SONADANDA SUTTA
Sumber : Sutta
Pitaka Digha Nikaya VI
Oleh : Cornelis
Wowor MA, Lembaga Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Penerbit : CV.
Danau Batur – Jakarta
Demikian yang
telah kami dengar:
1.
Pada suatu
waktu Sang Bhagava bersama sejumlah besar bhikkhu, sebanyak 500 bhikkhu, sedang
dalam perjalanan melalui daerah Anga, tiba di Campa. Di Campa, beliau menginap
di tepi danau Gaggara. Pada waktu itu Brahmana Sonadanda tinggal di Campa,
tempat yang ramai, banyak rumput, pohon, air dan gundum, yang diberikan
kepadanya oleh Raja Bimbisara dari Magadha, sebagai hadiah kerajaan dan
berkuasa bagaikan raja.
2.
Para brahmana
dan penduduk Campa mendengar berita: “Petapa Gotama dari suku Sakya, yang telah
meninggalkan suku Sakya dan menjadi petapa, sedang mengembara di daerah Anga
bersama sejumlah besar bhikkhu, sebanyak 500 bhikkhu, telah tiba di Campa dan
menginap di tepi danau Gaggara. Sehubungan dengan petapa Gotama, telah tersiar
berita baik: ‘Demikianlah Sang Bhagava,
Yang Maha Suci, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna pengetahuan
serta tindak tanduknya, sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal segenap alam,
Pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia, Yang sadar
dan Mulia.’ Ia mengajar dengan pengetahuan yang direalisasikannya sendiri
kepada dunia ini yang meliputi para dewa, para mara, para dewa Brahma, para
petapa, para brahmana, para raja dan orang-orang lain. Beliau mengajarkan
Dhamma yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan dan indah pada akhir
dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan penghidupan-suci (brahmacari)
yang sempurna dan suci. Sungguh baik bila menemui arahat seperti itu.”
Berdasarkan hal ini maka para brahmana dan para penduduk, dalam jumlah yang besar, meninggalkan Campa dan pergi ke tepi danau Gaggara.
Berdasarkan hal ini maka para brahmana dan para penduduk, dalam jumlah yang besar, meninggalkan Campa dan pergi ke tepi danau Gaggara.
3.
Ketika itu
Brahmana Sonadanda berada di teras atas rumahnya untuk istirahat dan ia melihat
orang-orang yang pergi, maka ia bertanya kepada pembantunya:
“Mengapa orang-orang Campa pergi seperti ini ke arah
danau Gaggara?”
Pembantu menceritakan sebabnya. Lalu ia berkata:
“Baiklah, temui para brahmana dan penduduk Campa,
katakan kepada mereka : Brahmana Sonadanda ingin kamu sekalian menunggunya. Ia
sendiri akan pergi menemui Samana Gotama.”
“Baiklah,” jawab pembantu dan melakukannya.
4.
Pada waktu itu
lima ratus orang brahmana dari berbagai daerah sedang berada di Campa untuk
berbagai urusan, mereka mendengar bahwa Brahmana Sonadanda ingin menemui Samana
Gotama. Maka mereka menemuinya dan menanyakan apakah berita itu benar.
“Begitulah, saudara-saudara, saya akan pergi menemui Samana Gotama.”
“Saudara, jangan pergi menemui Samana Gotama. Tidak
pantas bagi anda untuk pergi menemuinya. Jika anda pergi menemui Samana Gotama,
reputasi anda akan berkurang, sedangkan reputasi Samana Gotama akan bertambah.
Karena itu, maka tidak pantas bagi anda untuk pergi menemui Samana Gotama, ia
yang layak datang menemuimu.”
5.
Mereka juga
menyampaikan beberapa pertimbangan lain kepada brahmana Sonadanda, seperti:
“Anda telah dilahirkan dari ke dua belah pihak
keturunan yang baik, turunan murni tanpa putus dari tujuh generasi dan tanpa
cacat. Karena itu, maka tidak pantas .....................
anda memiliki kekayaan dan harta benda yang banyak.
Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda adalah ahli, mengetahui mantra-mantra, menguasai
Tevijja, ahli menerangkan peraturan-peraturan dan upacara-upacara, ahli
suara-suara dan makna-maknanya, yang kelima adalah menjelaskan dengan rinci
tentang tradisi, menguasai dengan baik mengenai filsafat alam (Lokayata) dan
ciri-ciri manusia besar (Mahapurisa lakkhana). Karena itu, maka tidak pantas
................
Anda adalah tampan, menyenangkan dilihat,
berpenampilan meyakinkan, memiliki kecakapan yang mengagumkan, berpenampilan
seperti Brahma dan mempesona. Karena itu, maka tidak pantas …
Anda bermoral, sangat bermoral dan memiliki moral
tinggi. Karena itu maka tidak pantas ..........................
Anda pintar berceramah, ahli berkhotbah, memiliki kemampuan berpidato yang mengagumkan, tanpa salah dan menerangkan arti dengan jelas. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda pintar berceramah, ahli berkhotbah, memiliki kemampuan berpidato yang mengagumkan, tanpa salah dan menerangkan arti dengan jelas. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda adalah guru dari para guru, mendidik tiga ratus
brahmana untuk menghafalkan mantra-mantra, dan banyak brahmana muda dari
berbagai penjuru dan daerah yang semuanya ingin belajar mantra, datang belajar
pada anda. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda telah berumur, tua dan berusia lanjut, berusia panjang dan bepengalaman. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda telah berumur, tua dan berusia lanjut, berusia panjang dan bepengalaman. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda dihormati, dipuji, dipuja, dimuliakan dan
dijunjung tinggi oleh Raja Magadha, Seniya Bimbisara. Karena itu, maka tidak
pantas ….
Anda dihormati, dipuji, dipuja, dimuliakan dan
dijunjung tinggi oleh brahmana Pokkharasadi. Karena itu, maka tidak pantas ….
Anda tinggal di Campa banyak ternak rumput, pohon, dan
gandum, sebagai penguasa dan berhak penuh pada daerah itu bagaikan raja yang
dilimpahkan kepadanya oleh Raja Bimbisara. Karena itu, maka tidak pantas anda
untuk pergi menemui Samana Gotama, ia yang layak datang menemuimu.”
6.
Ketika mereka
telah berkata begitu, Sonadanda berkata kepada mereka:
“Saudara-saudara, dengar dan perhatikan mengapa pantas
bagi saya menemui Samana Gotama, dan bukan ia yang mengunjungi saya
................................
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama telah
dilahirkan dengan sempurna dari kedua belah pihak, turunan sempurna dari ibu
dan ayah sejak tujuh turunan, tanpa cacad sedikitpun untuknya dan kelahirannya
tanpa hal yang dapat dikritik …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama telah
meninggalkan kehidupan berumah-tangga (pabbajja), meninggalkan keluarga
besarnya …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama telah
meningalkan kehidupan berumah-tangga, meninggalkan uang dan emas yang banyak,
harta yang disimpan dalam tanah dan di atas tanah …
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama, masih
muda, tanpa uban di kepalanya, diliputi keremajaan, telah meninggalkan
kehidupan berumah tangga lalu hidup tanpa berkeluarga …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama, walaupun
ayah dan ibunya tidak setuju, menangis, pipi mereka dibasahi air mata, namun ia
memotong rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan kehidupan
berumah-tangga lalu hidup tanpa berkeluarga ….
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama adalah
tampan, menyenangkan dilihat, memiliki karisma, memiliki kecakapan yang
mengagumkan, berpenampilan yang mempesona, kehadirannya menyenangkan,
mempesona, …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama bermoral
dengan ariya sila, memiliki kebaikan dan sila ….
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama memiliki
suara yang menyenangkan, pintar berkhotbah, penceramah yang sopan, jelas,
jernih suaranya, topik dijelaskan dengan rinci …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama adalah
guru dari para guru …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama tak
memiliki sedikit nafsu pun, ia telah melenyapkan semua kotoran batin ….
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama meyakini
ajaran karma (kammavadi), ajaran perbuatan (kiriyavadi), ia adalah seorang yang
membabarkan kebenaran di depan para brahmana …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama telah
meninggalkan keluarga yang terhormat, para kesatriya …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama telah
meninggalkan keluarga yang makmur dan kaya raya ….
Saudara-saudara, sesungguhnya banyak sekali orang
datang dari berbagai penjuru untuk bertanya kepada Samana Gotama ……
Saudara-saudara, berkelompok-kelompok ribuan dewa
berlindung kepada Samana Gotama …..
Saudara-saudara, sesungguhnya berita baik tentang
Samana Gotama telah tersebar:
‘Demikianlah Sang Bhagava, yang maha suci, telah
mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna
menempuh jalan (mencapai nibbana), pengenal semua alam, pembimbing manusia yang
tiada taranya, Buddha, Bhagava,’ ….
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama memiliki
ke semua tiga puluh dua tanda Manusia Agung (Mahapurisalakkhana) …
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama menyambut
dengan baik semua orang yang datang, menyenangkan, pendamai, rendah hati, dapat
ditemui siapa saja, berbicara dengan jujur …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama dipuja,
dipuji dan dihormati oleh empat kelompok (upasaka, upasika, bhikkhu dan
bhikkhuni), ….
Saudara-saudara, sesungguhnya para dewa dan manusia
mempercayainya, ….
Saudara-saudara, sesungguhnya di kota dan desa mana
saja Samana Gotama tinggal, makhluk-makhluk halus yang ada di kota dan desa itu
tidak mengganggu manusia …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama mengepalai
sangha, kelompok, sebagai guru dari sebuah kelompok, diketahui sebagai kepala
dari semua pendiri ajaran (sekte). Banyak samana dan brahmana yang mendapat
reputasi baik karena hal-hal yang sepele, namun Samana Gotama tidak demikian.
Reputasinya dihasilkan oleh kesempurnaan pengetahuan dan tindak-tanduknya
(vijja-carana-sampadaya) …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Raja Bimbisara dari
kerajaan Magadha, bersama para permaisuri, pangeran dan putrinya, para
bangsawan dan rakyatnya telah berlindung pada Samana Gotama …..
Saudara-saudara, sesungguhnya Raja Pasenadi dari
kerajaan Kosala, bersama para permaisuri, pangeran dan putrinya, para bangsawan
dan rakyatnya telah berlindung pada Samana Gotama ……
Saudara-saudara, sesungguhnya Brahmana Pokkharasadi
bersama para istri dan anak-anaknya, para sahabat dan para pembantunya telah
berlindung pada Samana Gotama ….
Saudara-saudara, sesungguhnya Samana Gotama dipuja,
dipuji dan dihormati oleh Raja Bimbisara dari Magadha, Raja Pasenadi dari
Kosala serta Brahmana Pokkharasadi ……
Saudara-saudara, sesungguhnya sekarang Samana Gotama
telah tiba di Campa, dan berada di tepi danau Gaggara. Sebagaimana semua samana
dan brahmana yang memasuki perbatasan perkampungan kita merupakan tamu kita.
Para tamu kita sambut, layani, hormati dan puji. Demikian pula sekarang ia
telah datang, ia patut dilayani sebagai tamu …..
Setiap dan semua pertimbangan ini adalah tidak
menunjukkan bahwa tidak tepat bila Samana Gotama mengunjungi kita, tetapi
adalah tepat bila kita yang pergi menemui beliau. Hanya sebegitu jauh yang saya
tahu mengenai keistimewaan Samana Gotama, tetapi ini pun belum semuanya, karena
keistimewaannya adalah tidak terukur.”
7.
Setelah ia
berkata demikian, para brahmana berkata kepadanya
“Sonadanda yang mulia telah menyatakan pujian yang
begitu rupa tentang Samana Gotama, bagaikan ia berada kira-kira 100 yojana dari
sini dan yang cukup bagi seseorang berkeyakinan pergi menemuinya, walaupun ia
itu pergi dengan membawa beban di bahunya. Marilah kita semua bersama-sama
pergi menemui Samana Gotama.”
Demikianlah, Brahmana Sonadanda bersama sejumlah besar
brahmana pergi ke danau Gaggara.
8.
Kemudian suatu
keraguan muncul dalam pikiran Sonadanda ketika sedang melintas hutan: “Jika
saya menanyakan pertanyaan kepada Samana Gotama, ia akan berkata:
‘Pertanyaannya bukan ditanyakan seperti itu, pertanyaannya harus sistimatis,’
maka orang-orang yang ada akan berkata tidak sopan kepadaku dengan berucap:
‘Brahmana Sonadanda tolol dan tidak berpendidikan. Ia tidak sanggup menanyakan
sebuah pertanyaan dengan benar.’ Jika mereka berbuat seperti itu maka
reputasiku menurun; dengan reputasiku seperti itu, maka pendapatanku menyusut,
karena untuk senang itu tergantung pada reputasi. Namun, bila Samana Gotama
bertanya padaku, saya mungkin tidak akan mendapat persetujuannya karena
jawabanku. Jika orang-orang yang ada berkata kepadaku: ‘Pertanyaan tidak
dijawab seperti itu; masalahnya harus diterangkan,’ karena hal itu, maka
orang-orang akan berkata dengan tidak sopan kepadaku: ‘Brahmana Sonadanda tolol
dan tidak berpendidikan. Ia tidak sanggup memuaskan Samana Gotama dengan
memberikan jawaban mengenai petanyaan yang diajukan.’ Jika mereka melakukan
demikian maka reputasi saya akan turun; dengan reputasiku seperti itu maka
pendapatanku akan menurun, karena apa yang kita nikmati adalah tergantung pada
reputasi kita. Tetapi sebaliknya, jika setelah datang sejauh ini, saya pulang
tanpa menemui Samana Gotama, maka kemungkinan sekali orang-orang yang datang
bersama saya akan merendahkan saya dengan berkata: ‘Brahmana Sonadanda ini
tolol, tidak berpendidikan, keras kepala dengan kesombongan, ia sangat takut
sehingga ia tidak berani menemui Samana Gotama. Mengapa ia berbalik setelah
berjalan sejauh ini?’ Jika mereka melakukan hal itu, reputasi saya akan
menurun; dengan reputasi seperti itu, pendapatan saya akan berkurang. Karena
apa yang kita nikmati, tergantung pada reputasi kita.”
9.
Akhirnya
Brahmana Sonadanda tiba di tempat Sang Bhagava.
Setelah tiba, ia dan Sang Bhagava saling memberi salam
dengan kata-kata sopan dan hormat, setelah itu ia duduk di tempat yang telah
tersedia. Sedangkan para brahmana dan penduduk Campa; ada yang membungkuk
kepada Sang Bhagava lalu duduk; ada yang saling memberi salam kepada Sang
Bhagava dengan kata-kata sopan dan hormat, lalu duduk; ada yang menyebutkan
nama mereka dan nama keluarga mereka lalu duduk; sedangkan yang lain dengan
diam-diam langsung duduk.
10. Pada saat itu, Sonadanda sedang duduk dengan pikiran
yang ragu-ragu, dengan pikiran seperti yang muncul dalam perjalanan; dan ia
menambahkan: “Oh! Apakah Samana Gotama akan menanyakan padaku beberapa
pertanyaan tentang kemampuanku tentang Tevijja. Dengan begini, saya akan dapat
mendapatkan persetujuan tentang keterangan jawabannya mengenai pertanyaannya.”
11. Pada saat itu pula, Sang Bhagava mengetahui dengan
pikirannya mengenai keragu-raguan yang ada dalam pikiran Sonadanda, dan ia
berpikir: “Sonadanda sedang berpikir. Sebaiknya saya menanyakan sebuah
pertanyaan tentang ajarannya.” Lalu ia berkata kepadanya: “Brahmana, apakah hal
yang harus dimiliki oleh seorang brahmana sehingga ia dapat berkata: ‘Saya
brahmana,’ pernyataan ini adalah benar dan ia tidak merasa bersalah karena ia
tidak berbohong?”
12. Sonadanda berpikir: “Apa yang saya mau, ingin, pikir
dan harapkan bahwa Samana Gotama akan menanyakan sesuatu mengenai kemampuanku
mengenai Tevijja itulah yang ia tanyakan. Oh! Keteranganku akan dapat
menyenangkan hatinya!”
13. Dengan menegakkan badannya serta melihat para hadirin
di sekitarnya, ia berkata kepada Sang Bhagava: “Gotama, para brahmana
menyatakan dirinya seorang brahmana yang dengan tepat mengatakan ‘Saya
brahmana’ tanpa merasa bersalah karena ia tidak berbohong, yang memiliki lima
hal. Apakah lima hal itu? Pertama, seorang brahmana terlahir dengan baik dari
kedua sisi orang tuanya, sejak tujuh generasi, tanpa noda maupun cacad atau pun
hal yang dapat dikritik mengenai kelahirannya ….
Ia seorang yang mengetahui dan pengucap mantra-mantra,
menguasai Tevijja, ahli menerangkan peraturan-peraturan dan upacara-upacara,
ahli suara-suara dan makna-maknanya sebagai yang keempat, yang kelima adalah
menjelaskan dengan rinci tentang tradisi, menguasai dengan baik mengenai
filsafat alam (Lokayata) dan ciri-ciri manusia-besar (Mahapurisa lakkhana) ….
Ia tampan, menyenangkan dilihat, memiliki karisma,
memiliki kecakapan yang mengagumkan, berpenampilan yang mempesona, kehadirannya
menyenangkan, mempesona, ….
Ia bermoral (sila), silanya dikembangkannya, silanya
maju dengan baik sekali ….
Sebagai yang pertama atau kedua, ia terpelajar dan
bijaksana dalam upacara pemujaan pada api.
Gotama, inilah lima hal yang dimiliki oleh para
brahmana sehingga seorang brahmana dapat menyatakan dengan tepat ‘Saya
brahmana,’ pernyataan ini benar dan tanpa merasa bersalah karena ia tidak
berbohong.”
14. “Brahmana, dapatkah dari lima hal itu salah satu
dikeluarkan, namun dengan empat hal saja seseorang masih dinyatakan sebagai
brahmana; pernyataan ini benar serta tanpa merasa bersalah karena ia tidak
berbohong ketika menyatakan ia seorang brahmana?”
“Ya, Gotama, itu dapat dilakukan. Kita dapat
mengeluarkan Vanna (Varna). Karena apa yang dapat dilakukan oleh Vanna? Jika
kita telah memiliki empat hal kelahiran yang baik, latihan teknis, sila dan
kebijaksanaan, sebagai yang keempat para brahmana tetap akan menyatakan dia
sebagai brahmana; ia benar dan tanpa bahaya dari berbohong, menyatakan tentang
dirinya itu.”
15. “Brahmana, dapatkah dari empat hal itu salah satu
dikeluarkan, namun dengan tiga hal saja seseorang masih dinyatakan sebagai
brahmana; pernyataan ini benar tanpa merasa bersalah karena ia tidak berbohong
ketika menyatakan ia seorang brahmana?”
“Ya, Gotama, itu dapat dilakukan. Kita dapat
mengeluarkan mantra, karena apa yang dapat dilakukan oleh mantra? Jika kita telah
memiliki tiga hal kelahiran yang baik, sila dan kebijaksanaan para brahmana
tetap akan menyatakan dia sebagai brahmana; ia benar dan tanpa bahaya dari
berbohong, menyatakan tentang dirinya itu.”
16. “Brahmana, dapatkah dari tiga hal itu salah satu
dikeluarkan, namun dengan dua hal itu saja seseorang masih dinyatakan sebagai
brahmana; pernyataan ini benar tanpa merasa bersalah karena ia tidak berbohong
ketika menyatakan ia seorang brahmana?”
“Ya, Gotama, itu dapat dilakukan. Kita dapat
mengeluarkan kelahiran, karena apa yang dapat dilakukan oleh kelahiran? Jika
kita telah memiliki dua hal sila dan kebijaksanaan para brahmana tetap akan
menyatakan dia sebagai brahmana; ia benar dan tanpa bahaya dari berbohong,
menyatakan tentang dirinya itu.”
17. Ketika ia selesai berkata begitu, para brahmana yang
lain berkata kepada Sonadanda: “Sonadanda yang terhormat, jangan berkata
begitu. la tidak hanya merendahkan Vanna kami, namun ia merendahkan mantra dan
kelahiran kami. Sesungguhnya, Sonadanda yang terhormat, cenderung miring ke
arah ajaran Samana Gotama.”
18. Lalu Sang Bhagava berkata kepada para brahmana:
“Para brahmana, jika anda sekalian berpendapat bahwa
Sonadanda tidak terpelajar, ia berkata tidak tepat, ia tidak bijaksana, ia
tidak dapat mempertahankan pandangannya mengenai hal ini dengan saya, maka
sebaiknya ia diam dan anda sekalian berdiskusi dengan saya. Namun, bilamana
anda sekalian berpendapat bahwa ia terpelajar, dapat berbicara, bijaksana dan
dapat mempertahankan pandangannya, maka anda sekalian diam dan biarkan ia
berdiskusi dengan saya.”
19. Setelah beliau berkata demikian, brahmana Sonadanda
berkata kepada para brahmana itu:
“Janganlah anda sekalian yang terhormat berkata
begitu. Janganlah berkata begitu, saudara-saudara. Saya tidak merendahkan
vanna, mantra maupun kelahiran kita.”
20. Pada waktu itu, seorang brahmana muda bernama Angaka,
putra dari saudara wanita brahmana Sonadanda, sedang duduk di antara para
brahmana, Sonadanda berkata kepada para brahmana:
“Apakah anda yang terhormat melihat kemenakan kita,
Angaka?”
“Ya, kami melihatnya.”
“Saudara-saudara, Angaka tampan, menyenangkan dilihat,
berpenampilan meyakinkan, memiliki kecakapan yang mengagumkan, berpenampilan
seperti Brahma dan mempesona tak seorang pun di antara para hadirin yang
menyamainya dalam hal penampilan, kecuali Samana Gotama.
Saudara-saudara, Angaka adalah ahli, mengetahui
mantra-mantra, menguasai Tevijja, ahli menerangkan peraturan-peraturan dan
upacara-upacara, ahli suara-suara dan makna-maknanya, yang kelima adalah
menjelaskan dengan rinci tentang tradisi, menguasai dengan baik mengenai
Lokayata dan Mahapurisa lakkhana, saya sendiri telah mengajarkan mantra-mantra
ini.
Saudara-saudara, Angaka telah dilahirkan dari ke dua
belah pihak keturunan yang baik, turunan murni tanpa putus dari tujuh generasi,
tanpa cacat dan tanpa hal yang dapat dikritik mengenai garis keturunannya saya
sendiri mengetahui nenek-moyangnya, dari pihak ibu maupun ayah.
Saudara-saudara, jika Angaka membunuh makhluk hidup,
mengambil barang yang tidak diberikan, melakukan perzinahan, berdusta dan minum
minuman yang memabukkan, maka apakah yang dapat dilakukan oleh vanna, mantra
dan kelahiran?
Saudara-saudara, selama seorang brahmana bermoral,
silanya dikembangkannya, silanya maju dengan baik sekali; selama ia
berpendidikan dan bijaksana, sebagai yang pertama atau kedua, di antara mereka
yang melakukan upacara api, maka para brahmana akan menyatakan dia, karena
memiliki dua kualitas ini, sebagai seorang brahmana, menjadi seseorang yang
dengan tepat menyatakan ‘saya seorang brahmana’, tanpa merasa bersalah karena
ia menyatakan hal itu.”
21. “Brahmana, dapatkah dari dua hal itu salah satu
dikeluarkan, sehingga hanya dengan satu hal itu saja seseorang masih dinyatakan
sebagai brahmana; pernyataan ini benar tanpa merasa bersalah karena ia tidak
berbohong ketika menyatakan ia seorang brahmana?”
“Tidak, Gotama! Karena kebijaksanaan (panna) disucikan oleh sila, sebaliknya sila disucikan oleh kebijaksanaan. Di mana ada sila, di situ ada kebijaksanaan. Bagi yang memiliki sila ada kebijaksanaan, yang bijaksana ada sila, kebijaksanaan dan sila dinyatakan sebagai hal yang terbaik di dunia. Gotama, bagaikan seseorang yang mencuci tangannya dengan tangan, atau mencuci kaki dengan kaki, begitu pula kebijaksanaan disucikan oleh sila, dan sila disucikan oleh kebijaksanaan. Di mana ada sila, di situ ada kebijaksanaan; di mana ada kebijaksanaan, di situ ada sila. Bagi yang memiliki sila ada kebijaksanaan, yang bijaksana ada sila, kebijaksanaan dan sila dinyatakan sebagai hal yang terbaik di dunia.”
“Tidak, Gotama! Karena kebijaksanaan (panna) disucikan oleh sila, sebaliknya sila disucikan oleh kebijaksanaan. Di mana ada sila, di situ ada kebijaksanaan. Bagi yang memiliki sila ada kebijaksanaan, yang bijaksana ada sila, kebijaksanaan dan sila dinyatakan sebagai hal yang terbaik di dunia. Gotama, bagaikan seseorang yang mencuci tangannya dengan tangan, atau mencuci kaki dengan kaki, begitu pula kebijaksanaan disucikan oleh sila, dan sila disucikan oleh kebijaksanaan. Di mana ada sila, di situ ada kebijaksanaan; di mana ada kebijaksanaan, di situ ada sila. Bagi yang memiliki sila ada kebijaksanaan, yang bijaksana ada sila, kebijaksanaan dan sila dinyatakan sebagai hal yang terbaik di dunia.”
22. “Brahmana, begitulah. Saya juga mengatakan yang sama.
Tetapi apakah sila dan kebijaksanaan itu?”
“Gotama, kami hanya mengetahui pernyataan umumnya
saja. Semoga Gotama yang mulia dengan senang hati menerangkan ungkapan ini.”
“Brahmana, baiklah, dengarkanlah dan perhatikan dengan
baik, saya akan bicara.”
“Baiklah,” jawab Sonadanda, menyetujui Sang Bhagava.
Sang Bhagava berkata:
“Brahmana, seandainya di dunia ini muncul seorang
Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, sempurna
pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Jalan, Pengenal segenap
alam, Pembimbing yang tiada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing.
Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Beliau
mengajarkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui usahanya sendiri kepada
orang-orang lain, dalam dunia ini yang meliputi para dewa, mara dan Brahma;
para petapa, brahmana, raja beserta rakyatnya. Beliau mengajarkan Dhamma
(Kebenaran) yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, indah pada akhir
dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan cara hidup petapa (brahmacariya)
yang sempurna dan suci.
Kemudian, seorang berkeluarga atau salah seorang dari
anak-anaknya atau seorang dari keturunan keluarga-rendah datang mendengarkan
Dhamma itu, dan setelah mendengarnya ia memperoleh keyakinan itu, timbullah
perenungan ini dalam dirinya: ‘Sesungguhnya, hidup berkeluarga itu penuh dengan
rintangan, jalan yang penuh dengan kekotoran nafsu. Hidup pabbaja adalah bebas
seperti udara. Sungguh sukar bagi seorang yang hidup berkeluarga untuk menempuh
hidup brahmacariya secara sungguh-sungguh, suci serta dalam seluruh
kegemilangan kesempurnaannya. Maka, biarlah aku mencukur rambut dan janggutku,
mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup
pabbaja.
Setelah menjadi bhikkhu, ia hidup mengendalikan diri
sesuai dengan Patimokkha (Peraturan-peraturan bhikkhu), sempurna perilaku dan
latihannya, dapat melihat bahaya dalam kesalahan-kesalahan yang paling kecil
sekalipun. Ia menyesuaikan dan melatih dirinya dalam peraturan-peraturan.
Menyempurnakan perbuatan-perbuatan dan ucapannya. Suci dalam cara hidupnya,
sempurna silanya, terjaga pintu-pintu inderanya, ia memiliki perhatian murni
dan pengertian jelas (sati-sampajanna); dan hidup sederhana.
Brahmana, bagaimanakah seorang bhikkhu yang sempurna silanya? Brahmana, dalam hal ini seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan makhluk-makhluk. Setelah membuang alat pemukul dan pedang, malu dengan perbuatan kasar; ia hidup dengan penuh cinta kasih, kasih sayang dan bajik terhadap semua makhluk, semua yang hidup. Inilah sila yang dimilikinya.
Brahmana, bagaimanakah seorang bhikkhu yang sempurna silanya? Brahmana, dalam hal ini seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan makhluk-makhluk. Setelah membuang alat pemukul dan pedang, malu dengan perbuatan kasar; ia hidup dengan penuh cinta kasih, kasih sayang dan bajik terhadap semua makhluk, semua yang hidup. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi pencurian, menahan diri dari memiliki apa
yang tidak diberikan; ia hanya mengambil apa yang diberikan dan tergantung pada
pemberian; ia hidup jujur dan suci. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi hubungan kelamin, menjalankan Brahmacariya
(tidak kawin); ia menahan diri dari perbuatan-perbuatan rendah dan hubungan
kelamin. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi kedustaan, menahan diri dari dusta, ia berbicara benar, tidak menyimpang dari kebenaran, jujur dan dapat dipercaya, serta tidak mengingkari kata-katanya sendiri di dunia.
Menjauhi ucapan fitnah, menahan diri dari memfitnah; apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakannya di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sini. Apa yang ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakannya di sini sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-pecah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan; persatuan merupakan tujuan pembicaraan. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi kedustaan, menahan diri dari dusta, ia berbicara benar, tidak menyimpang dari kebenaran, jujur dan dapat dipercaya, serta tidak mengingkari kata-katanya sendiri di dunia.
Menjauhi ucapan fitnah, menahan diri dari memfitnah; apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakannya di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sini. Apa yang ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakannya di sini sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-pecah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan; persatuan merupakan tujuan pembicaraan. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi ucapan kasar, menahan diri dari penggunaan
kata-kata kasar; ia hanya mengucapkan kata-kata yang tidak tercela,
menyenangkan, menarik, berkenan di hati, sopan, enak didengar dan disenangi
orang. Inilah sila yang dimilikinya.
Menjauhi pembicaraan sia-sia, menahan diri dari
percakapan yang tidak bermanfaat; ia berbicara pada saat yang tepat, sesuai
dengan kenyataan, berguna, tentang Dhamma dan Vinaya. Pada saat yang tepat, ia
mengucapkan kata-kata yang berharga untuk didengar, penuh dengan gambaran yang
tepat, memberikan uraian yang jelas dan tidak berbelit-belit. Inilah sila yang
dimilikinya.
Ia menahan diri untuk tidak merusak benih-benih dan
tumbuh-tumbuhan. Ia makan sehari sekali, tidak makan setelah tengah hari. Ia
menahan diri dari menonton pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan
musik. Ia menahan diri dari penggunaan alat-alat kosmetik, karangan-karangan
bunga, wangi-wangian dan perhiasan-perhiasan. Ia menahan diri dari menggunakan
tempat tidur yang besar dan mewah. Ia menahan diri dari menerima emas dan
perak. Ia menahan diri dari menerima gandum (padi) yang belum dimasak. Ia
menahan diri dari menerima daging yang belum dimasak. Ia menahan diri dari
menerima wanita dan perempuan-perempuan muda. Ia menahan diri dari menerima
budak-belian lelaki dan budak-belian perempuan. Ia menahan diri dari menerima
biri-biri atau kambing. Ia menahan diri dari menerima babi dan ungas. Ia
menahan diri dari menerima gajah, sapi dan kuda. Ia menahan diri dari menerima
tanah-tanah pertanian. Ia menahan diri dari berlaku sebagai duta atau pesuruh.
Ia menahan diri dari membeli dan menjual. Ia menahan diri dari menipu dengan
timbangan, mata uang maupun ukuran-ukuran. Ia menahan diri dari perbuatan
menyogok, menipu dan menggelapkan. Ia menahan diri dari perbuatan melukai,
membunuh, memperbudak, merampok, menodong dan menganiaya. Inilah sila yang
dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih merusak bermacam-macam benih dan tumbuhan, seperti: tumbuhan yang berkembang biak dari akar-akaran, tumbuhan yang berkembang biak dari dahan-dahanan, tumbuhan yang berkembang biak dari tetangkaian, tumbuhan yang berkembang biak dari ruas-ruas atau tumbuhan yang berkembang biak dari kecambah-kecambahan; namun seorang bhikkhu menahan diri dari merusak bermacam-macam benih dan tumbuh-tumbuhan. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih merusak bermacam-macam benih dan tumbuhan, seperti: tumbuhan yang berkembang biak dari akar-akaran, tumbuhan yang berkembang biak dari dahan-dahanan, tumbuhan yang berkembang biak dari tetangkaian, tumbuhan yang berkembang biak dari ruas-ruas atau tumbuhan yang berkembang biak dari kecambah-kecambahan; namun seorang bhikkhu menahan diri dari merusak bermacam-macam benih dan tumbuh-tumbuhan. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih menggunakan
barang-barang yang ditimbun dan disimpan, seperti: bahan makanan, minuman,
jubah, perkakas-perkakas, alat-alat tidur, wangi-wangian dan bumbu makanan;
namun, seorang bhikkhu menahan diri dari menggunakan barang-barang yang
disimpan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih menonton aneka
macam pertunjukan, seperti: tari-tarian, nyanyi-nyanyian musik, pertunjukan
panggung, opera, musik yang diiringi dengan tepuk tangan, pembacaan deklamasi,
permainan tambur, drama kesenian, permainan akrobat di atas galah, adu gajah,
adu kuda, adu sapi, adu banteng, pertandingan tinju, pertandingan gulat,
perang-perangan, pawai, inspeksi, parade; namun seorang bhikkhu menahan diri
dari menonton aneka macam pertunjukkan semacam itu. Inilah sila yang
dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terikat dengan
aneka macam permainan dan rekreasi, seperti: permainan catur dengan papan
berpetak delapan baris, permainan catur dengan papan berpetak sepuluh baris,
permainan dengan membayangkan papan catur tersebut di udara, permainan
melangkah satu kali pada diagram yang digariskan di atas tanah, permainan
dengan cara memindahkan benda-benda atau orang dari satu tempat ke tempat lain
tanpa menggoncangkannya, permainan lempar dadu, permainan memukul kayu pendek
dengan menggunakan kayu panjang, permainan mencelup tangan ke dalam air
berwarna dan menempelkan telapak tangan ke dinding, permainan bola, permainan
meniup sempritan yang dibuat dari daun palem, permainan meluku dengan luku
mainan, permainan jungkir batik (salto), permainan dengan kitiran yang dibuat
dari daun palem, bermain dengan kereta perang-mainan, bermain dengan
panah-panah mainan, menebak tulisan-tulisan yang digoreskan di udara atau pada
punggung seseorang, menebak pikiran teman bermain, menirukan gerak-gerik orang
cacat; namun seorang bhikkhu menahan diri dari permainan dan rekreasi semacam
itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih menggunakan aneka
macam tempat tidur yang besar dan mewah seperti: dipan tinggi yang dapat
dipindah-pindahkan yang panjangnya enam kaki, dipan dengan tiang-tiang
berukiran gambar binatang-binatang, seprei dari bulu kambing atau bulu domba
yang tebal, seprei dengan bordiran warna-warni, selimut putih, seprei dari wol
disulam dengan motif bunga-bunga, selimut yang diisi dengan kapas dan wol,
seprei yang disulam dengan gambar harimau dan singa, seprei dengan bulu
binatang pada kedua tepinya, seprei dengan sulaman permata, seprei dari sutra,
selimut yang dapat digunakan oleh enam betas orang, selimut gajah, selimut kuda
atau selimut kereta, selimut kulit kijang yang dijahit, selimut dari kulit
sebangsa kijang, permadani dengan tutup di atasnya, sofa dengan bantal merah
untuk kepala dan kaki; namun seorang bhikkhu menahan diri untuk tidak
menggunakan aneka macam tempat tidur yang besar dan mewah semacam itu. Inilah
sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih memakai
perhiasan-perhiasan dan alat-alat memperindah diri, seperti: melumuri, mencuci
dan menggosok tubuhnya dengan bedak wangi; memukuli tubuhnya dengan tongkat
perlahan-lahan seperti ahli gulat; memakai kaca, minyak-mata (bukan obat),
bunga-bungaan, pemerah pipi, kosmetika, gelang, kalung, tongkat jalan (untuk
bergaya), tabung bambu untuk menyimpan obat, pedang, alat penahan sinar
matahari, sandal bersulam, sorban, perhiasan dahi, sikat dari ekor binatang
yak, jubah putih panjang yang banyak lipatannya; namun, seorang bhikkhu menahan
diri dari pemakaian perhiasan-perhiasan dan alat-alat memperindah diri semacam
itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam
percakapan-percakapan yang rendah, seperti: percakapan tentang raja-raja,
percakapan tentang pencuri, percakapan tentang menteri-menteri, percakapan
tentang angkatan-angkatan perang, percakapan tentang pembunuhan-pembunuhan,
percakapan tentang pertempuran-pertempuran, percakapan tentang makanan,
percakapan tentang minuman, percakapan tentang pakaian, percakapan tentang
tempat tidur, percakapan tentang wangi-wangian, pembicaraan-pembicaraan tentang
keluarga, percakapan tentang kendaraan, percakapan tentang desa, percakapan
tentang kampung, percakapan tentang kota, percakapan tentang negara, percakapan
tentang wanita, percakapan tentang laki-laki, percakapan di sudut-sudut
jalanan, percakapan di tempat-tempat pengambilan air, percakapan tentang
hantu-hantu jaman dahulu, percakapan yang tidak ada ujung pangkalnya, spekulasi
tentang terciptanya daratan, spekulasi tentang terciptanya lautan, percakapan
tentang perwujudan dan bukan perwujudan (eksistensi dan non eksistensi); namun
seorang bhikkhu menahan diri dari percakapan-percakapan yang rendah semacam
itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa brahmana hidup dari makanan
yang disediakan dari umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam kata-kata
perdebatan, seperti: ‘Bagaimana seharusnya engkau mengerti Dhamma? Bagaimana
seharusnya engkau mengerti Vinaya ini? Engkau menganut pandangan-pandangan
keliru tetapi aku menganut pandangan-pandangan benar. Aku berbicara langsung
pada pokok persoalan, tetapi engkau tidak berbicara langsung pada pokok
persoalan. Engkau membicarakan di bagian akhir tentang apa yang seharusnya
dibicarakan di bagian permulaan; dan membicarakan di bagian permulaan tentang
apa yang seharusnya dibicarakan di bagian akhir. Apa yang lama telah engkau
persiapkan untuk dibicarakan, semuanya itu telah usang. Kata-kata bantahanmu
itu telah ditentang, dan engkau ternyata salah. Berusahalah untuk menjernihkan
pandangan-pandanganmu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari kata-kata
perdebatan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih berlaku sebagai
pembawa berita, pesuruh dan bertindak sebagai perantara dari raja-raja, menteri-menteri
negara, kesatria, brahmana, orang berkeluarga atau pemuda-pemuda, yang berkata:
‘Pergilah ke sana, pergilah ke situ, bawalah ini, ambilkan itu dari sana’;
namun seorang bhikkhu menahan diri dari tugas-tugas sebagai pembawa berita,
pesuruh dan perantara semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih melakukan tindakan-tindakan penipuan dengan cara: merapalkan kata-kata suci, meramal tanda-tanda dan mengusir setan dengan tujuan memperoleh keuntungan setelah memperlihatkan sedikit kemampuannya; namun seorang bhikkhu menahan diri dari tindakan-tindakan penipuan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramal dengan melihat guratan-guratan tangan, meramal melalui tanda-tanda dan alamat-alamat, menujumkan sesuatu dari halilintar atau keanehan-keanehan benda langit lainnya, meramal dengan melihat tanda-tanda pada bagian tubuh, meramal dari tanda-tanda pada pakaian yang digigit tikus, mengadakan korban pada api, mengadakan selamatan yang dituang dari sendok, memberikan persembahan dengan sekam untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan bekatul-bekatul untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan beras untuk dewa-dewa, mempersembahkan biji wijen dengan cara menyemburkan dari mulut ke api, mengeluarkan darah dari lutut kanan sebagai tanda persembahan kepada dewa-dewa, melihat pada buku jari, setelah itu mengucapkan mantra dan meramalkan apakah orang itu mujur, beruntung atau sial; menentukan apakah letak rumah itu baik-baik atau tidak, menasehati cara-cara pengukuran tanah, mengusir setan-setan di kuburan, mengusir hantu, mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mantra untuk kalajengking, mantra tikus, mantra burung, mantra burung gagak, meramal umur, mantra melepas panah, keahlian untuk mengerti bahasa binatang; namun seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih melakukan tindakan-tindakan penipuan dengan cara: merapalkan kata-kata suci, meramal tanda-tanda dan mengusir setan dengan tujuan memperoleh keuntungan setelah memperlihatkan sedikit kemampuannya; namun seorang bhikkhu menahan diri dari tindakan-tindakan penipuan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramal dengan melihat guratan-guratan tangan, meramal melalui tanda-tanda dan alamat-alamat, menujumkan sesuatu dari halilintar atau keanehan-keanehan benda langit lainnya, meramal dengan melihat tanda-tanda pada bagian tubuh, meramal dari tanda-tanda pada pakaian yang digigit tikus, mengadakan korban pada api, mengadakan selamatan yang dituang dari sendok, memberikan persembahan dengan sekam untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan bekatul-bekatul untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan beras untuk dewa-dewa, mempersembahkan biji wijen dengan cara menyemburkan dari mulut ke api, mengeluarkan darah dari lutut kanan sebagai tanda persembahan kepada dewa-dewa, melihat pada buku jari, setelah itu mengucapkan mantra dan meramalkan apakah orang itu mujur, beruntung atau sial; menentukan apakah letak rumah itu baik-baik atau tidak, menasehati cara-cara pengukuran tanah, mengusir setan-setan di kuburan, mengusir hantu, mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mantra untuk kalajengking, mantra tikus, mantra burung, mantra burung gagak, meramal umur, mantra melepas panah, keahlian untuk mengerti bahasa binatang; namun seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti,
pengetahuan tentang tanda-tanda atau alamat-alamat baik atau buruk dari
benda-benda, yang menyatakan kesehatan atau keberuntungan dari pemiliknya,
seperti: batu-batu permata, tongkat, pedang, panah, busur, senjata-senjata
lainnya; wanita, laki-laki, anak lelaki, anak perempuan, pembantu lelaki,
pembantu perempuan; gajah, kuda, kerbau, sapi jantan, sapi betina, burung
nasar, kura-kura, dan binatang-binatang lainnya; namun, seorang bhikkhu menahan
diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah
semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: meramal
dengan akibat: pemimpin akan maju, pemimpin akan mundur, pemimpin kita akan
menyerang dan musuh-musuh akan mundur, pemimpin musuh akan menyerang dan pemimpin
kita akan mundur, pemimpin kita akan menang dan pemimpin musuh akan kalah,
pemimpin musuh akan menang dan pemimpin kita akan kalah; jadi kemenangan ada di
pihak ini dan kekalahan ada di pihak itu; namun, seorang bhikkhu menahan diri
dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah
semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu penghidupan, dengan
cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti meramalkan adanya gerhana
bulan, gerhana matahari, gerhana bintang, matahari atau bulan akan menyimpang
dari garis edarnya, matahari atau bulan akan kembali pada garis edarnya, adanya
bintang yang menyimpang dari garis edarnya, bintang akan kembali pada garis
edarnya, meteor jatuh, hutan terbakar, gempa bumi, halilintar; matahari, bulan
dan bintang akan terbit, terbenam, bersinar dan suram; atau meramalkan lima
belas gejala tersebut akan terjadi dan yang akan mengakibatkan sesuatu; namun
seseorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah
melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti:
meramalkan turun hujan yang berlimpah-limpah, turun hujan yang tidak mencukupi,
hasil panen yang baik, masa paceklik (kekurangan bahan makanan), keadaan damai,
keadaan kacau, akan terjadi wabah sampar, akan ada musim baik, meramal dengan
menghitung jari, tanpa menghitung jari; ilmu menghitung jumlah besar, menyusun
lagu, sajak, nyanyian rakyat yang populer dan adat kebiasaan; namun, seorang
bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara salah melalui
ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti mengatur
hari baik mempelai pria atau wanita untuk dibawa pulang, mengatur hari baik
bagi wanita untuk dikirim pergi, menentukan saat baik untuk menentukan
perjanjian damai (atau mengikat persaudaraan dengan menggunakan mantra),
menentukan saat yang baik untuk meletuskan permusuhan, menentukan saat baik
untuk menagih hutang, menentukan saat baik untuk memberi pinjaman, menggunakan
mantra untuk membuat orang beruntung, menggunakan mantra untuk menggugurkan
kandungan, menggunakan mantra untuk mendiamkan rahang seseorang, menggunakan
mantra untuk membuat orang lain mengangkat tangannya, menggunakan mantra untuk
menimbulkan ketulian, mencari jawaban dengan melihat kaca-ajaib, mencari
jawaban melalui seorang gadis yang kerasukan, mencari jawaban dari dewa, memuja
matahari, memuja maha ibu (dewa tanah) mengeluarkan api dari mulut, memohon
kepada dewi Sri, atau dewi keberuntungan; namun seorang bhikkhu menahan diri
dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah
semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.
Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari
makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti: berjanji
akan memberikan persembahan kepada para dewa apabila keinginannya terkabul,
melaksanakan janji-janji semacam itu, mengucapkan mantra untuk menempati rumah
yang dibuat dari tanah, mengucapkan mantra untuk menimbulkan kejantanan,
membuat pria menjadi impotent, menentukan letak yang tepat untuk membangun
rumah, mengucapkan mantra untuk membersihkan tempat, melakukan upacara
pembersihan mulut, melakukan upacara mandi, mempersembahkan korban, memberikan
obat tumpah dan penguras perut, memberikan obat bersin untuk mengobat sakit
kepala, meminyaki telinga orang lain, merawat mata orang, memberikan obat
melalui hidung, memberikan collyrium di mata, memberikan obat tetes pada mata,
menjalankan praktik sebagai okultis, menjalankan praktik sebagai dokter
anak-anak, meramu obat-obatan; namun seorang bhikkhu menahan diri dari mencari
penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah
sila yang dimilikinya.
Brahmana, selanjutnya seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian terhadap sila. Brahmana, sama seperti seorang ksatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuh telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian sila. Dengan memiliki kelompok sila yang mulia ini, dirinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukkham). Brahmana, demikianlah seorang bhikkhu yang memiliki sila sempurna.Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan (nivarana) itu telah disingkirkan dari dalam dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikirannya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam Jhana I; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (pitisukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada obyek). Seluruh tubuh dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).
Brahmana, selanjutnya seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian terhadap sila. Brahmana, sama seperti seorang ksatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuh telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak melihat bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenaan dengan pengendalian sila. Dengan memiliki kelompok sila yang mulia ini, dirinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukkham). Brahmana, demikianlah seorang bhikkhu yang memiliki sila sempurna.Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan (nivarana) itu telah disingkirkan dari dalam dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikirannya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam Jhana I; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (pitisukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada obyek). Seluruh tubuh dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).
Brahmana, sama halnya seperti tukang memandikan yang
pandai atau pembantunya akan menebarkan bubuk-sabun wangi dalam sebuah mangkuk
logam, memercikinya dengan air setetes demi setetes dan kemudian ia meremasnya
bersama sehingga bubuk sabun itu dapat menyerap seluruh cairan; dibasahi,
diresapi dan diliputi dengannya, baik dalam maupun luar, dan tidak ada yang
mengalir ke luar.
Brahmana, demikian pula bhikkhu itu seluruh tubuhnya
dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan
bahagia, yang timbul dari kebebasan; sehingga tidak ada satu bagian pun dari
tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul
dari kebebasan itu.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Brahmana, selanjutnya seorang bhikkhu yang telah
membebaskan diri dari Vitaka dan Vicara, memasuki dan berdiam dalam Jhana II;
yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan
konsentrasi, tanpa disertai dengan vitaka dan vicara, keadaan pikiran yang
terpusat. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, diresapi serta diliputi dengan
perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari konsentrasi, dan tidak ada satu
bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia
itu, yang timbul dari konsentrasi.
Brahmana, bagaikan sebuah kolam yang dalam, yang
mempunyai sumber air di bawahnya, tanpa lubang masuk dari Timur atau Barat,
dari waktu ke waktu tidak turun hujan; namun, aliran air yang sejuk, yang
berasal dari sumber itu akan tetap memenuhi, menggenangi, meresapi dan meliputi
kolam itu, sehingga tidak ada satu bagian pun dari kolam itu, yang tidak
diliputi oleh air yang sejuk itu.
Brahmana, demikian pula bhikkhu itu seluruh tubuhnya
dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia,
yang timbul dari konsentrasi; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya
yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari
konsentrasi itu.
Inilah, Brahmana, faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Brahmana, selanjutnya seorang bhikkhu yang telah
membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang yang
disertai dengan perhatian murni dan pengertian jelas. Tubuhnya diliputi dengan
perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para Arya sebagai ‘kebahagiaan yang
dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni’; ia
memasuki dan berdiam dalam Jhana III.
Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi,
diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan
perasaan tergiur; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak
diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.
Brahmana, seperti dalam sebuah kolam yang berisi
bunga-bunga teratai; merah, putih atau biru, yang beberapa di antara
bunga-bunga teratai merah, putih atau biru yang bersemi dalam air, tumbuh dalam
air, tidak muncul di atas permukaan air serta menghisap makanan dari dalam air
itu adalah dipenuhi, digenangi diresapi serta diliputi dengan air dingin;
sehingga tidak ada satu bagian pun dari bunga-bunga teratai merah, putih atau
biru itu mulai dari ujung daun sampai ke akarnya yang tidak diliputi dengan
air.
Brahmana, demikian pula bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.
Brahmana, demikian pula bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Brahmana, selanjutnya dengan menyingkirkan perasaan
bahagia dan tidak bahagia (sukkhamasukha), dengan menghilangkan
perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya,
bhikkhu itu memasuki dan berdiam dalam Jhana IV, yaitu suatu keadaan yang
benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (satiparisuddhi), bebas
dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah ia duduk di sana, meliputi
seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih.
Brahmana, sama seperti seorang yang sedang duduk, diselubungi dengan jubah putih mulai dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak bersentuhan dengan jubah putih itu.
Brahmana, sama seperti seorang yang sedang duduk, diselubungi dengan jubah putih mulai dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak bersentuhan dengan jubah putih itu.
Brahmana, demikian pula bhikkhu itu duduk di sana,
meliputi seluruh tubuhnya, dengan perasaan batin yang bersih dan jernih;
sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi dengan
perasaan batin yang bersih dan jernih itu.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih,
bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak
dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya ke
pandangan-terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Demikianlah ia
mengerti: ‘Tubuhku ini mempunyai bentuk terdiri atas empat unsur-pokok
(maha-bhuta), berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan
yang terus-menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan,
kehancuran dan kematian; begitu pula halnya dengan kesadaran (vinnana) yang
terikat dengannya.
Brahmana, sama seperti halnya dengan permata Veluriya,
yang gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang terpotong rapi, jernih,
murni tanpa cacat, sempurna dalam keadaan apapun. Di tengahnya dimasuki seutas
benang, yang berwarna biru, jingga, merah, putih atau kuning. Seandainya
seseorang yang memiliki mata meletakkannya di atas tangannya, maka ia akan merenung:
‘Permata Veluriya ini adalah gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang
terpotong rapi, jernih, murni, tanpa cacad, sempurna dalam keadaan apa pun.
Sekarang permata itu diikatkan pada seutas benang yang berwarna biru, jingga,
merah, putih atau kuning.
Brahmana, demikian pula dengan pikiran yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya ke pandangan terang yang timbul dari pengetahuan. Ia
mengerti: ‘Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri empat unsur pokok, berasal
dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus-menerus,
bersifat tidak kekal, dapat mengalami kelapukan, kehancuran dan kematian,
begitu pula halnya dengan kesadaranku yang terikat dengannya.’
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih,
bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak
dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan
‘tubuh-ciptaan-batin’ (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan ‘tubuh
ciptaan batin’ melalui pikirannya; yang memiliki bentuk, memiliki
anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ
apa pun.
Brahmana, sama seperti halnya seseorang menarik
sehelai ilalang keluar dari pelepahnya. Maka ia akan mengerti: ‘Inilah ilalang,
inilah pelepah. Ilalang adalah satu hal, pelepah adalah hal yang lain.
Sesungguhnya dari pelepah ilalang itu telah ditarik keluar.’
Brahmana, sama seperti halnya seseorang mengeluarkan ular dari kulitnya. Maka ia akan tahu: ‘Inilah ular, inilah kulitnya. Ular adalah satu hal, kulit adalah hal yang lain. Sesungguhnya dari selongsong ular itu telah dikeluarkan.’
Brahmana, sama seperti halnya seseorang mengeluarkan ular dari kulitnya. Maka ia akan tahu: ‘Inilah ular, inilah kulitnya. Ular adalah satu hal, kulit adalah hal yang lain. Sesungguhnya dari selongsong ular itu telah dikeluarkan.’
Brahmana, sama seperti halnya seseorang menghunus
pedang dari sarungnya. Maka ia akan tahu: ‘Inilah pedang, inilah sarung pedang.
Pedang adalah satu hal, sarung pedang adalah hal yang lain. Sesungguhnya dari
sarung pedang itu telah dihunus.’
Brahmana, demikian pula dengan pikiran yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada penciptaan ‘wujud ciptaan batin’ (mano-maya-kaya).
Dari tubuh ini, ia menciptakan ‘tubuh ciptaan batin’ melalui pikirannya; yang
memiliki bentuk, memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap,
tanpa kekurangan sesuatu organ apapun.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih,
bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak
dapat digoncangkan; ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada
bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka
ragam bentuknya: dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi
satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa
merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah
berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah,
seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam,
seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di
udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh
dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia dapat pergi
mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.
Brahmana, sama seperti halnya seorang pembuat
barang-barang tembikar atau pembantunya, dapat membuat, berhasil menciptakan
berbagai bentuk barang tembikar yang mengkilap menurut keinginannya.
Brahmana, sama seperti halnya pemahat gading atau
pembantunya, dapat memilih gading serta berhasil memahatnya menjadi berbagai bentuk
pahatan gading menurut keinginannya.
Brahmana, sama seperti halnya tukang emas atau pembantunya, dapat menjadikan, berhasil membuat berbagai bentuk barang dari emas menurut keinginannya.
Brahmana, sama seperti halnya tukang emas atau pembantunya, dapat menjadikan, berhasil membuat berbagai bentuk barang dari emas menurut keinginannya.
Brahmana, demikian pula dengan pikiran yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan gaib). Demikianlah
ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya: dari satu ia menjadi banyak,
atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau
tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding,
benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan
timbul melalui tanah, seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan di atas air
tanpa tenggelam, seolah-olah berjalan di atas tanah; dengan duduk bersila ia
melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan
ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan
perkasa; ia pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh
kasarnya.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Dengan pikirannya yang terpusat, bersih, jernih bebas
dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat
digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada
kemampuan-kemampuan Dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan-kemampuan
Dibbasota yang jernih, yang melebihi telinga manusia biasa, ia mendengar
suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat.
Brahmana, sama seperti halnya seseorang yang sedang
berada di jalan raya, dapat mendengar suara genderang-besar, suara tambur,
suara tiupan terompet kulit kerang, suara genderang kecil. Maka ia akan tahu;
‘Ini suara genderang besar, ini suara tambur, ini suara tiupan terompet
kulit-kerang, ini suara genderang kecil.’
Brahmana, demikian pula dengan pikiran yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan Dibbasota (telinga dewa).
Dengan kemampuan-kemampuan Dibbasota yang jernih, yang melebihi telinga manusia
biasa, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau dekat.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih,
bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak
dapat digoncangkan, ia menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada Cetopariyanana
(pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui
pikirannya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran makhluk lain, pikiran
orang-orang lain. Ia mengetahui:
Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang
disertai nafsu.
Pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang
disertai kebencian.
Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa
kebencian.
Pikiran yang disertai ketidaktahuan sebagai pikiran
yang disertai ketidaktahuan.
Pikiran tanpa ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa
ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang
berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang
tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terpusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang
berhamburan (kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak
bebas.
Brahmana, sama halnya seperti seorang wanita, pria
atau anak kecil, yang ingin memperindah diri dengan melihat wajahnya pada
permukaan sebuah kaca yang bersih dan jernih atau pada sebuah tempayan yang
berisikan air jernih; maka apabila wajahnya memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa
wajahnya memiliki tahi-lalat; apabila wajahnya tidak memiliki tahi lalat, ia
tahu bahwa wajahnya tidak memiliki tahi lalat.
Brahmana, demikian pula dengan pikiran yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas, dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada Ceto-pariyanana (kemampuan untuk membaca pikiran
orang lain). Dengan menembus melalui pikirannya sendiri, ia mengetahui
pikiran-pikiran makhluk lain, pikiran orang-orang lain dan ia mengetahui:
Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang
disertai nafsu.
Pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran yang tanpa nafsu.
Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang
disertai kebencian.
Pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa
kebencian.
Pikiran yang disertai ketidaktahuan sebagai pikiran
tanpa ketidaktahuan.
Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.
Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu.
Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang
berkembang.
Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang
tidak berkembang.
Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah.
Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.
Pikiran yang terpusat sebagai pikiran yang terpusat.
Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang
berhamburan (kacau).
Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas.
Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak
bebas.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu,
bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan dan mengarahkan pikirannya pada
pengetahuan tentang Pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran
lampau). Demikianlah ia ingat tentang: satu kelahiran, dua kelahiran, tiga
kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh
kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran,
seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, melalui banyak
masa perkembangan (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran (vivattakappa),
melalui banyak masa perkembangan-kehancuran (samvatta-vivattakappa). ‘Di suatu
tempat demikian, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku
adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan
penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku
berlalu dari keadaan itu aku lahir kembali di suatu tempat demikian; di sana
namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluarga adalah demikian,
suku bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang
demikian, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu,
kemudian aku lahir kembali di sini.’ Demikianlah ia mengingat kembali tentang
bermacam-macam kelahirannya di masa lampau, dalam seluruh seluk beluknya dan
dalam seluruh macamnya.
Brahmana, sama halnya seperti seseorang yang pergi
dari desanya menuju desa lain, lalu dari desa itu ia pergi ke desa lainnya
lagi, serta dari desa itu ia pulang kembali ke desanya sendiri; maka ia akan
tahu: ‘Dari desaku sendiri, aku pergi ke desa lain. Di sana aku berdiri di
tempat-tempat demikian, duduk, berbicara dan berdiam diri demikian. Sekarang
dari desa itu aku pulang ke desaku sendiri.’
Brahmana, demikian pula dengan pikirannya yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak tergoncangkan. Bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang Pubbenivasanussati (ingatan
terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang
bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti: satu kelahiran, dua
kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran,
dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh
kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, melalui
banyak masa perkembangan (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran
(vivatta-kappa), melalui banyak masa perkembangan-kehancuran
(samvatta-vivatta-kappa). ‘Di suatu tempat demikian, namaku adalah demikian,
makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku bangsaku adalah
demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan demikian, batas umurku
adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu aku lahir kembali
di suatu tempat demikian; di sana namaku adalah demikian, makananku adalah
demikian, keluargaku adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, aku
mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, batas umurku adalah
demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian lahir kembali di
sini.’ Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahirannya di
masa lampau, dalam seluruh seluk beluknya dan dalam seluruh macamnya.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Brahmana, demikian pula dengan pikirannya yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak tergoncangkan. Bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang muncul dan lenyapnya
makhluk-makhluk (Cutupa-pata-nana). Dengan kemampuan Dibba Cakkhu (mata dewa)
yang jernih, yang melebihi mata manusia biasa, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk
berlalu dari satu kelahiran, muncul dalam kelahiran lain; rendah, mulia, indah,
jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul
sesuai dengan karma-karma mereka: ‘Makhluk-makhluk ini memiliki perbuatan,
ucapan dan pikiran jahat, penghina para orang suci, pengikut
pandangan-pandangan keliru dan melakukan perbuatan menurut pandangan keliru.
Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah meninggal, mereka terlahir kembali dalam
alam celaka, alam sengsara atau alam neraka. Tetapi, makhluk-makhluk yang lain,
memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran baik, bukan penghina orang suci,
pengikut padangan-pandangan benar dan melakukan perbuatan menurut pandangan
benar. Pada saat kehancuran tubuh mereka, setelah meninggal, mereka terlahir kembali
dalam alam bahagia atau alam surga.’ Demikianlah, dengan kemampuan Dibba Cakkhu
yang jernih, yang melebihi mata manusia biasa, ia melihat bagaimana setelah
makhluk-makhluk berlalu dari satu perwujudan dan muncul dalam perwujudan lain,
rendah, mulia, indah, jelek, bahagia atau menderita.
Brahmana, sama halnya seperti di sana terdapat sebuah
rumah bertingkat, terletak di suatu tempat yang menghadap ke persimpangan
jalan; seandainya seseorang yang memiliki mata berdiri di atasnya, mengamati
orang-orang memasuki rumah, keluar dari rumah, berjalan hilir mudik sepanjang
jalan, duduk di tengah persimpangan jalan; maka ia akan tahu: ‘Orang-orang itu
memasuki rumah, orang-orang itu keluar dari rumah; orang-orang itu berjalan
hilir mudik di sepanjang jalan; orang-orang itu duduk di tengah persimpangan
jalan.’
Brahmana, demikian pula dengan pikirannya yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak tergoncangkan. Bhikkhu itu menggunakan dan mengarahkan
pikirannya pada pengetahuan tentang muncul dan lenyapnya makhluk-makhluk
(cutupa-pata-nana). Dengan kemampuan Dibba Cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang
melebihi mata manusia biasa, ia melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk
berlalu dari satu kelahiran, muncul dalam kelahiran lain; rendah, mulia, indah,
jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul
sesuai dengan karma-karma mereka: ‘Makhluk-makhluk ini memiliki perbuatan,
ucapan dan pikiran jahat, penghina para orang suci, pengikut
pandangan-pandangan keliru dan melakukan perbuatan menurut pandangan keliru.
Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah meninggal, mereka terlahir kembali dalam
alam celaka, alam sengsara atau alam neraka. Tetapi, makhluk-makhluk yang lain,
memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran baik, bukan penghina orang suci,
pengikut pandangan-pandangan benar dan melakukan perbuatan menurut pandangan
benar. Pada saat kehancuran tubuh mereka, setelah meninggal, mereka terlahir
kembali dalam alam bahagia atau alam surga.’ Demikianlah, dengan kemampuan
Dibba Cakkhu yang jernih, yang melebihi mata manusia biasa, ia melihat
bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu kelahiran dan muncul dalam
kelahiran lain, rendah, mulia, indah, jelek, bahagia atau menderita.
Brahmana, inilah faedah nyata dari kehidupan seorang
petapa pada masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang
terdahulu.
Brahmana, demikian pula dengan pikirannya yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak tergoncangkan. Bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin
(asava). Demikianlah ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah dukkha’. Ia
mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah sebab dukkha’. Ia mengetahui sebagaimana
adanya: ‘Inilah akhir dukkha’. Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah Jalan
yang menuju lenyapnya dukkha.’ Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah
asava’. Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah sebab asava’. Ia mengetahui
sebagaimana adanya: ‘Inilah akhir asava’. Ia mengetahui sebagaimana adanya:
‘Inilah jalan yang menuju lenyapnya asava’. Dengan mengetahui dan melihatnya
demikian, maka batinnya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda
perwujudan (bhavasava), dan noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan
terbebas seperti itu, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya dan ia
mengetahui: ‘Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci,
selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini.’
Brahmana, sama halnya seperti dalam sebuah lekukan
gunung, terdapat sebuah kolam yang jernih dan tenang airnya, seandainya
seseorang yang memiliki mata berdiri pada tepinya, melihat di dalam kolam ada tiram-tiram,
kerang-kerang, batu-batu kerikil, pasir dan sekawanan ikan yang berenang kian
ke mari; maka ia akan tahu: ‘Kolam ini bersih, jernih dan tenang airnya. Di
dalamnya ada tiram-tiram, kerang-kerang, batu-batu kerikil, pasir dan sekawanan
ikan yang berenang kian ke mari.’
Brahmana, demikian pula dengan pikirannya yang telah
terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk
digunakan, teguh dan tidak tergoncangkan. Bhikkhu itu menggunakan dan
mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin
(asava). Demikianlah ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah dukkha’. Ia
mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah sebah dukkha’. Ia mengetahui sebagaimana
adanya: ‘Inilah akhir dukkha’. Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah Jalan
yang menuju lenyapnya dukkha.’ Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah
asava’. Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah sebab asava’. Ia mengetahui
sebagaimana adanya: ‘Inilah akhir asava’. Ia mengetahui sebagaimana adanya: ‘Inilah
jalan yang menuju lenyapnya asava’. Dengan mengetahui dan melihatnya demikian,
maka batinnya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan
(bhavasava), dan noda-noda ketidaktahuan (avijjasava). Dengan terbebas seperti
itu, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya dan ia mengetahui:
‘Berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang
harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini.
Brahmana, inilah kebijaksanaan.”
23. Setelah ia selesai berkata, Brahmana Sonadanda berkata
kepada Sang Bhagava: “Menakjubkan Gotama, menakjubkan Gotama! Bagaikan orang
yang menegakkan kembali apa yang telah roboh, memperlihatkan apa yang
tersembunyi, menunjukkan jalan benar kepada yang tersesat, atau memberikan
penerangan di tempat yang gelap agar bagi mereka yang memiliki mata dapat
melihat benda-benda, demikian pula dhamma telah dibabarkan dengan berbagai
macam cara oleh Samana Gotama kepadaku. Sekarang saya menyatakan berlindung
kepada Sang Bhagava, Dhamma dan Sangha. Semoga Sang Bhagava Gotama sudi
menerima saya sebagai seorang upasaka, yang mulai hari ini sampai
selama-lamanya, berlindung kepada beliau. Semoga Samana Gotama bersama bhikkhu
sangha sudi kiranya menerima makan pagi dariku besok.”
Sang Bhagava menyetujuinya dengan bersikap diam.
Sonadanda setelah mengetahui bahwa beliau setuju, bagun dari duduk dan
menghormati Sang Bhagava, lalu berjalan mengitari dengan menempatkan beliau di
sisi kanannya dan pulang. Pada pagi hari, setelah menyiapkan makanan manis,
lunak dan keras di rumahnya, serta waktu makan telah tiba, ia memberitahukan
kepada Sang Bhagava: “Samana Gotama, waktu telah tiba dan makanan telah siap.”
24. Sang Bhagava, di pagi hari telah mengenakan jubah dan
membawa patta, bersama bhikkhu sangha pergi ke rumah Sonadanda, dan duduk di
tempat yang telah disediakan. Brahmana Sonadanda dengan tangannya sendiri
melayani Sang Bhagava bersama bhikkhu sangha, dengan memberikan makanan manis,
keras dan lunak hingga mereka menolak untuk menerima lagi. Ketika Sang Bhagava
selesai makan, mencuci patta dan tangannya, Sonadanda duduk di tempat yang agak
rendah di samping beliau, lalu berkata:
25. “Gotama, bilamana setelah saya berada di antara
kelompokku, saya harus bangkit dari duduk dan menghormat kepada Samana Gotama,
maka kelompokku akan menyatakan saya bersalah. Sekarang ia yang akan dinyatakan
bersalah oleh kelompoknya, reputasinya akan menurun; selanjutnya ia yang
bereputasi menurun, maka pendapatannya akan menurun pula. Karena apa yang kita
nikmati adalah tergantung pada reputasi kita, maka bilamana saya duduk di
antara para hadirin, saya beranjali menghormat, semoga Samana Gotama
menerimanya seperti saya telah bangkit dari duduk. Bilamana saya berada di
antara para hadirin, saya melepaskan kain penutup kepalaku, semoga Samana Gotama
menerimanya sebagai namaskaraku. Begitu pula, bilamana saya berada di atas
keretaku, saya turun dari kereta untuk menghormat Samana Gotama, maka
kelompokku akan menyatakan saya bersalah. Maka ketika saya di atas keretaku,
saya meletakkan cambuk lebih rendah, semoga Samana Gotama menerimanya seperti
saya telah turun dari kereta. Bilamana saya telah turun dari kereta dan saya
mengoyang-goyang tanganku, semoga Samana Gotama menerimanya seperti saya telah
bernamaskara.”
26. Kemudian Sang Bhagava mengajarkan, membangkitkan,
mengarahkan dan menyenangkan brahmana Sonadanda dengan dhamma, lalu bangkit
dari duduk dan pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar