Buddhisme di Mata Para Intelektual
Judul asli: Buddhism
in the Eyes of Intellectuals
Oleh: Y.M.
K. Sri Dhammananda
Pengantar Penyusun
Buddhisme merupakan sebuah agama besar yang menerangi
umat manusia lebih dari dua puluh lima abad yang lalu dan membebaskannya dari
segala perbudakan dan praktik – praktik ketakhyulan. Buddhisme adalah suatu
agama yang bersifat ilmiah. Buddha Gotama dewasa ini dipuja oleh setiap orang
yang berbudaya dan berintelek, tidak peduli agama apapun yang mereka anut,
sementara penemu sebagian besar agama lainnya hanya dipuja oleh para
pengikutnya saja. Bukan hanya mereka-mereka yang menganut agama-agama tertentu,
akan tetapi para pemikir bebas pun memuja Yang Telah Mencapai Pencerahan
Sempurna junjungan dunia ini.
Dari kaca
mata sejarah, tiada Guru lainnya yang pernah hidup di dunia ini yang telah
memberikan begitu besar kebebasan religius dan juga hak menentukan keyakinan
bagi umat manusia. Sebelum munculnya Sang Buddha, agama hanya dimiliki dan
dimonopoli oleh suatu kelompok tertentu dari masyarakat. Sang Buddha adalah
Guru dalam sejarah yang membuka pintu gerbang agama bagi setiap orang di
masyarakat dengan tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi. Sang Buddha telah
menasihati siswa-siswa-Nya untuk melatih dan mengem-bangkan kekuatan laten
manusia serta menunjukan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan
kekuatan–kekuatan dan kecerdasannya tanpa harus menjadi budak / hamba dari
suatu mahluk yang tak dikenal, untuk mendapatkan suatu kebahagiaan abadi yang
Beliau umumkan kepada dunia melalui pengalaman-Nya sendiri dan bukan melalui
teori-teori, kepercayaan-kepercayaan maupun praktik–praktik tradisional.
Ajaran-Nya adalah sedemikian rupa sehingga siapa saja dapat mempraktik-kannya
tanpa menyandang merek agama tertentu.
Untuk
menyusun buku ini, saya telah menyeleksi berbagai pernyataan yang dibuat oleh
para filsuf, sarjana, sejarawan, ilmuwan, penulis, pemuka agama, reformis
sosial dan politisi yang terkenal bagi dunia modern ini sebagai orang-orang
yang sangat intelek. Di antara mereka banyak terdapat orang-orang non-Buddhis
serta para pemikir bebas. Menurut mereka, Buddhisme adalah agama yang paling
praktis dan rasional yang akan menarik perhatian ilmu pengetahuan dan yang
sungguh- sungguh dapat merupakan suatu pelajaran yang lebih baik bagi manusia
jika para penganutnya mempraktikkan agama dengan semestinya.
Oleh karena
itu, adalah suatu kegembiraan yang besar bagi saya dapat mempersembahkan
kutipan-kutipan berharga yang disarikan dari berbagai buku dan artikel. Apapun
pendapat mereka yang telah menempatkan Buddhisme pada tempat teratas di bidang
agama, penyusun buku ini tidak bermaksud untuk mengecilkan arti kepercayaan
agama lainnya, karena ide penerbitan ini tidaklah untuk menunjukkan superioritas
agama Buddha terhadap agama-agama lainnya, tapi sebaliknya untuk menggambarkan
pandangan-pandangan dengan tanpa memihak yang dikemukakan oleh berbagai
kalangan intelektual.
Seluruh
judul dari pernyataan-pernyataan di dalam buku ini adalah diberikan oleh
penyusun.
Penyusun :
K. Sri Dhammananda
25-11-1992 ( B.E.2536 )
25-11-1992 ( B.E.2536 )
BAB 1
Sang Buddha
Sang Buddha
Kebesaran
Sang Buddha
Saya tidak
dapat merasakan sendiri, baik dalam hal kebijaksanaan maupun dalam hal
kebajikan, Kristus berdiri sama tinggi dengan sejumlah orang lainnya yang
dikenal sejarah, saya pikir saya semestinya menempatkan Sang Buddha di atas
Kristus dalam kedua hal tersebut.
–(Bertrand
Russell, “Why I am not a Christian”)
Perwujudan
Kebajikan
Sang Buddha
merupakan perwujudan dari seluruh kebajikan yang telah Beliau babarkan. Selama
45 tahun pembabaran Dhamma-Nya yang sukses dan diwarnai berbagai peristiwa,
Beliau menerjemahkan semua kata-kata-Nya ke dalam tindakan nyata; dan tiada
celah sedikit pun yang disediakan bagi munculnya bebagai nafsu keinginan
rendah. Aturan kemoralan dari Sang Buddha adalah yang paling sempurna yang
pernah dikenal oleh dunia.
–(Prof. Max
Muller, sarjana Jerman)
Bunga Pohon
Kemanusiaan
Inilah sang
bunga yang tumbuh pada pohon kemanusiaan kita, Yang bermekaran beribu–ribu
tahun, dan merekah-nya, memenuhi dunia dengan harumnya kebijaksanaan dan
tetesan madu cinta kasih.
–(Sir Edwin
Arnold, “Light Of Asia”)
Sang Buddha
Lebih Bersesuaian Dengan Kita
Anda melihat
dengan jelas seorang manusia, sederhana, penuh bakti, menyendiri, berjuang
untuk mencapai pencerahan, suatu pribadi manusia yang begitu hidup, bukan suatu
mitos. Di dalam aneka ragam kisah yang menakjubkan, saya merasa bahwa disana
juga terdapat seorang manusia. Beliau juga, menyampaikan suatu pesan yang
bersifat universal dalam karakter kepada umat manusia. Banyak ide modern
terbaik kita yang sangat bersesuaian dengan pesannya itu. Ia mengajarkan bahwa
semua kesengsaraan dan ketidakpuasan hidup adalah disebabkan oleh sifat
mementingkan diri sendiri. Sifat ini mempunyai tiga bentuk –pertama, keinginan
untuk memuaskan kelima indera; kedua, keinginan untuk hidup selamanya; dan
ketiga, keinginan untuk memperoleh kemakmuran dan kenikmatan duniawi. Sebelum
seseorang dapat menjadi tenang dan damai, ia harus menghentikan hidup demi
memuaskan indera – inderanya atau dirinya sendiri. Setelah itu ia lebur menjadi
suatu mahluk agung. Sang Buddha lima ratus tahun sebelum Kristus lahir, dengan
bahasa yang berbeda mengajarkan bersesuaian dengan kita dan kebutuhan –
kebutuhan kita. Sang Buddha lebih nyata dan mudah dipahami daripada Kristus,
perihal dengan pentingnya diri kita dalam pelayanan, serta perihal mengurangi
keraguan atas pertanyaan tentang pribadi yang kekal / roh abadi.
–(HG. Wells)
–(HG. Wells)
Seorang Ayah
yang Bijak
Sang Buddha
adalah seseorang yang melihat anak-anaknya sedang bermain-main menikmati api
kesenangan duniawi, dan meng-gunakan berbagai cara yang bijaksana untuk membawa
mereka ke luar dari rumah yang sedang terbakar ini serta menuntun mereka ke
tempat yang aman, Nibbana.
–(Prof.
Lakshimi Narasu, “The Essense of Buddhism”)
Manusia
Termulia
Bila anda
ingin menjumpai seorang manusia yang paling mulia, tengoklah seorang raja dalam
pakaian pengemis; Dialah orang yang paling suci di antara manusia.
–(Abdul
Atahiya, Seorang Penyair Muslim)
Metode Sang
Buddha
Jika suatu
pertanyaan harus dipertimbangkan, ia harus dipertimbangkan dengan tenang dan
demokratis seperti cara yang diajarkan oleh Sang Buddha.
–(Nehru)
Orang gila
dan Orang Waras
Perbedaan
antara seorang Buddha dengan seorang biasa ialah seperti perbedaan antara orang
waras dengan orang gila.
–(Seorang
penulis)
Pujian Bagi
Sang Buddha
Sang Buddha
dengan mudah dipilih sebagai satu-satunya orang yang dikenal oleh manusia yang
menerima pujian dari begitu banyak umat manusia.
–(Prof.
Saunders, Literary secretary YMCA, India, Myanmar, Ceylon)
Buddha
adalah Sang Jalan
Saya semakin
dan semakin merasakan bahwa Sakyamuni adalah yang paling serasi, baik dalam
karakter maupun pengaruh dalam diriNya, Ia yang merupakan Sang Jalan, Sang
Kebenaran, dan Sang Kehidupan.
–(Bishop Milman)
–(Bishop Milman)
Pesan Sang
Buddha
Sang Buddha
merupakan sesuatu yang lebih hebat/besar daripada segala doktrin maupun dogma
dan pesan abadiNya telah meng-getarkan umat manusia sepanjang masa. Barangkali
pesan Nya tentang perdamaian lebih dibutuhkan bagi umat manusia yang sengsara
dan kacau sekarang ini, daripada pada masa sejarah yang lampau.
–(Nehru)
Ia tidak
berbicara tentang “dosa”
Ketenangan
batin dan cinta kepada semua makhluk sangat ditekankan oleh Sang Buddha. Ia
tidak berbicara tentang “dosa”, tapi hanyalah tentang ketidaktahuan dan
kebodohan yang dapat dilenyapkan dengan pencerahan dan simpati.
–(Dr. S.
Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)
Kepala
Dingin dan Hati Penuh Kasih
Hal yang
paling menarik perhatian dari Sang Buddha adalah perpaduan yang unik dari suatu
kepala dingin yang ilmiah dan suatu hati yang hangat penuh cinta kasih dan rasa
simpati yang dalam. Dunia dewasa ini semakin dan semakin berpaling kepada Sang
Buddha karena Beliau sendiri menggambarkan suara hati dari umat manusia.
–(Moni
Bagghee, “Our Buddha”)
Kita
Terkesan oleh Semangat RasionalitasNya
Ketika kita
membaca khotbah – khotbahNya, kita terkesan oleh semangat rasionalitasNya.
Jalan etika Sang Buddha yang pertama ialah pandangan / pengertian benar, suatu
pandangan yang rasional. Beliau berusaha menyingkirkan segala perangkap yang
merintangi pandangan / penglihatan manusia terhadap dirinya serta nasibnya.
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)
Sangkalan
dari Sang Buddha
Jika
misalnya kita bertanya, apakah posisi elektron itu tetap sama, kita harus
mengatakan ‘tidak’; bila kita bertanya apakah posisi elektron itu berubah
bersama waktu, kita harus mengatakan ‘tidak’; jika kita bertanya apakah ia
dalam keadaan bergerak, kita harus mengatakan “tidak”. Sang Buddha telah
memberikan jawaban yang serupa ketika ditanya tentang keadaan diri seseorang
setelah ia mati; akan tetapi jawaban tersebut tidak lazim bagi tradisi sains
abad ketujuh belas dan kedelapan belas.
–(J.Robert
Oppenheimer)
Jenius
Filosofis
Sang Buddha
adalah seorang pelopor yang mencintai umat manusia, dan suatu kejeniusan
filosofis mengalir ke dalam suatu kepribadian yang penuh semangat dan
bercahaya. Ia memiliki sesuatu untuk disampaikan yaitu bahwa tiada pria atau
wanita, setelah 2500 tahun hilir mudik bersibuk diri dan berceloteh tentang
sumber pengetahuan, dapat menghalau kebodohan. Yang lebih besar dari
kebijaksanaanNya, barangkali, adalah keteladanan yang dilakoniNya.
–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)
–(Moni Bagghee, “Our Buddha”)
Sang Buddha
untuk Semua Umat manusia
Sang Buddha
bukanlah merupakan milik umat Buddha saja. Beliau adalah milik semua umat
manusia. AjaranNya adalah umum untuk setiap orang. Setiap agama yang muncul
sesudah masa Sang Buddha, telah meminjam banyak ide – ide bijak dari Beliau.
–(Seorang
Sarjana Muslim)
Sang Buddha
Laksana seorang Dokter
Sang Buddha
adalah mirip seorang dokter. Sama halnya seperti seorang dokter yang harus
mengetahui diagnosa dari berbagai jenis penyakit, sebab – sebabnya, obatnya dan
penyembuhannya, serta harus mampu mengaplikasikannya; demikian pula halnya Sang
Buddha telah mengajarkan Empat Kesunyataan Mulia yang menunjukkan derita,
sumbernya, akhir derita, serta jalan menuju akhir derita.
–(Dr. Edward
Conze, “Buddhism”)
Sang Mentari
yang Cemerlang
Di dunia
yang penuh badai dan pertengkaran, kebencian dan kekerasan, pesan Sang Buddha
bersinar laksana sang mentari nan cemerlang. Barangkali pesan tersebut tak
pernah lebih dibutuhkan daripada di dunia zaman bom Atom dan Hidrogen ini. Dua
ribu lima ratus tahun adalah semata – mata telah menambah vitalitas dan
kebenaran dari pesan tersebut. Marilah kita mengingat pesan abadi itu dan
mencoba membentuk pikiran – pikiran dan perbuatan – perbuatan kita di dalam
terangnya ajaran tersebut. Kita bahkan mungkin dapat menghadapi dengan batin
yang penuh keseimbangan, teror – teror dari zaman bom Atom ini dan menolong
beberapa orang dalam mengembangkan pikiran benar dan perbuatan benar.
–(Nehru)
Manusia Terbesar
Yang Pernah Lahir
Inilah suatu
ajaran yang dapat kita ikuti dengan penuh keyakinan. Dalam dunia aneka ragam
agama, pemujaan – pemujaan serta kepercayaan – kepercayaan, di manakah dapat
kita temukan seorang guru yang demikian sempurna? Di antara taburan bintang –
bintang, Beliau adalah sebuah raksasa dari rangkaian yang terbesar. Tidak
begitu mengherankan bahwasanya para ilmuwan, filsuf, dan para sastrawan telah
memproklamasikannya sebagai “manusia terbesar yang pernah lahir”. Cahaya dari
guru besar ini menembus dunia yang penuh derita dan kegelapan, laksana cahaya
mercusuar yang menuntun dan menerangi umat manusia.
–(Seorang
Penulis Eropa)
BAB 2
Buddhisme
Buddhisme
Ajaran Dasar
dari Sang Buddha
Kelembutan,
ketenangan, belas kasih, dengan pembebasan dari kemelekatan dan keakuan –inilah
ajaran dasar dari agama besar dari Timur, Buddhisme.
–(E.A.
Burtt, “The Compassionate Buddha”)
Jembatan
yang Kokoh
Buddha
Dharma laksana sebuah jembatan yang dibangun kokoh dari baja fleksibel, ia hanya
sedikit memberi pengaruh terhadap angin dan air, ia menyesuaikan diri terhadap
keadaan – keadaan yang berubah, tapi pada saat yang sama ia memiliki pondasi –
pondasi yang aman dan menawarkan suatu jalan aman menuju ke Alam Tanpa –
Kematian, ke Nibbana.
–(Phra
Khantipalo, “Tolerance”)
Datang dan
Buktikan
Buddhisme
adalah selalu merupakan pertanyaan tentang pengetahuan dan pembuktian; bukan
tentang kepercayaan. Ajaran Sang Buddha memenuhi syarat sebagai Ehi-Passiko,
mengundang anda untuk datang dan membuktikan, bukannya datang dan percaya.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)
Tantangan
bagi Agama – agama Lainnya
Memang benar
bahwa Buddhisme seperti yang kita temukan benar-benar tercatat, bukanlah
merupakan suatu sistem hipotesis kuno, yang masih tetap merupakan tantangan
bagi agama-agama lainnya.
–(Bishop Gore, “Buddha and the Christ”)
–(Bishop Gore, “Buddha and the Christ”)
Membangunkan
Nurani Manusia
Memang dunia
Timur yang misterius, ibu yang subur dari agama – agama, telah memberikan kita
melalui Buddhisme suatu penyingkapan (dari rahasia semesta) yang sejati, karena
ia memberitahukan kita tentang keindahan dan kesucian moral, yang terbaring
jauh di dalam sifat manusia yang tidak memerlukan makhluk (dewa) lainnya selain
yang ada dalam nurani manusia untuk membangunkannya menuju kemulia-an hidup.
–(Charles T.
Gorham)
Tidak Ada
yang Melebihi Agama Buddha
Sebagai umat
Buddha atau bukan umat Buddha, saya telah memeriksa setiap sistem agama – agama
besar di dunia ini, dan tidak ada sesuatu pun di dalam agama – agama itu saya temukan
yang melebihi, keindahan dan kesempurnaan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan
serta Empat Kesunyataan Mulia dari Sang Buddha. Saya merasa puas menyesuaikan
kehidupan saya menurut jalan tersebut.
–(Prof. Rhys
Davids)
Buddhisme
Tidak Menuntun kita ke Surga Orang Dungu
Buddhisme adalah agama yang realistis, karena ia menganut suatu pandangan yang realistis tentang kehidupan dan dunia ini. Ia tidak secara salah menarik kita untuk hidup ke dalam surga seorang dungu, pun ia tidak menakut – nakuti dan menyiksa kita dengan segala macam rasa takut dan rasa dosa yang khayal. Ia secara tepat dan obyektif menyatakan siapa / apa sesungguhnya diri kita dan dunia di sekeliling kita, serta menunjukkan kita jalan menuju kebebasan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan yang sempurna.
–(Ven. Dr. W. Rahula)
Buddhisme adalah agama yang realistis, karena ia menganut suatu pandangan yang realistis tentang kehidupan dan dunia ini. Ia tidak secara salah menarik kita untuk hidup ke dalam surga seorang dungu, pun ia tidak menakut – nakuti dan menyiksa kita dengan segala macam rasa takut dan rasa dosa yang khayal. Ia secara tepat dan obyektif menyatakan siapa / apa sesungguhnya diri kita dan dunia di sekeliling kita, serta menunjukkan kita jalan menuju kebebasan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan yang sempurna.
–(Ven. Dr. W. Rahula)
Misi Sang
Buddha
Misi Sang
Buddha benar–benar unik dalam sifatnya, karena itu ia berdiri jauh terpisah
dari banyak agama – agama lainnya di dunia. Misinya adalah untuk menggiring
burung – burung idealisme yang sedang terbang melayang di angkasa untuk lebih
mendekat ke bumi karena makanan bagi tubuh – tubuh mereka adalah milik sang
bumi.
–(Hazrat
Inayat Khan, “The Sufi Message”)
Suatu Agama
Kosmis
Agama masa
depan akan merupakan suatu agama kosmis. Ia harus melampaui suatu ‘Tuhan yang
berpribadi’ dan menghindari dogma – dogma dan teologi. Meliputi baik hal yang
bersifat natural maupun spiritual, ia harus berdasarkan pada pengertian
religius yang timbul dari pengalaman berbagai hal, yang natural dan spiritual,
sebagai suatu kesatuan yang berarti. Buddhisme memenuhi penjabaran ini.
–(Albert
Einstein)
Agama Buddha
Tetap Tidak Akan Terpengaruh
Dokrin
Buddha Dhamma yang ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh perjalanan waktu dan
perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih tetap seperti ketika petama kali Ia
ucapkan. Tidak peduli seberapa jauh pengetahuan ilmiah dapat memperluas
cakrawala mental seseorang, di dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang
untuk penerimaan dan asimilasi terhadap penemuan yang lebih jauh / baru. Ia tidak
bergantung kepada konsep – konsep terbatas dari pikiran – pikiran yang primitif
/ kuno juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif.
–(Francis
story, “Buddhisme as World Religion”)
Agama yang
Gembira / Ceria
Buddhisme
sama sekali bertentangan dengan sikap mental yang murung, sendu, penuh
penyesalan, dan pesimis, yang dipandang sebagai perintang menuju perealisasian
Kebenaran. Sebaliknya, menarik sekali untuk diingat di sini bahwa kegembiraan
merupakan salah satu dari tujuh “Faktor Pencerahan”, kualitas penting yang
harus dikembangkan untuk perealisasian Nibbana.
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)
–(Ven. Dr. W. Rahula, “What the Buddha Taught”)
Revolusi
Religius
Dua puluh
lima abad yang lalu India menyaksikan suatu revolusi intelektual dan religius
yang berpuncak pada runtuhnya monoteisme, keegoisan yang berkenaan dengan
kependetaan, serta pendirian suatu agama sintetis, dengan suatu sistem
pencerahan dan pandangan yang dengan tepatnya disebut Dhamma, Agama Filosofis.
–(Anagarika Dharmapala, “The World’s Debt to Buddha”)
–(Anagarika Dharmapala, “The World’s Debt to Buddha”)
Suatu Rencana
untuk Menjalani Hidup
Buddhisme
merupakan sebuah rencana untuk menjalani hidup dalam jalan sedemikian rupa
untuk memperoleh manfaat / keuntungan yang setinggi-tingginya dari kehidupan.
Ia merupakan suatu agama kebijaksanaan dimana pengetahuan dan kecerdasan lebih
berperan. Sang Buddha berkhotbah bukan untuk mendapatkan pengikut-pengikut
baru, tapi untuk menerangi para pendengarnya.
–(Seorang Penulis Baru)
–(Seorang Penulis Baru)
Tidak ada
Asumsi dalam Agama Buddha
Adalah suatu
kemuliaan dari Buddhisme bahwasanya ia menjadikan pencerahan intelektual
sebagai syarat utama dari keselamatan. Dalam Buddhisme, moralitas dan
pencerahan intelektual adalah tak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Moralitas adalah membentuk dasar bagi kehidupan yang lebih tinggi, sedangkan
pengetahuan dan kebijaksanaan melengkapinya. Tanpa pemahaman yang sempurna
terhadap hukum sebab akibat dan penjelmaan (pratityasamutpada), tak seorang pun
dapat dikatakan sungguh – sungguh bermoral bila ia tidak memiliki pemahaman /
pengertian dan pengetahuan yang semestinya. Dalam hal ini Buddhisme berbeda
dengan semua agama lainnya. Semua agama monoteistik diawali dengan asumsi –
asumsi tertentu, dan bilamana asumsi – asumsi ini bertentangan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, ia menambah kesengsaraan. Akan tetapi Buddhisme
tidak diawali oleh asumsi – asumsi. Ia berdiri di atas batu karang yang tegar
dari fakta – fakta, dan karena itu tidak pernah menghindari cahaya kering dari
pengetahuan.
–(Prof.
Lakhsmi Narasu, “The Essence of Buddhism”)
Umat Buddha
bukanlah Budak Siapa – siapa
Seorang umat
Buddha bukanlah merupakan budak dari sebuah buku ataupun dari seseorang. Tapi
juga bukan dengan mengorbankan kebebasannya dalam berpikir hanya karena ia
menjadi seorang pengikut Sang Buddha. Ia dapat melatih keinginannya yang bebas
dan mengembangkan pengetahuannya bahkan hingga dirinya sendiri mencapai tingkat
kebuddhaan, karena semua orang memiliki benih – benih kebuddhaan.
–(Ven. Narada Maha Thera, ‘What is Buddhism’)
–(Ven. Narada Maha Thera, ‘What is Buddhism’)
Buddha
Melihat Lebih Dalam daripada Kaum Idealis Modern
Gautama
menghalau kegelapan dari bayang – bayang suatu eksistensi yang kekal dengan
suatu penjelajahan metafisik yang sangat menarik perhatian para siswa filsafat,
yang melihat bahwa hal itu melengkapi separuh argumen yang kurang dari Bishop
Berkey, seorang idealis terkenal. Hal ini merupakan suatu indikasi yang
mencengangkan dari perenungan yang amat halus dari orang India bahwasanya
Gautama telah melihat lebih dalam daripada kaum idealis modern terbesar.
Kecenderungan dari pencerahan pikiran sekarang ini di seluruh dunia bukanlah
pencerahan terhadap teologi, tetapi terhadap filsafat dan psikologi. Gonggongan
dari dualisme teologis sedang menyimpang menuju bahaya. Prinsip – prinsip
fundamental tentang evolusi dan monisme mulai dapat diterima oleh para pemikir.
–(Prof.
Huxley, “Evolution And Ethics”)
Agama bagi
Manusia
Buddhisme
akan tetap bertahan sepanjang sang mentari dan sang rembulan masih ada dan
bangsa manusia masih ada di Bumi ini, karena ia adalah agama bagi manusia, bagi
umat manusia sebagai suatu keseluruhan.
–(Bandaranaike,
Mantan P.M. Srilanka)
Bangsa Baru
Sang Buddha
menciptakan suatu bangsa manusia baru, suatu bangsa dari para pahlawan moral,
suatu bangsa dari para pekerja – keselamatan, suatu bangsa dari para Buddha.
–(Manmatha
Nath Sastri)
Latihan
Pikiran
Dewasa ini
kita mendengar banyak sekali tentang kekuatan pikiran, tapi Buddhisme adalah
suatu sistem latihan pikiran yang paling lengkap dan efektif yang tersedia
hingga kini bagi dunia ini.
–(Dudley Wright)
–(Dudley Wright)
Buddhisme
akan Tetap Bertahan
Buddhisme
akan tetap bertahan seperti apa adanya meskipun bila seandainya dibuktikan
kalau Sang Buddha itu tidak pernah hidup.
–(Christmas Humphreys, “Buddhism”)
–(Christmas Humphreys, “Buddhism”)
Problem
Modern
Membaca
mengenai Buddhisme adalah untuk menyadari bahwa umat Buddha itu mengetahui —
pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu –, jauh lebih banyak tentang problem –
problem psikologi modern daripada setelah mereka diakui. Mereka mempelajari
masalah – masalah ini jauh di waktu yang lampau dan mereka telah menemukan pula
jawaban – jawabannya.
–(Dr. Graham Howe)
–(Dr. Graham Howe)
Fakta
Realitas yang Terakhir
Di sini
adalah perlu untuk diberikan perhatian kepada sifat unik lainnya dari
Buddhisme, yakni bahwa ia adalah satu – satunya agama dari seorang guru agama,
yang merupakan hasil dari filosofi yang konsisten, yang dengan tegas
memberitahukan kita mengenai fakta kehidupan dan realitas yang terakhir.
Buddhisme adalah suatu pedoman hidup yang dihasilkan dari penerimaan terhadap
pandangan tentang kehidupan, yang dikatakan sebagai kenyataan yang sesungguhnya.
Filsafatnya bukanlah tanpa memperhitungkan sifat alamiah dari pengetahuan.
–(Dr. K. N.
Jayatilleke,”Buddhism and Peace”)
Hidup dengan
Prinsip
Buddhisme
mengajarkan suatu kehidupan bukan dengan perintah, tetapi dengan prinsip, suatu
kehidupan yang indah; dan sebagai konsekuensinya, ia merupakan suatu agama yang
penuh toleransi. Ia adalah sistem yang paling penuh toleransi di kolong langit
ini.
–(Rev. Joseph Wain)
–(Rev. Joseph Wain)
Buddhisme
dan Kepercayaan Lainnya
Buddhisme
bagaikan telapak tangan, sedangkan agama – agama lainnya sebagai jemarinya.
–(The great
Khan Mongka)
Umat Buddha
bukanlah Budak Siapa – siapa
Seorang umat
Buddha bukanlah merupakan budak dari sebuah buku ataupun dari seseorang. Tapi
juga bukan dengan mengorbankan kebebasannya dalam berpikir hanya karena ia
menjadi seorang pengikut Sang Buddha. Ia dapat melatih keinginannya yang bebas
dan mengembangkan pengetahuannya bahkan hingga dirinya sendiri mencapai tingkat
kebuddhaan, karena semua orang memiliki benih – benih kebuddhaan.
–(Ven. Narada Maha Thera, ‘What is Buddhism’)
–(Ven. Narada Maha Thera, ‘What is Buddhism’)
Pembabar
(misionaris) yang Pertama
Buddhisme
adalah agama misionaris yang pertama dalam sejarah kemanusiaan dengan suatu
pesan keselamatan yang universal bagi semua umat manusia. Sang Buddha setelah
mencapai Pencerah-an / Penerangan Sempurna, mengutus enam puluh satu siswaNya
ke berbagai arah yang berlainan dan meminta mereka untuk membabarkan Dhamma
demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.
–(Dr. K .N. Jayatilleke, “Buddhism and Peace”)
–(Dr. K .N. Jayatilleke, “Buddhism and Peace”)
Tiada
Paksaan bagi Umat Baru
Bagaimanapun
juga, tidak pernah cara Buddhis itu untuk menarik masuk pengikut baru dalam
artian memaksakan ide – ide dan keyakinannya terhadap para pendengar yang
enggan, sedikit ataupun banyak dengan menggunakan berbagai tekanan atau
berbagai bujukan, penipuan, penyesatan, untuk mendapatkan pengikut terhadap
pandangan seseorang. Para misionaris Buddhis tidak pernah berlomba untuk
mendapatkan pengikut baru.
–(Dr. G. P. Malalasekara)
–(Dr. G. P. Malalasekara)
Tiada
Fanatisme
Dalam
Buddhisme sendiri dapat diyakini bahwa ia bebas dari segala fanatisme. Tujuan
Buddhisme adalah untuk menghasilkan suatu perubahan internal / di dalam diri
setiap orang yang menyeluruh dengan suatu penaklukan diri, karena itu bagaimana
mungkin ia menggunakan kekuasaan atau uang atau bahkan bujukan untuk suatu
pencarian penganut baru yang efektif? Sang Buddha telah menunjukan jalan menuju
keselamatan, dan jalan tersebut diserahkan kepada tiap- tiap individu untuk
menentukan apakah mereka sendiri akan mengikuti jalan tersebut atau tidak.
–(Prof.
Lakshmi Narasu, “The Essence of Buddhism”)
Keadaan
Bawah Sadar (unconsciousness)
Dapat juga
dikatakan bahwa India menemukan keadaan bawah sadar lebih dulu dibandingkan
dengan para psikolog Barat. Bagi mereka, keadaan bawah sadar itu terdiri atas
keseluruhan kesan – kesan yang mengendap di dalam individu sebagai warisan dari
kehidupannya yang sebelumnya / terdahulu. Oleh karena itu, teknik Meditasi
Buddhis, yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan laten tersebut, merupakan
suatu pendobrak / pendahulu bagi psikoanalisis modern, bagi latihan mental
autogenik, dan lain- lain.
–(Prof. Von Glasenapp, Seorang Sarjana Jerman)
–(Prof. Von Glasenapp, Seorang Sarjana Jerman)
Buddhisme
Bukanlah suatu Agama yang Melankolik
Sebagian
orang berpikir bahwa Buddhisme adalah suatu agama yang suram dan melankolik /
sendu. Ia tidaklah demikian; ia akan membuat penganut – prnganutnya menjadi
cerah dan gembira. Apabila kita membaca kisah – kisah kelahiran Bodhisatva,
Buddha yang akan datang, kita mempelajari bagaimana Beliau mengembangkan
kesempurnaan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk
menjadi gembira meskipun kita sedang berada di tengah – tengah kesulitan –
kesulitan besar, dengan merasa senang terhadap kesejahteraan orang lain.
–(Ven.
Gnanatiloka, seorang Sarjana Buddhis berkebangsaan Jerman)
Penganiayaan
Dari agama – agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai Buddhisme, khususnya dalam bentuknya yang paling awal, karena Buddhisme memiliki paling minim unsur penganiayaan.
Dari agama – agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai Buddhisme, khususnya dalam bentuknya yang paling awal, karena Buddhisme memiliki paling minim unsur penganiayaan.
–(Bertrand
Russel)
Penghargaan
terhadap Buddhisme
Meskipun
seseorang semula mungkin tertarik oleh keasingan / keterpencilannya, ia dapat
menghargai nilai yang sejati dari Buddhisme hanya bila ia menilainya dari hasil
yang ditimbulkan Buddhisme dalam kehidupannya dari hari ke hari.
–(Dr. Edward
Conze, Seorang Sarjana agama Buddha Barat)
Sang Penyelamat
Jika Sang
Buddha akan disebut sebagai seorang “Juru Selamat” yang sepenuhnya, hal ini
hanya dalam artian bahwa Beliau mene-mukan dan menunjukkan Jalan menuju
Pembebasan, Nibbana. Tapi diri kita sendirilah yang harus menapaki Sang Jalan
itu.
–(Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)
–(Dr. W. Rahula, “What The Buddha Taught”)
Teladan dari
Asoka
Lihatlah
Buddhisme, dan anda akan membaca bahwa Asoka tidak hanya berkhotbah tentang
suatu moralitas yang luhur, tetapi mempraktikkan kekuasaan kerajaannya dalam
suatu cara yang membuat malu pemerintahan – pemerintahan modern kita dari
kepercayaan – kepercayaan lainnya.
–(Geoffrey
Mortimer, Seorang Penulis Barat)
Peraturan
Lima Sila
Kelima sila
ini, menunjukkan lima arah yang penting dalam mana pengendalian diri umat
Buddha mesti dilatih. Yakni, aturan pertama menyerukan kepadanya untuk
mengendalikan nafsu amarah, yang kedua, nafsu keinginan untuk memiliki materi,
yang ketiga, nafsu keinginan akan badan jasmani, yang keempat, ketakutan dan
kebusukan hati (penyebab ketidakjujuran), yang kelima, keinginan akan
kegairahan – kegairahan yang tak berguna.
–(Edmond Holmes, “The creed of Buddha”)
–(Edmond Holmes, “The creed of Buddha”)
Tanpa
Paksaan
Memaksa
seseorang untuk percaya dan menerima suatu hal tanpa pengertian adalah
berkenaan dengan sifat politik, bukannya bersifat spiritual ataupun
intelektual.
–(Dr. W.
Rahula, “What The Buddha Taught”)
Teladan dari
Asoka
Lihatlah
Buddhisme, dan anda akan membaca bahwa Asoka tidak hanya berkhotbah tentang
suatu moralitas yang luhur, tetapi mempraktikkan kekuasaan kerajaannya dalam
suatu cara yang membuat malu pemerintahan – pemerintahan modern kita dari
kepercayaan – kepercayaan lainnya.
–(Geoffrey
Mortimer, Seorang Penulis Barat)
Pengetahuan
adalah Kunci bagi Jalan yang Lebih Tinggi
Tanpa
kesenangan inderawi akankah hidup dapat terus bertahan? Tanpa percaya akan
keabadian / kekekalan dapatkah manusia menjadi bermoral? Tanpa menyembah suatu
Tuhan dapatkah manusia maju menuju ke kebajikan? Dapat, jawab Sang Buddha.
Akhir / tujuan ini dapat dicapai dengan pengetahuan; pengetahuan adalah kunci menuju
jalan yang lebih tinggi, sesuatu yang berharga untuk dikejar dalam hidup ini;
pengetahuan adalah sesuatu yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam
hidup ini, hal mana menjadikan seseorang tidak merasa cemas terhadap badai –
badai dari dunia yang penuh fenomena ini.
–(Prof. Karl
Pearson)
Buddhisme
dan Upacara Keagamaan
Dengan
demikian, Buddhisme adalah suatu agama personal, dan terdapat sedikit ruang
didalamnya bagi upacara ritual dan keagamaan. Suatu perbuatan yang dilakukan
dengan perenungan tentang dirinya sendiri, akan mengkondisikan berhentinya
upacara keagamaan. Sebagian besar yang kelihatannya seperti upacara keagamaan
dari Buddhisme dewasa ini, bila dipandang secara demikian sesungguhnya bukan
merupakan upacara – upacara keagamaan.
–(Dr. W. F. Jayasuriya, “The Psychology and Philosophy of Buddhism”)
–(Dr. W. F. Jayasuriya, “The Psychology and Philosophy of Buddhism”)
Musuh Agama
Cuma ada
sedikit apa yang disebut dogma dalam ajaran Sang Buddha. Dengan luasnya
pandangan yang sangat jarang pada masa itu dan tidak biasa dalam masa kita ini,
Beliau menolak membuat kritik yang memojokkan kepercayaan lain.
Ketidaktoleranan bagiNya merupakan musuh agama yang paling besar.
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)
–(Dr. S. Radhakrishnan, “Gautama The Buddha”)
Buddhisme
dan Kesejahteraan Sosial
Mereka yang
berpikir bahwa Buddhisme hanya tertarik pada kesempurnaan yang mulia, moralitas
yang tinggi, pemikiran yang filosofis, dan mengabaikan berbagai kesejahteraan
sosial dan ekonomi manusia, itu adalah keliru. Sang Buddha menaruh perhatian
pada kebahagiaan manusia. BagiNya kebahagiaan tidak-lah mungkin tanpa menapaki
suatu kehidupan suci yang didasari atas prinsip – prinsip moral dan spiritual.
Akan tetapi Beliau tahu bahwa menjalani kehidupan semacam itu adalah sulit
dalam kondisi – kondisi sosial dan material yang tidak menguntungkan. Buddhisme
tidak menganggap kesejahteraan materi sebagai suatu akhir; ia hanyalah suatu
alat untuk mencapai tujuan akhir –suatu akhir yang lebih tinggi dan lebih
mulia. Akan tetapi ia merupakan suatu sarana yang tak bisa ditawar, tak bisa
ditawar dalam hal pencapaian suatu tujuan yang lebih tinggi bagi kebahagiaan
manusia. Oleh karena itu Buddhisme mengenal syarat kebutuhan materi minimum
yang menguntungkan bagi suksesnya latihan spiritual –bahkan bagi seorang
Bhikkhu yang berlatih meditasi di suatu tempat terpencil sekalipun.
–(Ven. Dr.
W. Rahula, “What The Buddha Taught”)
Kemuliaan
yang Sejati
Suatu agama
atau suatu pedoman hidup dinilai tidak hanya dari kebenaran yang dinyatakannya,
tapi juga dari perubahan yang ditimbulkannya dalam kehidupan para penganutnya.
Sebegitu jauh bila pengujian ini diterapkan, Buddhisme memiliki rekor
pencapaian – pencapaian dalam mana kita dapat memperoleh suatu kemuliaan yang
sejati.
–(D.
Valisinha, Sekjen Maha Bodhi Society, “Buddhist way of life”)
Dhamma
adalah Sang Hukum
Seluruh
ajaran dari Sang Buddha dapat diringkas ke dalam satu kata : “Dhamma”. Hukum
tentang kebajikan / keadilan ini, tidak hanya ada di dalam hati manusia akan
tetapi ia juga ada di seisi alam semesta. Seluruh semesta adalah perwujudan
atau penyingkapan dari Dhamma. Hukum-hukum alam yang telah ditemukan oleh sains
modern adalah merupakan penyingkapan dari Dhamma. Bila Bulan timbul dan
tenggelam, hal ini dikarenakan oleh Dhamma, karena Dhamma adalah hukum yang
terdapat di alam semesta yang membuat benda-benda bereaksi menurut cara-cara
yang dipelajari di dalam ilmu fisika, kimia, zoologi, botani, dan astronomi.
Dhamma ada di alam semesta sama seperti halnya Dhamma ada di dalam hati
manusia. Jika seseorang mau hidup dengan Dhamma, ia akan terhindar dari kesengsaraan
dan mencapai Nibbana.
–(Ven. A.
Mahinda)
Umat Buddha
yang Beruntung
Betapa
beruntungnya umat Buddha yang rendah hati, yang tidak mewarisi buah pikiran
yang keliru tentang keadaan dari berbagai kitab suci yang tidak bisa disalahkan
(selalu dianggap benar) sejak zaman yang permulaan sekali.
–(Ven. Prof.
Ananda Kaushalyayana)
Analisa
Rasional
Buddhisme
merupakan satu – satunya agama besar di dunia ini yang secara sadar dan terus
terang berlandaskan kepada suatu analisa rasional yang sistematis terhadap
problem – problem kehidupan serta jalan pemecahannya.
–(Moni
Bagghee, “Our Buddha”)
Peraturan
Lima Sila
Kelima sila
ini, menunjukkan lima arah yang penting dalam mana pengendalian diri umat
Buddha mesti dilatih. Yakni, aturan pertama menyerukan kepadanya untuk
mengendalikan nafsu amarah, yang kedua, nafsu keinginan untuk memiliki materi,
yang ketiga, nafsu keinginan akan badan jasmani, yang keempat, ketakutan dan
kebusukan hati (penyebab ketidakjujuran), yang kelima, keinginan akan
kegairahan – kegairahan yang tak berguna.
–(Edmond Holmes, “The creed of Buddha”)
–(Edmond Holmes, “The creed of Buddha”)
Buddhisme
dan Kesejahteraan Sosial
Mereka yang
berpikir bahwa Buddhisme hanya tertarik pada kesempurnaan – kesempurnaan yang
mulia, moralitas yang tinggi, pemikiran yang filosofis, dan mengabaikan
berbagai kesejahteraan sosial dan ekonomi manusia, itu adalah keliru. Sang
Buddha menaruh perhatian pada kebahagiaan manusia. BagiNya kebahagiaan tidaklah
mungkin tanpa menapaki suatu kehidupan suci yang didasari atas prinsip –
prinsip moral dan spiritual. Akan tetapi Beliau tahu bahwa menjalani kehidupan
semacam itu adalah sulit dalam kondisi – kondisi sosial dan material yang tidak
menguntungkan. Buddhisme tidak menganggap kesejahteraan materi sebagai suatu
akhir; ia hanyalah suatu alat untuk mencapai tujuan akhir –suatu akhir yang
lebih tinggi dan lebih mulia. Akan tetapi ia merupakan suatu sarana yang tak
bisa ditawar, tak bisa ditawar dalam hal pencapaian suatu tujuan yang lebih
tinggi bagi kebahagiaan manusia. Oleh karena itu Buddhisme mengenal syarat
kebutuhan materi minimum yang menguntungkan bagi suksesnya latihan spiritual
–bahkan bagi seorang Bhikkhu yang berlatih meditasi di suatu tempat terpencil
sekalipun.
–(Ven. Dr.
W. Rahula, “What The Buddha Taught”)
Menghormati
Agama – Agama Lainnya
Seseorang
seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan menyalahkan agama –
agama orang lain, melainkan ia harus menghormati agama – agama orang lain
karena berbagai alasan. Dengan berlaku demikian, seseorang telah membantu
perkembangan agamanya sendiri dan juga memberikan pelayanan kepada agama –
agama orang lain. Bila bertindak sebaliknya, ia menggali lubang kubur bagi
agamanya sendiri dan juga membahayakan agama – agama lainnya. Siapa saja yang
menghormati agamanya sendiri dan menyalahkan agama – agama lainnya, itu
dilakukan karena bakti terhadap agamanya sendiri, dengan berpikir bahwa “Aku
akan memuliakan agamaku sendiri”. Akan tetapi sebaliknya, dengan berbuat
demikian ia semakin dalam melukai agamanya sendiri. Karenanya kerukunan adalah
baik. Mari kita semua mendengarkan, dan dengan ikhlas mendengarkan ajaran –
ajaran yang dianut orang lain.
–(Raja
Asoka)
Manusia
dengan Suatu Kemenangan Besar
Salah
seorang dari para sarjana pertama yang memulai pekerjaan menerjemahkan
Literatur Pali ke dalam bahasa Inggris, adalah putra dari seorang pastur
terkenal. Tujuannya menerima pekerjaan tersebut adalah untuk membuktikan
superioritas Kristen terhadap Buddhisme. Ia gagal dalam tugas tersebut, tetapi
ia memperoleh suatu kemenangan yang lebih besar daripada yang ia harapkan. Ia
menjadi seorang penganut Buddha. Kita tidak boleh pernah melupakan kesempatan
yang membahagiakan itu yang telah mendorong ia untuk menerima pekerjaan
tersebut, dan dengan demikian membuat Dhamma yang berharga ini dapat dinikmati
oleh ribuan orang di Barat. Nama dari sarjana besar ini adalah Dr. Rhys Davids.
–(Ven. A.
Mahinda, “Blue Print of Happines”)
Sistem
Parlemen Yang dipinjam dari Buddhisme
Mungkin
sekali bahwa kecenderungan akan pemerintahan yang bersifat otonomi, yang ditunjukkan
oleh berbagai bentuk kegiatan yang bersifat badan hukum ini, mendapat dorongan
segar dari penolakan Buddhis terhadap kekuasaan / otoritas kependetaan dan
lebih jauh lagi, karena ajarannya tentang persamaan hak seperti yang
ditunjukkan oleh penolakannya terhadap kasta. Sudah tentu kitaharus berpaling
kepada buku - buku Buddhisme untuk memper-hitungkan cara - cara dalam mana
urusan lembaga - lembaga pemerintahan otonomi yang dipilih oleh rakyat pada
awal mulanya itu dilaksanakan. Mungkin akan merupakan suatu kejutan bagi banyak
orang bila mengetahui bahwa dalam perkumpulan / majelis umat Buddha di India,
lebih dari 2500 tahun yang lalu, ditemukan cikal bakal dari praktik - praktik
parlementer kita dewasa ini. Kemuliaan/martabat dari majelis tersebut
dipelihara dengan mengangkat seorang petugas khusus cikal bakal dari “Juru
Bicara” dalam majelis perwakilan rakyat kita. Seorang petugas kedua ditunjuk
untuk mengamati bahwa bilamana diperlukan suatu jaminan terhadap kuorum bentuk
asli dari Kepala Pengawas Parlementer, dalam sistem milik kita. Seorang anggota
yang memulai perkara melakukannya dalam bentuk suatu mosi / usulan yang
selanjutnya akan didiskusikan. Dalam kasus - kasus tertentu, hal ini dilakukan
hanya satu kali, sedangkan dalam kasus - kasus lainnya dilaksanakan tiga kali,
dengan demikian ia memelopori praktik parlemen yang menghendaki suatu rancangan
undang - undang dibaca tiga kali sebelum ia disahkan menjadi undang - undang.
Jika perdebatan memperlihatkan suatu perbedaan pendapat, hal tersebut
diputuskan oleh suara mayoritas, pemungutan suara dilaksanakan dengan kartu
pemungutan suara ( secara rahasia).
–(Marquess
of Zetland, seorang mantan Rajamuda India, “Legacy of India”)
Nasib
Manusia
Di atas
dunia yang maha luas ini ia masih tetap bertahan hidup. Adalah mungkin bahwa
dalam hubungannya dengan sains Barat, dan diilhami oleh jiwa sejarah, ajaran
asli dari Gotama yang bangkit kembali dan dimurnikan; masih dapat memainkan
peran yang besar dalam mengarahkan nasib manusia
–(H. G.
Wells)
Sekterianisme
Kebanyakan orang – orang baru yang memeluk agama – agama lainnya dikontrol oleh Guru mereka serta dilarang membaca kitab – kitab suci, ajaran – ajaran, majalah – majalah, buklet – buklet, dan risalat – risalat dari agama – agama lainnya. Namun hal ini amatlah jarang terjadi dalam Buddhisme.
Kebanyakan orang – orang baru yang memeluk agama – agama lainnya dikontrol oleh Guru mereka serta dilarang membaca kitab – kitab suci, ajaran – ajaran, majalah – majalah, buklet – buklet, dan risalat – risalat dari agama – agama lainnya. Namun hal ini amatlah jarang terjadi dalam Buddhisme.
–(Phra
Khantipalo, “Tolerance”)
BAB 3
Moralitas
Moralitas
Demokrasi
Buddhisme adalah suatu gerakan demokrasi, yang menjunjung demokrasi dalam agama, demokrasi dalam masyarakat, dan demokrasi dalam politik.
Buddhisme adalah suatu gerakan demokrasi, yang menjunjung demokrasi dalam agama, demokrasi dalam masyarakat, dan demokrasi dalam politik.
–(Dr.
Ambedkar)
Seorang
Jenius yang Etis
Dalam
lingkup ini Beliau memberikan pernyataan tentang kebenaran yang bernilai abadi
dan memajukan etika, bukan di India saja tetapi mencakup umat manusia pada
umumnya. Sang Buddha adalah seorang jenius yang etis terbesar yang pernah
dianugerahkan kepada dunia ini.
–(Albert
Schweitzer, seorang filsuf Barat terkemuka)
Kebudayaan
Dunia
Buddhisme
telah berbuat lebih banyak bagi kemajuan peradaban dunia dan kebudayaan yang
sejati daripada berbagai pengaruh lainnya dalam sejarah kemanusiaan.
–(H. G.
Wells)
BAB 4
Toleransi – Kedamaian – Cinta Kasih
Toleransi – Kedamaian – Cinta Kasih
Memenangkan
Kedamaian
Pertanyaan
yang tak terelakkan yang muncul dengan sendirinya adalah, seberapa jauh pesan
agung Sang Buddha dapat diterapkan terhadap dunia – kita dewasa ini? Mungkin ia
dapat diterapkan, mungkin juga tidak; akan tetapi bila kita mengikuti prinsip –
prinsip yang disampaikan oleh Sang Buddha, kita pada akhirnya akan memenangkan
kedamaian dan ketenangan atas dunia ini.
–(Nehru)
Kebijaksanaan
adalah Pedang dan Kebodohan adalah Musuhnya
Tiada selembar halaman pun dalam sejarah Buddhisme yang telah diserami oleh sinar api – api pengadilan terhadap para pembangkang, atau digelapi oleh asap dari kota – kota para pembangkang ataupun kaum kafir yang terbakar, atau dimerahi oleh darah korban – korban tak berdosa akibat kebencian keagamaan. Buddhisme menggunakan hanya sebilah pedang –pedang kebijaksanaan, dan mengenal hanya satu musuh –kebodohan. Ini adalah pembuktian sejarah, yang tak terbantahkan.
Tiada selembar halaman pun dalam sejarah Buddhisme yang telah diserami oleh sinar api – api pengadilan terhadap para pembangkang, atau digelapi oleh asap dari kota – kota para pembangkang ataupun kaum kafir yang terbakar, atau dimerahi oleh darah korban – korban tak berdosa akibat kebencian keagamaan. Buddhisme menggunakan hanya sebilah pedang –pedang kebijaksanaan, dan mengenal hanya satu musuh –kebodohan. Ini adalah pembuktian sejarah, yang tak terbantahkan.
–(Prof.
Bapat, “2500 years of Buddhism”)
Tiada
Penganiayaan
Tiada
catatan yang saya ketahui dalam keseluruhan sejarah Buddhisme yang panjang,
melalui abad – abad yang demikian banyak, dimana para penganutnya yang telah
selama periode sedemikian panjang menduduki kekuasaan tertinggi, melakukan
suatu penganiyaan / penindasan terhadap penganut – penganut kepercayaan
lainnya.
–(Prof.
Rhys. Davids)
Tiada Kata –
kata yang Tak Sedap
Tiada pernah
terjadi dimana Sang Buddha terbakar oleh kemarahan, tiada pernah terjadi suatu
peristiwa dimana kata – kata yang tak sedap meluncur dari bibirNya.
–(Dr. S.
Radhakrishnan)
Praktik dari
Kebijaksanaan dan Belas Kasih
Nampaknya bahwa
sifat keindahan yang baik itu akan tetap muda selamanya, duduk bersila di atas
kesucian teratai dengan tangan kananNya terangkat menasehati, memberikan
jawaban dalam kedua frase berikut: “Bila engkau berharap bebas dari penderitaan
rasa takut, praktikanlah kebijaksanaan dan belas kasih”.
–(Anatole
France)
BAB 5
Kedudukan Manusia dalam Buddhisme
Kedudukan Manusia dalam Buddhisme
Manusia
Memberi Hukum Kepada Alam
Hukum dalam
pengertian ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah produk dari pikiran manusia
dan tidak memiliki arti yang terpisah dari manusia. Terdapat arti yang lebih
dalam suatu pernyataan bahwa manusia memberikan hukum kepada alam daripada
dalam kebalikannya bahwa alam memberikan hukum – hukum bagi manusia.
–(Prof. Karl
Pearson)
Manusia
Tidak lagi Dapat Dihancurkan
Manusia
adalah lebih besar daripada kekuatan – kekuatan alam yang membuta karena
meskipun ia dihancurkan oleh kekuatan – kekuatan tersebut ia tetap unggul dalam
hal kebajikan dari pengertian atau pemahamannya terhadap kekuatan – kekuatan
tersebut. Terlebih – lebih lagi, agama Buddha membawa kebenaran tersebut lebih
jauh lagi: ia menunjukkan bahwa dengan jalan memiliki pengertian, manusia juga
dapat mengendalikan keadaan / lingkungannya. Ia tidak lagi bisa dihancurkan
oleh kekuatan – kekuatan itu, tetapi menggunakan hukum – hukum alam tersebut
untuk membangun dirinya sendiri
–(Pascal)
Manusia
Mampu Mandiri
Buddhisme
menjadikan manusia mandiri dan membangkitkan rasa percaya – diri dan semangat.
–(Ven.
Narada Thera, “Buddhism in a nutshell”)
Manusia
Bukanlah Barang yang Sudah Jadi
Manusia saat
sekarang adalah merupakan hasil dari berjuta – juta pengulangan pikiran dan
perbuatan. Ia bukanlah barang yang sudah jadi; ia melewati satu kondisi /
kehidupan ke kondisi / kehidupan yang lain, dan hal ini masih akan terus
berlangsung. Karakternya ditentukan oleh pilihannya sendiri, –pikirannya,
perbuatannya yang ia pilih –, yakni oleh kebiasaan, ia terbentuk.
–(Ven.
Piyadassi)
BAB 6
Jiwa / Roh
Jiwa / Roh
Percaya akan
Adanya Jiwa / Roh adalah Sumber Segala Kesulitan
Buddhisme menduduki posisi unik dalam sejarah pemikiran manusia dalam hal penolakannya terhadap adanya suatu Roh / Jiwa, Diri atau Atma. Menurut ajaran Sang Buddha, pandangan tentang adanya diri adalah suatu khayalan, kepercayaan yang keliru / salah yang tidak berkaitan dengan kenyataan, dan hal itu menghasilkan pikiran – pikiran yang membahayakan dari “Aku” dan “Milikku”, keinginan yang egois, nafsu, kemelekatan, kebencian, niat jahat, kepongahan, kesombongan, egoisme, dan noda – noda lainnya, serta ketidakmurnian dan problem – problem. Hal ini merupakan sumber dari segala kesulitan di dunia ini, dari konflik pribadi hingga peperangan antar bangsa. Singkatnya, semua keburukan / kejahatan di dunia ini dapat ditelusuri sumbernya yakni dari pandangan keliru / salah tersebut.
Buddhisme menduduki posisi unik dalam sejarah pemikiran manusia dalam hal penolakannya terhadap adanya suatu Roh / Jiwa, Diri atau Atma. Menurut ajaran Sang Buddha, pandangan tentang adanya diri adalah suatu khayalan, kepercayaan yang keliru / salah yang tidak berkaitan dengan kenyataan, dan hal itu menghasilkan pikiran – pikiran yang membahayakan dari “Aku” dan “Milikku”, keinginan yang egois, nafsu, kemelekatan, kebencian, niat jahat, kepongahan, kesombongan, egoisme, dan noda – noda lainnya, serta ketidakmurnian dan problem – problem. Hal ini merupakan sumber dari segala kesulitan di dunia ini, dari konflik pribadi hingga peperangan antar bangsa. Singkatnya, semua keburukan / kejahatan di dunia ini dapat ditelusuri sumbernya yakni dari pandangan keliru / salah tersebut.
–(Ven. Dr.
W. Rahula, “What The Buddha Taught”)
Kehidupan
Sesudah Kematian Bukanlah Sebuah Misteri
Perbedaan
antara kematian dan kelahiran hanyalah satu momen – pikiran (saat-berpikir):
Momen pikiran yang terakhir dalam kehidupan ini mengkondisikan momen pikiran
yang pertama (paling awal) dalam kehidupan berikutnya, yang mana pada
kenyataannya, adalah kontinuitas dari rentetan / rangkaian yang sama. Sepanjang
kehidupan ini juga, satu momen – pikiran mengkondisikan momen pikiran
berikutnya. Jadi dari sudut pandangan Buddhisme, pertanyaan tentang kehidupan
sesudah kematian bukanlah merupakan suatu misteri besar, dan seorang umat
Buddha tidak pernah cemas tentang masalah ini.
–(Ven. Dr.
W. Rahula, “What The Buddha Taught)
BAB 7
Agama Buddha dan Ilmu pengetahuan Agama
Agama Buddha dan Ilmu pengetahuan Agama
Buddha dan
Ilmu Pengetahuan Modern
“Saya sudah
sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan, bahwa antara
Buddhisme dan Ilmu Pengetahuan modern terdapat suatu keterkaitan intelektual
yang begitu erat.
–(Sir Edwin Arnold)
–(Sir Edwin Arnold)
Agama Buddha
Memenuhi Tuntutan Ilmu Pengetahuan
Jika ada
suatu agama yang akan memenuhi tuntutan kebutuhan ilmu pengetahuan modern, maka
agama tersebut adalah Buddhisme.
–(Albert Einstein)
–(Albert Einstein)
Buddhisme
Bertitik Awal di mana Ilmu Pengetahuan berakhir
Ilmu
pengetahuan tidak dapat memberikan jaminan dalam hal ini. Akan tetapi Buddhisme
dapat memenuhi tantangan Atomik, karena pengetahuan adi-duniawi dari Buddhisme
bertitik awal di mana ilmu pengetahuan berakhir. Dan hal ini cukup jelas bagi
seseorang yang telah mempelajari Buddhisme. Karena, melalui Meditasi Buddhis,
unsur – unsur atomik penyusun materi telah dilihat dan dirasakan, dan juga
penderitaan, atau ketidakpuasan (dukkha), tentang “kemunculannya dan
kelenyapannya” (yang tergantung pada sebab – sebab) yang sering telah
menjadikan dirinya sendiri sebagai apa yang kita sebut “jiwa / roh” atau “atma”
–sebuah khayalan tentang Sakkayaditthi–, demikian ia dinamakan di dalam ajaran
Sang Buddha.
–(Egerton C.
Baptist, “Supreme Science of the Buddha”)
Ilmu
Pengetahuan yang Bersifat spiritual
Buddhisme,
sebaliknya merupakan suatu sistem berpikir, suatu agama, suatu sains spiritual,
dan suatu pandangan hidup, yang masuk akal, praktis dan menyeluruh. Selama 2500
tahun ia telah memuaskan kebutuhan spiritual dari hampir sepertiga jumlah umat
manusia. Ia menarik perhatian dunia Barat, yang menekankan pada kepercayaan
diri yang disertai dengan rasa toleransi terhadap pandangan orang lain,
termasuk ilmu pengetahuan, agama, filsafat, psikologi, etika dan seni, dan
menunjuk manusia sendiri sebagai si pencipta dari kehidupannya saat ini serta
perancang tunggal atas nasibnya.
–(Christmas Humpreys)
–(Christmas Humpreys)
Sebab dan
Akibat Bukannya Ganjaran dan hukuman
Menurut Sang
Buddha, dunia ini tidak terbentuk secara demikian. Umat Buddha percaya pada
hukum Kamma yang rasional yang berjalan secara otomatis dan dinyatakan dengan
istilah “Sebab dan akibat” dan bukannya “Ganjaran dan Hukuman”.
–(Seorang
Penulis)
BAB 8
Nibbana
Nibbana
Keselamatan
tanpa Tuhan
Untuk
pertama kali dalam sejarah dunia ini, Sang Buddha memproklamasikan suatu
keselamatan, yang dapat dicapai oleh setiap orang untuk dirinya sendiri dan
oleh dirinya sendiri di dunia ini dalam kehidupan sekarang ini, tanpa
pertolongan sedikit pun dari suatu ‘Tuhan yang Berpribadi’ (Personal God)
ataupun dari para dewa. Sang Buddha sangat menekankan ajaran tentang kemampuan
diri sendiri, tentang penyucian, tentang kemoralan, tentang pencerahan, tentang
kedamaian dan cinta kasih yang universal. Beliau amat menekankan tentang
perlunya pengetahuan, karena tanpa kebijaksanaan, pemahaman terhadap batin
tidak akan diperoleh dalam kehidupan ini.
–(Prof.
Eliot, “Buddhism and Hinduism”)
Sang Buddha
dan keselamatan
Bukanlah
Sang Buddha yang membebaskan manusia, akan tetapi Beliau mengajarkan mereka
untuk membebaskan diri mereka sendiri, sama seperti Beliau telah membebaskan
diriNya sendiri. Mereka menerima ajaran Beliau tentang kebenaran, bukan karena
hal itu berasal dariNya, tetapi karena keyakinan pribadi, yang dibangkitkan oleh
kata – kataNya, yang timbul dari cahaya semangat mereka sendiri.
–(Dr.
Oldenburg, Seorang Sarjana Buddhis Jerman)
BAB 9
Kepercayaan
Kepercayaan
Sang Buddha
Tidak Meminta Kepercayaan
Sang Buddha
tidak hanya telah menyadari realitas yang terakhir: Beliau juga membabarkan
pengetahuanNya yang lebih tinggi, yang merupakan ajaran terunggul, kepada
“semua dewa dan manusia” secara amat jelas dan bebas dari segala tabir mitologi
dan selaput misteri. Akan tetapi, disini diberikan suatu bentuk yang begitu
meyakinkan bahwa ia mewujudkan dirinya sebagai hal yang nyata dan positif dari
pembuktian-sendiri bagi orang yang mampu mengikutiNya. Karena alasan ini Sang
Buddha tidak menuntut berbagai kepercayaan, tetapi menjanjikan pengetahuan.
–(George
Grimm, “The Doctrine of the Buddha”)
BAB 10
Agama Buddha dan Agama – agama Lainnya
Agama Buddha dan Agama – agama Lainnya
Agama Hindu
Sesudah Era – Buddhis
Berbagai
jalan dalam mana Buddhisme telah mempengaruhi, memodifikasi, mentransformasi,
dan menghidupkan kembali agama Hindu di antara semua sutra Filosofi Hindu,
adalah diakui sebagai era sesudah – Buddhis. Pemikiran terdahulu dari filsafat
India berkenaan dengan ajaran Kamma dan Tumimbal Lahir serta sistem pra-
Buddhis lainnya telah mencapai pengembangan sepenuhnya dari literatur Buddhis
dan telah disusun di atas dasar filosofis.
–(Dr. S. N. Dasgupta)
–(Dr. S. N. Dasgupta)
Etika
Universal
Tidak ada
agama – agama di India sebelum masa Buddhisme dapat dikatakan telah mampu
merumuskan suatu kode etik dan kode agama yang secara universal dan diwajibkan
berlaku sah bagi semua orang.
–(Dr. S. N.
Dasgupta)
Buddhisme
adalah Buddhisme
Agama Buddha
(Buddhisme) dan agama Jain (Jainisme) sudah pasti bukanlah agama Hindu atau
bahkan Veda Dharma, meskipun mereka muncul di India dan merupakan bagian yang
menyatu dari kehidupan budaya dan filsafat bangsa India. Penganut Buddha
ataupun penganut Jaina memang seratus persen produk pemikiran dan budaya India,
akan tetapi tidak satu pun dari keduanya merupakan penganut Hindu. Adalah suatu
kekeliruan besar untuk menyatakan kebudayaan India sebagai kebudayaan Hindu.
–(Nehru,
“Discovery of India)
Hutang Abadi
kepada Sang Buddha
Merupakan
pendapat saya yang berhati – hati bahwa bagian penting dari ajaran Sang Buddha
sekarang ini membentuk bagian yang integral pada Hinduisme. Tidaklah mungkin
bagi Hindu India dewasa ini untuk menelusuri kembali langkah – langkahnya dan
melampaui reformasi besar yang dibuat oleh Gautama yang dapat memberi pengaruh
terhadap Hinduisme. Dengan pengorbananNya yang demikian besar, dengan pelepasan
– agungNya, dan dengan kesucian yang tak bernoda dari hidupNya, Beliau
meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada Hinduisme, dan Hinduisme berhutang
suatu hutang budi yang abadi kepada Sang Guru Agung tersebut.
–(Mahatma Gandhi, “Maha Bodhi”)
–(Mahatma Gandhi, “Maha Bodhi”)
Prinsip –
prinsip yang Dominan
Suatu sistem
yang tidak mengenal Tuhan Sang Pencipta seperti dalam pengertian Barat, yang
menyangkal adanya suatu jiwa / roh bagi manusia, yang menganggap kepercayaan
terhadap jiwa / roh yang abadi sebagai suatu kesalahan, yang menolak berbagai
keefektifan / kemanjuran dari pemujaan dan persembahan kurban, yang menetapkan
manusia untuk tidak bergantung pada apapun melainkan kepada daya upaya mereka
sendiri dalam mencapai keselamatan, yang dalam bentuk aslinya tidak mengenal
kaul atau sumpah – sumpah untuk taat / patuh, sebagai hamba, serta tidak pernah
mencari pertolongan dari kekuasaan duniawi. Meskipun ia menyebar pada
keanekaragaman yang cukup besar dari dunia-kuno itu, ia menyebar dengan
kecepatan yang mengagumkan, dan masih tetap merupakan prinsip – prinsip yang dominan
bagi sebagian besar umat manusia saat ini.
–(T. H.
Huxley)
Pemikiran
Buddhis Tentang Dosa
Pemikiran
Buddhis tentang dosa agak berbeda dengan pemikiran Kristen. Dosa menurut paham
Buddhis hanyalah merupakan suatu ketidaktahuan atau kebodohan. Manusia yang
buruk adalah manusia yang bodoh. Ia tidak memerlukan hukuman dan penebusan dosa
atau penghukuman yang demikian besar sebagaimana ia memerlukan perintah –
perintah. Ia tidak dipandang sebagai “Melanggar Perintah Tuhan” ataupun sebagai
seseorang yang harus mengemis belas kasihan malaikat dan pengampunan surgawi.
Akan tetapi adalah perlu bagi sahabat – sahabat dari orang tersebut untuk
menjadikannya berakal sehat di dalam jalan kemanusiaan. Umat Buddha tidak
percaya si pendosa tersebut akan dapat meloloskan dirinya dari akibat – akibat
perbuatannya dengan upaya berdoa untuk tawar-menawar dengan Tuhan.
–(John Walters, “Mind Unshaken”)
–(John Walters, “Mind Unshaken”)
Para Dewa
Butuh Keselamatan
Untuk
pertama kalinya dalam sejarah umat manusia Sang Buddha menasehati, meminta, dan
memohon kepada manusia agar tidak menyakiti suatu makhluk hidup, tidak
memberikan pemujaan atau pujian atau kurban kepada para dewa. Dengan segala
kefasihannya dalam memberikan nasihat, Yang Maha Agung mengumumkan dengan
tegasbahwasanya para dewa sendiri juga amat butuh keselamatan.
–(Prof. Rhys Davids)
–(Prof. Rhys Davids)
BAB 11
Dunia dan Alam Semesta
Dunia yang
Tidak Memuaskan
Sang Buddha
tidak murka kepada dunia ini. Beliau memandang dunia ini sebagai sesuatu yang
tidak memuaskan dan bersifat sementara, bukannya dianggap sebagai sesuatu yang
kejam atau buruk; adalah suatu ketidaktahuan / kebodohan, bukannya sebagai
suatu pemberontakan. Beliau tidak sedikit pun terusik terhadap orang – orang
yang tidak mau mendengarkan kepadaNya, serta tidak menunjukkan kegelisahan dan
sifat yang lekas marah.
–(Prof.
Eliot, “Buddhism and Hinduism”)
Pertempuran
Akbar
Keseluruhan
alam semesta merupakan sebuah medan pertempuran yang maha luas. Di mana – mana
terjadi pertempuran. Suatu kehidupan (eksistensi) tidak lain adalah suatu
perjuangan yang sia – sia melawan kuman – kuman penyakit yang mengerikan,
molekul – molekul melawan molekul – molekul, atom – atom melawan atom – atom,
elektron – elektron melawan elektron – elektron. Terlebih lebih lagi, batin
merupakan suatu kancah pertempuran yang lebih dramatis. Bentuk – bentuk, bunyi
– bunyi, cita rasa, dan lain-lain merupakan perpaduan kekuatan – kekuatan yang
saling berinteraksi dan saling bertempur. Keberadaan yang nyata dari perang
membuktikan bahwa terdapat suatu keadaan kedamaian sempurna. Inilah yang kita
namakan Nibbana.
–(Ven.
Narada Thera, “The Bodhisatta Ideal”)
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar