Khuddaka-Nikaya
Pembagian
dalam buku-buku kecil seperti diterangkan oleh Buddhaghosa. Ia memberikan dua
daftar isi yang dalam salah satunya tidak terdapat karya pertama, tetapi sutta-sutta
tertentu di dalamnya sebagian besar terdapat pula pada bagian lain dalam
Tipitaka. Nikaya ini muncul secara bertahap dengan pengumpulan koleksi-koleksi
yang tidak terdapat dalam Nikaya-Nikaya lama. Nikaya ini tidak ditemukan dalam
Kitab Suci aliran-aliran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Cina, meskipun ada
terjemahan tersendiri dalam bahasa Cina dari sebagian besar isinya.
1. Khuddaka-patha.
“Bacaan dari bagian-bagian singkat” yang memuat
1.1.
Saranattaya.
Pengulangan tiga kali berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.
1.2.
Dasasikkhapada.
Sepuluh sila yang harus dipatuhi oleh para bhikkhu. Lima sila pertama harus
dipatuhi oleh umat biasa.
1.3.
Dvattimsakara.
Daftar 32 unsur pokok Badan jasmani.
1.4.
Kumarapañha.
Sepuluh macam tanya-jawab untuk para samanera.
1.5.
Mangala-sutta.
Sebuah syair untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah kebahagiaan tertinggi
itu.
1.6.
Ratana-sutta. Sebuah syair mengenai
Tiratana dalam hubungannya untuk menerangkan kepada para makhluk halus.
1.7.
Tirokudda-sutta.
Syair mengenai sajian untuk roh (mahluk peta) keluarga yang sudah meninggal.
1.8.
Nidhikanda-sutta.
Syair tentang pengumpulan harta sejati.
1.9.
Metta-sutta.
Syair tentang cinta kasih.
2. DHAMMAPADA.
“Kata-kata dari Dhamma”, kumpulan 423 bait dalam 26 vagga.
3. Udana. Kumpulan
dari 80 udana dalam delapan vagga, yakni pengutaraan Sang Buddha pada
kesempatan-kesempatan tertentu. Kumpulan ini sebagian besar dalam bentuk syair
dan disertai cerita prosa mengenai keadaan-keadaan yang menyebabkan vagga-vagga
ini.
3.1. Bodhi-Vagga. Menggambarkan
kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang
Buddha, termasuk khotbah termasyhur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan
pada waktu sekarang.
3.2. Mucalinda. Vagga ini dinamai menurut
nama raja Naga yang melindungi Sang Buddha dengan kepalanya.
3.3. Nanda. Sang Buddha meyakinkan saudara
tirinya, Nanda, tentang kehampaan hidup duniawi. Juga, memuat nasihat-nasihat
kepada Sangha.
3.4. Meghiya. Tanpa memperdulikan nasihat
Sang Buddha, Meghiya mengasingkan diri ke sebuah hutan mangga untuk berlatih
meditasi, tetapi batinnya segera diserang dengan pikiran-pikiran tidak baik.
Setelah kembali kepada Sang Buddha, ia diberitahukan bahwa lima faktor harus
ditumbuhkan oleh orang yang batinnya belum berkembang – persahabatan yang baik,
moralitas, percakapan yang menguntungkan, keteguhan hati, dan pengetahuan.
Juga, memuat cerita-cerita Sundari dan serangan terhadap Sariputta oleh seorang
yakkha.
3.5. Sonathera. Memuat kisah kunjungan Raja
Pasenadi kepada Sang Buddha, khotbah kepada Suppabuddha yang menderita penyakit
kusta, penjelasan mengenai delapan ciri Sasana dan tahun pertama dari kehidupan
Sona sebagai bhikkhu.
3.6. Jaccandha. Memuat gambaran tentang Sang
Buddha akan mencapai parinibbana, percakapan Pasenadi, dan kisah raja yang
menyuruh orang-orang yang buta sejak lahir (jaccandha) untuk masing-masing
meraba dan menggambarkan seekor gajah – untuk membantu menjelaskan realisasi
sebagian dari kebenaran.
3.7. Cula. Memuat peristiwa-peristiwa kecil,
terutama mengenai para bhikkhu secara perorangan.
3.8. Pataligama. Memuat definisi termasyhur
dari Nibbana sebagai yang tak dilahirkan, tidak menjadi, tidak dibuat, tidak
dibentuk; santapan Buddha yang terakhir dan nasihatnya kepada Ananda mengenai
Cunda, dan kunjungan ke Pataligama tempat Sang Buddha mengungkapkan lima
manfaat menempuh kehidupan suci dan lima kerugian tidak melakukan hal itu.
4. Itivuttaka.
kumpulan 112 sutta pendek dalam 4 nipata yang masing-masing disertai syair.
Syair-syair ini biasanya dimulai dengan kata iti vuccati, “demikian dikatakan”.
Karya ini terdiri atas ajaran-ajaran etika dari Sang Buddha:
4.1. Ekaka-Nipata - tiga vagga Nafsu,
kemauan jahat, khayalan, kemarahan, dengki, kesombongan, ketidaktahuan,
ketamakan, perpecahan, kedustaan, kekikiran dicela; dan kesadaran, pergaulan
dengan orang bijaksana, kerukunan, kedamaian batin, kebahagiaan, ketekunan,
kemurahan hati dan cinta kasih dipujikan.
4.2. Duka – dua vagga. Menjelaskan penjagaan
pintu-pintu indria dan kesederhanaan dalam makanan, perbuatan baik, kebiasaan
sehat dan pandangan benar, ketenangan dan penyendirian, perasaan malu dan
takut, dua jenis Nibbana, dan kebajikan-kebajikan menempuh kehidupan pertapa
yang bersemangat.
4.3. Tika - lima vagga. Mengelompokkan
faktor-faktor yang berlipat tiga: akar-akar kejahatan, unsur-unsur,
perasaan-perasaan, kehausan, kebusukan, dsb. dan menunjukkan kehidupan sesuai
bagi seorang bhikkhu.
4.4. Catukka. - Mengelompokkan faktor-faktor
yang berlipat empat – kebutuhan para bhikkhu, Kesunyataan Mulia, dll. dan
menekankan kasucian batin bagi bhikkhu.
5. Sutta-Nipata.
“Kumpulan sutta”. Kumpulan ini terdiri atas lima vagga yang memuat 71 sutta.
Sutta-sutta, yang masing-masing memuat dari delapan sampai lima puluh syair,
berbentuk syair dengan pendahuluan dalam bentuk sajak maupun prosa.
5.1.
Uragavagga
Uraga Sutta. Bhikkhu yang menyingkirkan semua nafsu manusiawi – kemarahan,
kebencian, kerakusan, dll. – dan terbebas dari khayalan dan ketakutan,
diperbandingkan dengan seekor ular yang telah berganti kulit.
Dhaniya Sutta. Ketenangan duniawi diperbandingkan dengan ketenangan
Buddha.
Khaggavisana Sutta. Kehidupan pengembaraan seorang bhikkhu
dipujikan – ikatan-ikatan kekeluargaan dan kemasyarakatan dihindari mengingat
kemelekatan-kemelekatannya yang bersifat samsara, dengan mengecualikan “sahabat
baik” (kalyanamitta).
Kasibharadvaja Sutta. pekerjaan yang berguna secara sosial atau
duniawi diperbandingkan dengan usaha-usaha Sang Buddha yang tak kurang
pentingnya untuk mencapai Nibbana.
Cunda Sutta. Sang Buddha menguraikan empat jenis samana: seorang
Buddha, seorang Arahat, seorang bhikkhu yang bersungguh-sungguh dan bertanggung
jawab, seorang bhikkhu penipu.
Parabhava Sutta. “Sebab-sebab kejatuhan seseorang” dalam bidang
moral dan batin diuraikan.
Vasala atau Aggika Bharadvaja Sutta. Untuk menyangkal tuduhan
“orang buangan”, Sang Buddha menjelaskan bahwa karena perbuatanlah, bukan garis
keturunan, orang menjadi orang buangan atau brahmana.
Metta Sutta. Unsur-unsur pokok latihan cinta kasih terhadap semua
makhluk.
Hemavata Sutta. Dua orang yakkha ragu-ragu tentang sifat-sifat
Buddha yang dinyatakan olehnya. Sang Buddha merumuskan uraiannya dengan
menjelaskan jalan pembebasan dari kematian.
Alavaka Sutta. Sang Buddha menjawab pertanyaan-pertanyaan yakkha
Alavaka mengenai kebahagiaan, pengertian, jalan ke Nibbana.
Vijaya Sutta. Suatu analisa tubuh dalam bagian-bagian pokoknya
(yang tidak bersih) dan sebutan bhikkhu yang mencapai Nibbana karena memahami
sifat sejati badan jasmani.
Muni Sutta. Konsepsi idealistis seorang muni atau orang bijaksana
yang menjalani kehidupan menyepi yang bebas dari nafsu-nafsu.
5.2.
Culavagga.
Ratana Sutta. Nyanyian pujian kepada Tiratana, Buddha, Dhamma, dan
Sangha.
Amagandha Sutta. Kassapa Buddha menyangkal pandangan brahmana
tentang kekotoran batin karena memakan daging dan menyatakan bahwa kekotoran
batin hanya terjadi karena pikiran jahat dan perbuatan-perbuatan yang
berhubungan dengan itu.
Hiri Sutta. Uraian panjang lebar secara ilmiah mengenai
persahabatan sejati.
Mahamangala Sutta. Tiga puluh delapan macam berkah diuraikan dalam
menempuh kehidupan suci – mulai dengan petunjuk-petunjuk etika dasar dan
mencapai puncaknya pada penyelaman Nibbana.
Suciloma Sutta. Untuk menanggapi sikap mengancam dari yakkha
Suciloma, Sang Buddha menyatakan bahwa nafsu, kebencian, keraguan, dsb. bermula
dengan badan jasmani, keinginan, dan konsep aku.
Dhammacariya Sutta. Seorang bhikkhu hendaknya menjalani kehidupan
yang adil dan suci dan menghindari mereka yang suka bertengkar dan mereka yang
menjadi budak keinginan.
Brahmanadhammika Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada beberapa
orang brahmana tua dan kaya tentang norma-norma moral yang tinggi dari para
leluhur mereka dan bagaimana akhlak mereka merosot karena mengikuti ketamakan
akan kekayaan raja. Akibatnya, mereka membujuk raja untuk memberikan kurban hewan,
dll. untuk memperoleh kekayaan dan dengan demikian kehilangan pengetahuan
tentang Dhamma.
Nava Sutta. Dengan memperhatikan sifat guru, orang seharusnya pergi
pada orang yang terpelajar dan pandai untuk memperoleh pengetahuan yang dalam
tentang Dhamma.
Kimsila Sutta. Jalan dari seorang siswa biasa yang teliti, Dhamma
sebagai perhatiannya yang pertama dan terakhir.
Utthana Sutta. Serangan terhadap keengganan dan kemalasan. Meski
ditembus oleh panah dukkha, orang seharusnya tidak berhenti sampai semua
keingianan terhapus.
Rahula Sutta. Buddha menasihati puteranya yang telah ditahbiskan,
Rahula, untuk menghormati orang bijaksana dan bergaul dengan dan berbuat sesuai
dengan prinsip-prinsip seorang pertapa.
Vangisa Sutta. Sang Buddha memberi kepastian kepada Vangisa bahwa
gurunya yang telah wafat, Nigrodhakappa, telah mencapai Nibbana.
Sammaparibbajaniya Sutta. Jalan seorang siswa sebagai bhikkhu yang
teliti dan bersungguh-sungguh: ketidak melekatan, pembasmian hawa nafsu,
pemahaman sifat Samsara.
Dhammika Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada Dhammika kewajiban
masing-masing dari seorang bhikkhu dan umat biasa; umat biasa diharapkan untuk
mentaati Pancasila dan memperingati hari-hari uposatha.
5.3.
Mahavagga
Pabbajja Sutta. Raja Bimbisara dari Magadha menggoda Sang Buddha
dengan kekayaan materinya dan menanyakan garis keturunannya. Sang Buddha
menunjukkan kenyataan tentang kelahirannya di antara kaum Sakya dari Kosala dan
bahwa ia telah mengatasi sifat khayal dari kenikmatan-kenikmatan indria.
Padhana Sutta. Uraian yang jelas sekali mengenai godaan Mara
menjelang pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha.
Subhasita Sutta. Bahasa para bhikkhu hendaknya baik dalam
penuturannya, menyenangkan, tepat dan benar.
Sundarikabharadvaja Sutta. Sang Buddha menjelaskan kepada sang
brahmana Sundarika, bagaimana orang memperoleh kehormatan untuk menerima
persembahan.
Magha Sutta. Sang Buddha menjelaskan hal tersebut di atas kepada
umat bernama Magha dan menjelaskan berbagai jenis berkah karena melakukan
persembahan.
Sabhiya Sutta. Sabhiya, seorang pertapa kelana, tidak dapat
memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya dari enam guru termasyhur pada
waktu itu. Karena itu, ia mendekati Sang Buddha dan menjadi siswa setelah
mendapat jawaban-jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaannya.
Sela Sutta. Seorang brahmana, Sela, berbicara dengan Sang Buddha
dan menjadi pengikut Sang Buddha bersama tiga ratus orang pengikutnya.
Salla Sutta. Kehidupan itu berlangsung singkat dan semua kehidupan
terancam oleh kematian, tetapi orang bijaksana yang memahami sifat kehidupan
tidak merasa takut.
Vasetta Sutta. Dua orang pemuda, Bharadvaja dan Vasettha, membahas
masalah martabat brahmana: Bharadvaja mengatakan bahwa seseorang menjadi
brahmana karena kelahiran, tetapi Vasettha mengatakan bahwa seseorang menjadi
brahmana hanya karena perbuatan. Sang Buddha akhirnya menegaskan pandangan
Vasettha sebagai pendapat yang benar.
Kokaliya Sutta. Kokaliya secara keliru menganggap
keinginan-keinginan jahat berasal dari Sariputta dan Moggallana dan akhirnya
menimbulkan penderitaan – karena kematian dan tumimbal lahir di salah satu alam
neraka. Sang Buddha kemudian menyebutkan satu persatu neraka-neraka yang
berbeda dan menggambarkan hukuman atas perbuatan mengumpat dan memfitnah.
Nalaka Sutta. Ramalan pertapa Asita mengenai Buddha Gotama yang
akan datang. Putera adik perempuannya, Nalaka, memiliki kebijaksanaan tertinggi
yang dibentangkan kepadanya oleh Sang Buddha.
Dvayatanupassana Sutta. Dukkha timbul dari substansi,
ketidaktahuan, panca khanda, keinginan, kemelekatan, usaha, makanan, dsb.
5.4.
Atthakavagga
Kama Sutta. Untuk menghindari akibat-akibat yang tidak
menyenangkan, kenikmatan-kenikmatan indria hendaknya dihindari.
Guhatthaka Sutta. Selain dari hal tersebut di atas, eksistensi
fisik hendaknya tidak dipegang erat jika seseorang tertarik untuk mencapai
pembebasan dari Samsara.
Dutthathaka Sutta. Orang yang memuji-muji kebajikannya sendiri dan
terikat pada pandangan-pandangan dogmatis (yang berbeda dari orang ke orang dan
sekte ke sekte) menjalani kehidupan yang terbatas. Namun, seorang pertapa tetap
tidak menonjolkan diri sendiri dan lepas dari sitem-sistem kefilsafatan.
Suddhatthaka Sutta. Pengetahuan tentang sistem-sistem kefilsafatan
tidak dapat menyucikan seseorang dan terdapat kecenderungan untuk pecah dan
berubah, tanpa sama sekali mencapai kedamaian batin. Namun, orang bijaksana
tidak disesatkan oleh nafsu dan tidak berpegang erat pada sesuatu dalam
Samsara.
Paramatthaka Sutta. Orang hendaknya tidak terlibat dalam
perbantahan-perbantahan kefilsafatan. Seorang brahmana sejati tidak berbuat
demikian dan mencapai Nibbana.
Jara Sutta. Dari sifat suka mementingkan diri sendiri muncul
ketamakan dan kekecewaan. Bhikkhu yang diharapkan, “seorang yang tanpa rumah”,
bersikap bebas dan tidak mencari pembersihan melalui orang lain.
Tisa Metteya Sutta. Sang Buddha menjelaskan jenis-jenis akibat yang
tidak dikehendaki yang muncul dari kontak-kontak hawa nafsu.
Pasura Sutta. Kebodohan dari perdebatan-perdebatan di mana kedua
belah pihak menghina atau mencemoohkan satu sama lain. Jika kalah, mereka
menjadi tidak senang. Karena itu, hal itu tidak membawa penyucian.
Magandiya Sutta. Kembali Sang Buddha menekankan kepada Magandiya,
seorang yang yakin akan kesucian melalui filsafat, bahwa kesucian hanya dapat
terjadi karena kedamaian batin.
Purabheda Sutta. Kelakuan dan ciri-ciri seorang bijaksana sejati:
kebebasan dari keserakahan, kemarahan, keinginan, nafsu, dan kemelekatan, dan
senantiasa tenang, tenggang rasa, dan bermental seimbang.
Kalahavivada Sutta. Perbantahan dan perdebatan timbul dari
obyek-obyek yang dirasakan mendalam, dsb.
Culaviyuha Sutta. Uraian mengenai mazhab-mazhab filsafat yang
berbeda semuanya saling bertentangan tanpa menyadari bahwa Kebenaran itu satu.
Mahaviyuha Sutta. Para ahli filsafat hanya memuji diri mereka
sendiri dan mengecam orang lain, tetapi seorang brahmana sejati tetap tidak
tertarik kepada pencapaian intelektual yang meragukan itu dan karenanya tenang
dan damai.
Tuvataka Sutta. Bhikkhu seharusnya memotong akar kejahatan dan
keserakahan, mempelajari Dhamma, tenang dan penuh renungan, menghindari
obrolan, kemalasan, dsb. dan dengan teliti memenuhi kewajiban-kewajiban yang
telah ditentukan.
Attadanda Sutta. Orang bijaksana hendaknya tulus, tidak berbohong,
sederhana, bebas dari ketamakan dan fitnah, bersemangat dan tanpa keinginan
untuk memperoleh nama dan kemasyhuran.
Sariputta Sutta. Lagi-lagi, pada saat ini untuk menjawab pertanyaan
Sariputta, Sang Buddha menetapkan prinsip-prinsip yang seharusnya mengatur
kehidupan bhikkhu.
5.5.
Parayanavagga
Bagian ini terdiri atas enam belas
dialog (puccha) antara Sang Buddha dan para brahmana dan bhikkhu pengikut:
Ajita,
Tissa
Metteya,
Punnaka,
Mettagu,
Dhotaka,
Upasiva,
Nanda,
Hemaka,
Todeyya,
Kappa,
Jatukanni,
Bhadravudha,
Udaya,
Posala,
Mogharaja,
dan
Pingiya.
Mereka semua menekankan perlunya
membasmi keinginan, ketamakan (lobha), kemelekatan, pandangan-pandangan
kefilsafatan, kenikmatan indria, kemalasan; dan tetap menjauh, tidak terikat,
tenang, penuh perhatian, teguh dalam Dhamma – untuk mencapai Nibbana.
Penutup (Parayana Thuti Gatha)
6. Vimanavatthu. “Cerita-cerita mengenai rumah di surga”
yang merupakan 85 syair dalam tujuh vagga mengenai pahala dan tumimbal lahir di
alam-alam surga.
7.
Petavatthu. Terdiri atas 51 syair
dalam empat vagga mengenai tumimbal lahir sebagai setan pengembara (peta)
karena perbuatan-perbuatan tercela.
8.
Theragatha. “Syair tentang para
bhikkhu senior” (thera), yang berisi 107 syair (1.279 gatha).
9.
Therigatha. “Syair tentang para
bhikkhuni senior” (theri), yang berisi 73 syair (522 gatha).
10.
Jataka. Jataka atau Cerita Kelahiran
merupakan kumpulan yang memuat 547 kisah yang dianggap sebagai cerita tentang
kehidupan-kehidupan lampau Sang Buddha. Nidana Katha atau “Cerita tentang Garis
Silsilah” adalah ulasan pengantar yang menguraikan kehidupan Sang Buddha sampai
pembukaan Vihara Jetavana di Savatthi dan juga kehidupan-kehidupan lampaunya di
bawah Buddha-Buddha terdahulu.
11.
Niddesa. Terbagi dalam (i)
Mahaniddesa. sebuah ulasan mengenai Atthakavagga dari Sutta-Nipata, dan (ii)
Culaniddesa, sebuah ulasan mengenai Parayanavagga dan Khaggavisana Sutta yang
juga dari Sutta Nipata. Niddesa ini sendiri diulas dalam Saddhammapajjotika
dari Upasena dan di situ dihubungkan dengan Sariputta.
12.
Patisambhidamagga. Suatu analisa
“Abhidhamma” tentang konsep dan latihan yang sudah disebutkan dalam Vinaya
Pitaka dan Digha, Samyutta dan Anguttara Nikaya. Ini dibagi dalam tiga bagian:
Maha-vagga, Yuganaddha-vagga, dan Pañña-vagga; tiap-tiap vagga memuat sepuluh
topik (Katha).Maha-vagga. Pengetahuan tentang ketidakkekalan dan dukkha dari
segala sesuatu yang terbentuk; Empat Kesunyataan Mulia; Sebab Musabab yang
Saling Bergantungan; empat kelompok alam kehidupan; pandangan keliru, Lima
Kemampuan, tiga aspek Nibbana, kamma-vipaka, empat jalan menuju
Nibbana.Yuganaddha-vagga. Tujuh Faktor Penerangan, Empat Dasar Kesadaran, Empat
Usaha Benar, Empat Kekuatan (kemauan, daya, pikiran, penyelidikan), Delapan
Jalan Mulia, empat pahala dari kehidupan bhikkhu (Patticariya) dan Nibbana, 68
jenis kemampuan.Pañña-vagga. Delapan Jenis Kelakuan (Cariya): sikap tubuh
(berjalan, duduk, berdiri, berbaring), alat-alat indria, kesadaran, pemusatan
pikiran (Jhana), Empat Kesunyataan Mulia, Empat Jalan menuju Nibbana, Empat
Pahala dari kehidupan bhikkhu, dan lokattha (untuk meningkatkan kesejahteraan
dunia).
13.
Apadana. Kisah dalam syair tentang
kehidupan lampau dari 550 orang bhikkhu dan 40 orang bhikkhuni.
14.
Buddhavamsa. “Riwayat Para Buddha”
yang di dalamnya Sang Buddha menuturkan cerita tentang kebulatan hatinya untuk
menjadi Buddha, dan mengungkapkan riwayat dua puluh empat Buddha yang
mendahuluinya.
15.
Cariyapitaka. Tiga puluh lima kisah
dari Jataka dalam syair yang melukiskan tujuh dari Sepuluh Kesempurnaan (Dasa
Parami) – kemurahan hati, moralitas penglepasan, kebijaksanaan, daya usaha,
kesabaran, kebenaran, keteguhan hati, cinta kasih dan keseimbangan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar