Rabu, 05 September 2012

Kevaddha Sutta



Kevaddha Sutta
Tentang Kevaddha
Apa yang Tidak Diketahui Brahma
Diterjemahkan dari bahasa Pài ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
© 2009-2012
Terjemahan alternatif:
Pài


1.       DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagavā sedang menetap di Nālandā, di kebun mangga Pāvārika. Dan perumah tangga Kevaddha[1] datang menemui Sang Bhagavā, bersujud di depan Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian ia berkata: ‘Bhagavā, Nālandā ini kaya, makmur, ramai, dan dipenuhi dengan orang yang berkeyakinan terhadap Bhagavā. Baik sekali jika Bhagavā mengutus beberapa bhikkhu untuk melakukan pertunjukan kesaktian dan keajaiban. Dengan demikian, Nālandā akan lebih berkeyakinan terhadap Bhagavā.’
          Sang Bhagavā menjawab: ‘Kevaddha, itu bukanlah cara Aku mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu, dengan mengatakan: “Pergilah, para bhikkhu, dan perlihatkanlah kesaktian dan keajaiban demi umat-awam berjubah putih!”’

2.       Untuk ke dua kalinya, Kevaddha berkata: ‘Bhagavā, aku tidak akan memaksa, namun aku tetap mengatakan: “Nālandā ini kaya, makmur, ... akan lebih berkeyakinan terhadap Bhagavā.”’ Dan Sang Bhagavā menjawab seperti sebelumnya.

3.       Ketika Kevaddha mengulangi permohonannya untuk ke tiga kalinya, Sang Bhagavā berkata: ‘Kevaddha, ada tiga jenis kesaktian yang Kunyatakan, setelah mencapainya dengan pandangan terang-Ku sendiri. Apakah tiga itu? Kesaktian kekuatan psikis,[2] kesaktian telepati,[3] kesaktian nasihat.[4]

4.       ‘Apakah kesaktian kekuatan psikis? Di sini, Kevaddha, seorang bhikkhu memperlihatkan berbagai kesaktian dalam berbagai cara. Dari satu, ia menjadi banyak, dari banyak, ia menjadi satu ... (seperti DN 2, paragraf 87) dan ia dengan tubuhnya pergi hingga ke alam Brahma. Dan seseorang yang memiliki keyakinan dan percaya akan melihatnya melakukan hal-hal ini.’

5.       ‘Ia memberitahukan hal ini kepada orang lain yang skeptis dan tidak percaya, dengan mengatakan: “Sungguh indah, sungguh menakjubkan, kesaktian dan keterampilan dari petapa itu ...” dan orang itu akan berkata: “Tuan, ada sesuatu yang disebut jimat Gandhāra.[5] Dengan itu, bhikkhu tersebut menjadi banyak ...” Bagaimana menurutmu, Kevaddha, tidak mungkinkah seorang skeptis mengatakan hal itu kepada seorang yang percaya?’ ‘Mungkin saja, Bhagavā’ ‘Dan itulah sebabnya, Kevaddha, melihat bahaya dari kesaktian demikian, Aku tidak menyukai, menolak, dan mencela mereka.’

6.       ‘Dan apakah kesaktian telepati? Di sini, seorang bhikkhu membaca pikiran makhluk-makhluk lain, pikiran orang lain, membaca kondisi batin mereka, pikiran dan renungan mereka, dan mengatakan: “Pikiranmu seperti ini, kecenderunganmu seperti ini, hatimu seperti ini.” Dan seseorang yang berkeyakinan dan percaya akan melihatnya melakukan hal-hal ini.’

7.       ‘Ia memberitahukan hal ini kepada orang lain yang skeptis dan tidak percaya, dengan mengatakan: “Sungguh indah, sungguh menakjubkan, kesaktian dan keterampilan dari petapa itu ...” dan orang itu akan berkata: “Tuan, ada sesuatu yang disebut jimat Maika.[6] Dengan itu, bhikkhu tersebut dapat membaca pikiran orang lain ...” Dan itulah sebabnya, Kevaddha, melihat bahaya dari kesaktian demikian, Aku tidak menyukai, menolak, dan mencela mereka.’

8.       ‘Dan apakah kesaktian nasihat? Di sini, Kevaddha, seorang bhikkhu memberikan nasihat sebagai berikut: “Perhatikan seperti ini, jangan perhatikan seperti itu, arahkan pikiranmu seperti ini, bukan seperti itu, lepaskan itu, capai ini dan pertahankan ini.” Itu, Kevaddha, disebut kesaktian nasihat.’

9-66. ‘Dan lagi, Kevaddha, seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, māra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (DN 2, paragraf 41-63). Ia menjaga pintu-pintu indrianya dan mencapai empat jhāna (DN 2, paragraf 64-82); ia mencapai berbagai pandangan terang (DN 2, paragraf 83-84); ia menembus Empat Kebenaran Mulia, sang jalan dan lenyapnya kekotoran-kekotoran (DN 2, paragraf 85-87),[7] dan ia mengetahui: “ ... tidak ada lagi yang lebih jauh di sini.” Itu, Kevaddha, disebut kesaktian nasihat.’

67.     ‘Dan Aku, Kevaddha, telah mengalami ke tiga kesaktian ini dengan pengetahuan-super-Ku sendiri. Suatu ketika, Kevaddha, dalam persatuan para bhikkhu ini, suatu pikiran melintas dalam benak seorang bhikkhu: “Aku ingin tahu di manakah empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin – lenyap tanpa sisa.” Dan bhikkhu itu mencapai konsentrasi pikiran yang memungkinkan jalan menuju alam dewa muncul di hadapannya.’

68.     ‘Kemudian, setelah sampai di alam dewa Empat Raja Dewa,[8] ia bertanya kepada para dewa di sana: “Teman-teman, di manakah empat unsur utama – tanah, air, api, angin lenyap tanpa sisa?” Mendengar pertanyaan ini, para dewa dari alam Empat Raja Dewa [216] berkata kepadanya: “Bhikkhu, kami tidak mengetahui di mana empat unsur utama itu lenyap tanpa sisa. Tetapi Empat Raja Dewa lebih mulia dan lebih bijaksana daripada kami. Mungkin mereka tahu di mana empat unsur utama lenyap ....”’

69.     ‘Maka bhikkhu itu mendatangi Empat Raja Dewa dan mengajukan pertanyaan yang sama, tetapi mereka menjawab: “Kami tidak tahu, tetapi Tiga Puluh Tiga Dewa mungkin mengetahui ....”’

70.     ‘Maka bhikkhu itu mendatangi Tiga Puluh Tiga Dewa yang menjawab: “Kami tidak tahu, tetapi Sakka, Raja para dewa, mungkin mengetahui ....”’

71.     ‘Sakka, Raja para dewa, berkata: “Dewa Yāma mungkin mengetahui ....”’
72.     ‘Dewa Yāma berkata: “Suyāma, putra para dewa,[9] mungkin mengetahui ....”’
73.     ‘Suyāma berkata: “Para dewa Tusita mungkin mengetahui ....”’
74.     ‘Para dewa Tusita berkata: “Santusita, putra para dewa, mungkin mengetahui ....”’
75.     ‘Santusita berkata: “Para dewa Nimmānarati mungkin mengetahui ....”’

76.     ‘Para dewa Nimmānarati berkata: “Sunimmita, putra para dewa, mungkin mengetahui ....”’

77.     ‘Sunimmita berkata: “Para dewa Paranimmita-Vasavatti mungkin mengetahui ....”’

78.     ‘Para dewa Paranimmita-Vasavatti berkata: “Vasavatti, putra para dewa, mungkin mengetahui ....”’

79.     ‘Vasavatti berkata: “Para dewa pengikut Brahmā mungkin mengetahui ....”’

80.     ‘Kemudian bhikkhu itu, dengan mengerahkan konsentrasinya, memunculkan jalan menuju ke alam Brahmā. Ia pergi ke alam dewa para pengikut Brahmā dan bertanya kepada mereka. Mereka berkata: “Kami tidak tahu. Tapi ada Brahmā, Brahmā Agung, sang penakluk, yang tidak tertaklukkan, maha melihat, mahasakti, raja, sang pencipta, penguasa, pengambil keputusan dan pemberi perintah, ayah dari semua yang ada dan yang akan ada. Ia lebih mulia dan lebih bijaksana daripada kami. Ia pasti mengetahui di mana empat unsur utama lenyap tanpa sisa.” “Dan di manakah, Teman, sang Brahmā agung berada sekarang?” “Bhikkhu, kami tidak tahu kapan, bagaimana dan di mana Brahmā akan muncul. Tetapi ketika tandanya terlihat – ketika cahaya muncul dan sinarnya memancar – maka Brahmā akan muncul. Tanda demikian menandakan bahwa ia akan muncul.”’

81.     ‘Dan tidak lama kemudian, Sang Brahma Agung muncul. Dan bhikkhu itu mendatanginya dan berkata: “Teman, di manakah empat unsur utama – tanah, air, api, angin - lenyap tanpa sisa?” Brahmā Agung menjawab: “Bhikkhu, aku adalah Brahmā, Brahmā Agung, sang penakluk, yang tidak tertaklukkan, maha melihat, mahasakti, raja, sang pencipta, penguasa, pengambil keputusan dan pemberi perintah, ayah dari semua yang ada dan yang akan ada.”’
82.     ‘Untuk ke dua kalinya, bhikkhu itu berkata: “Teman, aku tidak menanyakan apakah engkau Brahmā, Brahmā Agung ... aku menanyakan kepadamu di manakah empat unsur utama lenyap tanpa sisa.” Dan untuk ke dua kalinya sang Brahmā Agung menjawab seperti sebelumnya.’

83.     ‘Dan untuk ke tiga kalinya, bhikkhu itu berkata: “Teman, aku tidak menanyakan itu kepadamu, aku menanyakan di manakah empat unsur utama - tanah, air, api, angin - lenyap tanpa sisa?” Kemudian, Kevaddha, sang Brahmā Agung mengangkat bhikkhu tersebut, dan membawanya ke pinggir dan berkata: “Bhikkhu, para dewa ini percaya bahwa tidak ada apa pun yang tidak terlihat oleh Brahmā, tidak ada yang tidak diketahui olehnya, tidak ada yang tidak disadarinya. Itulah sebabnya aku tidak berbicara di depan mereka. Tetapi, bhikkhu, aku tidak tahu di mana empat unsur utama itu lenyap tanpa sisa. Dan karena itu, bhikkhu, engkau telah salah bertindak, engkau telah keliru bertindak dengan melampaui Sang Bhagavā dan pergi mencari jawaban atas pertanyaan ini di tempat lain. Sekarang, bhikkhu, pergilah kepada Sang Bhagavā dan ajukan pertanyaanmu kepada Beliau, dan apa pun jawaban yang Beliau berikan, terimalah.”’

84.     ‘Maka bhikkhu itu, secepat seorang kuat merentangkan atau melipat tangannya, lenyap dari alam Brahmā dan muncul di hadapan-Ku. Ia bersujud di hadapan-Ku, kemudian duduk di satu sisi dan berkata: “Bhagavā, di manakah empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin – lenyap tanpa sisa?”’

85.     ‘Aku menjawab: “Bhikkhu, suatu ketika para pedagang yang melakukan perjalanan laut, ketika mereka berlayar di lautan, membawa seekor burung yang dapat melihat daratan di kapal mereka. Ketika mereka tidak dapat melihat daratan, mereka akan melepaskan burung itu. Burung itu terbang ke timur, ke selatan, ke barat, ke utara, ia terbang ke atas dan ke arah-arah antara dua arah di kompas. Jika burung itu melihat daratan di arah mana pun, ia akan terbang ke sana. Tetapi jika ia tidak melihat daratan, ia akan kembali ke kapal. Demikianlah, bhikkhu, engkau telah [223] pergi hingga ke alam Brahmā untuk mencari jawaban atas pertanyaanmu dan tidak menemukannya, dan sekarang engkau kembali kepada-Ku. Tetapi, bhikkhu, engkau tidak seharusnya bertanya dengan cara ini: ‘Di manakah empat unsur utama – unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur angin – lenyap tanpa sisa?’ melainkan, beginilah seharusnya pertanyaan itu di ajukan:
          ‘Di manakah tanah, air, api, dan angin tidak menemukan landasannya?
          Di manakah yang panjang dan pendek, kecil dan besar, cantik dan buruk rupa –
          Di manakah ”batin dan jasmani” dihancurkan seluruhnya?’[10]            
          Dan jawabannya adalah:
          ‘Di mana kesadaran adalah tanpa gambaran,[11] tidak terbatas, cerah-cemerlang,[12]
             Di sanalah tanah, air, api, dan angin tidak menemukan landasan,
          Di sanalah yang panjang dan pendek, kecil dan besar, cantik dan buruk rupa-
          Di sana “batin dan jasmani” dihancurkan seluruhnya.
          Dengan lenyapnya kesadaran, semuanya dihancurkan.’”’[13]
          Demikianlah Sang Bhagavā berkata, dan perumah tangga Kevaddha, senang dan gembira mendengar kata-kata Beliau.

Catatan Kaki
  1. Atau Kevaṭṭa (‘nelayan’) seperti yang tertulis dalam beberapa naskah. RD mengakui bahwa ‘ini terbukti lebih baik di antara dua itu’.
  2. Iddhi-pāihāriya: ‘kesaktian iddhi’
  3. Ādesanā-pāihāriya. Ini adalah telepati yang sebenarnya, tidak sama dengan manesika ‘pencarian-pikiran’ atau menebak pikiran makhluk lain seperti yang sebutkan dalam DN 1.1.14.
  4. Anusāsani-pāihāriya. Ajaran Buddha dapat disebut penuh keajaiban karena mengarah kepada hasil yang sangat menakjubkan.
  5. Jimat yang membuat seseorang tidak terlihat.
  6. Atau cintāmaṇī vijja (DA), jimat ‘permata pikiran’ yang memungkinkan seseorang untuk mengetahui pikiran orang lain. Yang skeptis tentu saja, tidak memiliki cara yang meyakinkan untuk menjelaskan hal-hal semacam ini.
  7. Mengabaikan DN 2.85-96, yang membahas tentang kesaktian-kesaktian yang dicela yang disebutkan dalam paragraf 4ff.
  8. Untuk semua alam dan para penghuninya (paragraf 68-81) baca pendahuluan.
  9. Devaputta di sini menunjukkan penguasa dari sekelompok dewa tertentu. Dalam konteks lain, ini sekedar menunjukkan ‘dewa laki-laki’.
  10. Batin dan jasmani, yaitu, ‘subyek dan objek’ (Neumann dikutip oleh RD).
  11. Anidassana: atau ‘tidak terlihat’. Ñāananda menerjemahkan ‘tidak-berwujud’.
  12. Kata ini (pabha atau paha) telah diterjemahkan dalam berbagai cara. DA mengartikannya dalam pengertian seberang, atau sebuah tempat untuk masuk ke air ‘yang dapat dicapai dari segala sisi’, yang dengannya seseorang dapat mencapai Nibbāna. Ada saran yang tidak mungkin bahwa artinya adalah ‘menolak’, dan Mrs Bennet menerjemahkan kalimat: ‘Dimana kesadaran yang membuat perbandingan tanpa akhir ditinggalkan seluruhnya’, yang sepertinya melibatkan kesalah-pahaman atas anidassana. Urutan yang sama juga muncul dalam MN 49.11, terjemahan I.B.Horner (MLS I, 392): ‘kesadaran diskriminatif (=viññāāa) yang tidak dapat dijelaskan (=anidassana), yang tanpa akhir, jelas dalam segala hal (=sabbato pabha).’ Kedua kalimat ini harus dipelajari bersama-sama.Cf. juga AN 1.6: ‘pikiran ini (citta) adalah cemerlang, tetapi dikotori oleh kekotoran dari luar.’ Baca diskusi penting oleh Ñāananda, 57-73.
  13. G.C.Pande (Studies in the Origin of Buddhism, 92, n.21) mengatakan: ‘Buddha mengatakan bahwa pertanyaan sebaiknya tidak diajukan dengan cara seperti prosa di atas, tetapi – seperti syair-syair yang berikut. Seseorang mungkin bertanya: “Mengapa? Apa salahnya dengan formulasi prosa itu?” jawaban yang mungkin adalah: “Tidak ada salahnya. Namun syair tetap harus dimasukkan!”.
    Ñ
    āananda (ananda concept and Reality, 59) menjelaskan: ‘Baris terakhir dari syair menekankan pada kenyataan bahwa empat unsur utama tidak memiliki landasan – dan bahwa ‘Bathin-dan-jasmani’ dapat dipotong seluruhnya – dalam ‘anidassana-viññāa’ itu (kesadaran yang ‘tidak berwujud’) dari Arahant tersebut, dengan lenyapnya kesadaran normalnya yang terletak pada data pengalaman-indria. Ini adalah koreksi atas pendapat bhikkhu tersebut bahwa empat unsur utama dapat lenyap bersama-sama di suatu tempat – suatu pendapat yang berakar pada gagasan materi yang muncul dengan sendirinya. Formula Sang Buddha atas pertanyaan aslinya dan baris penutup ini dimaksudkan untuk membantah pendapat salah tersebut.’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar