Mahāli Sutta
Tentang Mahāli
Pemandangan Surgawi, Jiwa dan Badan
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
Terjemahan alternatif: Pāḷi
Tentang Mahāli
Pemandangan Surgawi, Jiwa dan Badan
Diterjemahkan dari bahasa Pāḷi ke bahasa Inggris oleh
Maurice O'Connell Walshe
Terjemahan alternatif: Pāḷi
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika,
Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī, di Aula Segitiga di dalam Hutan Besar. Dan pada saat
itu, sejumlah besar Brāhmaṇa, utusan dari
Kosala dan Magadha sedang berada di Vesālī untuk suatu urusan. Dan mereka mendengar: ‘Petapa
Gotama, putra Sakya, yang telah meninggalkan suku Sakya, sedang berdiam di Vesālī, di Aula
Segitiga di Hutan Besar. Dan sehubungan dengan Sang Bhagavā, Yang
Terberkahi, telah beredar berita: “Yang Terberkahi adalah seorang Arahant,
Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan
perilaku, telah menempuh Sang Jalan dengan sempurna, Pengenal seluruh alam,
Penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa
dan manusia, seorang Buddha, Bhagavā Yang Terberkahi.” Beliau menyatakan kepada dunia ini
dengan para dewa, māra dan Brahmā, para petapa dan Brāhmaṇa bersama
dengan para raja dan umat manusia, setelah mengetahui dengan pengetahuan-Nya
sendiri. Beliau mengajarkan Dhamma yang indah di awal, indah di pertengahan,
dan indah di akhir, dalam makna dan kata, dan Beliau memperlihatkan kehidupan
suci yang sempurna, murni sepenuhnya. Dan sesungguhnya adalah baik sekali
menemui Arahant demikian.’
2. Dan demikianlah para Brāhmaṇa ini, utusan dari Kosala dan Magadha pergi ke Hutan
Besar, menuju Aula Segitiga. Pada saat itu, Yang Mulia Nāgita adalah
pelayan pribadi Sang Bhagavā. Maka mereka menemui Yang Mulia Nāgita dan
berkata: ‘Yang Mulia Nāgita, di manakah Yang Mulia Gotama berada? Kami ingin
menemui Beliau.’ ‘Teman-teman, ini bukanlah saat yang tepat untuk menemui Sang
Bhagavā. Beliau sedang
bermeditasi.’ Namun para Brāhmaṇa tetap duduk
di satu sisi dan berkata: ‘Kami akan pergi setelah menemui Gotama, Sang Bhagavā.’
3. Kemudian Oṭṭhaddha, seorang Licchavi masuk ke Aula Segitiga bersama banyak pengikut,
memberi hormat kepada Yang Mulia Nāgita dan berdiri di satu sisi, berkata: ‘Di manakah
Sang Bhagavā berada? Sang Arahant, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna? Kami
ingin menemui Beliau.’ ‘Mahāli,[1] sekarang bukan waktunya untuk
menemui Sang Bhagavā, Beliau sedang bermeditasi.’ Namun Oṭṭhaddha hanya duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Jika
aku telah menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Buddha yang telah mencapai Penerangan
Sempurna, aku akan pergi.’
4. Kemudian Samaṇerā Sīha[2]
datang menemui Yang Mulia Nāgita, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Yang Mulia
Kassapa,[3] para Brāhmaṇa ini utusan
dari Kosala dan Magadha telah datang ke sini untuk menemui Sang Bhagavā, dan Oṭṭhaddha, si Licchavi, juga, telah datang bersama banyak
pengikut untuk menemui Sang Bhagavā. Baik sekali, jika Yang Mulia Kassapa, mengizinkan
orang-orang ini menemui Beliau.’ ‘Baiklah, Sīha, engkau beritahukanlah kedatangan mereka kepada Sang
Bhagavā.’ ‘Baik, Yang
Mulia,’ Sīha menjawab. Kemudian ia mendatangi Sang Bhagavā, memberi
hormat, berdiri di satu sisi dan berkata: ‘Bhagavā, para Brāhmaṇa utusan dari
Kosala dan Magadha telah datang ke sini untuk menemui Bhagavā, dan demikian
pula Oṭṭhaddha, si Licchavi bersama banyak [152] pengikut.
Baik sekali jika Bhagavā mengizinkan mereka menemui Bhagavā.’ ‘Baiklah, Sīha, siapkan
tempat duduk dalam keteduhan tempat ini.’ ‘Baik, Bhagavā,’ Sīha menjawab,
dan melakukan perintah itu. Kemudian Sang Bhagavā keluar dari tempat tinggal-Nya dan duduk di tempat
yang telah dipersiapkan.
5. Para Brāhmaṇa mendekati
Sang Bhagavā. Setelah saling bertukar sapa dengan Beliau, mereka duduk di satu sisi. Oṭṭhaddha bersujud kepada Sang Bhagavā, dan kemudian
duduk di satu sisi, dan berkata: ‘Bhagavā, tidak lama yang lalu, Sunakkhatta si Licchavi[4]
menemuiku dan berkata: “Tidak lama lagi aku sudah menjadi pengikut Sang Bhagavā selama tiga
tahun. Aku telah melihat pemandangan surgawi, menyenangkan, menggembirakan,
memikat, namun aku belum pernah mendengar suara-suara surgawi yang
menyenangkan, menggembirakan, memikat.” Bhagavā, adakah suara-suara surgawi yang demikian, yang tidak
didengar oleh Sunakkhatta, ataukah tidak ada?’ ‘Ada suara-suara demikian, Mahāli.’
6. ‘Kalau begitu, apakah alasannya, apakah sebabnya
mengapa Sunakkhatta tidak mendengarnya?’ ‘Mahāli, dalam satu kasus seorang bhikkhu, menghadap ke
timur, masuk ke dalam samādhi satu sisi[5] dan melihat pemandangan-pemandangan
surgawi, menyenangkan, menggembirakan, memikat ... namun tidak mendengar
suara-suara surgawi. Dengan samādhi satu sisi ini, ia melihat pemandangan-pemandangan
surgawi namun tidak mendengar suara-suara surgawi. Mengapakah? Karena samādhi ini hanya
membawa kepada penglihatan atas pemandangan-pemandangan surgawi, dan tidak
kepada pendengaran atas suara-suara surgawi.’
7. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, utara, masuk ke dalam samādhi satu sisi dan menghadap ke atas, ke bawah, atau ke
sekeliling melihat pemandangan-pemandangan surgawi [di arah tersebut], namun
tidak mendengar suara-suara surgawi. Mengapakah? Karena samādhi ini hanya
membawa kepada penglihatan atas pemandangan-pemandangan surgawi, dan tidak
kepada pendengaran atas suara-suara surgawi.’
8. ‘Dalam kasus yang lain, Mahāli, seorang
bhikkhu menghadap ke timur ... mendengar suara-suara surgawi, namun tidak
melihat pemandangan-pemandangan surgawi ....’
9. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, menghadap ke atas, ke bawah, atau ke sekeliling mendengar
suara-suara surgawi, namun tidak melihat pemandangan-pemandangan surgawi ....’
10. ‘Dalam kasus yang lain, Mahāli, seorang
bhikkhu menghadap ke timur, masuk ke dalam samādhi dua sisi dan melihat pemandangan-pemandangan
surgawi, menyenangkan, menggembirakan, memikat, dan juga mendengar suara-suara
surgawi. Mengapakah? Karena samādhi dua sisi ini mengarah kepada penglihatan atas
pemandangan-pemandangan surgawi dan pendengaran atas suara-suara surgawi.’
11. ‘Dan lagi, seorang bhikkhu menghadap ke
selatan, barat, menghadap ke atas, ke bawah, atau ke sekeliling dan melihat
pemandangan-pemandangan surgawi dan juga mendengar suara-suara surgawi .... Dan
itulah alasannya, mengapa Sunakkhatta dapat melihat pemandangan-pemandangan
surgawi namun tidak mendengar suara-suara surgawi.’[6]
12. ‘Jadi, Bhagavā, apakah untuk mencapai samādhi demikian,
seorang bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawah Bhagavā?’ ‘Tidak, Mahāli, ada hal-hal
lainnya, yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada yang ini, yang oleh
karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawah-Ku.’
13. ‘Apakah
itu, Bhagavā?’ ‘Mahāli, dalam satu kasus, seorang bhikkhu, setelah meninggalkan tiga belenggu,
menjadi seorang Pemenang-Arus, tidak akan jatuh ke dalam kondisi sengsara,
kokoh berada di jalan menuju Pencerahan. Kemudian, seorang bhikkhu yang telah
meninggalkan tiga belenggu, dan telah melemahkan keserakahan, kebencian, dan
kebodohannya, menjadi seorang Yang-Kembali-Sekali, yang setelah kembali ke alam
ini satu kali lagi, akan mengakhiri penderitaan. Kemudian, seorang bhikkhu yang
telah meninggalkan lima belenggu yang lebih rendah dan terlahir kembali secara
spontan[7] [di alam yang tinggi] dan, tanpa jatuh dari alam itu,
mencapai pencerahan. Kemudian lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran
mencapai pembebasan batin yang tanpa kekotoran dalam kehidupan ini juga,
pembebasan melalui kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya
sendiri. Itu adalah hal-hal lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada
yang ini, yang oleh karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di
bawah-Ku.’
14. ‘Bhagavā, adakah jalan, adakah metode untuk mencapai hal-hal
ini?’ ‘Ada jalan, Mahāli, ada metode.’ ‘Dan Bhagavā, apakah jalan
itu, apakah metode itu?’
‘Yaitu, Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu,
Pandangan Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan
Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar, dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan,
ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini.’
15. ‘Suatu
ketika, Mahāli, Aku sedang menetap di Kosambī, di Taman Ghosita. Dan dua pengembara, Maṇḍisa dan Jāliya, murid dari petapa bermangkuk kayu,
mendatangi-Ku, bertukar sapa dengan-Ku, dan duduk di satu sisi. Kemudian mereka
berkata: “Bagaimana menurutmu, teman Gotama, apakah jiwa[8] sama
dengan badan, atau apakah jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya?”
“Baiklah, Teman-teman, kalian dengarlah, perhatikan baik-baik, dan Aku akan menjelaskan.”
“Baik, Teman,” mereka menjawab, dan Aku melanjutkan.’
16. ‘Teman-teman,
seorang Tathāgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahant, Buddha yang telah mencapai
Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah
sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang
harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan
dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri,
menyatakan kepada dunia bersama para dewa, māra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau
membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir,
dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni
sepenuhnya.’
‘“Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan
mempraktikkan moralitas (DN 2, paragraf 41-63). Karena moralitasnya, ia tidak
melihat bahaya di mana pun juga. Ia mengalami dalam dirinya kebahagiaan tanpa
noda yang muncul karena mempertahankan moralitas Ariya. Demikianlah ia sempurna
dalam moralitas. (Seperti [DN_2:_Samannaphala_Sutta_(Walshe)#64|DN 2, paragraf
64-74]]) ... ini seperti ia terbebas dari hutang, dari penyakit, dari belenggu,
dari pembudakan, dari bahaya gurun pasir ... dengan tidak melekat pada
kenikmatan-indria, tidak melekat pada kondisi-kondisi jahat, ia memasuki dan
berdiam dalam jhāna pertama ... dan meliputi, basah seluruhnya, penuh
dan memancarkan ke seluruh tubuhnya, sehingga tidak ada bagian yang tidak
tersentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul dari ketidakmelekatan.
Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan melihat, apakah tepat mengatakan:
‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa berbeda dengan badan’?” “Tidak,
Teman.”[9] “Tetapi Aku mengetahui dan melihat demikian, dan Aku
tidak mengatakan bahwa jiwa adalah sama atau berbeda dengan badan.”
17. ‘“Dan hal yang sama dengan jhāna ke dua ...,
ke tiga ..., jhāna ke empat (seperti DN 2, paragraf 77-82).”’
18. ‘“Pikiran cenderung mengarah kepada
pengetahuan dan penglihatan. Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan
melihat, apakah tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa
berbeda dengan badan’?” “Tidak, Teman.”’
19. ‘“Ia mengetahui: ‘Tidak ada lagi yang lebih
jauh di sini.’ Sekarang, bagi seseorang yang mengetahui dan melihat, apakah
tepat mengatakan: ‘Jiwa adalah sama dengan badan’ atau ‘Jiwa berbeda dengan
badan’?” “Tidak, Teman.” “Tetapi Aku mengetahui dan melihat demikian, dan Aku
tidak mengatakan bahwa jiwa adalah sama atau berbeda dengan badan.”’
Demikianlah
Sang Bhagavā berkata, dan Oṭṭhaddha si
Licchavi gembira mendengar kata-kata Beliau.
Catatan Kaki
- Ini adalah nama keluarga (gotta), seperti Gotama adalah nama keluarga dari Sang Buddha. RD dalam satu catatannya menjelaskan bahwa ini adalah cara yang sopan dalam memanggil seseorang.
- Seorang pemuda yang berbakat, yang penilaiannya sangat dihargai oleh para seniornya.
- Ini adalah nama keluarga Nāgita.
- Penjelasan lebih lanjut mengenai Sunakkhatta, baca DN 24.
- Jenis tertentu dari konsentrasi.
- Pengulangan yang melelahkan sehubungan dengan permasalahan yang relatif kurang penting.
- Opapātika: Di sini dalam pengertian spesifik dari Yang-Tidak-Kembali (anāgāmī).
- Jīvaṁ: ‘Prinsip-kehidupan’.
- Cf. DN 1.3.10. Beberapa MSS menuliskan ‘Ya, Teman’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar