ARIYAPARIYESANA SUTTA
Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya I,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Keagamaan Buddha Departemen Agama RI, 1993
Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada Jetavana,
taman milik Anathapindika, Savatthi.
Ketika hari telah pagi, Beliau mengatur pakaian dan dengan membawa patta serta jubah-Nya, Beliau menuju Savatthi untuk menerima dana makanan.
Ketika hari telah pagi, Beliau mengatur pakaian dan dengan membawa patta serta jubah-Nya, Beliau menuju Savatthi untuk menerima dana makanan.
Kemudian banyak bhikkhu menemui Bhikkhu Ananda dan
berkata kepadanya: “Avuso Ananda, sudah lama kami tidak mendengar pembicaraan
Dhamma dari Sang Bhagava sendiri. Alangkah baik apabila kami dapat mendengar
demikian.”
“Silahkan para
bhikkhu pergi ke Rammaka tempat pertapaan para Brahmana; barangkali kalian akan
mendengar suatu pembicaraan Dhamma dari Sang Bhagava sendiri.”
“Baiklah,
avuso,” jawab mereka.
Ketika Sang Bhagava telah berkeliling menerima dana
makanan di Savatthi dan telah kembali dari pindapata setelah bersantap, Beliau
menyapa Bhikkhu Ananda, marilah kita pergi ke Pubbarama, pasangrahan milik
Migaramata (Visakha) untuk istirahat sepanjang siang.”
“Baiklah, Bhante,”
jawab Ananda. Kemudian Sang Bhagava pergi bersama Bhikkhu Ananda ke Pubbarama,
pasangrahan Migara, untuk berdiam sepanjang siang.
Ketika hari telah sore, Sang Bhagava bangkit dari
meditasi, dan Beliau menyapa Bhikkhu Ananda: “Ananda, marilah kita pergi ke
tempat pemandian Pubbakotthaka untuk mandi.”
“Baiklah,
Bhante,” jawab Bhikkhu Ananda.
Kemudian Sang Bhagava pergi bersama bhante Ananda ke
Pubbakotthaka dan mandi. Setelah melakukan hal itu, Beliau ke luar dari air dan
berdiri dalam satu jubah sambil mengeringkan badan. Bhikkhu Ananda — berkata:
“Bhante, Rammaka tempat pertapaan para Brahmana berada dekat sini. Pertapaan
itu sesuai dan menyenangkan. Bhante, alangkah baiknya apabila Sang Bhagava
bersedia pergi ke sana.”
Sang Bhagava menyetujui dengan berdiam diri.
Kemudian Sang Bhagava menuju Rammaka tempat pertapaan
para Brahmana. Pada saat itu banyak bhikkhu berkumpul bersama di sana untuk
membahas Dhamma. Sang Bhagava berdiri di luar pintu menunggu akhir dari diskusi
mereka. Ketika Beliau tahu bahwa diskusi telah selesai, Beliau berdehem dan
mengetuk pintu. Para bhikku membuka pintu untuk Beliau. Kemudian Beliau masuk
dan duduk pada tempat duduk yang telah disediakan. Setelah melakukan hal itu
Beliau menyapa para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, apakah yang kamu sekalian
diskusikan dengan berkumpul di sini sekarang? Juga apakah yang sementara ini
didiskusikan dan belum diselesaikan?”
“Bhante, diskusi
kami yang belum terselesaikan adalah mengenai Dhamma dan mengenai diri Sang
Bhagava sendiri. Kemudian Sang Bhagava tiba.”
“Bagus, para
bhikkhu. Sebagai orang yang meninggalkan kehidupan duniawi yang didasarkan pada
keyakinan dan hidup tak berumah-tangga, kamu sekalian berkumpul untuk
mendiskusikan Dhamma. Ketika kalian berkumpul bersama maka ada dua pilihan
yaitu: mendiskusikan Dhamma atau diam seperti para ariya.
Para bhikkhu, ada dua macam pencarian: pencarian luhur
(ariya-pariyesana) dan pencarian rendah (anariya pariyesana).
Apakah pencarian rendah?
Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami
kelahiran, usia tua, penyakit, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang juga
mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.
Apakah yang dikatakan mengalami kelahiran? Istri dan
anak-anak mengalami kelahiran, demikian juga para wanita dan pria yang
berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan dan
betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kelahiran,
seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah
orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga mengalami kelahiran.
Apakah yang dikatakan mengalami usia tua? Istri dan
anak-anak mengalami usia tua, demikian juga … emas dan perak.
Inilah kehidupan yang mengalami usia tua, seseorang
yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat padanya adalah orang
mengalami usia tua, mencari apa yang juga mengalami usia tua.
Apakah yang dikatakan mengalami sakit? Istri dan
anak-anak mengalami sakit, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan
yang mengalami sakit, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga
terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga mengalami
sakit.
Apakah yang dikatakan mengalami kematian? Istri dan
anak-anak mengalami kematian, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan
yang mengalami kematian, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada
sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami sakit, mencari apa yang juga
mengalami kematian.
Apakah yang dikatakan mengalami kesedihan? Istri dan
anak-anak mengalami kesedihan, demikian juga … emas dan perak. Inilah kehidupan
yang mengalami kesedihan, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada
sehingga terlibat padanya adalah orang mengalami kesedihan, mencari apa yang
juga mengalami kesedihan.
Apakah yang dikatakan mengalami kekotoran batin? Istri
dan anak-anak mengalami kekotoran batin, demikian juga para wanita dan pria
yang berkeluarga, kambing, domba, unggas, babi, gajah, lembu, kuda-kuda jantan
dan betina, berbulu emas dan perak. Inilah kehidupan yang mengalami kekotoran
batin, seseorang yang terikat dengannya dan tak waspada sehingga terlibat
padanya adalah orang yang mengalami kelahiran serta mencari apa yang juga
mengalami kekotoran batin lahiran.
Inilah pencarian rendah.
Apakah pencarian luhur?
Dalam hal ini seseorang yang dirinya sendiri mengalami
kelahiran usia tua, penyakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengetahui
bahaya dalam dhamma seperti ini dan mencari yang tidak dilahirkan, tanpa usia
tua, tanpa kesakitan, tanpa kesedihan, tanpa kotoran batin, ketenangan meditasi
yang tertinggi untuk melenyapkan kotoran batin, Nibbana.
Inilah pencarian luhur.
Pencarian Penerangan Sempurna.
Para bhikkhu, sebelum mencapai penerangan sempurna,
sementara saya masih seorang Bodhisatta yang belum mencapai penerangan
sempurna, Saya juga, diriku sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit,
kematian, kesedihan dan kekotoran, mencari apa yang mengalami kelahiran, usia
tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran.
Saya (berpikir) demikian: ‘Mengapa, dengan diriku
sendiri mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan
kekotoran, Saya mencari apa yang mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian
dan kekotoran? Seandainya, diriku yang masih mengalami dhamma seperti itu, mengetahui
bahaya dalam dhamma seperti itu, Saya mencari yang tidak mengalami kelahiran,
usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, mengatasi ikatan yang kuat,
yaitu Nibbana?’
Kemudian, ketika Saya masih anak-anak, seorang pemuda
berambut hitam yang masih remaja, dalam masa hidupku yang pertama, aku mencukur
habis rambut dan jenggotku meskipun ibu dan ayahku berkeinginan sebaliknya dan
berduka dengan wajah berurai air mata. Saya mengenakan jubah kuning dan pergi
meninggalkan kehidupan duniawi menuju kehidupan tak berumah-tangga (pabbaja).
Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari
kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Alara Kalama dan berkata
kepadanya: ‘Kawan Kalama, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan
Vinaya.’
Alara Kalama menjawab: ‘Saudara dapat tinggal di sini.
Dhamma ini adalah sedemikian, sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang
bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, ajaran gurunya dapat ia
realisasikan sendiri dengan abhinna-nya.’
Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya
menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika
Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan
melihat juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.
Saya (berpikir): ‘Bukanlah melalui kepercayaan semata
Alara Kalama membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan
menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung.
Tentulah Alara Kalama menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.’
Kemudian Saya menemui Alara Kalama, dan Saya berkata:
‘Teman Kalama, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami Dhamma ini,
menyadarinya sendiri melalui abhinna?’
Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada
‘kekosongan’ (akincannayatana).
Saya berpikir: ‘Tidak saja Alara Kalama memiliki
keyakinan; Sayapun memiliki keyakinan. Bukan hanya Alara Kalama memiliki
semangat; Sayapun memiliki semangat. Bukan hanya Alara Kalama memiliki
perhatian (sati); Sayapun memiliki perhatian. Bukan hanya Alara Kalama memiliki
samadhi; Sayapun memiliki samadhi. Bukan hanya Alara Kalama memiliki
kebijaksanaan (panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan. Seandainya Saya melatih
pengendalian diri untuk merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah
diselaminya, direalisasikannya sendiri melalui abhinnanya?’
Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma
tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu
Saya menemui Alara Kalama dan Saya berkata kepadanya:
‘Kawan Alara, apakah dengan jalan ini engkau menyatakan menyelami Dhamma ini,
merealisasikannya sendiri dengan abhinna?’
‘Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya
telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan
abhinna.’
‘Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan besar
bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan suci.
Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah
merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah Anda selami dan hayati,
dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya
nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan
abhinna.
Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya
ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui.
Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana
dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.’
Demikianlah guru-Ku Alara Kalama, menempatkan diri-Ku
(yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri, dan
menghargai saya dengan penghormatan tertinggi.
Saya berpikir: ‘Dhamma ini tidak membawa pada
pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian,
pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada
kekosongan (akincannayatana) saja.’ Demikianlah maka Saya tidak merasa puas
dengan dhamma tersebut, saya meninggalkannya.
Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Uddhaka Ramaputta dan berkata kepadanya: ‘Kawan, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.’
Sesudah berkelana mencari apa yang bermanfaat, mencari kedamaian tertinggi yang suci, Saya pergi menemui Uddhaka Ramaputta dan berkata kepadanya: ‘Kawan, Saya ingin menjalani hidup suci dalam Dhamma dan Vinaya.’
Uddaka Ramaputta menjawab: ‘Saudara dapat tinggal di
sini. Dhamma ini adalah sedemikian sehingga dalam waktu tidak lama seorang yang
bijaksana dapat menyelami dan menghayatinya, sehingga ajaran gurunya ia dapat
direalisasikan sendiri dengan abhinna-nya.’
Saya dengan cepat belajar dhamma tersebut. Saya
menyatakan bahwa sejauh sekedar pengucapan dan pengulangan ajarannya ketika
Saya dapat berbicara dengan pengetahuan dan keyakinan, bahwa Saya tahu dan
melihat, juga banyak orang lain yang melakukan hal sama.
Saya (berpikir): ‘Bukanlah melalui kepercayaan semata
Ramaputta membabarkan Dhammanya; (ia melakukannya) karena ia menyelami dan
menghayatinya sendiri, menyadarinya sendiri melalui pengetahuan langsung.
Tentulah Uddaka Ramaputta menghayati Dhamma ini dengan mengetahui dan melihat.’
Kemudian Saya menemui Uddaka Ramaputta, dan Saya
berkata: ‘Teman Ramaputta, dalam cara apa engkau menyatakan telah menyelami
Dhamma ini menyadarinya sendiri melalui abhinna?’
Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada ‘Bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan (nevasanna nasannayatana)’.
Ia menjawabnya dengan uraian yang didasarkan pada ‘Bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan (nevasanna nasannayatana)’.
Saya berpikir:
‘Tidak saja Uddaka Ramaputta memiliki keyakinan;
sayapun memiliki keyakinan.
Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki semangat; Sayapun
memiliki semangat.
Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki perhatian (sati);
Sayapun memiliki perhatian.
Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki samadhi; Sayapun
memiliki samadhi.
Bukan hanya Uddaka Ramaputta memiliki kebijaksanaan
(panna); Sayapun memiliki kebijaksanaan.
Seandainya Saya melatih pengendalian diri untuk
merealisasikan Dhamma yang dinyatakan telah diselaminya, direalisasikannya
sendiri melalui abhinna-nya?’
Saya dengan segera menghayati dan menyelami Dhamma
tersebut, merealisasikannya sendiri dengan abhinna. Lalu Saya menemui Uddaka
Ramaputta dan Saya berkata kepadanya: ‘Kawan Ramaputta, apakah dengan jalan ini
engkau menyatakan menyelami Dhamma ini, merealisasikannya sendiri dengan
abhinna?’
‘Kawan, dengan jalan inilah yang saya nyatakan saya
telah menghayati dan menyelami Dhamma, merealisasikannya sendiri dengan
abhinna.’
‘Kawan, sayapun dengan jalan ini telah menghayati dan
menyelami Dhamma ini, merealisasikannya dengan abhinna.’
‘Suatu keuntungan bagi kami, kawan! Suatu keuntungan
besar bagi kami, kawan! Karena kami memiliki seorang sahabat dalam kehidupan
suci. Maka Dhamma yang aku nyatakan telah diselami, yang saya sendiri telah
merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut telah anda selami dan hayati,
dirimu sendiri telah merealisasikannya dengan abhinna. Dhamma tersebut saya
nyatakan telah saya selami, saya sendiri telah merealisasikannya dengan
abhinna.
Dengan demikian Anda mengetahui Dhamma yang saya
ketahui; saya mengetahui Dhamma yang Anda ketahui.
Sebagaimana diriku, demikian juga dirimu; sebagaimana
dirimu, demikian juga diriku. Marilah, kita pimpin bersama-sama kelompok ini.’
Demikianlah guru-Ku Uddaka Ramaputta, menempatkan
diri-Ku (yang adalah siswanya) pada kedudukan yang sama dengan dirinya sendiri,
dan menghargai Saya dengan penghormatan tertinggi.
Saya berpikir: ‘Dhamma ini tidak membawa pada
pelenyapan nafsu, pada memudarnya hawa nafsu, pada penghentian, pada kedamaian,
pada abhinna, pada penerangan sempurna, Nibbana, tetapi hanya didasarkan pada
‘Bukan pencerapan juga bukan tidak pencerapan (nevasannanasannayatana)’ saja.
Demikianlah maka Saya tidak merasa puas dengan dhamma tersebut, saya
meninggalkannya.
Masih dalam pencarian apa yang bermanfaat, mencari
kedamaian tertinggi yang suci, Saya berkelana di daerah Magadha mengunjungi
tempat-tempat yang belum pernah saya datangi, hingga saya tiba Senanigama dekat
Uruvela. Di sana Aku melihat sebidang tanah yang sesuai, sebuah hutan kecil
yang menyenangkan, sungai jernih yang mengalir dengan tepi yang halus
menyenangkan dan di dekatnya ada sebuah desa untuk pindapata. Demikianlah, Saya
berpikir: ‘Ada sebidang tanah yang sesuai, hutan kecil yang menyenangkan,
sungai yang mengalir jernih dengan tepinya yang halus menyenangkan dan di
dekatnya sebuah desa untuk pindapata. Ini akan menunjang penemuan bagi
seseorang yang mencari penemuan.’ Dan aku duduk di sana (berpikir): ‘Ini akan
menunjang penemuan.’
Penerangan Sempurna
Diriku sendiri yang masih mengalami kelahiran, usia
tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran, dengan mengetahui bahaya dalam
dhamma ini, mencari yang tidak mengalami kelahiran, usia tua, sakit, kematian,
kesedihan dan kekotoran, penghentian yang tertinggi dari segala ikatan, yakni
Nibbana, Saya mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa
kematian, tanpa kesedihan, tak ternoda penghentian tertinggi dari segala
ikatan, yakni Nibbana.
Pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: ‘Pembebasan-Ku tidak dapat dikalahkan lagi. Inilah kelahiranku yang terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.’
Pengetahuan serta pandangan muncul dalam diriku: ‘Pembebasan-Ku tidak dapat dikalahkan lagi. Inilah kelahiranku yang terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.’
Saya berpikir: ‘Dhamma yang telah Kucapai sangat mulia,
sukar ditemukan. Inilah kedamaian tertinggi dan terutama (dari segala tujuan),
tidak dapat dicapai oleh akal pikiran saja, halus dan hanya dialami oleh para
bijaksana. Tetapi generasi ini suka, senang dan gembira pada sesuatu yang dapat
disadari. Sukar bagi generasi seperti ini untuk melihat kebenaran seperti ini,
yakni: sebab musabab yang saling bergantungan (paticcasamuppada), terhentinya
segala bentuk (sankhara), pelepasan semua sebab pemunculan kehidupan, lenyapnya
keinginan (tanhakkhaya), hilangnya nafsu indera, penghentian, Nibbana. Jika
Saya mengajarkan Dhamma, orang lain tidak akan mengerti dan hal ini akan
melelahkan dan mengganggu bagiku.’
Kenyataannya, segera muncul dalam diriku syair-syair
yang tidak pernah terdengar sebelumnya:
Sudahlah, jangan ajarkan Dhamma
Yang bahkan
bagi-Ku sukar untuk dicapai;
Karena tidak
akan pernah diresapi
Oleh mereka yang
hidup dalam hawa nafsu dan kebencian.
Manusia yang
diliputi nafsu indera,
Dan tertutup
oleh awan kegelapan, tidak akan melihat apa yang menentang arus, yang halus;
Dalam, sukar
dilihat, sulit dimengerti. Berpikir demikian, Saya memilih diam
daripada mengajarkan Dhamma.
Kemudian (Brahma) Dewa Sahampati mengetahui dalam
pikirannya apa yang saya pikirkan, dan ia berpikir; ‘Dunia akan kehilangan,
dunia akan sangat kehilangan, karena jalan pikiran Sang Tathagata Sang Arahat
dan yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, memilih diam daripada mengajarkan Dhamma.’
Kemudian secepat seseorang yang merentangkan tangannya
yang terlipat atau melipat tangannya yang terentang, Brahma Sahampati
menghilang dari alam Brahma dan muncul di hadapan-Ku. Kemudian beliau mengatur
jubah atasnya sehingga menutupi satu bahu dan merangkapkan kedua telapak
tangannya (beranjali) ke arah-Ku, ia berkata : ‘Bhante, semoga Sang Bhagava
mengajarkan Dhamma. Ada makhluk-makhluk yang hanya memiliki sedikit debu di
matanya, yang akan sia-sia bila tidak mendengar tentang Dhamma. Sebagian dari
mereka akan mencapai pengetahuan Dhamma tertinggi.’
Brahma Sahampati
berkata seperti itu, selanjutnya ia berkata:
‘Di Magadha
sampai sekarang Dhamma belum dimurnikan,
Direnungkan oleh
mereka yang masih ternoda.
Bukalah pintu
gerbang Tanpa Kematian,
biarlah mereka mendengar
Dhamma yang telah ditemukan oleh Yang Maha Suci;
Sebagaimana
seseorang melihat segenap rakyat di sekeliling
Yang berdiri di
atas gundukan batu karang padat, Selidiki, O Yang Bebas dari Kesedihan,
Petapa yang maha
melihat,
Umat manusia ini
diliputi oleh kesedihan
Karena Kelahiran
dan Usia Tua.
Bangkitlah
Pahlawan kemenangan, Pembawa – Pengetahuan
Bebas dari
segala hutang dan berkelana di dunia
Membabarkan
Dhamma; ada sebagian,
O Sang Bhagava, akan mengerti.’
Kemudian Saya mendengarkan permohonan Brahma.
Berdasarkan kasih sayang terhadap semua makhluk Saya mengamati dunia dengan
mata seorang Buddha, Saya melihat para makhluk dengan sedikit debu di mata
mereka dan yang banyak debu di mata mereka, dengan kemampuan yang meyakinkan
dan kemampuan kurang, dengan mutu yang baik dan mutu yang buruk, mudah diajar
dan sukar diajar, dan sebagian yang hidup dengan rasa takut terhadap kebencian
dan di alam lain.
Sebagaimana dalam sebuah kolam terdapat bunga-bunga
teratai biru atau merah atau putih, sebagian bunga teratai yang tumbuh dan
berkembang di dalam air tenggelam dalam air tanpa muncul kepermukaan, sebagian
bunga teratai lain yang tumbuh dan berkembang di dalam air muncul pada
permukaan air, dan sebagian bunga teratai lainnya yang tumbuh dan berkembang di
dalam air bertumbuh ke permukaan air dan berdiri dengan baik, tidak basah;
demikian juga, mengamati dunia dengan mata seorang Buddha …. dan sebagian yang
hidup dengan rasa takut terhadap kebencian dan alam lain.
Kemudian Saya menjawab Brahma Sahampati dalam bait-bait
berikut: Terbukalah untuk mereka pintu-pintu Tanpa Kematian,
Biarlah mereka yang mendengar sekarang menunjukkan
keyakinannya (Bila hanya) melihat kesulitannya maka Saya tidak berbicara pada
umat manusia Dhamma yang halus dan luhur, Brahma.
Kemudian Brahma Sahampati (berpikir): ‘Aku telah
memungkinkan Dhamma diajarkan oleh Sang Bhagava.’ Setelah memberikan
penghormatan pada-Ku, dengan Saya ada di sebelah kanannya, Brahma Sahampati
pergi.
Selanjutnya Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya harus
mengajarkan Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?
Saya berpendapat: ‘Alara Kalama bijaksana, terpelajar
dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya. Bagaimana
bila Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Alara Kalama? Ia akan segera
mengerti.’
Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: ‘Bhante,
Alara Kalama meninggal dunia tujuh hari yang lalu.’ Lalu pengetahuan serta
pandangan (nana-dassana) muncul dalam diriKu: ‘Alara Kalama telah meninggal
dunia tujuh hari yang lalu.’ Saya berpikir demikian: ‘Kehilangan Alara Kalama
merupakan kehilangan besar. Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera
mengerti.’
Kemudian Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya akan ajarkan
Dhamma? Siapakah yang akan segera mengerti Dhamma ini?’
Selanjutnya Saya pikir: ‘Uddaka Ramaputta bijaksana,
terpelajar dan cerdas. Ia telah lama hanya memiliki sedikit debu di matanya.
Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama kepada Uddaka Ramaputta, ia
akan segera mengerti.’
Kemudian para dewa datang pada-Ku dan berkata: ‘Bhante,
Uddaka Ramaputta meninggal dunia semalam.’ Lalu pengetahuan serta pandangan
muncul dalam diriku: ‘Uddaka Ramaputta telah meninggal dunia semalam.’ Saya
berpikir demikian: ‘Kehilangan Uddaka Ramaputta merupakan kehilangan besar.
Jika ia mendengar Dhamma ini, ia akan segera mengerti.’
Lalu Saya berpikir: ‘Kepada siapa Saya pertama-tama
harus mengajarkan Dhamma ini? Siapakah yang akan mengerti Dhamma ini?’
Selanjutnya Saya berpikir demikian: ‘Para bhikkhu dari
kelompok lima, yang membantu dan melayani Saya berjuang mengendalikan diri.
Seandainya Saya mengajarkan Dhamma pertama-tama pada mereka?’
Saya berpikir demikian: ‘Di manakah para bhikkhu dari
kelompok lima sekarang?’ Dengan mata dewa (dibba cakkhu), yang murni dan
melampaui manusia biasa, Aku melihat bahwa mereka berada di Taman Rusa
Isipatana, Baranasi.
Selanjutnya setelah Saya tinggal di Uruvela selama saya
inginkan, Saya mengadakan perjalanan dengan bertahap ke Benares. Antara Gaya
dan tempat Pencapaian Penerangan, Upaka bertemu dengan Saya di Jalan. Ketika
melihat Saya, ia berkata: ‘Saudara, warna kulitmu cerah dan cemerlang. Di bawah
bimbingan siapa engkau menjalani hidup suci? Siapakah gurumu? Dhamma siapakah
yang engkau anut?’
Saya menjawab
pertanyaan petapa Upaka dalam syair-syair berikut: ‘Melampaui semua makhluk,
Saya Maha Tahu, Tak ternoda dalam segala Dhamma, melepaskan semuanya
Dengan terbebas dari keinginan. Ini utang-Ku pada batin-Ku, kepada siapakah Saya mengakuinya?
Aku tidak memiliki Guru ataupun rekan yang setara
Dengan terbebas dari keinginan. Ini utang-Ku pada batin-Ku, kepada siapakah Saya mengakuinya?
Aku tidak memiliki Guru ataupun rekan yang setara
Tidak ada
satupun di seluruh alam
Dengan semua
dewanya, karena Aku memiliki yang
Tak seorangpun
sebagai sebanding-Ku.
Aku adalah Guru
bagi dunia
Tanpa bandingan,
seorang Arahat pula
Aku sendiri
telah Mencapai Penerangan Sempurna
Terpadamkan, api
siapa telah padam.
Saya menuju kota
Kasi sekarang
Untuk
menggerakkan Roda Dhamma:
Dalam dunia yang
buta
Aku akan menabuh
genderang Tanpa Kematian.”Saudara, dengan pengakuanmu, engkau seharusnya
Penguasa Alam Semesta.’
‘Seorang
penguasa seperti Saya, Upaka,
Adalah yang
menang dalam melenyapkan noda-noda ini.
Aku menaklukkan
semua akusala dhamma:
Karena itulah
Aku Pemenang.’
Ketika ini dikatakan, petapa Upaka berkata: ‘Semoga
demikianlah saudara.’ Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mengambil jalan
simpang dan berlalu.
Setelah mengadakan perjalanan secara bertahap, akhirnya
Saya tiba di Taman Rusa, Isipatana, Baranasi, tempat para bhikkhu kelompok lima
berada.
Mereka melihat Saya datang dari kejauhan, dan mereka
bersepakat di antara mereka demikian: ‘Saudara-saudara, Samana Gotama yang
telah memanjakan diri datang ke mari, ia melalaikan pengendalian diri dan
kembali pada kemewahan. Kita tidak perlu memberikan penghormatan pada-Nya atau
bangkit bagi-Nya atau mengambil patta dan civara-Nya. Tetapi sebuah tempat
duduk dapat disiapkan untuk-Nya. Jika ia suka, ia akan duduk.’
Namun, segera setelah Saya mendekat, mereka ternyata
tidak mampu mempertahankan kesepakatan mereka. Seorang menemui Saya dan
menerima patta dan jubah (luar)-Ku; yang lain menyiapkan tempat duduk; —
sedangkan yang lainnya lagi menyiapkan air untuk membasuh kaki-Ku; kemudian
mereka menyapa-Ku dengan panggilan ‘avuso’.
Setelah mereka berkata begitu, Saya berkata kepada
mereka: ‘Para bhikkhu, janganlah menyapa seorang Tathagata dengan sebutan avuso.
Tathagata adalah seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna.
Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa Kematian telah dicapai. Aku akan
membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma pada kalian. Dengan melatih
sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan merealisasikan sendiri di
sini dan sekarang juga dengan abhinna menghayati dan menyelami tujuan tertinggi
dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan tujuan orang meninggalkan
kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah-tangga.
Selesai kata-kata ini diucapkan, para bhikkhu dari
kelompok lima menjawab: ‘Avuso Gotama, dengan tingkah laku seperti itu dan
menjalani puasa yang berat, yang telah anda laksanakan anda tidak mencapai
tujuan yang berharga bagi pengetahuan dan pandangan suci (ariyananadassana)
yang melebihi kemampuan (dhamma) manusia biasa. Karena sekarang anda telah
memanjakan diri, melalaikan pengendalian dan kembali pada kemewahan, bagaimana
dapat anda mencapai tujuan seperti itu?’
Ketika ini dikatakan, Saya berkata kepada mereka:
‘Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri, juga tidak yang
melalaikan pengendalian dan berpaling pada kemewahan. Seorang Tathagata adalah
seorang Arahat dan Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarlah, para bhikkhu,
keadaan Tanpa Kematian telah dicapai … dari kehidupan duniawi menuju kehidupan
suci.’
Untuk kedua kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata
kepadaku: ‘Avuso Gotama … bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?’
Untuk kedua kalinya Saya berkata kepada mereka:
‘Seorang Tathagata bukanlah seorang yang memanjakan diri … dari kehidupan
duniawi menuju kehidupan suci.’
Untuk ketiga kalinya para bhikkhu kelompok lima berkata
kepadaku: ‘Teman Gotama… bagaimana anda dapat mencapai tujuan seperti itu?’
Ketika ini dikatakan Saya bertanya kepada mereka: ‘Para
bhikkhu, pernahkah kalian mendengar Saya berbicara seperti ini sebelumnya?’
‘Tidak, bhante.’
‘Para bhikkhu, Tathagata adalah seorang Arahat dan
Telah Mencapai Penerangan Sempurna. Dengarkanlah, para bhikkhu keadaan Tanpa
Kematian telah dicapai. Aku akan membimbing kalian; Aku akan mengajarkan Dhamma
pada kalian. Dengan melatih sebagaimana kalian dibimbing, kalian akan, dengan
merealisasikan sendiri di sini dan sekarang juga dengan abhinna, menghayati dan
menyelami tujuan tertinggi dari kehidupan suci (brahmacari) yang merupakan
tujuan orang meninggalkan kehidupan nafsu indera menjadi tak berumah tangga.’
Saya dapat meyakinkan para bhikkhu kelompok lima.
Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada dua orang bhikkhu sementara tiga lainnya
pergi pindapata; kami berenam hidup dari apa yang dibawa pulang dari pindapata
oleh ketiganya. Kadang-kadang aku memberi petunjuk pada tiga orang bhikkhu
sementara dua lainnya pergi pindapata; dan kami berenam hidup dari pindapata
yang dibawa pulang oleh keduanya.
Kemudian para bhikkhu kelompok lima, setelah diajarkan
dan diberi petunjuk sedemikian oleh-Ku, mereka sendiri yang mengalami
kelahiran, usia tua, sakit, kematian, kesedihan dan kekotoran batin, dengan
mengetahui bahaya dalam dhamma-dhamma ini, mencari apa yang tanpa dilahirkan,
tanpa usia tua, tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, memutus semua
ikatan yakni tercapainya Nibbana; mencapai tanpa kelahiran, tanpa usia tua,
tanpa sakit, tanpa kematian, tanpa kesedihan, pemutusan semua ikatan yang kuat,
Nibbana.
Pengetahuan dan pandangan muncul dalam diri mereka:
‘Pembebasanku tidak dapat disangkal. Inilah kelahiranku yang terakhir kalinya.
Tidak akan ada lagi kelahiran yang berikutnya.’Nafsu-nafsu Indera
Para bhikkhu, terdapatlah lima saluran nafsu indera.
Apakah kelimanya? Bentuk-bentuk yang dapat disadari melalui mata yang
diharapkan, diinginkan, disetujui dan disukai, dihubungkan dengan nafsu indera
dan dirangsangan oleh hawa nafsu. Suara-suara yang dapat disadari melalui
telinga …. Bau-bauan yang dapat disadari melalui hidung …. Rasa yang dapat
disadari melalui lidah …. Sentuhan-sentuhan yang dapat disadari melalui badan
…. dirangsang oleh hawa nafsu. Inilah kelima saluran nafsu indera.
Apabila seorang petapa dan brahmana terlibat dengannya
dan tanpa bosan melibatkan diri pada lima saluran nafsu indera dan
mengembangkannya tanpa memandang akan bahaya yang ada di dalamnya dan tanpa
pengertian mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut, dapat
dimengerti bahwa, ‘Mereka akan mengalami bencana dan kehancuran serta
diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan (papimato).’
Apabila ada seekor rusa hutan yang terikat, dan
terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa ‘Ia akan mengalami bencana
dan kehancuran serta diperlukan semuanya oleh pemburu’, demikian pula apabila
para petapa dan brahmana..’ … diperlukan semuanya oleh pembuat kejahatan.
Apabila ada seorang petapa dan brahmana tidak terlibat
pada nafsu indera dan bosan melibatkan diri di dalam lima saluran nafsu indera
dan tidak mengembangkannya, mempunyai pandangan akan bahaya yang ada di
dalamnya dan mengerti mengenai cara melepaskan diri dari nafsu indera tersebut
maka dapat dimengerti bahwa mereka tidak akan mengalami bencana, tidak akan
mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh ‘pembuat
kejahatan’.
Apabila ada seekor rusa hutan yang tidak terikat, namun
terbaring di atas perangkap, dapat dimengerti bahwa ‘Ia tidak akan mengalami
bencana, tidak akan mengalami kehancuran, tidak akan diperlakukan semaunya oleh
pemburu’, demikian pula apabila para bhikkhu dan brahmana …., …. tidak
diperlakukan semaunya oleh pembuat kejahatan.
Apabila ada seekor rusa hutan berkelana di hutan liar,
ia berjalan tanpa rasa takut, berdiri tanpa rasa takut, duduk tanpa rasa takut
berbaring tanpa rasa takut. Mengapa demikian? Karena ia di luar penglihatan
pemburu, demikian juga dengan mengasingkan diri dari nafsu indera, mengasingkan
diri dari dhamma yang tidak menguntungkan (akusala dhamma), seorang bhikkhu
mencapai Jhana I disertai dengan ‘usaha pikiran untuk menangkap objek’
(vitakka), ‘pikiran telah menangkap objek’ (vicara), kegiuran (piti) dan
kebahagiaan (sukha) yang muncul dari mengasingkan diri. Para bhikkhu ini
dikatakan telah membutakan mata Mara tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’
karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.
Kemudian, dengan meninggalkan vitakka dan vicara…
mencapai Jhana II … lahir dari pemusatan pikiran. Para bhikkhu ini dikatakan
telah membukakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena
telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.
Kemudian, dengan meninggalkan kegiuran (piti)… mencapai
Jhana III… Ia memiliki kebahagiaan (sukha), keseimbangan batin dan perhatian
(sati). Para bhikku ini dikatakan telah membutakan mata Mara, tidak terlihat
oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk
melihat.
Selanjutnya, dengan meninggalkan kebahagiaan (sukha)
dan penderitaan (dukkha) … mencapai Jhana IV disertai perasaan bukan menyenangkan
(asukha) atau bukan penderitaan (adukkha) ia memiliki keseimbangan batin
(batin) dan perhatian (sati) yang murni. Para bhikkhu ini dikatakan telah
membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat
Kejahatan’ karena telah melenyapkan kesempatan bagi Mara
untuk melihat.
Kemudian, dengan mengatasi secara penuh persepsi
mengenai bentuk (rupasanna) dan persepsi ketidaksenangan (patighasanna), dengan
tidak memberikan perhatian terhadap ‘persepsi tentang perbedaan’ (natattasanna)
ia menyadari tentang ‘ruang adalah tidak terbatas’, ia mencapai dan menyadari
keadaan ‘ruang tanpa batas’ (akasanancayatana). Para bhikkhu ini dikatakan
telah membutakan mata mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat.
Lalu, dengan mengatasi secara penuh Akasanancayatana ia
menyadari tentang ‘kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana), ia mencapai dan
menyadari keadaan ‘kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana). Para bhikkhu ini
dikatakan telah membutakan mata Mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk
melihat.
Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan
Vinnanan-cayatana ia menyadari tentang kekosongan (akincannayatana), ia
mencapai dan menyadari keadaan ‘kekosongan’ (akincannayatana). Para bhikku ini
dikatakan telah membutakan mata Mara,.. melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk
melihat.
Kemudian, dengan mengatasi secara penuh keadaan
Akinvannayatana ia menyadari tentang bukan pencerapan atau bukan tidak
pencerapan (nevasannanasannayatana), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘bukan
pencerapan atau bukan tidak pencerapan’ (nevasannana sannayatana). Para bhikkhu
ini dikatakan telah membutakan mata Mara … melenyapkan kesempatan bagi Mara
untuk melihat.
Selanjutnya, dengan mengatasi secara penuh keadaan
Nevasannana sannayatana, ia menyadari ‘terhentinya pencerapan dan perasaan’
(sannavedayitanirodha), ia mencapai dan menyadari keadaan ‘terhentinya
pencerapan dan perasaan’ (sanavedayitanirodha). Para bhikkhu ini dikatakan
telah membutakan mata Mara, tidak terlihat oleh ‘Pembuat Kejahatan’ karena
telah melenyapkan kesempatan bagi Mara untuk melihat, serta telah mengatasi
kemelekatan pada dunia.
Ia berjalan, berdiri, duduk, dan berbaring tanpa rasa
takut. Mengapa demikian? Ia di luar penglihatan ‘Pembuat Kejahatan’ (Mara).”
Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa
puas dan mereka berbahagia dengan kata-kata Sang Bhagava.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar