwa semua bhikkhu harus berada di dalam Mandapa untuk membacakan Suttasutta secara bersamasama. Sepasang bhikkhu yang ditunjuk, kemudian akan membacakan Suttasutta hingga pada Atanatiya Sutta. Adalah sebuah tradisi bahwa Atanatiya Sutta harus dibacakan dengan suara keras oleh empat orang Bhikkhu secara bergantian. Hingga akhirnya, pada saat subuh menjelang, pembacaan paritta terakhir akan dilakukan oleh semua bhikkhu yang berkumpul tersebut. Kegiatan yang terakhir adalah pemercikan Air Paritta dan Benang Suci.
Suttasutta seperti Mangala Sutta, Ratana Sutta (Khotbah tentang Permatapermata) dan Metta Sutta (Khotbah tentang cinta kasih) sangat populer di kalangan umat Buddhis dan seringkali dibacakan dengan penuh bakti dan keyakinan. Semua Sutta memiliki asal mula masingmasing pada masa kehidupan Sang Buddha. Khotbahkhotbah atau Sutta-sutta ini merupakan hasil yang terjadi secara alami dari berbagai tindakan Sang Buddha dalam  menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang Beliau jumpai sepanjang masa hidupNya, dan orangorang akan memperoleh keuntungankeuntungan besar dalam melaksanakan nasehat Sang Buddha serta akan memperoleh perlindungan sebagai buah dari kebajikankebajikan yang terkandung didalamnya. Khotbahkhotbah ini merupakan hasil yang terjadi secara alami dari berbagai kejadian yang mempengaruhi Sang Buddha dan dalam proses campur tangannya, orangorang memperoleh manfaatmanfaat yang luar biasa berupa nasehat yang bisa dijalankan dan memperoleh perlindungan sebagai hasil dari kebajikankebajikan yang terkandung didalamnya.
Ratana Sutta
Ratana Sutta adalah sebuah contoh yang sangat bagus, diantara khotbahkhotbah seperti yang digambarkan diatas, yang memiliki asal mula sendiri pada masa Sang Buddha hidup di kota Vesali yang makmur. Sutta ini dianggap sebagai sebuah Sutta yang memiliki kekuatan besar dalam menolong penduduk Vesali menanggulangi bencana kelaparan, makhluk-makhluk halus jahat, dan malapetaka. Bahkan hingga sekarang, umat Buddhis di seluruh dunia memberikan penghormatan besar terhadap Sutta ini, membacanya setiap hari dan memperoleh berkah serta perlindungan darinya dalam kehidupan seharihari.
Sutta ini muncul pada suatu masa, ketika kota makmur Vesali berada pada suatu kondisi kemerosotan dimana penduduknya terancam oleh bencana kelaparan, makhlukmakhluk  halus jahat, serta wabah penyakit. Malapetaka ini memuncak hingga banyak kematian terjadi dan diperburuk dengan para makhlukmakhluk halus jahat yang selalu menghantui karena tertarik pada mayatmayat yang membusuk. Rasa panik menyerang kota. Pada masa kritis tersebut, dua orang bangsawan Licchavi beserta sekelompok besar pengikutnya pergi menemui sang Buddha yang sedang berdiam di Rajagaha dengan tujuan meminta pertolongannya.
Sang Buddha, setelah mendengar dukacita dan keputusasaan mereka, dengan penuh simpati dan belas kasih menerima undangan bangsawan tersebut. Sang Buddha beserta serombongan besar Bhikkhu segera meninggalkan Rajagaha menuju Vesali. Dikatakan bahwa Yang Mulia Ananda Thera ikut dalam rombongan ini. Setelah menyeberangi sungai Gangga, mereka akhirnya mencapai kota. Sebuah fenomena yang aneh terjadi. Turunlah hujan yang amat deras menyapu dengan bersih mayatmayat yang telah membusuk dari kota dan menghilangkan bau udara yang tidak sedap. Kemudian Sang Buddha dengan penuh welas asih membacakan Ratana Sutta untuk penduduk kota Vesali. Yang Mulia Ananda Thera diinstruksikan untuk mengulang membaca Ratana Sutta untuk penduduk di seluruh penjuru kota Vesali. Air yang telah diberkahi kemudian dipercikkan dari mangkuk milik Sang Buddha. Oleh karena kekuatan kebahagiaan Sutta, semua makhluk halus jahat meninggalkan kota dan penduduk segera terbebas dari pengaruh jahat dan keji mereka. Berakhirlah bencana dan malapetaka pada kota tersebut.
Pemberkahan dan perlindungan yang berasal dari Ratana Sutta yang dibacakan pada masa Sang Buddha masih hidup, tetap dapat digunakan hingga saat ini. Ratana Sutta yang diuraikan oleh Sang Buddha kepada para penduduk Vesali yang sedang berkumpul di Balai Umum sebenarnya telah diuraikan secara persis sebanyak tak terhingga kali oleh Buddha Buddha sebelumnya. Makna dan arti sutta ini telah dijelaskan dalam berbagai pertemuan oleh komunitas Bhikkhu pada masa ini dalam berbagai kesempatan. Umat Buddhis terus memperoleh manfaat dari pembacaan dan praktek ajaranajaran yang terdapat dalam Sutta ini. 
Istilah Pali ‘Ratana’ dikenal sebagai ‘Permata Mulia’. Dikenal demikian tertuju kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Kumpulan kebajikankebajikan dari Tiga Mustika ini mengundang para bijaksana untuk mempraktekkan ajaran sebagai sebuah alat untuk menyeberangi lautan kehidupan dan kematian, menuju pada tujuan utama, Nibbana.
Dalam Permata Mulia –termuat berbagai sifatsifat bajik yang dapat dipraktekkan para bijaksana dalam kehidupan seharihari mereka. Adalah melalui pengendalian nafsu pikiran hingga sampai pada gerbang ketenangseimbangan sebagai buah pikiran konsentrasi, dimana jalan kematian telah dihilangkan setahap demi setahap. Melalui perolehan insight dengan cara setahap demi setahap menghapus kepercayaan akan adanya roh yang kekal, keragu-raguan, dan kemelekatan pada ritual dan upacara, para bijaksana telah sepenuhnya terbebaskan dari empat alam menyedihkan. Makhluk bumi dan makhluk angkasa diundang untuk membagikan berkah dan kebahagiaan dari Khotbah Ratana. Dikatakan bahwa bahkan Raja para dewa, Sakka, mengulang tiga syair terakhir dari Sutta tersebut dan ikut mendatangi Sang Buddha bersama para pengikut nya di Vesali pada saat khotbah penutupan terakhir yang diselenggarakan di Balai Umum.
Karaniyamettā Sutta
Sutta lain yang sama terkenal dan pentingnya adalah Mettā Sutta (Khotbah Cinta Kasih). Khotbah ini dikenal secara luas tidak hanya sebagai sebuah sumber perlindungan akan tetapi juga sebagai sebuah objek meditasi. Manfaat dari praktek cinta kasih sangatlah tidak terbatas. Ia tidak hanya membawa berkah bagi diri sendiri akan tetapi bagi semua makhluk di alam semesta.
Khotbah Cinta Kasih diajarkan oleh Buddha kepada 500 orang bhikkhu setelah banyak diantara bhikkhu tersebut mengalami berbagai kesulitan ketika sedang berlatih meditasi di tengahtengah lingkungan yang tidak menyenangkan dalam sebuah hutan. Pada saat yang kedua, para Bhikkhu mendekati tempat yang sama dan melanjutkan meditasi, mereka tidak lagi diganggu oleh para dewa. Tidak seperti sebelumnya, para dewa yang terganggu karena para Bhikkhu mengambil tempat mereka, kemudian merasa senang karena vibrasi dari pancaran cinta kasih dan niat baik yang tersebar di penjuru udara.
Dalam beberapa bagian dari Sutta tersebut, dapat ditemukan kebajikankebajikan yang hendaknya dipraktekkan oleh siapa saja yang bersungguhsungguh ingin menjalani kehidupan spiritual di tengahtengah kerja keras dan perjuangan demi kehidupan bermateri. Hal ini meliputi pikiran, ucapan, dan tindakan benar, tanpa niat jahat, ketidakjujuran, dan kemarahan, melainkan diisi dengan niat baik dan cinta kasih. “Bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan jiwanya melindungi anaknya yang tunggal, demikianlah hendaknya seseorang memancarkan kasih sayangnya tanpa batas terhadap semua makhluk”.
Dikatakan bahwa selama masa Vassa, para bhikkhu yang pada mulanya mengalami kesulitan-kesulitan dalam bermeditasi sebagai akibat dari gangguan para dewa, mencapai tingkat arahat dengan bantuan berkah dari Karaniyametta Sutta.
Sebuah kecaman pedas juga telah dilontarkan kepada para bhikkhu yang menggunakan Parittaparitta, atau membagikan pasir perlindungan, benang dan objekobjek penghormatan lainya untuk tujuan perlindungan dan berkah. Bahkan para sarjana Buddhis, ahli teori, dan para intelektual, menolak bahwa barang dapat diisi dengan energienergi psikis – walaupun kenyataannya adalah bahwa halhal ini telah didemontrasikan melalui eksperimen dalam psychometry.
Telapatta Jātaka
Dalam Telapatta Jātaka, Sang Buddha menceritakan sebuah kisah, mengenai salah satu kelahiran Beliau di masa lampau, ketika Beliau dilahirkan sebagai seorang pangeran, bagaimana ia terlindungi dari pengaruhpengaruh jahat raksasa oleh pasir perlindungan dan benang yang diberikan oleh seorang Pacceka Buddha kepadanya. Dan dengan bantuan bendabenda ini bagaimana ia akhirnya mencapai tempat tujuan dan menjadi seorang raja, dimana kelima temannya terbunuh dalam perjalanan.
Telepatta Jataka diceritakan oleh Sang Buddha ketika sedang berdiam di sebuah hutan dekat kota Desaka dalam kerajaan Sumbha. Kisah nya adalah sebagai berikut:
“Pada suatu waktu, ketika Brahmadatta berkuasa di Benares, Sang Bodhisatta yang merupakan putra termuda yang keseratus dari sang raja, tumbuh menjadi seorang pemuda dewasa. Pada saat itu, terdapatlah Pacceka Buddha yang dimohon untuk datang menerima makan siang mereka di istana, dan sang Bodhisatta melayani mereka.
Dengan memiliki begitu banyak saudara, sang Bodhisatta merasa cemas apakah ia akan dapat memperoleh mahkota raja dari ayahnya dalam kota tersebut. Dia kemudian memutuskan untuk bertanya kepada para Pacceka buddha mengenai nasib nya dan untuk meminta nasehatnasehat mereka mengenai hal ini.
“Ketika pacceka buddha tiba di istana untuk rutinitas sedekah mengelilingi kota mereka, sang Bodhisatta mengurusi kebutuhan mereka, dan sambil melakukan hal ini, ia menanyakan kepada mereka dengan sebuah pembukaan yang sopan.
Dan Buddha menjawab, “Pangeran, kamu tidak akan pernah menjadi raja di kota ini. tetapi di Gandhara, dua ribu liga dari sini, berdirilah kota Takkasila. Jika kamu mencapai kota tersebut dalam tujuh hari maka kamu akan menjadi raja di sana.”
Meskipun demikian, mereka memperingatkan sang Bodhisatta bahwa jalan menuju hutan besar mengandung resiko yang besar. Raksasaraksasa yang memakan daging manusia sangat banyak dan mereka telah memasang perangkapperangkap yang mirip dengan perkampungan maupun perumahan di sepanjang jalan. Sang Buddha menambahkan bahwa terhadap sedikit harapan untuk menghindari rute ini, akan tetapi hal ini akan mengambil jarak dua kali lebih jauh yaitu dengan memutari hutan sehingga si pangeran tidak akan pernah tepat waktu untuk sampai di Takkasila.
Setelah mendengarkan peringatan dan nasehat Pacceka Buddha, si pangeran mendapatkan sesuatu dari Pacceka Buddha untuk memastikan keselamatan dan keberhasilannya dalam perjalanan. Kemudian, setelah memperoleh seutas benang dan pasir berkah, sang pangeran memohon pamit kepada Buddha dan kemudian kepada orang tuanya.  Mendengar bahwa sang pangerean pergi untuk berjuang menjadi raja di Kota Takkasila, lima orang dari temanteman nya memohon untuk diperbolehkan ikut dengannya.
“Kamu mungkin tidak akan dapat ikut dengan saya,” jawab sang Bodhisatta; “seperti yang telah dikatakan kepada saya, bahwa jalan yang akan ditempuh penuh dengan para raksasa yang memikat indera manusia, dan menghancurkan siapa saja yang mengalah pada bujuk rayuan mereka. Sangatlah besar bahaya yang akan dihadapi, tetapi aku akan tetap pergi sendiri,” dia memperingatkan.
Kecantikan Para Raksasa Pemakan Manusia
Mengesampingkan peringatan sang pangeran, kelima orang teman nya tetap ikut dalam perjalanan tersebut, dan segera mereka semua berangkat menuju ke Kota Takkasila. Mereka, bagaimanapun juga berjanji kepada sang pangeran bahwa mereka tidak akan menoleh pada bujuk rayu ancaman para raksasa dan jatuh ke dalam perangkap mereka.
Segera mereka menemui para raksasa yang telah menunggu di jalan dalam desadesa mereka. Satu dari lima teman sang Bodhisatta, seorang pencinta kecantikan, terpikat pada kecantikan si raksasa dan berjalan di bagian paling belakang dari rombongan.
“Mengapa kamu berjalan di belakang?” tanya sang bodhisatta. Si pecinta kecantikan memberikan alasan bahwa kakinya terluka dan meminta untuk beristirahat di antara para raksasa tersebut.
Sebagai hasil dari menuruti inderanya, si pecinta kecantikan akhirnya dimakan oleh si raksasa, yang telah menggodanya. Segera, satu demi satu dari temanteman sang bodhisatta jatuh kedalam perangkap para raksasa karena kelemahan penguasaan akan inderaindera mereka. Mereka adalah para pecinta musik, pecinta halhal yang berbau harum, pecinta makanan, dan terakhir pecinta kenyamanan –kesemua dari mereka tewas dan menjadi korban dari para raksasa.
Hanya tinggal sang Bodhisatta sendiri yang meneruskan perjalanan. Salah seorang dari raksasa tersebut terus mengikuti sang Bodhisatta, dengan sangat percaya bahwa ia dapat memakan sang Bodhisatta nantinya. Sepanjang jalan, si raksasa membuat orangorang di sepanjang jalan yang dilewati sang Bodhisatta percaya bahwa ia adalah istri dari sang Bodhisatta. Dia bahkan purapura hamil dan kemudian terlihat seperti wanita yang telah melahirkan seorang anak. Dengan menggendong seorang anak di pinggul, dia mengikuti sang Bodhisatta. Pada setiap kesempatan, sang Bodhisatta menolak tuduhan-tuduhan dan menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah seorang raksasa.
Ketika tiba di gerbang kota Takkasila, sang Bodhisatta memasuki sebuah rumah  peristirahatan dan duduk. Si raksasa, setelah memutuskan untuk memakan sang pangeran, mengikutinya menuju ke rumah peristirahatan tetapi ia tidak dapat masuk karena kegunaan dan kekuatan dari benang dan pasir berkah yang diberikan oleh Pacceka Buddha. Karenanya si raksasa menampakkan dirinya dalam bentuk kecantikan yang luar biasa dan berdiri di ambang  pintu.
Kemudian terjadilah, suatu waktu ketika Raja Takkasila sedang dalam perjalanannya menuju ke taman indah miliknya, beliau bertemu dengan raksasa yang sangat cantik ini. Terpikat pada kecantikan dan kecintaannya, sang raja mengirimkan seorang pelayannya untuk mencari tahu apakah raksasa tersebut telah menikah atau belum.
“Iya, Tuan, suami saya sedang duduk di balik bilik tersebut,” si raksasa menjawab si pelayan.
“Dia bukan istriku,” tolak sang Bodhisatta. “Dia adalah seorang raksasa dan telah memakan lima orang teman saya.”
Dan seperti sebelumnya, si raksasa berkata, “Oh Tuanku, seorang pria yang baik, kemarahan akan menyebabkan lakilaki mengucapkan apa saja yang datang dari kepala mereka.”
Sang raja meskipun telah mendengar informasi tersebut dari pelayannya, tidak menanggapi ucapan sang Bodhisatta sebagai sesuatu yang serius dan mengutus pelayannya untuk menjemput si raksasa. Sang raja mendudukan si raksasa di atas punggung seekor gajah dan membawanya pulang ke istana setelah menjalani prosesi yang khidmat mengelilingi kota. Saking terlenanya terhadap bujuk rayu si raksasa, sang raja akhirnya menyerahkan kekuasaan mengenai segala sesuatu di dalam istana dan mengijinkannya untuk memerintah. Suatu malam, ia mencuri keluar dari istana sementara sang raja sedang tertidur lelap dan menuju ke kota bersama serombongan raksasa lainnya. Dalam perjalanan kembali menuju ke istana, melahap semua yang ada di sepanjang perjalanan mereka, bahkan tidak meninggalkan seekor burung atau seekor anjing. Si wanita raksasa itu sendiri membunuh dan memakan sang raja, hanya meninggalkan tulangtulangnya.
Keesokan harinya, rakyat kota menemukan bahwa pintupintu gerbang tertutup tatkala mereka penuh dengan tangisan ketidaksabaran mereka. Ketika memasuki istana, mereka menemukan tulangtulang manusia berserakan di sekitarnya.
Sementara itu, sang Bodhisatta yang sedang  berdiri di rumah peristirahatan, dengan tangan memegang pedang menunggu fajar dan terlindungi oleh pasir berkah di kepalanya dan benang berkah disekeliling lehernya.
Rakyat Takkasila kemudian mengadakan pertemuan untuk menunjuk seorang raja yang baru, dan sang Bodhisatta terpilih karena rakyat berpikir bahwa, “seorang manusia yang dapat mengendalikan nafsunafsu indera untuk tidak terjerat pada si raksasa yang terus mengikutinya dalam kecantikkannya yang luar biasa, adalah seorang yang mulia dan setia, dipenuhi dengan kebijaksanaan. Jika orang seperti ini menjadi raja, maka ia akan dapat memerintah seluruh penjuru kerajaan dengan baik.”
Demikianlah, sang Bodhisatta yang terpilih menjadi raja kemudian dikawal menuju ibukota dan kemudian dipakaikan berbagai perhiasan dan dinyatakan sebagai raja Takkasila.
Tanya Jawab Antara Raja Milinda dan Yang Mulia Nagasena
Menurut kitab Milindha Pañha (Pertanyaan-pertanyaan Raja Milinda), dinyatakan secara jelas mengenai sifat dari “Makna Paritta” dan dinyatakan juga jenisjenis orang yang dapat memperoleh dan yang tidak dapat memperoleh manfaat dari paritta.
Dilema Raja Milinda dalam memahami kekuatan pengaruh paritta dan hubungannya dengan seseorang yang dapat dan yang tidak dapat memperoleh manfaat darinya, terangkum dalam percakapannya dengan Yang Mulia Nagasena sebagai berikut:
Milinda: “Yang Mulia Nagasena, telah dikatakan oleh Yang Terberkahi –Tidak di dalam langit, tidak di tengahtengah samudra, Tidak di dalam belahan gunung terpencil, Tidak ada satu pun tempat di penjuru dunia ini, Dapat ditemukan tempat dimana seseorang dapat lari dari perangkap kematian.’
“Tetapi di pihak lain, peran Paritta disebarluaskan oleh Sang Bhgava –sebagai contoh, Ratana Sutta dan Khanda Paritta dan Mora Paritta dan Dhajagga Paritta dan Atanatiya Paritta dan Angulimala Paritta. Jika, Nagasena, seseorang tidak dapat melarikan diri dari perangkap kematian, walaupun dengan pergi ke surga, atau dengan pergi ke tengah-tengah samudra, atau dengan pergi ke istanaistana tertinggi yang mewah, atau bahkan ke guagua atau lungaulungau atau lerenglereng yang curam, atau lubanglubang di pegunungan, maka upacara Paritta tidaklah akan berguna. Akan tetapi apabila dengan pembacaan Paritta maka seseorang dapat terlepas dari kematian, maka pernyataan dalam syair yang saya kutip tersebut adalah salah. Ini sungguh merupakan sebuah masalah (“berkepala dua”), sungguhsungguh merupakan sebuah masalah yang sulit. Saya serahkan pertanyaan ini kepada mu dan berikanlah penyelesaiannya.”
Nagasena: “Sang Buddha, O Raja, memang telah mengajarkan syair yang telah Anda kutip, dan Beliau juga mendukung upacara Paritta. Tetapi syair-syair Paritta ini hanyalah berarti bagi mereka yang masih memiliki sisa porsi kehidupan untuk dijalankan, bagi mereka yang masih memiliki porsi hidup, dan mengendalikan diri mereka dari Karma buruk. Tidak ada satupun upacara atau sarana buatan yang dapat digunakan untuk memperpanjang kehidupan bagi seseorang yang masa hidup nya telah berakhir. Seperti halnya, O Raja, sebuah batang kayu yang telah kering dan mati, tumpul dan tidak bergetah, semua bentuk kehidupan telah pergi meninggalkannya, telah mencapai akhir dari waktu hidupnya, Yang Mulia dapat memberikan beriburibu ember air untuk menyiramnya, tetapi ia tidak akan pernah menjadi segar lagi atau menumbuhkan tunas dan daundaun lagi. Demikian juga halnya, tidak ada satu upacara atau sarana buatan apapun, tidak obatobatan dan tidak juga Paritta, yang dapat memperpanjang kehidupan seseorang yang porsi hidup telah habis baginya. Semua ilmu pengobatan di dunia menjadi tidak berguna, O Raja, bagi orang yang seperti ini, tetapi Paritta adalah sebuah perlindungan dan bantuan bagi seseorang yang masih memiliki porsi hidup, yang masih penuh akan kehidupan, dan mengendalikan diri mereka dari berbuat karmakarma jahat. Dan inilah kegunaan Paritta yang telah diajarkan oleh Sang Bhagava. Layaknya, O Raja, seorang petani menjaga butir padinya ketika matang dan mati dan bersiapsiap untuk panen dari arus air, tetapi ia membuat padi tumbuh dengan cara memberikannya air ketika ia masih muda, dan berwarna gelap seperti awan, dan penuh akan kehidupan –demikian juga halnya, O Raja, maka upacara Paritta dapat dikeluarkan dan diabaikan dalam kasus seseorang yang telah mencapai akhir porsi hidupnya, tetapi bagi seseorang yang masih memiliki porsi hidup untuk dijalankan serta fisik yang sehat dan kuat, bagi mereka syairsyair Paritta mungkin dapat digunakan, dan mereka akan memperoleh manfaat darinya.”
Milinda: “Tetapi, Nagasena, jika seseorang yang masih memiliki porsi hidup maka akan tetap hidup, dan bagi seseorang yang telah habis porsi hidupnya maka akan meninggal, bukankah ini berarti bahwa obatobatan dan syairsyair Paritta tidaklah berguna.”
Nagasena: “Pernahkah Anda melihat, O Raja, kasus dimana sebuah penyakit disembuhkan oleh obatobatan?”
Milinda: “Ya, beberapa ratus kali.”
Nagasena: “Bila demikian, O Raja, pernyataan Anda mengenai manfaat syairsyair Paritta dan obatobatan pastilah salah.”
Milinda: “Saya pernah melihat, Nagasena, para dokter membagikan obatobatan untuk pasien minum atau oleskan pada tubuh, dan dengan cara ini penyakitpenyakit tersebut dapat disembuhkan.”
Nagasena: “Demikianlah, O Raja, ketika suara orang yang mengulang syairsyair Paritta terdengar, meskipun lidah menjadi kering, hati menjadi sedikit berdentam, dan kerongkongan menjadi haus, tetapi melalui pengulangan syairsyair inilah maka semua penyakit dapat dihilangkan, semua malapetaka dapat diusir pergi. Apakah Anda pernah melihat, O Raja, seorang lakilaki yang digigit oleh ular kemudian diisap racunnya (oleh ular yang telah menggigit tersebut) atau memberikan salep di atas dan di bawah lubang gigitan?”
Milinda: “Pernah, itu adalah hal yang biasa terjadi di dunia saat ini.”
Nagasena: “Maka apa yang Anda katakan bahwa syair Paritta dan obatobatan adalah serupa dan tidak berguna adalah salah. Dan ketika syair paritta telah dibacakan oleh seseorang, seekor ular, yang telah siap untuk menggigit, akan tidak jadi menggigitnya, melainkan menutup rahangnya – sama halnya seperti perampok yang telah mempersiapkan pentungannya untuk memukulNya menjadi tidak jadi dipukulkan; mereka menurunkan pentungan dan memperlakukanNya dengan baik –sama halnya dengan seekor gajah yang berahi yang berlari kearahNya akan berhenti di hadapannya –sama halnya dengan hutan yang terbakar oleh api yang bergelora akan padam seketika ketika berada di hadapanNya –sama halnya dengan racun ganas yang termakan oleh Sang Buddha akan menjadi tidak berbahaya, dan berubah menjadi makanan –sama halnya dengan seorang pembunuh yang berniat untuk membunuhNya kemudian bahkan menjadi pelayannya –sama halnya dengan perangkap yang  telah diinjakNya menjadi tidak tersentuh.
“Dan lagi O Raja, apakah Anda pernah mendengar seorang pemburu yang selama tujuh ratus tahun gagal melempar jaringnya kepada seekor merak yang sedang membaca syairsyair Paritta, tetapi kemudian berhasil pada suatu hari ketika sang merak lupa membaca Paritta?”
Milinda: “Iya, saya telah mendengar tentang hal tersebut. Kemasyhuran cerita itu telah menyebar hingga ke penjuru dunia.”
Nagasena: “Maka ucapan Anda bahwa syair-syair Paritta dan obatobatan tidak berguna pastilah salah. Dan pernahkah Anda mendengar mengenai Danava yang demi menjaga istrinya, ia memasukkan istrinya ke dalam sebuah kotak, dan kemudian menelannya, dan membawa istrinya di dalam perut.
Dan bagaimana Vidyadhara memasuki mulutnya, dan bermain dengan istrinya. Dan bagaimana ketika Danava ketika menyadari hal tersebut, memuntahkan kotak tersebut, dan membukanya, dan pada saat ia melakukan hal tersebut, Vidyadhara dapat melarikan diri bersama dengan istrinya?”
Milinda: “Iya, saya telah mendengar tentang cerita tersebut. Kemasyhuran cerita itu telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.”
Nagasena: “Bila demikian, bukankah Vidyadhara dapat melarikan diri berkat kekuatan Paritta?”
Milinda: “Iya, demikianlah yang terjadi.”
Nagasena: “Bila demikian, maka pastilah ada kekuatan dalam Paritta. Dan pernahkah Anda mendengar bahwa Vidyadhara lainnya yang masuk ke tempat tinggal selirselir Raja Benares, dan melakukan hubungan seksual dengan Sang Ratu, dan kemudian tertangkap, dan kemudian menjadi tidak terlihat, dan melarikan diri?”
Milinda: “Iya, saya telah mendengar cerita tersebut.”
Nagasena: “Bukankah ia dapat melarikan diri dari penangkapan karena kekuatan akan Paritta?”
Milinda: “Iya.”
Nagasena: “Karenanya, O Raja, pastilah ada kekuatan di dalam Paritta.”
Milinda: “Yang Mulia Nagasena, apakah Paritta merupakan perlindungan bagi setiap orang?”
Nagasena: “Bagi beberapa iya, tidak bagi lainnya.”
Milinda: “Berarti syairsyair Paritta tidaklah selalu berguna?”
Nagasena: “Apakah makanan menjaga semua orang tetap hidup?”
Milinda: “Hanya bagi beberapa orang, lainnya tidak.”
Nagasena: “Mengapa demikian?”
Milinda: “Karena seseorang bisa meninggal karena makan terlalu banyak, ataupun manusia meninggal karena penyakit korela.”
Nagasena: “Kalau begitu, bukankah makanan tidak dapat menjamin manusia untuk tetap hidup?”
Milinda: “Terdapat dua alasan seseorang dapat meninggal meskipun ada makanan, yaitu hancur karena mabuk di dalamnya (terhadap makanan), dan kelemahan pencernaan. Dan bahkan makanan sehat pun dapat menjadi teracuni oleh manteramantera jahat.
Nagasena: “Demikian juga halnya, O Raja, Paritta dapat menjadi perlindungan bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi yang lainnya. Terdapat tiga alasan mengapa Paritta tidak dapat menjadi perlindungan –Karma Penghancur, perbuatan jahat, dan ketidakyakinan. Paritta yang merupakan perlindungan bagi para mahluk menjadi kehilangan kekuatannya dikarenakan perbuatan mahlukmahluk itu sendiri. Sama halnya, O Raja, seorang ibu dengan penuh cinta merawat anak yang berada dalam kandungannya, dan kemudian terus merawatnya dengan penuh perhatian. Setelah kelahiran anak tersebut, sang ibu akan menjaga anaknya bersih dari debu, noda, dan ingus, dan meminyakinya dengan parfumparfum terbaik dan termahal, dan ketika orang lain menjelekkan atau menyerangnya maka dia akan melawan mereka, dan dengan penuh rasa senang menggendong anaknya sebelum ia bisa berjalan.
Tetapi ketika sang anak nakal, atau pulang terlambat, maka sang ibu akan memukul anaknya dengan rotan atau tongkat di lutut atau di tangannya. Sekarang, pada keadaan seperti itu, akankah sang ibu membela sang anak, menggendongnya, dan memeluknya saat itu?”
Milinda: “Tidak.”
Nagasena: “Mengapa tidak?”
Milinda: “Karena si anak lakilaki sedang melakukan kesalahan.”
Nagasena: “Sama halnya, O Raja, syairsyair Paritta yang merupakan perlindungan bagi seseorang, karena kesalahannya sendiri, dapat balik menghukumnya.”
Milinda: “Sangat bagus, Nagasena! Masalah telah terselesaikan, hutanhutan menjadi   bersinar, kegelapan menjadi terang, jaringan desas desus menjadi terungkap –dan oleh dirimu, O pemimpin terbaik dari berbagai aliran!”

Sumber  : Makna Paritta
Judul Asli : Efficacy Of Parritas
Oleh : Venerable Sri S.V. Pandit P. Pemaratana Nayako Thero
Alih Bahasa : Marlin ST.
Diterbitkan oleh :  Vidyāsenā Production