CULADHAMMASAMADANA SUTTA
Khotbah Pendek
tentang Cara-cara menjalani Segala Sesuatu
Sumber : Sutta
Pitaka Majjhima Nikaya III,
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2006
Diterjemahkan oleh : Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2006
1. Demikianlah
yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi
di Hutan Jeta, Taman. Anathapindika. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu
demikian: “Para bhikkhu,”-“Yang Mulia,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata
demikian:
2. “Para
bhikkhu, ada empat cara menjalani segala sesuatu. Apakah yang empat itu? Ada
cara untuk menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi
matang di masa depan sebagai penderitaan. Ada cara untuk menjalani segala
sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai
penderitaan. Ada cara untuk menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang
dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan. Ada cara untuk menjalani
segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan
sebagai kesenangan.
3. “Para
bhikkhu, apakah cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan
menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan itu? Para bhikkhu, ada petapa
dan brahmana tertentu yang doktrin dan pandangannya adalah demikian: ‘Tidak ada
kerugian di dalam kesenangan-kesenangan indera.’ Mereka terbiasa meneguk
kesenangan-kesenangan indera dan menyeleweng dengan kelana-kelana perempuan
yang rambutnya diikat. Mereka berkata demikian: ‘Ketakutan masa-depan apa yang
dilihat oleh para petapa dan brahmana yang baik ini di dalam
kesenangan-kesenangan indera ketika mereka berbicara tentang meninggalkan
kesenangan-kesenangan indera dan menjelaskan pemahaman penuh tentang
kesenangan-kesenangan indera? Sungguh menyenangkan sentuhan tangan kelana
perempuan yang lembut, lunak, dan berbulu halus ini!’ Demikianlah mereka
terbiasa meneguk kesenangan-kesenangna indera, dan karena telah melakukannya,
pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka muncul kembali di dalam
keadaan kekurangan, di tempat tujuan yang tidak bahagia, di dalam penderitaan
berkepanjangan, bahkan di neraka. Di sana mereka merasakan perasaan-perasaan
yang menyakitkan, menyiksa, menusuk. Mereka berkata demikian: ‘Inilah
ketakutan-masa depan yang dilihat oleh para petapa dan brahmana yang baik ini
di dalam kesenangan-kesenangan indera ketika mereka berbicara tentang
meninggalkan kesenangan-kesenangan indera dan menjelaskan pemahaman penuh
tentang kesenangan-kesenangan indera. Disebabkan oleh kesenangan-kesenangan
indera, karena kesenangan-kesenangan indera, maka kami sekarang merasakan
perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk.’
4. “Para
bhikkhu, seandainya saja di bulan terakhir musim panas ada polong tanaman
rambat maluva yang membuka, lalu biji maluva itu jatuh di kaki pohon sala. Dewa
yang tinggal di pohon itu pun menjadi takut, gelisah, dan ngeri. Tetapi, para
sahabat, teman, sanak-saudara dan handai-taulannya-yaitu, para dewa kebun, dewa
taman, dewa pohon, dewa yang mendiami tanaman obat, rumput, dan pohon-pohon
besar di hutan-berkumpul dan menguatkan dewa tadi demikian: ‘Jangan takut,
tuan, jangan takut. Mungkin seekor merak akan menelan biji tanaman.rambat
maluva itu atau seekor binatang buas akan memakannya atau api hutan akan
membakarnya atau para pencari kayu di hutan akan membawanya atau semut-semut
putih akan memakannya atau biji itu bahkan mungkin tidak subur.’ Tetapi tidak
ada merak yang menelan biji itu, tidak ada api hutan yang membakarnya, tidak
ada pencari kayu di hutan yang membawanya, tidak ada semut putih yang
memakannya, dan biji itu ternyata subur. Kemudian, karena kelembaban hujan dari
awan yang membawa hujan, pada waktunya biji itu pun tumbuh. Dan sebatang sulur
yang lembut, lunak, dan berbulu halus merambatkan dirinya sendiri pada pohon
sala itu. Maka dewa yang berdiam di pohon sala itu berpikir:
‘Ketakutan-masa-depan apa yang dilihat oleh para sahabat, teman, sanak-saudara
dan handai-taulanku… pada biji tanaman rambat maluva ketika mereka berkumpul
dan menguatkan aku seperti yang telah mereka lakukan? Sungguh menyenangkan
sentuhan sulur yang lembut, lunak, dan berbulu halus ini!” Namun kemudian
tanaman rambat itu menyelimuti pohon sala itu, membuat payung di atasnya,
membentuk tirai di sekelilingnya, dan membelah dahan-dahan pokok pohon itu.
Maka dewa yang hidup di pohon itu menyadari: ‘Inilah ketakutan-masa-depan yang
mereka lihat pada biji tanaman rambat maluva itu. Karena biji tanaman rambat
maluva itu, kini aku merasakan perasaan-perasaan yang menyakitkan, menyiksa, menusuk.’
“Begitu
pula, para bhikkhu, ada petapa dan brahmana tertentu yang doktrin dan
pandangannya adalah demikian: ‘Tidak ada kerugian di dalam
kesenangan-kesenangan indera’… Mereka berkata demikian:’Inilah
ketakutan-masa-depan yang dilihat oleh para petapa dan brahmana yang baik itu
di dalam kesenangan-kesenangan indera…sehingga kini kami merasakan
perasaan-perasaan yang menyakitkan, menyiksa, menusuk.’ Inilah yang disebut
menjalani segala-sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan
sebagai penderitaan.
5. “Dan
apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang
menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan? Di
sini, para bhikkhu, seseorang telanjang ke mana-mana, menolak aturan menjilati
tangan-tangannya, tidak datang jika diundang, tidak berhenti jika
diminta…(seperti di Sutta 12,§ 45) …Dia hidup mengejar praktek mandi di air
tiga kali sehari termasuk di malam hari. Demikianlah dengan berbagai cara dia
hidup mengejar praktek menyiksa dan memalukan tubuh. Pada waktu hancurnya
tubuh, setelah kematian, dia muncul kembali di dalam keadaan kekurangan, di
tempat tujuan yang tidak bahagia, di dalam penderitaan berkepanjangan, bahkan
di neraka. Inilah yang disebut menjalani segala sesuatu yang menyakitkan
sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan.
6 “Dan
apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang
menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan? Di
sini, para bhikkhu, seseorang yang secara alami memiliki nafsu keinginan yang
kuat, dan dia senantiasa mengalami penderitaan dan kesedihan yang terlahir
karena nafsu keinginan; secara alami dia memiliki kebencian yang kuat, dan dia
senantiasa mengalami penderitaan dan kesedihan yang terlahir karena kebencian;
secara alami dia memiliki kebodohan yang kuat, dan dia senantiasa mengalami
penderitaan yang terlahir karena kebodohan. Namun di dalam penderitaan dan
kesedihan, menangis dengan wajah penuh air mata, dia menjalani kehidupan suci
yang sempurna dan murni. Pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, dia
muncul kembali di tempat tujuan yang bahagia, bahkan di alam surgai. Inilah
yang disebut menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi
matang di masa depan sebagai kesenangan.
7. “Dan
apa, para bhikkhu yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang
menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan? Di
sini, para bhikkhu, seseorang yang secara alami tidak memiliki nafsu keinginan
yang kuat, dan dia tidak senantiasa mengalami penderitaan dan kesedihan yang
terlahir karena nafsu keinginan; secara alami dia tidak memiliki kebencian yang
kuat, dan dia tidak senantiasa mengalami penderitaan dan kesedihan yang
terlahir karena kebencian; secara alami dia tidak memiliki kebodohan yang kuat,
dan dia tidak senantiasa mengalami penderitaan dan kesedihan yang terlahir
karena kebodohan , sangat terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah
dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, seorang bhikkhu memasuki dan berdiam di
Jhana pertama…Dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan,
dia memasuki dan berdiam di Jhana kedua… Juga dengan melemahnya kegiuran…dia
memasuki dan berdiam di Jhana ketiga…Dengan ditinggalkannya kesenangan dan
penderitaan…dia memasuki dan berdiam di Jhana keempat…Pada waktu hancurnya
tubuh, setelah kematian, dia muncul kembali di tempat tujuan yang bahagia,
bahkan di alam surgawi. Inilah yang disebut menjalani segala sesuatu yang
menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.
Inilah, para bhikkhu, empat cara untuk menjalani segala sesuatu.
Demikianlah
yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bersukacita
di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar