Tevijja Sutta
Tiga Pengetahuan
Jalan Menuju Brahmà
Diterjemahkan dari bahasa Pàḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
© 2009-2012
Terjemahan alternatif: Pàḷi
Tiga Pengetahuan
Jalan Menuju Brahmà
Diterjemahkan dari bahasa Pàḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
© 2009-2012
Terjemahan alternatif: Pàḷi
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika,
Sang Bhagavā sedang berkunjung ke Kosala
bersama lima ratus bhikkhu. Beliau datang ke suatu desa Brāhmaṇa Kosala yang bernama Manasākaṭa,
dan menetap di utara desa itu di sebuah hutan mangga di tepi Sungai Aciravatī.
2. Dan pada saat itu, ada banyak Brāhmaṇa yang terkenal dan makmur sedang berada di Manasākaṭa,
termasuk Canki,
Tārukkha, Pokkarasāti, Jāṇussoni, dan Todeyya.
3. Dan Vāseṭṭha
dan Bhāradvāja sedang berjalan-jalan di sepanjang jalan, dan
pada saat itu, terjadi perdebatan antara mereka mengenai topik jalan yang benar
dan yang salah.
4. Brāhmaṇa muda Vāseṭṭha berkata: ‘Ini adalah satu-satunya jalan yang lurus
dan benar, ini adalah jalan langsung, jalan keselamatan yang mengarahkan
seseorang yang mengikutinya pergi bergabung dengan Brahma, seperti yang
diajarkan oleh Brāhmaṇa Pokkharasāti!’[1]
5. Dan Brāhmaṇa muda Bhāradvāja berkata:
‘Ini adalah jalan lurus satu-satunya ...
seperti yang diajarkan oleh Brāhmaṇa Tārukkha!’
6. Dan Vāseṭṭha tidak dapat
meyakinkan Bhāradvāja, dan
sebaliknya Bhāradvāja tidak dapat
meyakinkan Vāseṭṭha.
7. Kemudian Vāseṭṭha berkata
kepada Bhāradvāja: ‘Petapa
Gotama sedang menetap di utara desa, dan sehubungan dengan Sang Bhagavā telah beredar
berita baik ... (seperti Sutta 4, paragraf 2). Marilah kita menemui Petapa
Gotama dan bertanya kepada-Nya, dan apa pun jawaban yang Beliau berikan, kita
harus menerimanya.’ Dan Bhāradvāja setuju.
8. Maka kedua orang itu pergi menemui Sang
Bhagavā. Setelah
saling bertukar sapa dengan Beliau, mereka duduk di satu sisi, dan Vāseṭṭha berkata: ‘Yang Mulia Gotama, sewaktu kami berjalan-
jalan, kami berdiskusi tentang jalan yang benar dan yang salah. Aku berkata:
“Ini adalah jalan langsung satu-satunya ... seperti yang diajarkan oleh Brāhmaṇa Pokkharasāti,” dan Bhāradvāja berkata: “Ini adalah jalan langsung satu-satunya
... seperti yang diajarkan oleh Brāhmaṇa Tārukkha.” Inilah
perselisihan kami, pertengkaran kami, perbedaan kami.’
9. ‘Jadi, Vāseṭṭha, engkau
mengatakan bahwa cara untuk bergabung dengan Brahmā adalah seperti
yang diajarkan oleh Brāhmaṇa Pokkharasāti, dan Bhāradvāja mengatakan
seperti yang diajarkan oleh Brāhmaṇa Tarukkha.
Mengenai apakah perselisihannya, pertengkarannya, perbedaannya?’
10. ‘Jalan yang benar dan yang salah, Yang Mulia
Gotama. Ada begitu banyak Brāhmaṇa yang
mengajarkan jalan yang berbeda-beda: Addhariya, Tittiriya, Chandoka, Chandāva, para Brāhmaṇa Brahmacariya[2] - apakah semua cara ini mengarah menuju
penggabungan bersama Brahmā? Seperti halnya di dekat desa atau kota terdapat
banyak jalan yang berbeda? – apa semua jalan ini berakhir di tempat yang sama?
Dan demikian pula, apakah cara-cara dari berbagai Brāhmaṇa ini ... mengarahkan orang yang mengikutinya, menuju
penggabungan bersama Brahmā?’
11. ‘Engkau mengatakan “Mereka mengarahkan”, Vāseṭṭha?’ ‘Aku mengatakan: “Mereka mengarahkan”, Yang Mulia
Gotama.’
‘Engkau mengatakan “Mereka
mengarahkan”, Vāseṭṭha?’ ‘Aku
mengatakan: “Mereka mengarahkan”, Yang Mulia Gotama.’
‘Engkau mengatakan “Mereka
mengarahkan”, Vāseṭṭha?’ ‘Aku
mengatakan: “Mereka mengarahkan”, Yang Mulia Gotama.’
12. ‘Tetapi Vāseṭṭha, adakah satu
dari para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini yang pernah menemui
Brahma secara langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
‘Pernahkah guru dari guru dari satu di
antara mereka yang terpelajar dalam Tiga Veda ini yang pernah menemui Brahma
secara langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
‘Pernahkah para leluhur selama tujuh
generasi sebelumnya dari guru dari satu di antara mereka yang pernah menemui
Brahma secara langsung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
13. ‘Kalau begitu, Vāseṭṭha, bagaimana dengan para bijaksana masa lampau dari
para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini, pembuat
mantra-mantra, pembabar mantra-mantra, yang syair-syair kuno mereka dihafalkan,
dibacakan, dan dikumpulkan oleh para Brāhmaṇa masa kini, dan
dinyanyikan, dan dibicarakan – seperti Aṭṭhaka, Vāmaka, Vāmadeva, Vessāmitta, Yamataggi, Angirasa, Bhāradvāja, Vāseṭṭha, Kassapa, Bhagu[3] - apakah mereka pernah mengatakan:
“Kami mengetahui dan melihat kapan, bagaimana dan di mana Brahmā muncul?”’[4] ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
14. ‘Jadi, Vāseṭṭha, tidak satu
pun dari para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini yang pernah menemui Brahma secara langsung, juga
tidak satu di antara guru mereka, atau guru dari guru mereka, juga tidak para
leluhur mereka selama tujuh generasi sebelumnya. Juga tidak para bijaksana masa
lampau, yang mengatakan: “Kami mengetahui dan melihat kapan, bagaimana, dan di
mana Brahmā muncul.” Maka apa yang dikatakan oleh para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini adalah: “Kami
mengajarkan jalan ini untuk bergabung dengan Brahmā yang tidak
kita ketahui atau tidak kita lihat, ini adalah jalan langsung satu-satunya ...
yang mengarah menuju penggabungan bersama Brahmā.” Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Kalau demikian halnya, bukankah apa yang
dinyatakan oleh para Brāhmaṇa ini terbukti
tidak masuk akal?’ ‘Ya, sesungguhnya demikian, Yang Mulia Gotama.’
15. ‘Baiklah, Vāseṭṭha, ketika para
Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini mengajarkan
jalan yang tidak mereka ketahui dan tidak mereka lihat, dengan mengatakan: “Ini
adalah jalan langsung satu-satunya ...” ini tidak mungkin benar. Bagaikan
sebarisan orang buta yang berjalan, saling bergandengan, dan yang pertama tidak
melihat apa-apa, yang tengah tidak melihat apa-apa, dan yang terakhir tidak
melihat apa-apa[5] - demikian pula halnya dengan ucapan
para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini: yang pertama
tidak melihat apa-apa, yang tengah tidak melihat apa-apa, dan yang terakhir
tidak melihat apa-apa. Ucapan dari para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini terbukti akan menjadi bahan tertawaan, hanyalah
sekadar kata-kata, kosong dan sia-sia.’
16. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini melihat matahari dan bulan seperti orang-orang
lain, dan ketika matahari dan bulan terbit dan terbenam, apakah mereka berdoa,
menyanyikan pujian, dan menyembah dengan merangkapkan tangan?’ ‘Ya, Yang Mulia
Gotama.’
17. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda ini, yang melihat matahari dan bulan seperti
orang-orang lain, ... dapatkah mereka menunjukkan jalan untuk bergabung dengan
matahari dan bulan, dengan mengatakan: “Ini adalah satu-satunya jalan langsung
... yang mengarah menuju penggabungan dengan matahari dan bulan?”’ ‘Tidak, Yang
Mulia Gotama.’
18. ‘Jadi, Vāseṭṭha, Para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini tidak dapat
menunjukkan jalan untuk bergabung dengan matahari dan bulan, yang telah mereka
lihat. Dan, juga, tidak ada seorang pun dari mereka yang pernah melihat Brahmā secara
langsung, ... bahkan tidak leluhur dari guru mereka selama tujuh generasi
sebelumnya. Juga tidak para bijaksana masa lampau, mengatakan: “Kami mengetahui
dan melihat kapan, bagaimana, dan di mana Brahmā muncul?” Bukankah apa yang dinyatakan oleh para Brāhmaṇa ini terbukti tidak masuk akal?’ ‘Ya, sesungguhnya
demikian, Yang Mulia Gotama.’
19. ‘Vāsettha, ini seperti seorang laki-laki yang mengatakan:
“Aku akan mencari dan mencintai seorang perempuan paling cantik di negeri ini.”
Mereka akan berkata kepadanya: “ ... apakah engkau tahu dari kasta apa ia
berasal?” “Tidak.” “Apakah engkau tahu namanya, sukunya, apakah ia tinggi atau
pendek, ..., berkulit gelap atau cerah ..., atau dari mana asalnya?” “Tidak.”
Dan mereka akan berkata: “Jadi, engkau tidak mengetahui dan tidak melihat orang
yang engkau cari dan engkau inginkan?” dan ia akan berkata: “Tidak.” Bukankah
kata-kata orang itu terbukti bodoh?’ ‘Tentu saja, Yang Mulia Gotama.’
20. ‘Kemudian, Vāseṭṭha, ini seperti
ini: tidak satu pun dari para Brāhmaṇa itu ... yang
pernah melihat Brahmā secara langsung, juga tidak satu di antara guru
mereka ....’ ‘Demikianlah, Yang Mulia Gotama.’
‘Maka, Vāseṭtha, ketika
para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda ini mengajarkan jalan yang tidak mereka ketahui
dan tidak mereka lihat, ini tidak mungkin benar.’
21. ‘Vāseṭṭha, ini seperti
seseorang yang membangun sebuah tangga untuk sebuah istana di persimpangan
jalan. Orang-orang akan berkata kepadanya: “Tangga ini, untuk istana, yang
sedang engkau bangun – tahukah engkau apakah istana ini akan menghadap ke
timur, atau barat, atau utara, atau selatan, atau apakah istana ini akan
tinggi, rendah, atau sedang?” dan ia akan mengatakan: “Tidak.” Dan mereka akan
mengatakan: “Jadi, engkau tidak mengetahui atau melihat bentuk istana yang
tangganya sedang engkau bangun?” dan ia akan menjawab: “Tidak.” Bukankah
kata-kata orang itu terbukti bodoh?’ ‘Tentu saja, Bhagavā.’
22-23. (seperti
paragraf 20)
24. ‘Vāseṭṭha, ini
bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai ke tepinya sehingga
burung-burung gagak dapat meminum airnya, dan seseorang datang ingin
menyeberang, berdiri di tepi sebelah sini, ia memanggil: “Datanglah, tepi
sebelah sana, datanglah ke sini!” Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha, apakah tepi sebelah sana dari Sungai Aciravatī akan datang ke
tepi sebelah sini atas panggilan, permohonan, permintaan, atau bujukan orang
itu?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
25. ‘Sekarang, Vāseṭtha, para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda itu yang
terus-menerus mengabaikan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Brāhmaṇa, dan terus-menerus melakukan apa yang seharusnya
tidak dilakukan oleh seorang Brāhmaṇa, menyatakan:
“Kami mengunjungi Indra, Soma, Varuṇa, Pajāpati, Brahmā, Mahiddhi, Yama.” Tetapi para Brāhmaṇa demikian yang terus-menerus mengabaikan apa yang
seharusnya dilakukan oleh para Brāhmaṇa, ... akan,
sebagai akibat dari pemanggilan, permohonan, permintaan, atau bujukan mereka,
setelah kematian, saat hancurnya jasmani, berkumpul bersama Brahmā – itu
mustahil.’
26. ‘Vāseṭṭha, ini
bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai ke tepinya sehingga
burung-burung gagak dapat meminum airnya, dan seseorang datang ingin
menyeberang, ... tetapi ia terikat dan terbelenggu oleh rantai yang kuat dengan
tangan di belakang punggungnya di tepi sebelah sini. Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Dapatkah orang itu menyeberang ke tepi sebelah
sana?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
27. ‘Demikian pula, Vāseṭṭha, dalam disiplin Ariya, lima helai kenikmatan-indria
ini disebut belenggu atau rantai. Apakah lima itu? Bentuk-bentuk yang terlihat
oleh mata, yang disukai, indah, menarik, menyenangkan, memunculkan gairah;
suara-suara yang terdengar oleh telinga ... ; bau-bauan yang tercium oleh
hidung ... ; rasa kecapan yang dikecap oleh lidah; kontak yang dirasakan
oleh badan yang disukai, ... , memunculkan gairah. Lima ini dalam disiplin
Ariya disebut belenggu dan rantai. Dan, Vāseṭṭha, para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda itu diperbudak,
tergila- gila akan lima helai kenikmatan-indria ini, yang secara salah mereka
nikmati, tidak menyadari bahayanya, tidak mengetahui jalan keluar darinya.’
28. ‘Tetapi para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda itu, yang
terus-menerus mengabaikan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Brāhmaṇa, ... [246] yang diperbudak oleh lima helai
kenikmatan-indria ini, ... tidak mengetahui jalan keluar darinya, akan
mencapai, setelah kematian, saat hancurnya jasmani, penggabungan dengan Brahmā – itu
mustahil.’
29. ‘Vāseṭṭha, ini
bagaikan Sungai Aciravatī yang penuh dengan air sampai ke tepinya sehingga
burung-burung gagak dapat meminum airnya, dan seseorang datang ingin
menyeberang, ... dan berbaring di tepi sebelah sini, menutup kepalanya dengan
selendang. Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Dapatkah
orang itu menyeberang ke tepi sebelah sana?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
30. ‘Demikian pula, Vāseṭtha, dalam disiplin Ariya, lima rintangan ini disebut
halangan, rintangan, selubung, pembungkus. Apakah lima itu? Rintangan indriawi,
kebencian, kelambanan-dan-ketumpulan, kekhawatiran dan kebingungan,
keragu-raguan. Lima rintangan ini disebut halangan, rintangan, selubung,
pembungkus. Dan para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda itu tertangkap, terkurung, terhalang, terjerat dalam
lima rintangan ini. Tetapi para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda itu, yang terus-menerus mengabaikan apa yang
seharusnya dilakukan oleh seorang Brāhmaṇa ... dan yang
tertangkap ... terjerat dalam lima rintangan ini. Akan mencapai, setelah
kematian, saat hancurnya jasmani, penggabungan dengan Brahma – itu mustahil.’
31. ‘Bagaimana
menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah yang engkau dengar yang dikatakan oleh para
Brāhmaṇa yang terhormat, tua, guru dari para guru? Apakah
Brahmā terbebani oleh
istri-istri dan kekayaan,[6] atau tidak terbebani?’ ‘Tidak
terbebani, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh kebencian atau tanpa
kebencian?’ ‘Tanpa kebencian, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh permusuhan atau tanpa
permusuhan?’ ‘Tanpa permusuhan, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia disiplin[7] atau tidak disiplin?’ ‘Disiplin, Yang
Mulia Gotama.’
32. ‘Dan, bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda itu terbebani dengan istri-istri dan kekayaan
mereka? Atau tidak terbebani?’ ‘Terbebani, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh kebencian atau tanpa
kebencian?’ ‘Penuh kebencian, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia penuh permusuhan atau tanpa
permusuhan?’ ‘Penuh permusuhan, Yang Mulia Gotama.’
‘Apakah ia disiplin[8] atau tidak disiplin?’ ‘Tidak disiplin,
Yang Mulia Gotama.’
33. ‘Jadi, Vāseṭṭha, para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda itu, yang terbebani
dengan istri-istri dan kekayaan, dan Brahmā yang tidak terbebani. Adakah kesamaan? Adakah yang
sama antara para Brāhmaṇa yang
terbebani ini? Dan Brahmā yang tidak terbebani?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
34. ‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Bahwa para Brāhmaṇa yang
terbebani ini, yang terpelajar dalam Tiga Veda, setelah kematian, saat
hancurnya jasmani, [248] akan bergabung dengan Brahmā yang tidak
terbebani – ini mustahil.’
35. ‘Demikianlah, apakah para Brāhmaṇa yang terpelajar dalam Tiga Veda dan penuh kebencian
... penuh permusuhan ... tidak murni ... tidak disiplin, memiliki kesamaan, ada
yang sama dengan Brahmā yang disiplin?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama.’
36. ‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Bahwa para Brāhmaṇa yang tidak
disiplin ini, setelah kematian akan bergabung dengan Brahmā yang tidak
terbebani, adalah mustahil. Tetapi para Brāhmaṇa yang
terpelajar dalam Tiga Veda, setelah duduk di tepi, akan tenggelam, berpikir
mungkin menemukan jalan menyeberang yang kering. Oleh karena itu, tiga
pengetahuan mereka disebut tiga gurun, tiga kebingungan, tiga penghancuran.’
37. Mendengar kata-kata ini, Vāseṭṭha berkata: ‘Yang Mulia Gotama, aku mendengar mereka
berkata: “Petapa Gotama mengetahui jalan menuju penggabungan dengan Brahmā.”’
‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Misalkan ada seseorang di sini yang lahir dan
dibesarkan di Manasākaṭa, dan
seseorang yang datang dari Manasākaṭa dan [249]
tersesat jalan bertanya kepadanya. Apakah orang itu, yang lahir dan besar di
Manasākata, menjadi
gugup atau bingung?’ ‘Tidak, Yang Mulia Gotama. Dan mengapa tidak? Karena orang
itu pasti mengenal semua jalan.’
38. ‘Vāseṭṭha, dapat
dikatakan bahwa orang itu saat ditanyai jalan mungkin akan menjadi gugup atau
bingung – namun Sang Tathāgata, saat ditanyai tentang alam Brahmā dan jalan
menuju ke sana, tidak akan menjadi gugup atau bingung. Karena, Vāseṭṭha, Aku mengenal Brahmā dan alam Brahmā, dan jalan menuju ke alam Brahmā, dan jalan
mempraktikkan agar alam Brahmā dapat dicapai.’
39. Mendengar kata-kata ini, Vāseṭṭha berkata: ‘Yang Mulia Gotama, aku mendengar mereka
berkata: “Petapa Gotama mengajarkan cara untuk bergabung dengan Brahmā, sudilah Yang
Mulia Gotama membantu para pengikut Brahmā!’
‘Maka, Vāseṭṭha, dengar,
perhatikanlah, dan Aku akan memberitahukan kepadamu.’ ‘Baik, Yang Mulia,’ Vāseṭṭha berkata. Sang Bhagavā berkata:
40-75. ‘Vāseṭṭha, seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahant,
Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan
perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh
alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para
dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya
dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, māra dan Brahma,
para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal,
indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan
kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi
meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas, menjaga pintu-pintu
indrianya, mencapai jhāna pertama (Sutta 2, paragraf 41-75).’
76. ‘Kemudian,
dengan hati dipenuhi dengan cinta kasih, ia berdiam memancarkan ke satu arah,
ke arah ke dua, ke tiga, ke empat. Demikianlah ia berdiam memancarkan ke
seluruh dunia, ke atas, ke bawah, ke sekeliling, ke segala tempat, selalu
dengan hati yang dipenuhi dengan cinta kasih, berlimpah, tanpa rintangan,[9] tanpa kebencian atau permusuhan.’
77. ‘Bagaikan
seorang peniup trompet yang hanya mengalami sedikit kesulitan untuk mengumumkan
pengumuman ke empat penjuru, demikianlah dengan meditasi ini, Vāseṭṭha, dengan kebebasan hati melalui cinta kasih, ia
meliputi seluruhnya, tidak ada bagian yang tidak tersentuh, tidak ada yang
tidak terpengaruh dalam alam indria ini.[10] Ini, Vāseṭṭha, adalah cara
untuk bergabung dengan Brahmā.’
78. ‘Kemudian dengan hati dipenuhi dengan belas
kasihan, ... dengan kegembiraan simpatik, dengan keseimbangan, ia berdiam
memancarkan ke satu arah, ke arah ke dua, ke tiga, ke empat. Demikianlah ia
berdiam memancarkan ke seluruh dunia, ke atas, ke bawah, ke sekeliling, ke
segala tempat, selalu dengan hati yang dipenuhi dengan keseimbangan, berlimpah,
tanpa rintangan, tanpa kebencian atau permusuhan.’
79. ‘Bagaikan seorang peniup trompet yang hanya
mengalami sedikit kesulitan untuk mengumumkan pengumuman ke empat penjuru,
demikianlah dengan meditasi ini, Vāseṭṭha, dengan
kebebasan hati melalui belas kasihan, ... melalui kegembiraan simpatik, ...
melalui keseimbangan, ia meliputi seluruhnya, tidak ada bagian yang tidak
tersentuh, tidak ada yang tidak terpengaruh dalam alam indria ini. Ini, Vāseṭṭha, adalah cara untuk bergabung dengan Brahmā.’
80. ‘Bagaimana menurutmu, Vāseṭṭha? Apakah seorang bhikkhu yang berdiam demikian
terbebani oleh istri-istri dan kekayaan atau tidak terbebani?’ ‘Tidak
terbebani, Yang Mulia Gotama. Ia tanpa kebencian ..., tanpa permusuhan ...,
murni dan disiplin, Yang Mulia Gotama.’
81. ‘Jadi, Vāseṭṭha, bhikkhu itu
tidak terbebani, dan Brahmā tidak terbebani. Adakah yang sama antara bhikkhu yang
tidak terbebani dan Brahmā yang tidak terbebani?’ ‘Sesungguhnya ada, Yang Mulia
Gotama.’
‘Benar sekali, Vāseṭṭha. Maka bhikkhu yang tidak terbebani itu, setelah
kematian, saat hancurnya jasmani, akan bergabung dengan Brahmā yang tidak
terbebani – itu mungkin. Demikian pula bhikkhu yang tanpa kebencian ..., tanpa
permusuhan ..., murni ..., disiplin ... maka bhikkhu yang disiplin itu, setelah
kematian, saat hancurnya jasmani, akan bergabung dengan Brahmā – itu
mungkin.’
82. Mendengar kata-kata itu, Brāhmaṇa Vāseṭṭha dan Brāhmaṇa Bhāradvāja berkata kepada Sang Bhagavā: ‘Sungguh
indah, Yang Mulia Gotama, sungguh menakjubkan! Bagaikan seseorang yang
menegakkan apa yang terjatuh, atau menunjukkan jalan bagi ia yang tersesat,
atau menyalakan pelita di dalam gelap, sehingga mereka yang memiliki mata dapat
melihat apa yang ada di sana. Demikian pula Yang Mulia Gotama telah membabarkan
Dhamma dalam berbagai cara.’
‘Aku berlindung kepada Yang Mulia
Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Sangha. Sudilah Yang Mulia Gotama menerimaku
sebagai seorang siswa awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini
hingga akhir hidupku!’
Catatan Kaki
- ↑ Bergabung dengan Brahmā adalah tujuan tertinggi para Brāhmaṇa.
- ↑ Kata alternatif, yang digunakan oleh RD, adalah bavharijā, tetapi RD membuat catatan: ‘jika kami menggunakan kata lain, [yaitu, Brāhmacariya, yang tidak ia gunakan] sebagai yang terakhir dari daftar itu, maka para pendeta itu yang bergantung pada upacara, pengorbanan atau doa akan sangat bertentangan dengan mereka yang telah “meninggalkan keduniawian” sebagai religieux, sebagai Tāpasa atau bhikshu.’
- ↑ Sepuluh Brāhmaṇa penulis mantra Veda. Cf. MN 95.12
- ↑ Cf. DN 11.80.
- ↑ Cf. MN 95.13.
- ↑ Saparigaha. PED menuliskan ‘menikah’ dan ‘terbebani’. Keduanya termasuk.
- ↑ Vasavattī: secara harfiah berarti ‘sakti’, tetapi di sini berarti memiliki kekuasaan, atau kendali, atas diri sendiri.
- ↑ Ini (Pre-Buddhist) ‘Kediaman surgawi’ (Brahmavihāra) juga disebut kondisi tanpa batas (appamañña).
- ↑ Pamāṇa kataṁ menurut DA menunjukkan alam indria (kāmaloka). Cf. SN 42.8 (=KS iv, p.227). DA mengatakan: ‘bagaikan samudera yang kuat, membanjiri sungai kecil, ia bahkan mencapai alam Brahmā’ (terjemahan Woodward, loc. Cit.).
- ↑ Baca juga DN 27, MN 98 dan SN. 594ff. DA mengatakan Vāseṭṭha pertama kali menyatakan berlindung adalah setelah pembabaran Vāseṭṭha Sutta (MN 98), dan ini adalah ke dua kalinya. Ia ‘meninggalkan keduniawian’ dan , setelah pembabaran Aggañña Sutta (DN 27) ia menerima penahbisan dan mencapai kesucian Arahant. Komentar RD (RD I, p.299), ‘harus diingat bahwa argumentasi di sini hanyalah argumentum ad hominem. Jika anda ingin bergabung dengan Brahmā – yang sebaiknya jangan – ini adalah cara untuk mencapainya’, abaikan hasilnya seperti yang dilaporkan oleh DA. Kata-kata Sang Buddha sesungguhnya, seperti pada kasus-kasus lain, adalah ad hominem, dan memiliki, seperti pada kasus-kasus lain, hasil yang mengarahkan si pencari melampaui apa yang ia cari. Tentang ‘bergabung dengan Brahmā’ baca pendahuluan. Baca juga DN 19.61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar