CULAVEDALLA SUTTA
Sumber :
Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994
1.
Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Jetavana, Kalandakanivapa,
Rajagaha. Pada ketika itu upasaka Visakha pergi menemui Bhikkhuni Dhammadinna,
sesudah memberi hormat kepadanya, ia duduk di tempat yang tersedia. Setelah
duduk ia bertanya:
(Perwujudan)
2. “Bhante, perwujudan, perwujudan telah dikatakan.
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan perwujudan oleh Sang Bhagava?”
“Saudara Visakha, kemelekatan pada khandha-khandha (kelompok-kelompok) itu
dinamakan perwujudan oleh Sang Buddha, yaitu: kemelekatan pada khandha jasmani
(rupakhandha), kemelekatan pada khandha perasaan (vedanakhandha), kemelekatan
pada khandha pencerapan (sannakhandha) kemelekatan pada khandha bentuk-bentuk
pikiran (sankharakhandha) dan kemelekatan pada khandha kesadaran
(vinnanakhandha). Kelima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan ini disebut
perwujudan oleh Sang Bhagava.”
Dengan berkata: “Baik,” upasika Visakha menjadi gembira karena kata-kata
Bhikkhuni Dhammadinna itu, menyetujui kata-kata itu, selanjutnya ia bertanya:
3.
“Bhante, asal mula perwujudan, asal mula perwujudan
telah dikatakan. Apa yang dimaksud dengan asal mula perwujudan oleh Sang
Bhagava.”
“Saudara Visakha, itu adalah keinginan untuk terlahir kembali yang disertai
kesenangan dan nafsu indera, kesenangan di sini dan di sana, yaitu: keinginan
nafsu indera (kamatanha), keinginan untuk menjadi (bhavatanha) dan keinginan
untuk tak menjadi (vibhavatanha). Inilah yang dimaksud dengan asal mula
perwujudan oleh Sang Bhagava.”
4. “Bhante, lenyapnya perwujudan, lenyapnya perwujudan
telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan lenyapnya perwujudan oleh Sang
Bhagava?”
“Saudara Visakha, itu adalah sisa-sisa dari keinginan yang memudar, lenyap,
dilepaskan, dibiarkan dan ditolak. Inilah yang dimaksud dengan lenyapnya
perwujudan oleh Sang Bhagava.”
5.
“Bhante, jalan menuju pelenyapan perwujudan, jalan
menuju pelenyapan perwujudan, telah dikatakan. Apakah yang dimaksud dengan
jalan menuju pelenyapan perwujudan oleh Sang Bhagava?”
“Saudara Visakha, itu adalah jalan berunsur delapan, yaitu: pandangan
benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar,
usaha benar, perhatian benar dan konsentrasi benar.”
6.
“Bhante, apakah kemelekatan itu sama dengan lima
khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan, atau apakah kemelekatan itu adalah
sesuatu yang terpisah dari lima khandha yang dipengaruhi oleh kemelekatan?”
“Saudara Visakha, kemelekatan itu adalah tidak sama dengan lima khandha
yang dipengaruhi oleh kemelekatan, juga tidak merupakan sesuatu yang terpisah
dari lima khandha unsur yang dipengaruhi oleh kemelekatan. Itu adalah keinginan
dan nafsu indera yang terdapat dalam lima khandha ini dipengaruhi oleh
kemelekatan itulah kemelekatan.”
(Timbulnya perwujudan)
7.
“Bhante, bagaimana pandangan salah tentang adanya aku
yang kekal (sakhayaditthi) terjadi?”
“Saudara Visakha, orang awam yang tidak belajar, tidak menghormat terhadap
orang-orang mulia (ariya), tidak mempunyai pengetahuan dhamma dan tidak
melaksanakan dhamma; tidak hormat kepada orang-orang benar (sappurisa), tidak
mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan tidak melaksanakan dhamma
mereka, melihat jasmani itu sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani
di dalam pribadi atau pribadi di dalam jasmani. Ia melihat perasaan sebagai
pribadi, pribadi memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada
dalam perasaan. Ia melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki
pencerapan, pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan.
Ia melihat bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki
bentuk-bentuk pikiran, bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di
dalam bentuk-bentuk pikiran melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki
kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran.
Itulah bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal
(sakhayaditthi) terjadi.”
8.
“Bhante, bagaimana agar pandangan salah tentang adanya
aku yang kekal tidak terjadi?”
“Saudara Visakha, siswa ariya yang terpelajar, menghormat terhadap
orang-orang mulia (ariya), mempunyai pengetahuan dhamma dan melaksanakan
dhamma; menghormat kepada orang-orang benar (sappurisa), mempunyai pengetahuan
dengan dhamma mereka dan melaksanakan dhamma mereka, tidak melihat jasmani itu
sebagai pribadi, pribadi memiliki jasmani, jasmani di dalam pribadi atau
pribadi di dalam jasmani. Ia tidak melihat perasaan sebagai pribadi, pribadi
memiliki perasaan, perasaan ada dalam pribadi atau pribadi ada dalam perasaan.
Ia tidak melihat pencerapan sebagai pribadi, pribadi memiliki pencerapan,
pencerapan di dalam pribadi atau pribadi di dalam pencerapan. Ia tidak melihat
bentuk-bentuk pikiran sebagai pribadi, pribadi memiliki bentuk-bentuk pikiran,
bentuk-bentuk pikiran di dalam pribadi atau pribadi di dalam bentuk-bentuk
pikiran. Ia tidak melihat kesadaran sebagai pribadi, pribadi memiliki
kesadaran, kesadaran di dalam pribadi atau pribadi di dalam kesadaran. Itulah
bagaimana pandangan salah tentang adanya aku yang kekal (sakhayaditthi) tidak
terjadi.”
(Delapan jalan mulia)
9.
“Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan?”
“Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah: pandangan benar,
pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, usaha
benar, perhatian benar dan konsentrasi benar”
10.
“Bhante, apakah jalan mulia berunsur delapan
berkondisi atau tidak berkondisi?”
“Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah berkondisi.”
“Saudara Visakha, jalan mulia berunsur delapan adalah berkondisi.”
11. “Bhante, apakah tiga kelompok dimasukkan oleh jalan
mulia berunsur delapan, atau jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga
kelompok?”
“Saudara Visakha, tiga kelompok tidak dimasukkan oleh jalan mulia berunsur
delapan, tetapi jalan mulia berunsur delapan dimasukkan oleh tiga kelompok.
Setiap ucapan benar, setiap perbuatan benar dan setiap mata pencaharian benar:
dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok Moral (Sila), setiap usaha
benar, setiap kesadaran benar, setiap konsentrasi benar; dhamma-dhamma ini
dimasukkan ke dalam kelompok Meditasi (Samadhi), setiap pandangan benar dan
setiap pikiran benar: dhamma-dhamma ini dimasukkan ke dalam kelompok
Kebijaksanaan (Panna).”
(Konsentrasi)
12. “Bhante, apakah yang dimaksud dengan konsentrasi,
apakah tanda meditasi, apa perlengkapan meditasi, bagaimana mengembangkan
meditasi?”
“Saudara Visakha, suatu pemusatan pikiran adalah meditasi, empat dasar
perhatian (satipatthana) adalah tanda meditasi, empat usaha benar
(sammappadhana) adalah perlengkapan meditasi: pengulangan berulang-ulang kali,
pengembangannya dan mengusahakan meditasi adalah yang dimaksud dengan
mengembangkan meditasi (samadhibhavana).”
(Proses)
13.
“Bhante, ada beberapa banyak proses (sankhara) yang
ada?”
“Saudara Visakha, ada tiga buah proses: proses jasmani/badan
(kayasankhara), proses bicara/verbal (vacisankhara) dan proses berpikir.”
14.
“Bhante, tetapi apa yang dimaksud dengan proses
jasmani, proses bicara serta proses berpikir?”
“Saudara Visakha, menarik nafas dan mengeluarkan nafas adalah proses jasmani, usaha untuk mencari ide (vitakha) dan ide telah ada (vicara) adalah proses berbicara, sedangkan pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana) adalah proses berpikir.”
“Saudara Visakha, menarik nafas dan mengeluarkan nafas adalah proses jasmani, usaha untuk mencari ide (vitakha) dan ide telah ada (vicara) adalah proses berbicara, sedangkan pencerapan (sanna) dan perasaan (vedana) adalah proses berpikir.”
15.
“Bhante, tetapi mengapa menarik dan mengeluarkan nafas
merupakan proses jasmani, mengapa usaha menangkap obyek dan obyek telah
tertangkap merupakan proses berbicara, mengapa pencerapan dan perasaan
merupakan proses berpikir?”
“Saudara Visakha, menarik dan mengeluarkan nafas itu menjadi bagian dari jasmani; ini adalah hal-hal yang terikat dengan jasmani, itulah sebabnya maka tarik dan keluar nafas merupakan proses jasmani. Setelah terlebih dahulu ‘ide dicari’ dan ‘ide ada’ merupakan proses berbicara. Pencerapan dan perasaan terikat pada pikiran, ini adalah hal-hal yang terikat dengan pikiran, itulah sebabnya mengapa pencerapan dan perasaan itu merupakan proses berpikir.”
“Saudara Visakha, menarik dan mengeluarkan nafas itu menjadi bagian dari jasmani; ini adalah hal-hal yang terikat dengan jasmani, itulah sebabnya maka tarik dan keluar nafas merupakan proses jasmani. Setelah terlebih dahulu ‘ide dicari’ dan ‘ide ada’ merupakan proses berbicara. Pencerapan dan perasaan terikat pada pikiran, ini adalah hal-hal yang terikat dengan pikiran, itulah sebabnya mengapa pencerapan dan perasaan itu merupakan proses berpikir.”
(Pencapaian pelenyapan)
16.
“Bhante, bagaimana lenyapnya pencerapan dan perasaan
(sannavedaniyatanirodha) dapat terjadi?”
“Saudara Visakha, apabila seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan
pencerapan dan perasaan, tidak muncul pikiran ‘saya akan mencapai pelenyapan
pencerapan dan perasaan’ atau ‘saya sedang mencapai pelenyapan pencerapan dan
perasaan’; ‘saya telah mencapai pelenyapan pencerapan dan perasaan’; tetapi
agaknya pikirannya sudah lebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga
batinnya mengarah ke keadaan itu.”
17.
“Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai
pelenyapan pencerapan dan perasaan, dhamma-dhamma manakah yang terjadi terlebih
dahulu padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?”
“Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang dalam pencapaian pelenyapan
pencerapan dan perasaan, yang pertama-tama lenyap adalah proses berbicara, lalu
proses jasmani, akhirnya proses berpikir.”
18.
“Bhante, bagaimana caranya bangun dari pelenyapan
pencerapan, dan perasaan, terjadi?”
“Saudara Visakha, ketika seorang sedang bangun dari pencapaian pelenyapan
pencerapan dan perasaan, tidak akan pikiran: ‘Saya akan bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan’ atau ‘Saya bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan’ atau ‘Saya telah bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan’; tetapi agaknya pikirannya telah terlebih
dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga mengarah ke keadaan itu.”
19. “Bhante, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari
pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, hal-hal mana yang timbul pertama
kali padanya: proses jasmani, proses berbicara atau proses berpikir?”
“Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu sedang bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan, pertama-tama yang timbul adalah proses
berpikir, lalu proses jasmani, kemudian proses berbicara.”
20.
“Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari
pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada berapa banyak jenis kontak
yang menyentuhnya?”
“Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan, ada tiga jenis kontak yang menyentuh
padanya: kontak kosong (sunnato phassa), kontak tanpa tanda (animitta phassa)
dan kontak tanpa keinginan (appanihita phassa).”
21.
“Bhante, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari
pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, kepada apakah pikirannya
cenderung bersandar dan tertuju?”
“Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya itu cenderung bersandar dan tertuju pada pengasingan.”
“Saudara Visakha, ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya itu cenderung bersandar dan tertuju pada pengasingan.”
(Perasaan)
22.
“Bhante, ada berapa banyak perasaan?”
“Saudara Visakha, ada tiga macam perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan
menyakitkan dan perasaan tidak menyakitkan maupun tidak menyenangkan.
23. “Bhante, tetapi apa yang dinamakan perasaan
menyenangkan, perasaan menyakitkan dan bukan perasaan menyenangkan maupun bukan
menyakitkan?”
“Saudara Visakha, apa pun yang dirasakan badan maupun mental sebagai
menyenangkan dan memuaskan adalah perasaan menyenangkan. Apa pun dirasakan oleh
badani dan mental sangat menyakitkan dan melukai adalah perasaan menyakitkan. Apa
pun yang dirasakan badan dan mental sebagai yang tidak memuaskan juga tidak
atau melukai adalah perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan.”
24. “Bhante, apakah perasaan menyenangkan dari kebajikan
menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan? Apakah perasaan menyakitkan dari
kebajikan menyakitkan dan dari kebajikan menyenangkan? Apakah perasaan bukan
menyenangkan maupun menyakitkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan
menyakitkan?”
“Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah kebajikan menyenangkan
karena keberadaannya dan kebajikan menyakitkan dari perubahan. Perasaan
menyakitkan adalah menyakitkan dalam kebajikan karena keberadaannya dan
kebajikan menyenangkan dari perubahan. Perasaan bukan menyenangkan maupun bukan
menyakitkan adalah menyenangkan dalam kebajikan pengetahuan dan menyakitkan
dalam kebajikan ingin pengetahuan.”
(Kecenderungan Laten)
25. “Bhante, kecenderungan laten (anusaya) apakah yang ada
pada perasaan menyenangkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan
menyakitkan? Kecenderungan laten apakah yang ada pada perasaan bukan
menyakitkan maupun bukan menyenangkan?”
26.
“Saudara Visakha, kecenderungan laten yang ada pada
perasaan menyenangkan adalah keserakahan (lobha). Kecenderungan laten yang ada
pada perasaan menyakitkan adalah ketidaksenangan (dosa). Kecenderungan laten
yang ada pada perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah
kebodohan (moha).”
27.
“Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan
mendasari dalam semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan laten
ketidaksenangan mendasari dalam semua perasaan menyakitkan? Apakah
kecenderungan laten kebodohan mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan
maupun bukan menyakitkan?”
“Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan tidak mendasari dalam
semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan tidak
mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan laten kebodohan tidak
mendasari dalam semua perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan.”
28. “Bhante, apakah yang dapat ditinggalkan sehubungan
dengan perasaan menyenangkan ? Apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan
perasaan menyakitkan dan apa yang dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan
yang bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?”
“Saudara Visakha, kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan
sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten ketidaksenangan
dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan laten
kebodohan dapat ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan menyakitkan
maupun bukan menyenangkan.”
29. “Bhante, apakah kecenderungan laten keserakahan dapat
ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan ? Apakah
kecenderungan laten ketidaksenangan dapat ditinggalkan sehubungan dengan semua
perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan
sehubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan maupun bukan menyenangkan?”
“Saudara Visakha, bukan berhubungan dengan semua perasaan menyenangkan,
maka kecenderungan laten keserakahan dapat ditinggalkan, bukan berhubungan
dengan semua perasaan menyakitkan maka kecenderungan laten ketidaksenangan
dapat ditinggalkan, bukan berhubungan dengan semua perasaan bukan menyakitkan
maupun bukan menyenangkan maka kecenderungan laten kebodohan dapat ditinggalkan.
Seorang bhikkhu, jauh dari nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai
dan berada dalam Jhana I yang disertai vitakha usaha pikiran untuk menangkap
obyek, vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), kegiuran (piti) dan
kebahagiaan (sukha) yang muncul karena ketenangan: dengan ini ia meninggalkan
keserakahan dan kecenderungan laten keserakahan tidak ada. Seorang bhikkhu
berpikir: ‘Kapan saya akan masuk dan berada dalam keadaan yang telah dicapai
dan ditinggali oleh para ariya ?’ Maka dengan cara ini ia mengembangkan
cinta-kasih untuk pembebasan tertinggi (anuttara vimokha), kesedihan muncul
dengan cinta-kasih sebagai kondisinya: dengan itu ia meninggalkan
ketidaksenangan dan kecenderungan laten ketidaksenangan tidak ada.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan dengan lebih dahulu
melenyapkan kesenangan dan duka cita mental, seorang bhikkhu mencapai dan
berada dalam Jhana IV dengan ‘bukan kesakitan maupun bukan menyenangkan’,
perhatian yang murni karena keseimbangan batin: dengan itu ia meninggalkan
kebodohan, dan kecenderungan laten kebodohan tidak ada.”
30.
“Bhante apa lawan dari perasaan menyenangkan?”
“Saudara Visakha, perasaan menyakitkan adalah lawan dari perasaan
menyenangkan.”
“Bhante, apa lawan dari perasaan menyakitkan.”
“Saudara Visakha, perasaan menyenangkan adalah lawan dari perasaan
menyakitkan.”
“Bhante, apa lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan
menyakitkan?”
“Saudara Visakha, kebodohan adalah lawan dari perasaan bukan menyenangkan
maupun bukan perasaan menyedihkan.”
“Bhante, apa lawan dari kebodohan?”
“Saudara Visakha, pengetahuan benar adalah lawan dari kebodohan.”
“Bhante, apa lawan dari pengetahuan sejati?”
“Saudara Visakha, pembebasan adalah lawan dari pengetahuan sejati.”
“Bhante, apa lawan dari pembebasan?”
“Saudara Visakha, Nibbana adalah lawan dari pembebasan.”
“Bhante, apa lawan dari Nibbana?”
“Saudara Visakha, anda telah bertanya terlalu jauh. Anda tak dapat
menemukan kesimpulan rantai pertanyaan; karena kehidupan suci (brahmacari) yang
menembus Nibbana, menuju Nibbana. Jika anda mau, anda dapat menemui Sang
Bhagava dan tanyakan kepada Beliau arti dari hal ini. Ketika beliau menjawab,
anda harus mengingatnya.”
(Kesimpulan)
31. Upasika Visakha sangat gembira karena kata-kata
Bhikkhu Dhammadinna, setelah mengiakan, ia pergi menemui Sang Bhagava. Setelah
memberi hormat kepada Beliau, ia duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk,
ia menceritakan kembali semua pembicaraannya dengan Bhikkhuni Dhammadinna.
Ketika ceritanya itu selesai, Sang Bhagava berkata:
32. “Visakha, Bhikkhuni Dhammadinna itu adalah bijaksana,
bhikkhuni Dhammadinna mempunyai pengertian luas. Jika kamu menanyakan
pertanyaan itu kepada-Ku, saya akan memberikan jawaban yang sama. Karena
Bhikkhuni Dhammadinna menjawab pertanyaanmu, mengenai artinya, maka kamu harus
mengingatnya.”
Itulah yang
dikatakan oleh Sang Buddha. Upasika Visakha puas dan gembira karena kata-kata
Sang Bhagava.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar