Selasa, 23 Oktober 2012

DIGHANAKHA SUTTA

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRnWUDBlGynF2dPmChYWDM6wqUjLoe-5PJA-EVaZsSGbtr_GtIt5eJr9tsSyw
DIGHANAKHA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12, Oleh : Corneles Wowor, MA.,
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha
dan Universitas Terbuka, 1992

  1. Demikianlah yang saya dengar.
    Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di Gijjhakuta, Sukarakkhata, Rajagaha.
  2. Ketika itu, seorang petapa pengembara bernama, Dighanakha menemui Sang Bhagava, setelah saling memberi salam dengan kata-kata yang sopan, ia berdiri di samping, lalu ia berkata kepada Sang Bhagava:
    “Teori dan pandangan saya adalah seperti ini, ‘saya tidak mempunyai pandangan mengenai sesuatupun.’ ”
    “Aggisevana, pandanganmu bahwa “Saya tidak mempunyai pandangan menyenangi sesuatupun.” Apakah kamu tidak menyenangi pegangan seperti itu juga?”
    “Kendatipun sekiranya saya mempunyai pandangan menyenangi pandangan ini, hal itu akan sama saja, Samana Gotama hal itu sama saja.”
    ‘Aggivessana, baiklah, di dunia yang lainnya berkata: hal itu sama saja, itu semua sama saja, dan yang masih tidak meninggalkan pandangan itu dan berpegang pada beberapa pandangan lainnya, dan sedikit di dunia yang berkata, “Itu semua sama saja, itu semua sama saja” dan masih meninggalkan pandangan itu dan tidak berpegang teguh kepada pandangan lainnya.
  3. Para petapa dan brahmana berpegang pada teori dan pandangan bahwa “Saya suka untuk semua.” Para petapa dan brahmana berpegang pada teori pandangan bahwa “Saya tidak menyenangi sesuatu.” Para petapa dan brahmana berpegang pada teori dan pandangan, “Saya menyenangi sesuatu, saya tidak menyenangi sesuatu.” Para petapa dan brahmana di antara teori dan pandangan ini, “Saya menyenangi semuanya,” mempunyai pandangan yang dekat dengan nafsu birahi, perbudakan, minum-minuman, penerimaan berpegang kuat, para petapa dan brahmana di antara teori mereka dan pandangan mereka adalah tidak menyenangi sesuatu, mempunyai tidak dekat dengan nafsu birahi, perbudakkan, makanan yang merangsang, tidak menerima tidak berpegang kuat.
  4. Sesudah itu pengembara Dighanakkha berkata, “Samana Gotama memuji pandangan-pandangan saya, Samana Gotama memuji pandangan-pandangan saya.”
    “Aggivessana, petapa dan Brahmana di antara ini yang berteori dan berpandangan bahwa “Saya menyenangi untuk semua, Saya tidak menyenangi sesuatu” mempunyai pandangan itu, yang mana mereka mempunyai kesenangan yang dekat dengan nafsu birahi, perbudakan, makanan yang merangsang, menerima berpegang kuat, dan yang mana mereka tidak mempunyai kesenangan untuk menghindari dari nafsu birahi, perbudakan, makanan yang merangsang, penerimaan, berpegang kuat.
  5. Sekarang orang bijaksana di antara para petapa dan brahmana yang berteori dan berpandangannya adalah saya memberikan kesenangan untuk semua demikian anggapannya. “Jika saya keras kepala tidak memahami dan menuntut di atas pernyataan yang tegas kepandangan saya. Saya mempunyai kesenangan untuk semua yang hanya pada kebenaran. Yang lainnya salah, kemudian saya berselisih dua lainnya, keduanya dengan petapa dan brahmana yang teorinya dan pandangannya, “Saya tidak mempunyai kesenangan apa-apa,” dan dengan petapa atau brahmana yang teorinya dan pandangannya adalah “Saya menyenangi sesuatu, saya tidak menyenangi sesuatu,” saya berselisih dengan keduanya ini, dan ketika ada perselisihan, ada pertengkaran, ketika ada pertengkaran, ada keributan, ketika ada keributan, ada kesalahan.”Ketika dia meramalkan untuk dirinya sendiri, ini pertengkaran, ini keributan dan ini kesalahan, dia tinggalkan pandangan itu dan tidak berpegang kuat kepada pandangan lainnya, ini bagaimana yang datang menjadi pandangan-pandangan yang ditinggalkan, ini bagaimana yang datang menjadi melepaskan pandangan-pandangan ini.
  6. Seorang bijaksana di antara para bhikkhu dan brahmana dengan teorinya dan pandangan adalah “Saya tidak menyenangi sesuatu” demikian anggapannya. Jika saya keras kepala dan tidak memahami dan menuntut di atas pernyataan yang tegas ke pandangan saya “Saya tidak menyenangi sesuatu, itu hanya kebenaran ini, yang lainnya salah,” Kemudian saya berselisih dengan dua lainnya, keduanya dengan petapa dan brahmana yang teori dan pandangannya adalah “Saya menyenangi untuk semua” dan dengan petapa atau brahmana yang teori dan pandangannya adalah “Saya menyenangi sesuatu, saya tidak menyenangi sesuatu,” saya berselisih dengan kedua ini, dan ketika ada perselisihan ada pertengkaran, ketika ada pertengkaran dan keributan, ketika ada keributan dan kesalahan, ketika dia melihat untuk dirinya sendiri ini perselisihan, ini pertengkaran, ini keributan, ini kesalahan, dia meninggalkan pandangan itu dan tidak berpegang teguh (melekat) pada pandangan lainnya. Ini bagaimana yang datang menjadi pandangan-pandangan yang ditinggalkan, ini bagaimana yang menjadi melepaskan pandangan-pandangan.Percakapan dan pandangan-pandangan
  7. Orang bijaksana di antara para petapa ini dan para brahmana yang teori dan pandangan adalah “Saya mempunyai kesenangan untuk sesuatu, saya tidak mempunyai kesenangan sesuatu.” Demikianlah anggapannya, jika saya keras kepala tidak memahami dan menuntut mempertahankan pendapat saya ini, “Saya menyenangi sesuatu, saya tidak menyenangi sesuatu, itu hanya kebenaran ini, yang lainnya salah,” Kemudian saya berselisih dengan dua lainnya, keduanya adalah saya mempunyai semua kesenangan.” Dan dengan Bhikkhu atau Brahmana yang teori dan pandangannya adalah “Saya tidak menyenangi sesuatu,” saya akan berselisih kedua ini, dan ketika ada peselisihan, ada pertengkaran, ketika ada pertengkaran dan keributan, ketika ada keributan ada kesalahan. Itu bagaimana datang menjadi melepaskan pandangan-pandangan ini.
  8. Aggivessana, sekarang jasmani ini terdiri dari empat bagian unsur, empat unsur ini dihasilkan oleh seorang ibu dan ayah dan dibesarkan dari rebusan nasi dan roti empat unsur ini keadaan alam yang sementara, hilang dan lenyap, pemusnahan dan penghancuran. Itu harus dipandang seperti ketidakkekalan. Seperti penderitaan, seperti penyakit, seperti kanker, seperti sebatang anak panah, seperti kecelakaan, seperti sebuah bencana, seperti berlawanan, seperti jatuh berkeping-keping, seperti kehampaan, seperti bukan sendiri, apabila seseorang dipandang demikian, dia meninggalkan kebencian pada jasmani, kecintaan pada jasmani ini, dan kebiasaan dia dari menjamu tubuh ini, seperti dasar bagi semua kesimpulan-kesimpulannya.
  9. Ada tiga macam perasaan, perasaan menyenangkan, perasaan sakit, perasaan tidak menyenangkan dan tidak menyakitkan di atas kesempatan ini, apabila seseorang merasakan perasaan senang, dia tidak merasakan perasaan sakit atau tidak merasakan sakit dan tidak merasakan kesenangan pada saat itu. Dia merasakan hanya perasaan senang pada saat itu. Pada saat dia merasakan perasaan sakit dia tidak merasakan perasaan senang atau tidak merasakan dan tidak merasakan senang. Dia hanya merasakan perasaan sakit pada saat itu. Pada saat itu apabila dia merasakan tidak merasakan senang dan perasaan sakit pada saat itu juga. Dia hanya merasakan tidak merasakan sakit atau tidak merasakan senang pada saat itu.
  10. Perasaan senang adalah tidak kekal adanya, tergantung pemunculannya dan keadaan alam yang memungkinkan, jatuh, memudarkan dan berhenti, juga perasaan sakit tidak kekal keadaannya, tergantung pemunculannya dan keadaan akan yang memungkinkan, jatuh, memudarkan, dan berhenti. Juga tidak perasaan sakit dan tidak perasaan senang adalah tidak kekal keadaannya. Tergantung dari pemunculan akan memungkinkan, jatuh, memudarkan, berhenti.
  11. Apabila para penganut melihat bentuk ajaran mulia demikianlah, dia menjadi tak peduli terhadap perasaan yang menyenangkan, menjadi tak peduli terhadap perasaan sakit menjadi tak peduli terhadap perasaan sakit juga tidak peduli pada perasaan menyenangkan. Keadaan tidak peduli tentang nafsu dia akan terbebas. Apabila telah terbebas maka datanglah pengetahuan, inilah kebebasan. “Dia mengerti kelahiran akan lenyap, kehidupan akan menjadi seperti kehidupan dewa, apa yang sudah terjadi terjadilah tidak ada yang akan datang kembali.”
  12. Seorang bhikkhu yang mempunyai pikiran bebas, Aggivessana tidak memihak siapapun, tak seorangpun yang memperdebatkan dan ia mempekerjakan, walaupun dengan tidak salah mengerti berita ini akan terbiasa di dalam dunia.
  13. Sekarang adalah kesempatan Bhikkhu Sariputta berkedudukan yang terbaik di dalam Vihara, lalu ia berpikir. “Ini yang terbaik, ini rupa-rupanya, berbicara mengenai bermacam-macam Dhamma, mereka langsung mempunyai pengertian. Ini pembicaraan yang paling baik, ini merupakan pelepasan. Demikianlah ia berpikir tentang pikiran yang terbebas dari celaan menembus ketidakmelekatan.
  14. Tetapi di dalam uraian Dighanakha memperlihatkan ajaran Dhamma yang bersih. Semuanya itu adalah sebab untuk timbulnya sebab perhentian. Ketika ia melihat dan mencapai dan mengerti dan mendalami dhamma, ia menyeberangi yang tidak pasti, dengan suatu harapan memperoleh keberanian dan menjadi bebas dari yang lain di dalam pembebasan Sang Samana.
  15. Ia berkata: “Menakjubkan, Samana Gotama. Menakjubkan Samana Gotama. Dhamma telah dijelaskan dengan berbagai cara oleh Samana Gotama, ia bagaikan menegakkan yang telah rebah, memperlihatkan yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi orang yang sesat, membawa lampu di tempat yang gelap agar orang dapat melihat. Saya berlindung kepada Sang Gotama, Dhamma dan Sangha. Sejak hari ini, ingatlah saya sebagai upasaka yang telah berlindung kepada-Nya selama hidupku.

MAHAVACCHAGOTTA SUTTA

http://ubpost.mongolnews.mn/wp-content/uploads/2012/08/091106-01-polar-shift-destroy-planet_big.jpg
MAHAVACCHAGOTTA SUTTA

Sumber : Kitab Suci Sutta Pitaka II, Modul 7-12, Oleh : Corneles Wowor, MA.,
Penerbit : Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha
dan Universitas Terbuka, 1992

1. Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Veluvana, Kalandakanivapa, Rajagaha.

2. Kemudian petapa kelana bernama Vacchagotta pergi menemui Sang Bhagava dan saling memberikan salam, setelah saling menyapa selesai, ia duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk, ia berkata:

3. ‘Pada waktu yang lampau, saya pernah mengadakan pembicaraan dengan Samana Gotama, adalah lebih baik seandai Samana Gotama secara ringkas menerangkan kepadaku tentang apa yang menguntungkan dan apa yang tidak menguntungkan.’
‘Vacca, Saya akan secara ringkas menerangkan kepadamu apa yang menguntungkan dan apa yang tidak menguntungkan, juga Saya akan secara rinci menerangkan kepadamu apa yang menguntungkan dan apa yang tidak menguntungkan. Namun begitu aku akan menunjukkan kepadamu secara ringkas. Dengarkan dan camkan baik-baik apa yang akan Saya katakan.’
‘Ya, Bhante,’ jawabnya.
Selanjutnya, Sang Bhagava berkata:

4. ‘Vaccha, serakah adalah tidak menguntungkan, tidak serakah adalah menguntungkan, benci adalah tidak menguntungkan, tanpa benci/kebencian adalah menguntungkan, khayal adalah tidak menguntungkan, tanpa khayal adalah menguntungkan. Dengan demikian maka tiga buah dhamma adalah tidak menguntungkan dan tiga dhamma lain adalah menguntungkan.’

5. ‘Membunuh makhluk-makhluk hidup adalah tidak menguntungkan, berpantang membunuh makhluk hidup adalah menguntungkan, mengambil apa yang tidak diberikan adalah tidak menguntungkan berpantang dari padanya adalah menguntungkan; penyimpangan perbuatan sex adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan. Berbicara palsu adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan. Berbicara palsu adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; memfitnah adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; berbicara kasar adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; gosip atau melakukan desas-desus adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; kikir adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; berkeinginan jahat adalah tidak menguntungkan, berpantang daripadanya adalah menguntungkan; pandangan salah adalah tidak menguntungkan, pandangan benar adalah menguntungkan; Dalam cara demikian kesepuluh Dhamma ini adalah menguntungkan dan tidak menguntungkan.’

6. ‘Secara setelah keinginan-keinginan keras nafsu, telah ditinggalkan, dipotong hingga ke akar-akarnya, dibuat seperti batang pohon palem, dibuat sedemikian sehingga ia tidak lagi dapat untuk tumbuh di waktu yang akan datang, maka bhikkhu tersebut telah selesai menunaikan tugasnya dengan noda-noda dihancurkan, yang telah menjalani hidup melakukan apa yang baru dilakukan, menurunkan beban, mencapai tujuan tertinggi, menghancurkan penggoda-penggoda dari menjadi dan secara benar membebaskan (diri) melalui pengetahuan final.’

7. ‘Selain Samana Gotama, apakah ada seseorang bhikkhu, siswa Samana Gotama, yang memiliki realisasi dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan sekarang memasuki serta mengabdikan diri di dalam pembebasan dari sang Hati serta pembebasan dengan pengertian yang bebas noda dengan melenyapkan/menghabiskan noda-noda itu?”Bukan hanya saja terdapat seratus, atau dua tiga atau empat atau lima ratus, tetapi jauh lebih banyak bhikkhu, siswa-siswaKu, yang telah dengan realisasi dari diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan sekarang memasuki dan mengabdikan diri dalam pembebasan dari hati serta pembebasan dengan pengertian yang bebas noda dengan pelenyapan daripada noda-noda itu.’

8. ‘Selain Samana Gotama dan para bhikkhu, apakah ada seorang bhikkhuni, siswa Samana Gotama, yang telah dengan realisasi … pelenyapan dari noda-noda?’
‘Bukan saja hanya terdapat seratus … tetapi jauh lebih banyak bhikkhuni … pelenyapan daripada noda-noda.’

9. ‘Selain Samana Gotama dan para bhikkhu serta para bhikkhuni, apakah di sana terdapat seseorang pengikut awam yang berpakaian putih menjalani hidup suci, siswa Samana Gotama, yang dengan penghancuran dari lima penggoda tingkat bawah, akan muncul kembali secara spontan (di dalam tempat tinggal murni) dan di sana mencapai Nibbana tanpa pernah kembali lagi dari dunia itu?’

10. ‘Selain daripada Samana Gotama dan para bhikkhu serta pengikut-pengikut awam dalam pakaian putih yang menjalani hidup suci, apakah di sana terdapat seseorang pengikut awam dalam pakaian putih yang menikmati keinginan-keinginan indera, siswa Samana Gotama, yang melaksanakan perintah, memberi tanggapan terhadap nasehat, yang telah menyeberang dari ketidakpastian, telah melakukan pekerjaan dengan mengatakan pertanyaan, mencapai keadaan tidak merasa takut, dan menjadi tidak tergantung dari yang lain-lain di dalam amanat dari Samana itu?’
‘Bukan saja terdapat hanya seratus … para pengikut awam berpakaian putih yang menikmati keinginan-keinginan indera… menjadi terbebas dari yang lain-lain di dalam amanat Sang Samana.’

11. ‘Selain daripada Samana Gotama dan para bhikkhu dan bhikkhuni dan para pengikut awam yang berpakaian putih (mereka semuanya) menjalani hidup suci dan (mereka) yang menikmati keinginan-keinginan indera, apakah di sana terdapat seseorang wanita pengikut awam berpakaian putih yang menjalani hidup suci, siswa dari Samana Gotama, yang dengan penghancuran dari lima buah penogoda lebih rendah (tingkatannya) akan muncul kembali secara spontan (di dalam tempat murni/agung) dan di sana ia mencapai Nibbana tanpa usah lagi kembali dari dunia itu?’
‘Bukan hanya saja terdapat seratus … wanita pengikut awam berpakaian putih-putih yang menjalani hidup suci … tanpa usah lagi kembali dari dunia itu.’

12. ‘Selain daripada Samana Gotama dan para bhikkhu dan bhikkhuni serta para pengikut awam berpakaian putih (kedua dari mereka itu) menjalani hidup suci dan (mereka) menikmati keinginan-keinginan indera dan wanita pengikut awam dalam pakaian putih yang menjalani hidup suci yang menikmati keinginan-keinginan indera, siswa Samana Gotama, yang menjalankan amanat, memberi tanggapan terhadap nasehat, yang telah menyeberang ke luar dari keadaan tidak menentu, telah melakukan perbuatan-perbuatan dengan mengajukan pertanyaan, telah menenangkan keadaan tidak ada rasa takut dan menjadi bebas/tidak tergantung dari orang-orang lain di dalam amanat dari Samana itu?’
‘Bukan hanya terdapat seratus saja … wanita pengikut-pengikut awam berpakaian putih yang menikmati keinginan-keinginan indera … menjadi bebas atau tidak tergantung pada orang-orang lain dalam amanat dari Samana.’

13. ‘Apabila hanya Samana Gotama membuktikan terhadap Dhamma ini dan tidak ada bhikkhu-bhikkhu, maka hidup suci ini akan menjadi kurang dalam bagian itu, tetapi semenjak Samana Gotama dan para bhikkhu membuktikan Dhamma ini hidup suci ini adalah sempurna di dalam bagian itu.”Apabila hanya Samana Gotama dan para bhikkhu membuktikan terhadap Dhamma ini dan tidak ada bhikkhuni-bhikkhuni maka hidup suci ini akan berkurang di dalam bagian itu, tetapi sejak …’

‘Apabila hanya Samana Gotama, para bhikkhu dan bhikkhuni membuktikan terhadap dhamma ini dan tidak ada para pengikut awam menjalankan hidup suci, maka ….’

‘Apabila hanya Samana Gotama, bhikkhu-bhikkhu, bhikkhuni-bhikkhuni serta para pengikut awam berpakaian putih yang menjalankan hidup suci dan tidak ada para pengikut awam yang menikmati keinginan-keinginan indera, maka ….’

‘Apabila hanya Samana Gotama, bhikkhu-bhikkhu, bhikkhuni-bhikkhuni, para pengikut awam dalam pakaian putih (mereka semuanya) menjalankan hidup suci dan (mereka yang menikmati keinginan-keinginan indera membuktikan Dhamma ini dan tidak terdapat para pengikut wanita awam dalam pakaian putih yang menjalankan hidup suci, maka ….’

14. ‘Apabila hanya Samana Gotama, bhikkhu-bhikkhu, bhikkhuni-bhikkhuni, para pengikut awam berpakaian putih (mereka kedua-keduanya) menjalani hidup suci dan (mereka) yang menikmati keinginan-keinginan indera, para wanita pengikut awam dalam pakaian putih menjalani hidup suci membuktikan Dhamma ini dan tiada ada wanita pengikut yang menikmati keinginan indera, maka hidup suci ini akan kekurangan dari bagian itu, tetapi sejak … hidup suci ini adalah menjadi sempurna dalam bagian itu.’

15. ‘Tepat seperti halnya Sungai Gangga berkecenderung mengarah ke laut, meliuk-liuk menuju ke arah laut, menuju ke arah laut, bersatu masuk ke dalam laut, demikian juga halnya Samana Gotama: berkumpul bersama dengan perumah-perumah tangga dan mereka pergi memasuki untuk berkecenderung menuju ke Nibbana, meliuk-liuk menuju ke Nibbana, perhatikan tertuju kepada Nibbana, masuk dan melebur ke dalam Nibbana.’

16 – 17. ‘Menakjubkan, Samana Gotama … (seperti di dalam sutta 7, para. 27-28) … aku akan menerima memasuki jalan di bawah Samana Gotama, aku akan menerima izin masuk sepenuhnya.’

18. ‘Vaccha, seseorang yang dahulunya menjadi anggota dari sekte lain … (harus) hidup dalam masa percobaan selama empat bulan … (seperti dalam sutta 57, para. 17) …. Suatu perbedaan dalam diri seseorang telah menjadi dikenal olehku di dalam masa percobaan ini.”Bhante, apabila mereka yang menjadi anggota dari sekte lain dahulunya … (seperti di dalam sutta 57, para 17) …. Pergi memasuki ke dalam kehidupan tanpa rumah tangga dan izin masuk sepenuhnya ke dalam kehidupan bhikkhu-bhikkhu.’

19. Petapa kelana Vacchagotta menerima memasuki perjalanan hidup itu, ia menerima izin masuk sepenuhnya.

20. Tidak lama sesudah ia memperoleh izin masuk sepenuhnya, setengah bulan setelah izin masuk sepenuhnya, Bhante Vacchagotta pergi menemui Sang Bhagava, dan sesudah memberi hormat kepada Beliau, maka duduklah ia pada satu sisi. Ketika ia telah melakukan hal itu, ia berkata kepada Sang Bhagava: “Bhante, aku telah mencapai apa yang dapat dicapai oleh (ilmu) pengetahuan, pengetahuan sejati dari satu yang berada lebih tinggi dari latihan. Tolong Sang Tathagata menunjukkan kepadaku Dhamma lebih lanjut.”

21. ‘Vaccha, dalam hal itu perkembangkanlah lebih lanjut dua dhamma, yakni, kedamaian dan mata batin. Kedua dhamma ini apabila lebih lanjut dikembangkan akan dapat membawa ke penetrasi atau penembusan dari pelbagai unsur-unsur itu.’

22. ‘Sebabnya yang Anda harapkan: “Semoga saya dapat menikmati berbagai jenis sukses (yang sifatnya supernatural): sesudah menjadi seseorang demikian, semoga aku bisa menjadi banyak, sesudah menjadi banyak, semoga aku bisa menjadi satu; semoga aku bisa muncul dan lenyap; semoga aku bisa pergi tanpa gangguan melalui tembok, melalui tempat-tempat tertutup, melalui gunung, seolah-olah di dalam ruang (terbuka): semoga aku bisa masuk ke dalam dan ke luar dari tanah seolah-olah ia itu adalah air, semoga aku bisa pergi berjalan di atas air tanpa menyebabkan air itu pecah-pecah seolah-olah ia adalah tanah; dengan duduk bersila semoga aku bisa melakukan perjalanan di ruang seperti burung bersayap; dengan tangan semoga aku bisa menyentuh bulan dan matahari dengan sangat berhasil dan hebatnya; semoga aku bisa memiliki kekuasaan untuk mengontrol badanku bahkan sejauh dunia surgawi (brahma), kamu akan dapat mencapai kemampuan untuk menjadi saksi di dalam sesuatu bagian yang terkandung di dalamnya apabila ada kesempatan itu.’

23. ‘Sebanyak yang kamu harapkan: “Semoga aku dengan Dibba Sota (telinga Dewa), yang telah dimurnikan dan melampaui kemampuan manusia biasa, mendengar kedua jenis suara-suara, surgawi dan manusia, suara-suara yang jauh maupun dekat”, kamu akan mencapai kemampuan untuk menjadi saksi di dalam setiap bagian yang terkandung di dalamnya apabila terdapat kesempatan itu.’

24. ‘Sebanyak yang kamu inginkan: “Semoga aku mengerti meliputi dengan pikiran terhadap makhluk-makhluk lain,” pikiran-pikiran orang lain; semoga aku dapat mengerti pikiran dengan nafsu seperti pikiran dengan nafsu, dan pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu; semoga aku mengerti pikiran dengan kebencian seperti pikiran dengan kebencian, dan pikiran tanpa kebencian seperti pikiran tanpa kebencian; semoga aku dapat mengerti pikiran dengan khayalan seperti pikiran dengan khayal, dan pikiran tanpa khayal seperti pikiran tanpa khayal; semoga aku bisa mengerti pikiran yang menciut seperti pikiran menciut, dan pikiran yang kacau balau sebagai pikiran yang kacau; semoga aku mengerti pikiran, yang dimuliakan seperti pikiran dimuliakan, dan pikiran yang tidak dimuliakan seperti pikiran yang tidak dimuliakan; semoga aku mengerti yang melampau batas seperti pikiran yang melampau batas, dan pikiran yang tidak malampau batas seperti yang tidak melampau batas; semoga aku mengerti pikiran yang terkonsentrasi itu seperti yang terkonsentrasi, dan pikiran yang tidak terkonsentrasi seperti yang tidak terkonsentrasi; semoga aku mengerti pikiran yang terbebas seperti pikiran terbebas, dan pikiran yang tidak terbebas seperti tidak terbebas,” kamu akan mencapai kemampuan itu sebagai saksi di dalam sesuatu bagian yang terkandung di dalamnya apabila ada kesempatan itu.’

25. ‘Sebanyak seperti apa yang kamu inginkan: “Semoga aku dapat mengingat-ingat banyak kehidupanku yang lampau, yaitu, satu kelahiran … (seperti di dalam sutta 4, para 27) … jadi dengan detil-detil serta ciri-ciri khususnya semoga aku dapat mengingat kembali masa kehidupanku yang lampau,” kamu akan mencapai kemampuan untuk menjadi saksi di dalam setiap bagaikan yang terkandung di dalamnya apabila terdapat kesempatan itu.’

26 – 27. ‘Sebanyak seperti apa yang kamu inginkan: “Semoga aku dengan merealisir diri sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan sekarang, memasuki dan mengabdikan diri di dalam pembebasan dari hati serta pembebasan dengan mengerti bahwasanya bebas noda dengan pelenyapan noda-noda,” kamu akan mencapai kemampuan untuk menjadi sakti di dalam setiap bagaikan yang terkandung di dalamnya apabila ada kesempatan itu.’

28. ‘Kemudian Bhikkhu Vacchagotta, senang dan gembira karena kata-kata Sang Bhagava, bangkit dari duduknya, dan sambil memberi hormat kepada Sang Buddha, selalu menempatkan di sebelah kanan, pergilah ia meninggalkan tempat itu.’

29. ‘Kemudian dengan berkelana sendiri, menarik diri (dari keramaian dunia), rajin, tekun, dan penguasaan diri sendiri, Bhikkhu Vacchagotta, dengan merealisir diri sendiri dengan pengetahuan langsung di sini dan sekarang, memasuki serta mengabdikan diri ke dalam tujuan agung tersebut dari kehidupan suci, demi tujuan mana seorang awam secara benar masuk dari kehidupan berumah tangga ke penghidupan tanpa rumah tangga. Dengan demikian ia memiliki pengetahuan langsung sebagai berikut: “Kelahiran telah dilenyapkan, hidup suci telah dijalani, apa yang harus dikerjakan telah dikerjakan, tiada ada lagi dari hal-hal ini yang bakal terjadi.’ Dan Bhante Vacchagotta menjadi salah satu dari Arahat-Arahat itu.’

30. ‘Sekarang pada kejadian itu banyak bhikkhu datang mengunjungi Sang Bhagava. Bhikkhu Vacchagotta melihat mereka datang dari jauh. Ketika melihat mereka, ia pergi kepada mereka dan bertanya: “Kemana para bhante ini hendak pergi?”‘
‘Kita akan pergi menemui Sang Bhagava, Avuso.”Dalam hal itu, semoga para muliawan mau memberikan hormat dengan kepala-kepala di bawah kaki Sang Bhagava atas nama diriku demikian: “Bhante, Bhikkhu Vacchagotta memberi hormat dengan kepalanya di bawah kaki Sang Bhagava,” dan mengatakan demikian: “Sang Bhagava telah dipuja olehku, Bhante telah disembah olehku.”

‘Ya, avuso,’ mereka menjawab. Kemudian mereka pergi kepada Sang Bhagava, dan setelah memberi hormat kepadanya mereka duduk pada satu sisi. Ketika mereka telah berbuat demikian, mereka menceritakan kepada Sang Bhagava: “Bhante, Bhikkhu Vacchagotta memberi hormat dengan kepalanya di bawah kaki-kaki Sang Bhagava, dan ia berkata: “Sang Bhagava telah disembah olehku, Bhante telah disembah olehku.”

31. ‘Para bhikkhu, Bhikkhu Vaccchagotta telah Saya kenal melalui pikiran dengan pikiran demikian: “Bhikkhu Vacchagotta telah memiliki Tevijja (tiga abhinna); ia mempunyai sukses besar serta kekuatan besar.” Dan para dewata mengatakan kepada-Ku tentang hal ini juga; “Bhikkhu Vacchagotta memiliki Tiga Pengetahuan Sejati; ia mempunyai keberhasilan besar serta kekuatan besar pula.’

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu menjadi puas dan mereka senang terhadap kata-kata Sang Bhagava itu.

TEVIJJAVACCHAGOTTA SUTTA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2k6ON9K-MkehjZNSnuD4a9VFARJ4mN2d6TmtupvugIOA5UXlCssvEiNB0ZoVHXGuWHzNLNyOpCDVczu8nY-SMKiKZrEsb9YUtbNu-hzHu-FuzROdKyWa2V9H2Nqbk-4rpLu9S2FSX8GZe/s1600/23773_104709112885350_100000387850162_121290_3495642_n.jpg
TEVIJJAVACCHAGOTTA SUTTA

Kepada Vacchagotta mengenai Pengetahuan Sejati Berunsur-Tiga

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Vesali di Hutan Besar di Aula dengan Atap Runcing.

2. Pada kesempatan itu, seorang kelana bernama Vacchagotta berdiam di Taman Kelana Pohon Mangga Teratai Putih Tunggal.(712)

3. Kemudian, ketika menjelang pagi, Yang Terberkahi berpakaian, mengambil mangkuk serta jubah luar Beliau, dan pergi ke Vesali untuk mengumpulkan dana makanan. Kemudian Yang Terberkahi berpikir: “Saat ini masih terlalu pagi untuk berkelana mengumpulkan dana makanan di Vesali. Sebaiknya aku pergi ke Vacchagotta si kelana di Taman Kelana Pohon Mangga Teratai-Putih Tunggal.”

4. Maka Yang Terberkahi pergi ke Vacchagotta si kelana di Taman Kelana Pohon Mangga Teratai-Putih Tunggal. Vacchagotta si kelana melihat Yang Terberkahi datang dari kejauhan dan berkata kepada Beliau: “Silakan Yang Terberkahi datang, tuan yang terhormat! Selamat datang kepada Yang Terberkahi! Sudah lama Yang Terberkahi tidak mempunyai kesempatan untuk datang kemari. Silahkan Yang Terberkahi duduk; tempat duduk telah siap.” Yang Terberkahi duduk di tempat yang telah disiapkan, dan Vacchagotta si kelana mengambil tempat duduk yang lebih rendah, duduk di satu sisi dan berkata kepada yang Terberkahi:

5. Tuan yang terhormat, saya telah mendengar hal ini: ‘Petapa Gotama menyatakan diri sebagai mahatahu dan melihat-segala, memiliki pengetahuan lengkap dan visi demikian: “Tak peduli apakah aku sedang berjalan atau tidur atau terjaga,pengetahuan dan visi ada padaku secara terus-menerus dan tak-terputus.”’(713) Tuan yang terhormat, apakah mereka yang mengatakan demikian itu menyampaikan apa yang telah dikatakan oleh Yang Terberkahi, dan bukan salah mewakili Beliau dengan apa yang berlawanan dengan kenyataan? Apakah mereka menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak ada dasar untuk celaan apa pun yang dapat secara sah disimpulakn dari pernyataan mereka?”

“Vaccha, mereka yang mengatakan demikian itu tidak menyampaikan apa yang telah dikatakan olehku, melainkan salah mewakiliku dengan apa yang tidak benar dan berlawanan dengan kenyataan.”(714)

6. “Tuan yang terhormat, bagaimana saya harus menjawab agar saya menyampaikan apa yang telah dikatakan oleh Yang Terberkahi dan bukan salah mewakili Beliau dengan apa yang berlawanan dengan kenyataan? Bagaimana saya bisa menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak ada dasar untuk celaan apa pun yang dapat secara sah disimpulkan dari pernyataan saya?”

“Vaccha, jika engkau menjawab demikian: ‘Petapa Gotama memiliki Pengetahuan sejati berunsur-tiga,’ engkau menyampaikan apa yang telah dikatakan olehku dan tidak akan salah mewakiliku dengan apa yang berlawanan dengan kenyataan. Engkau menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak ada dasar untuk celaan apa pun yang dapat secara sah disimpulkan dari pernyataanmu.

7. “Karena sejauh yang aku inginkan, aku mengingat kembali berbagai kehidupan lampauku yang berunsur-banyak, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran…(seperti Sutta 51, §24) … Demikianlah, bersama dengan aspek dan cirri khasnya, aku mengingat berbagai kehidupan lampauku yang berunsur-banyak.

8. “Dan sejauh yang aku inginkan, dengan mata dewa, yang termurnikan dan melampaui manusia, aku melihat para makhluk lenyap dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial, dan aku memahami bagaimana para makhluk berlanjut sesuai dengan tindakan-tindakan mereka…(seperti Sutta 51, §25)…

9. “Dan dengan merealisasikan bagi diriku sendiri melalui pengetahuan langsung, aku di sini dan kini masuk dan berdiam di dalam pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan yang tanpa-noda bersama dengan hancurnya noda-noda.

10. Jika engkau menjawab demikian: ‘Petapa Gotama memiliki pengetahuan sejati berunsur-tiga,’ engkau menyampaikan apa yang telah dikatakan olehku dan tidak akan salah mewakiliku dengan apa yang berlawanan dengan kenyataan. Engkau menjelaskan sesuai dengan Dhamma sedemikian sehingga tidak ada dasar untuk celaan apa pun yang dapat secara sah disimpulkan dari pernyataanku.”

11. Ketika  hal ini dikatakan, Vacchagotta si kelana bertanya kepada Yang Terberkahi: “Tuan Gotama, adakah perumah-tangga yang –tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan- pada saat hancurnya tubuh telah mengakhiri penderitaan?”(715)

“Vaccha, tidak ada perumah-tangga yang –tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan-pada saat hancurnya tubuh telah mengakhiri penderitaan.”

12. “Tuan Gotama, adakah perumah-tangga yang-tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan-pada saat hancurnya tidah masuk ke surga?”

Vaccha, tidak hanya ada seratus atau dua atau tiga atau empat atau lima ratus, melainkan ada jauh lebih banyak perumah-tangga yang –tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan-pada saat hancurnya tubuh masuk ke surga.”

13. “Tuan Gotama, adakah Ajivika yang –paada saat hancurnya tubuh – telah mengakhiri penderitaan?”(716)

“Vaccha, tidak ada Ajivika yang – pada saat hancurnya tubuh –telah mengakhiri penderitaan.”

14. “Tuan Gotama, adakah Ajivika yang – pada saat hancurnya  tubuh – masuk ke surga?”

“ Bila kuingat kembali masa sembilan-puluh-satu kalpa yang telah lalu, Vaccha, aku tidak ingat satu Ajivika pun yang –pada saat hancurnya tubuh – masuk ke surga, dengan satu perkecualian, dan dia memegang doktrin kemujaraban moral tindakan, doktrin kemujaraban moral prbuatan-perbuatan.”(717)

15. “Kalau demikian adanya, Tuan Gotama, sekte lain ini terbungkus dalam kekosongan bahkan untuk [kesempatan] menuju ke alam surga.”

“Karena demikianlah adanya, vaccha, sekte lain ini terbungkus dalam kekosongan bahkan untuk [kesempatan] menuju ke surga.”

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Vacchagotta si kelana merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan

(712) Sutta ini dan dua berikutnya tampaknya menyajikan keterangan kronologis tentang evolusi spiritual Vacchagotta. Samyutta Nikaya berisi seluruh bagian diskusi-diskusi pendek antara Sang Buddha dan Vacchagotta, SN 33/iii.257-62. Lihat juga SN 44:7 – 11/ iv.391-402.

(713) Ini merupakan jenis kemahatahuan yang dinyatakan oleh guru Jain Nigantha Nataputta di MN 14. 17.

(714)MA menjelaskan bahwa walaupun sebagian pernyataan itu sah, Sang Buddha menolak seluruh pernyataan karena bagian yang tidak sah itu. Bagian pernyataan yang sah adalah penegasan bahwa Sang Buddha adalah mahatahu dan melihat-segala; bagian yang berlebihan adalah penegasan bahwa pengetahuan dan visi terus-menerus berada di dalam diri Beliau. Menurut Tradisi Theravada, Sang Buddha adalah mahatahu dalam pengertian bahwa Beliau bepotensi mengakses semua hal yang dapat diketahui. Tetapi, Beliau tidak dapat mengetahui segalanya secara sekaligus dan harus menyebutkan apa yang ingin Beliau ketahui. Di MN 90.8 Sang Buddha mengatakan bahwa memang mungkin untuk mengetahui dan melihat semuanya, walaupun tidak secara sekaligus, dan di AN 4:24 / ii.24 Beliau menyatakan mengetahui semua yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, dan dikognisi, yang dippahammiii  oleh tradisi  Theravaada  sebagi penegasan  kemahatahuan dalam pengertian yang memenuhi syarat. Lihat juga dalam hubungan ini Miln 102-7.

(715) MA menjelaskan “belengguu kerumah-tangga” (gihisamyojana) sebagai kemelekatan pada kebutuhan-kebutuhan perumah-tangga, yang oleh MT dirinci sebagai tanah, hiasan, kekayaan, biji-bijian, dsb. MA mengatakan bahwa walaupun teks-teks menyebutkan beberapa individu yang mencapai tingkat arahat sebagai perumah-tangga, melalui jalan tingkat arahat mereka menghancurkan semua kemelekatan pada  hal-hal duniawi sehingga menjadi bhikkhu atau meninggal segera setelah pencapaian mereka. Pernyataan tentang Arahat awam dibahas di Miln 264.

(716) Tentang Ajivika, lihat MN 5.5.

(717) Karena Ajivika ini percaaya paaadaa manjurnya moral tindakan, sebetulnya dia tidak dapat menganut fatalisme filosofis orthodoks para Ajivika, yang menolak peran karma yang berlaku  serta perbuatan-berkehendak dalam mengubah nasib manusia. MA mengidentifikasi Ajivika ini dengan Bodhisatta dalam kelahiran sebelumnya.

Kamis, 18 Oktober 2012

KITAGIRI SUTTA

KITAGIRI SUTTA

Di Kitagiri

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berkelana di Negeri Kasi bersama dengan kelompok besar Sangha bhikkhu. Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian:

2. “Para bhikkhu, aku berpantang makan di malam hari. Dengan melakukan hal ini, aku bebas dari penyakit dan penderitaan, dan aku menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, para bhikkhu, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.”(696)

“Ya, Yang Mulia Bhante,” jawab mereka.

3. Kemudian, setelah Yang Terberkahi berkelana secara bertahap di Negeri Kasi, Beliau akhirnya sampai di suatu kota Kasi yang bernama Kitagiri. Di sana Beliau berdiam di kota Kasi yang bernama Kiatagiri ini.

4. Pada kesempatan itu, dua bhikkhu bernama Assaji dan  Punabbasuka sedang berdiam di Kitagiri.(697) Kemudian beberapa bhikkhu pergi dan memberitahu mereka: “Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam. Dengan melakukan hal ini, mereka bebas dari penyakit dan penderitaan, dan mereka menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam. Dengan melakukan hal ini, kalian juga akan bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kalian akan menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman.” Ketika hal ini dikatakan, bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka memberitahu para bhikkhu tersebut: “Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas. Dengan melakukan hal ini, kami bebas dari penyakit dan penderitaan, dan kami menikmati kesehatan, kekuatan, dan kediaman yang nyaman. Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.”

5. Karena para bhikkhu tidak dapat meyakinkan bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka, mereka menghadap Yang Terberkahi. Setelah memberi hormat Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberitahukan semua yang telah terjadi, dengan menambahkan: “Yang Mulia Bhante, karena kami tidak dapat meyakinkan, bhikkhu Assaji dan Bhikkhu Punnabbasuka, kami melaporkan masalah ini kepada Yang Terberkahi.”

6. Kemudian, Yang Terberkahi berbicara kepada seorang bhikkhu demikian: “Bhikkhu, beritahulah bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punabbasuka atas namaku bahwa Guru memanggil mereka.”

“Ya, Yang Mulia,” jawabnya. Dia pun pergi ke bhikkhu Assaji dan bhikkhu Punnabbasuka dan memberitahu mereka: “Guru memanggilmu, sahabat-sahabat.”

“Ya, sahabat,” jawab mereka. Mereka pergi menghadap  Yang Terberkahi, dan setelah memberi hormat, mereka duduk di satu sisi. Yang Terberkahi kemudian berkata: “Bhikkhu, apakah benar bahwa ketika sejumlah bhikkhu pergi dan memberitahu kalian: ‘Sahabat-sahabat, Yang Terberkahi dan Sangha para bhikkhu sekarang berpantang makan malam … Mari, sahabat-sahabat, berpantanglah makan malam …,’ kalian memberitahu para bhikkhu itu: ‘Sahabat-sahabat, kami makan di petang hari …Mengapa kami harus meninggalkan [suatu manfaat] yang tampak di sini dan kini untuk mengejar [suatu manfaat yang akan dicapai] di masa depan? Kami akan makan di petang hari, di pagi hari, dan di siang hari di luar jam yang pantas.’?” –“Ya, Yang Mulia Bhante.”

“Bhikkhu, pernahkah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma  dengan cara seperti ini: ‘Apa pun yang dialami orang ini – tidak peduli apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyenangkan-pun bukan-menyakitkan- keadaan-keadaan yang tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah’?”(698) – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

7. “Para bhikkhu, bukankah kalian mengetahui aku mengajarkan Dhamma dengan cara seperti ini: ‘Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan tertentu, maka keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah.(699) Di sini, bila seseorang merasakan suatu jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi jika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat. Di sini, ketika seseorang merasakan suatu jenis perasaan yang bukan menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang; tetapi ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat’?” – “Ya, Yang Mulia Bhante.”

8. “Bagus, para bhikkhu,(700) Dan seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat, tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Tinggalkanlah jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak bajik meningkatkan di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: “Tinggalkan jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’

“Seandainya saja hal itu tak-diketahui olehku, tak-terlihat,tak-ditemukan, tak-direalisasikan, tak-dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat, apakah pantas bagiku, bila tidak mengetahui hal itu, untuk mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu’?” – “Tidak, Yang Mulia Bhante.”

“Tetapi karena hal itu diketahui olehku, dilihat, ditemukan, direalisasikan, dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik bertambah,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyenangkan semacam itu.’

9. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan tertentu, keadaan-keadaan meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’

“Seandainya hal itu tak diketahui olehku… Tetapi karena hal itu diketahui olehku…dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan menyakitkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,’ maka aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan menyakitkan semacam itu.’

10. “Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku… dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan tertentu, keadaan-keadaan tak-bajik meningkat di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik berkurang,’ maka aku mengatakan: ‘Tinggalkan jenis perasaan bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’

“Seandainya hal itu tak-diketahui olehku…Tetapi karena hal itu diketahui olehku … dikontak oleh kebijaksanaan demikian: ‘Di sini, ketika seseorang merasakan jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan menyenangkan yang lain, keadaan-keadaan tak-bajik berkurang di dalam dirinya dan keadaan-keadaan bajik meningkat,; maka aku mengatakan : ‘Masuk dan berdiamlah di dalam jenis perasaan yang bukan-menyakitkan-pun-bukan-menyenangkan semacam itu.’

11. “Para bhikkhu, aku tidak berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun; tidak juga berbicara tentang semua bhikkhu bahwa mereka tidak lagi mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

12. “Aku tidak berbicara tentang para bhikkhu yang merupakan arahat dengan noda-noda yang telah hancur, yang telah menjalani kehidupan suci, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu dumadi, dan telah sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, bahwa mereka masih memiliki pekerjaan yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Mereka telah mengerjakan tugas mereka dengan tekun; mereka tidak lagi bisa lalai.

13. “Aku berbicara tentang para bhikkhu yang berada di dalam latihan yang tinggi-tinggi, yang pikirannya belum mencapai tujuan dan yang masih beraspirasi untuk jaminan tertinggi yang bebas dari ikatan, bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dilakukan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasi bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

14. “Para bhikkhu, ada tujuh macam manusia yang dapat ditemukan di dunia ini.(701) Apakah yang tujuh itu? Mereka adalah: manusia yang terbebas-dalam-dua-cara, manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan, manusia saksi-tubuh, manusia yang mencapai-pandangan, manusia yang terbebas-melalui-keyakinan, manusia pengikut Dhamma, dan manusia pengikut-keyakinan.

15. “Manusia macam apakah yang terbebas-dalam-dua cara itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-dalam-dua-cara.(702) Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.

16. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-kebijaksanaan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi noda-nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang terbebas-melalui-kebijaksanaan.(703) Aku tidak berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Dia telah melakukan tugasnya dengan tekun; dia tidak lagi bisa lalai.

17. “Manusia macam apakah yang merupakan saksi-tubuh itu? Di sini, seseorang kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut saksi-tubuh.(704) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka dengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan  kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

18. “Manusia macam apakah yang mencapai-pandangan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan dia telah mengkaji-ulang dan memeriksa ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata dengan kebijaksanaan. Manusia jenis ini disebut manusia yang mencapai-pandangan.(705) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan ketekunan. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu …menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

19. “Manusia macam apakah yang terbebas-melalui-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, tetapi sebagian nodanya hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan, dan keyakinannya telah tertanam, mengakar, dan mantap dalam Tathagata.(706) Manusia semacam itu disebut manusia yang terbebas-melalui-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu  … menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

20. “Manusia macam apakah pengikut-Dhamma itu? Di sini seseorang tidak kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena  dia melihat dengan kebijaksanaan, tetapi dengan kebijaksanaan dia telah cukup memperoleh penerimaan-refkektif dari ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-Dhamma.(707) Aku berbicara tentang bhikkhu seperti itu bahwa dia masih memiliki tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu…menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

21. “manusia macam apakah pengikut-keyakinan itu? Di sini, seseorang tidak kontak dengan tubuh dan  tidak berdiam di dalam pembebasan-pembebasan itu, yang damai  dan bukan-materi, yang mentransendenkan bentuk, dan noda-nodanya belum hancur karena dia melihat dengan kebijaksanaan , namun dia memiliki cukup keyakinan dan kecintaan pada Tathagata. Selanjutnya, dia memiliki sifat-sifat ini: kemampuan keyakinan, kemampuan semangat, kemampuan kewaspadaan, kemampuan konsentrasi, kemampuan kebijaksanaan. Manusia semacam itu disebut pengikut-keyakinan. Aku berbicara tentang bhikkhu seperti ini bahwa dia masih tugas yang harus dikerjakan dengan tekun. Mengapa demikian? Karena ketika para mulia itu menggunakan tempat-tempat  istirahat yang sesuai dan bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik serta menyeimbangkan kemampuan-kemampuan spiritual mereka, maka – dengan merealisasikan bagi mereka sendiri melalui pengetahuan langsung di sini dan kini – mereka bisa masuk dan berdiam di dalam tujuan tertinggi kehidupan suci tersebut yang untuknya para pria dengan benar meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Melihat buah ketekunan bagi para bhikkhu ini, aku katakan bahwa mereka masih mempunyai tugas yang harus dikerjakan dengan tekun.

22. “Para bhikkhu, aku tidak mengatakan bahwa pengetahuan akhir dicapai seluruhnya sekaligus. Sebaliknya, pengetahuan akhir dicapai dengan latihan bertahap, dengan praktek bertahap, dengan kemajuan bertahap.[480]

23. “Dan bagaimana bisa muncul latihan bertahap, praktek bertahap, kemajuan bertahap? Di sini, seseorang yang memiliki keyakinan [pada guru] mengunjunginya; ketika mengunjunginya, orang itu memberi hormat; ketika dia memberi hormat, dia mendengarkan; orang yang membuka telinga pun mendengarkan Dhamma; setelah mendengarkan Dhamma, dia mengingatnya; dia memeriksa artinya ajaran-ajaran yang telah dia ingat; ketika dia memeriksa artinya, dia memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, setelah memperoleh penerimaan-reflektif dari ajaran-ajaran itu, semangat muncul di dalam dirinya; ketika semangat telah muncul, dia mengerahkan kemauannya; setelah mengerahkan kemauannya, dia mencermati; setelah mencermati, dia berjuang; dengan mantap berjuang, dia merealisasikan dengan tubuhnya kebenaran tertinggi dan melihat kebenaran tertinggi itu dengan menembusnya melalui kebijaksanaan.(708)

24. “Belum ada keyakinan itu,(709) para bhikkhu, dan belum ada kunjungan itu, dan belum ada penghormatan itu, dan belum ada membuka telinga itu dan belum ada mendengarkan Dhamma itu, dan belum ada mengingat Dhamma itu, dan belum ada pemeriksaan arti itu, dan belum ada penerimaan ajaran secara reflektif itu, dan belum ada semangat, dan belum ada  pengerahan kemauan, dan belum ada pencerahan itu, dan belum ada perjuangan itu. Para bhikkhu, kalian telah tersesat; para bhikkhu, kalian telah mempraktekkan jalan yang  salah. Betapa jauhnya kalian menyeleweng, wahai manusia-manusia salah-arah, dari Dhamma dan Vinaya ini!

25. “Para bhikkhu, ada suatu pernyataan berfrasa-empat, dan ketika diulang-ucap akan dapat dipahami oleh orang bijak dengan cepat.(710) Aku akan mengulangnya untuk kalima, para bhikkhu. Cobalah untuk memahaminya.”

“Bhante, siapakah kami sehingga kami harus memahami Dhamma?”

26. “Para bhikkhu, bahkan bersama dengan seorang guru yang memperhatikan hal-hal materi, yang merupakan ahli waris hal-hal materi, yang melekat pada hal-hal materi, tidaklah pantas bila ada tawar-menawar [oleh siswanya] semacam ini: “Jika kami memperoleh ini, kami mau melakukannya; jika kami tidak memperoleh ini, kami tidak akan melakukannya’; jadi apalagi [yang harus dikatakan bila gurunya adalah] Tathagata, yang telah sepenuhnya lepas dari hal-hal materi?

27. “Para bhikkhu, bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Yang Terberkahi adalah Guru, saya adalah siswa: Yang Terberkahi mengetahui, saya tidak mengetahui.’ Bagi seorang siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, Ajaran Guru memberi gizi dan menyegarkan. Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, [481] sudah sepantasnya bila dia membawakan diri demikian: ‘Dengan rela, biarlah hanya kulit otot, dan tulangku yang tersisa, dan biarlah daging dan darahku mengering di tubuhku,  tetapi energiku tidak akan kendor selama aku belum mencapai apa yang  dapat dicapai oleh kekuatan manusia, energi manusia, dan ketekunan manusia.’(711) Bagi siswa setia yang berniat memahami Ajaran Guru, salah satu dari dua buah bisa diharapkan: pengetahuan akhir di sini dan kini, atau – jika ada sisa kemelekatan- Yang-Tidak-Kembali-Lagi.”

Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Catatan

(696) Lihat n.671. Sesuai dengan MN 66.6, MA menjelaskan bahwa Sang Buddha pertama-tama melarang makan siang dan di kemudian hari melarang makan malam. Beliau melakukan hal ini karena kepedulian pada para bhikkhu Sangha yang lemah; mereka mungkin menjadi terlalu cepat lelah jika dua kali makan (setelah makan pagi) itu dilarang sekaligus.

(697) Di Vinaya Pitaka, Assaji dan Punabbasuka digambarkan sebagai bhikkhu-bhikkhu yang “bejat dan bobrok moralnya” dan ditunjukkan bermanja-manja dalam berbagai perilaku buruk yang menyebabkan rusaknya umat awam. Di Kitagiri, mereka dijatuhi hukuman pembuangan, dan penolakan mereka untuk patuh itu menyebabkan diumumkannya Sanghaadisesa 13 (Vin iii. 179-84).

(698) MA: Pernyataan ini dibuat dengan acuan terarah pada kesenangan yang dialami ketika menyantap makan malam, yang tidak kondusif bagi praktek kewajiban-kewajiban seorang bhikkhu.

(699) MA: Jenis perasaan menyenangkan yang pertama adalah kegembiraan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga, sedangkan yang kedua adalah kegembiraan karena meninggalkan keduniawian. Demikian pula, dua kalimat berikutnya mengacu pada kesedihan dan ketenang-seimbangan yang masing-masing didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan karena meninggalkan keduniawian. Lihat MN 137.9-15.

(700) §8-10 berfungsi untuk menyediakan – dengan memohon pemahaman sempurna Sang Buddha- dasar-dasar perintah Beliau untuk meninggalkan semua perasaan yang didasarkan atas kehidupan berumah-tangga dan untuk mengembangkan perasaan-perasaan yang muncul karena meninggalkan keduniawian.

(701) Berikut adalah pengelompokan berunsur-tujuh dari para individu agung yang mengelompokkan mereka bukan hanya berdasarkan jalan dan pencapaian buah-seperti yang lebih umum dilakukan dalam skema berunsur-delapan-melainkan menurut kemampuan batin mereka yang dominan. Definisi-definisi alternatif dari tujuh hal ini ini ditawarkan oleh Pug 1:30-36/ 14-15.

(702) Ubhatobhagavimutta. MA: Dia “Terbebas-dalam-dua-cara” kaarena dia terbebas dari badan fisik melalui pencapaian-pencapaian tanpa-materi dan dari badan mental melalui sang jalan (tingkat arahat). Definisi Pug mengatakan: “Dia kontak dengan tubuh dan berdiam di dalam delapan pembebasan, dan noda-nodanya dihancurkan karena dia melihat dengan kebijaksanaan.” MA mengatakan bahwa ubhatobhagavimutta mencakup mereka yang mencapai tingkat arahat setelah keluar dari salah satu dari empat pencapaian tanpa-materi dan orang yang mencapainya setelah keluar dari pencapaian penghentian.

(703) Pannavinutta. MA: Ini termasuk mereka yang mencapai tingkat arahat sebagai meditator pandangan-terang-kering (sukkha-vipassaka) atau setelah keluar dari salah satu dari empat jhana. Definisi sekadar menggantikan delapan pembebasan untuk “pembebasan-pembebasan…mentransendenkan bentuk-bentuk.”

(704) Kayasakkhin. MA: Jenis ini mencakup enam individu – dari orang yang  telah mantap dalam buah Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat – yang pada awalnya kontak dengan jhana-jhana (tanpa-materi) dan selanjutnya merealisasikan Nibbana. MT menekankan bahwa salah satu dari pencapaian tanpa-materi – termasuk penghentian-dibutuhkan untuk memenuhi syarat sebagai kayasakkhin. Definisi Pug sekedar menggantikan delapan pembebasan.

(705) Ditthipatta. MA mengatakan bahwa jenis ini mencakup enam individu yang sama, yang tercakup di bawah kayasakkhin-dari Pemasuk-Arus sampai orang yang berada di jalan tingkat arahat-tetapi tidak memiliki pencapaian tanpa-materi. Pug mendefinisikan dia sebagai orang yang memahami Empat Kebenaran Mulia dan yang telah mengkaji-ulang serta memeriksa dengan kebijaksanaan ajaran-ajaran yang dinyatakan oleh Tathagata.

(706) Saddhavimutta. MA mengatakan bahwa jenis ini juga mencakup enam yang sama. Pug mendefinisikan dia dengan cara yang sama seperti mendefinisikan ditthipatta, tetapi menambahkan bahwa dia belum mengkaji-ulang serta memeriksaajaran-ajaran dengan kebijaksanaan sampai sejauh ditthipatta.

(707) MA mengatakan bahwa jenis ini, dhammanusarin, dan berikutnya, saddhanusarin, merupakan individu-individu di jalan Pemasuk-Arus, yang pertama dengan keunggulan kebijaksanaan, sedangkan yang kedua dengan keunggulan keyakinan. Untuk lebih banyak tentang dua jenis ini, lihat n.273.

(708) MA: Dengan badan mental dia merealisasikan Nibbana, kebenaran tertinggi, dan dia menembusnya dengan kebijaksanaan yang berhubungan dengan jalan di-atas-duniawi.

(709) Yaitu, para bhikkhu ini belum mempunyai keyakinan yang dibutuhkan untuk menjalankan latihan yang ditentukan bagi mereka oleh Sang Buddha.

(710) MA mengatakan bahwa “pernyataan berfrasa-empat” ini (catupaddam veyyakaranam) adalah ajaran tentang Empat Kebenaran Mulia. Tetapi, empat kebenaran itu tidak disebutkan di sini.

(711) MA: Dengan ini, Sang Buddha menunjukkan bahwa siswa ideal berlatih dengan membangkitkan energi dan bertekad: “Aku tidak akan bangkit selama aku belum mencapai tingkat arahat”

GULISSANI SUTTA

GULISSANI SUTTA

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Rajagaha di Hutan Bambu Taman Tupai.

2. Pada kesempatan itu, seorang bhikkhu bernama Gulissani -seorang penghuni –hutan yang berperilaku lalai –datang berkunjung untuk tinggal di tengah-tengah Sangha untuk suatu urusan Y.M. Sariputta berbicara kepada para bhikkhu dengan mengacu pada bhikkhu Gulissani demikian:

3. “sahabat-sahabat, bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci. Jika dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci, akan ada orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya bersikap hormat dan sopan terhadap teman-temannya di dalam kehidupan suci.

4. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk demikian: ‘Aku akan duduk sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu para bhikkhu senior dan tidak meniadakan tempat duduk para bhikkhu baru.’ Jika dia tidak terampil dalam perilaku yang baik berkenaan dengan tempat duduk, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia bahkan tidak mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan perilaku yang baik?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya terampil dalam perbuatan yang baik berkenaan dengan tempat duduk.

5. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari. Jika dia masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari, akan ada orang-orang yang membicarakan dia. ‘Apa yang teah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia masuk desa terlalu awal dan kembali terlambat di siang hari?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya masuk desa terlalu awal atau kembali terlambat di siang hari.

6. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga.(692) Jika dia pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa melakukan kunjungan-kunjungan pada saat yang tak tepat, karena nyatanya dia  berperilaku demikian ketika  datang ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya pergi sebelum makan atau sesudah makan untuk mengunjungi keluarga-keluarga.

7. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak bersikap congkak dan sombong secara pribadi. Jika dia congkak dan sombong secara pribadi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Tentunya penghuni-hutan yang mulia ini, sementara berdiam sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, pastilah terbiasa bersikap congkak dan sombong secara pribadi, karena nyatanya dia berperilaku demikian ketika  datang  ke Sangha.’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha tidak seharusnya bersikap congkak dan sombong secara pribadi.

8. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya tidak berlidah kasar dan berbicara-lepas. Jika dia berlidah kasar dan berbicara-lepas, akan ada orang-orang yang  membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan  yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka karena nyatanya dia berlidah-kasar dan berbicara-lepas?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya tidak berlidah-kasar dan berbicara-lepas.

9. “Bila seorang bhikkhu penghuni-hutan datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha, dia seharusnya mudah dikoreksi  dan seharusnya bergaul dengan sahabat-sahabat yang baik. Jika dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang buruk, akan ada  orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh  penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia sulit dikoreksi dan bergaul dengan teman-teman yang buruk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, maka seorang bhikkhu penghuni-hutan  yang datang ke Sangha dan berdiam di  dalam Sangha seharusnya mudah di koreksi dan bergaul dengan sahabat-sahabat  yang baik.

10. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya. Jika dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak menjaga pintu-pintu inderanya? Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya menjaga pintu-pintu inderanya.

11. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya madya dalam makan. Jika dia tidak madya dalam makan, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak madya dalam makan?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan  seharusnya madya dalam makan.

12. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya membaktikan diri pada keadaan terjaga. Jika dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak membaktikan diri pada keadaan terjaga?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya  membaktikan diri pada keadaan terjaga.

13. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi. Jika dia tidak enerjik, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: “Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia malas?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya penuh energi.

14. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan. Jika dia tidak waspada, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak waspada?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mantap dalam kewaspadaan.

15. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi. Jika dia tidak terkonsentrasi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia:’ Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak terkonsentrasi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya terkonsentrasi.

16. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana. Jika dia tidak bijaksana, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena dia tidak bijaksana?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya bijaksana.

17. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya menerapkan dirinya pada Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.(693) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebuh tinggi?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk Dhamma yang lebih tinggi dan Vinaya yang lebih tinggi.
18. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang melampaui bentuk;(694) karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk. Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan itu, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk?’ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengarahkan usaha untuk pembebasan-pembebasan yang damai  dan tanpa-materi, yang mentransendenkan bentuk.

19. “Seorang bhikkhu penghuni-hutan seharusnya mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, karena ada orang-orang yang bertanya kepada bhikkhu penghuni-hutan tentang keadaan-keadaan supra-manusiawi.(695) Jika dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi, akan ada orang-orang yang membicarakan dia: ‘Apa yang telah diperoleh oleh penghuni-hutan yang mulia ini dengan hidup sendiri di hutan, melakukan apa yang dia suka, karena nyatanya dia tidak mengerahkan usaha untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi?/ Karena akan ada orang-orang yang membicarakan dia, seorang bhikkhu yang berdiam-di-hutan yang datang ke Sangha dan berdiam di dalam Sangha seharusnya mengerahkan tenaga untuk keadaan-keadaan supra-manusiawi.”

20. Ketika hal ini dikatakan, Y.M. Maha Moggallana bertanya kepada Y.M. Sariputta :“Sahabat Sariputta, apakah hal-hal ini seharusnya dijalankan dan dipraktekkan hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan atau juga oleh bhikkhu penghuni-kota?”

“Sahabat Moggallana, hal-hal ini seharusnya dijalankan dan dipraktekkan tidak hanya oleh bhikkhu penghuni-hutan saja melainkan juga oleh bhikkhu penghuni-kota.”

Catatan

692 Hal ini dilarang oleh Pac 46 (Vin iv.98-101). Seorang bhikkhu boleh mengunjungi para keluarga pada saat-saat ini hanya jika dia telah memberitahukan rencananya kepada bhikkhu lain di Vihara selama musim untuk membuat dan memberikan jubah.

693 Abhidhamma abhivinaya. MA mengatakan bahwa dia seharusnya mengatur diri untuk mempelajari teks dan komentarnya tentang Abhidhamma Pitaka dan Vinaya Pitaka. Ini jelas melawan Zaman. Tentang Abhidhamma di dalam konteks sutta-sutta. Lihat n.362. Walaupun tidak ada bagian yang berhubungan dengan literature yang disebut “Abhivinaya,” ada kemungkinan kata itu mengacu pada suatu pendekatan analitis dan sistimatis untuk pembelajaran Vinaya, mungkin yang terdapat di Suttavibhanga dari Vinaya Pitaka.

694 MA: Hal ini mengacu pada delapan pencapaian meditasi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam kerja awal tentang satu subjek meditasi, seperti misalnya kasina.

695. MA: Hal ini mengacu pada semua kondisi di-atas-diniawi. Paling sedikit, dia harus sudah mahir dalam satu pendekatan untuk mengembangkan pandangan terang sampai tingkat arahat.

NALAKAPANA SUTTA

NALAKAPANA SUTTA
Di Nalakapana
Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007
1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di negeri Kosala di Nalakapana di Hutan Palasa.
2. Pada waktu itu banyak orang terkenal yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah, di bawah Yang Terberkahi – Y.M. Anuruddha, Y.M. Nandiya, Y.M. Kimbila, Y.M. Bhagu, Y.M. Kundadhana, Y.M. Revata, Y.M. Ananda, dan orang-orang yang sangat terkenal lainnya.
3. Dan pada kesempatan itu Yang Terberkahi sedang duduk di udara terbuka dikelilingi oleh Sangha para bhikkhu. Kemudian, dengan mengacu pada orang-orang tersebut, Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu, orang-orang yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah di bawahku itu-apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”
Ketika hal ini dikatakan, para bhikkhu itu diam.
Untuk kedua dan ketiga kalinya, dengan mengacu pada orang-orang tersebut, Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian:
“Para bhikkhu, orang-orang yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah dibawahku itu – apakah mereka bergembira di dalam kehidupan suci?”
Untuk kedua dan ketiga kalinya, para bhikkhu itu diam.
4. Kemudian Yang Terberkahi mempertimbangkan demikian: “Bagaimana kalau aku menanyai orang-orang itu?”
Maka Beliau berbicara kepada Y.M. Anuruddha demikian: “Anuruddha, apakah engkau semua bergembira di dalam kehidupan suci?”
“Tentu saja, Yang Mulia Bhante.”
5. “Bagus,bagus, Anuruddha! Sungguh pantas bagi kalian semua – yang karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah – untuk merasa gembira di dalam kehidupan suci. Karena masih memiliki berkah kemudaan, pria-pria muda dengan rambut hitam di masa prima kehidupan, kalian sebenarnya dapat bermanja-manja di dalam kesenangan-kesenangan indera. Namun toh kalian telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah. Bukan karena dikejar-kejar oleh para raja maka kalian telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan  tak-berumah; bukan karena kalian dikejar-kejar oleh para pencuri; bukan karena hutang, ketakutan, atau menginginkan mata pencaharian. Alih-alih, tidakkah kalian karena keyakinan telah meninggalkan kehidupan berumah menuju kehidupan tak-berumah, setelah mempertimbangkan demikian: ‘Aku adalah korban dari kelahiran, penuaan, dan kematian, korban dari penderitaan, ratap tangis, rasa sakit, kesedihan, dan keputus-asa-an; aku adalah korban dari penderitaan, mangsa penderitaan. Tentunya akhir dari seluruh massa penderitaan ini dapat diketahui.’?”-“Ya, Yang Mulia Bhante.”
6. “Apa yang harus dikerjakan, Anuruddha, oleh orang yang telah meninggalkan keduniawian demikian? Sementara dia masih belum mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau sesuatu yang lebih damai daripada itu,(688) ketamakan menyerang pikirannya dan tinggal, niat jahat menyerang pikirannya dan tinggal, kemalasan dan kelambanan menyerang pikirannya dan tinggal, kegelisahan dan penyesalan menyerang pikirannya dan tinggal, keraguan menyerang pikirannya dan tinggal, ketidak-puasan menyerang pikirannya dan tinggal, kelelahan menyerang pikirannya dan tinggal. Memang demikianlah halnya sementara dia masih belum mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu. Ketika dia mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu, ketamakan tidak menyerang pikirannya dan tidak tinggal, niat jahat … kemalasan dan kelambanan … kegelisahan dan penyesalan … keraguan … rasa tidak puas … kelelahan tidak menyerang pikirannya dan tidak tinggal. Demikianlah halnya ketika dia mencapai kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera dan terpisah dari keadaan –keadaan yang tak-bajik, atau mencapai sesuatu yang lebih damai daripada itu.
7. “Lalu bagaimana, Anuruddha, apakah kalian semua berpikir tentang aku seperti ini: ‘Tathagata belum meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya Tathagata menggunakan sesuatu hal setelah merenung, menanggung suatu hal lain setelah merenung, menghindari suatu hal lain setelah merenung, dan melenyapkan suatu hal lain setelah merenung’?”(689)
“Tidak, Yang Mulia Bhante, kami tidak berpikir tentang Yang Terberkahi seperti itu. Kami berpikir tentang Yang Terberkahi seperti ini: ‘Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Itulah sebabnya Tathagata menggunakan suatu hal setelah merenung, menanggung suatu hal lain setelah merenung, menghindari suatu hal lain setelah merenung, dan melenyapkan suatu hal lain setelah merenung.”
“Bagus, bagus, Anuruddha! Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa pembaharuan dumadi, yang memberi masalah, yang masak di dalam penderitaan, dan yang membawa menuju kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan; Beliau telah memotongnya di akarnya, membuatnya seperti tunggul palem, menyingkirkannya sehingga noda-noda itu tidak lagi bisa muncul di masa depan. Seperti halnya pohon palem yang mahkotanya telah dipotong tidak lagi mampu bertumbuh lagi, demikian pula Tathagata telah meninggalkan noda-noda yang mengotori … memotongnya dia akarnya, membuatnya seperti tunggul palem, menyingkirkannya sehingga noda-noda itu tidaklagi bisa muncul di masa depan.
8. “Bagaimana pendapatmu, Anuruddha? Tujuan apakah yang dilihat Tathagata sehingga bila seorang siswa meninggal, Beliau menyatakan kemunculannya demikian: ‘Si Ini telah muncul kembali di tempat ini; si Itu telah muncul kembali di alam itu’?”[465]
“Yang Mulia Bhante, ajaran-ajaran kami berakar di dalam Yang Terberkahi, dibimbing oleh Yang Terberkahi, mempunyai Yang Terberkahi sebagai sumbernya. Sungguh baik jika Yang Terberkahi berkenan menjelaskan arti kata-kata ini. Setelah mendengarnya dari Yang Terberkahi, para bhikkhu akan mengingat.”
9. “Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berencana busuk untuk menipu orang-orang atau dengan tujuan menjilat orang-orang atau dengan tujuan perolehan, kehormatan, atau kemasyuran, atau dengan pemikiran ‘Biarlah orang-orang mengenalku sebagai demikian ini,’ maka ketika seorang siswa meninggal, Sang Tathagata menyatakan kemunculan kembali demikian: ‘Si ini telah muncul kembali di tempat ini; si itu telah muncul  kembali di alam itu.’ Alih-alih, hal itu justru disebabkan oleh karena ada orang-orang setia yang terinspirasi dan bersukacita dengan apa yang tinggi, yang-ketika mendengar hal itu-lalu mengarahkan pikiran mereka menuju keadaan sedemikian, dan  yang membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.
10. Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama ini  telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dia telah mantap di dalam pengetahuan akhir.”’(691) Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri atau telah mendengar hal itu dikatakan tentang dia: “Moralitas bhikkhu itu adalah demikian,  keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara ini, seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
11. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya lima belenggu rendah, dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana akan mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.”’ Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri …dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
12. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian. Bhikkhu yang bernama Ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”’ Dan Bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri … dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Denngan cara demikian pula serang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
13. “Di sini, seorang bhikkhu mendengar demikian: ‘Bhikkhu yang bernama Itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya tiga belenggu, dia telah menjadi pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan bhikkhu pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri … dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhu memiliki kediaman yang nyaman.
14. ”Di sini, seorang bhikkhuni mendengar demikian ‘Bhikkhuni yang bernama Ini telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia : “Dia telah mantap di dalam pengetahuan akhir.”’ Dan bhikkhuni pendengar itu sudah melihat bhikkhu tersebut sendiri atau telah mendengar hal itu dikatakan tentang dia: :Moralitas bhikkhuni itu adalah demikian, keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara ini, seorang bhikkhuni memiliki kediaman yang nyaman.
15. “Di sini, seorang bhikkhuni mendengar demikian: ‘Bhikkhuni dengan nama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan  [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana mencapai Nibbana akhir tanpa ternah kembali dari alam itu.” …
16. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahkan nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
17. “’Beliau telah menyatakan tentang dia : “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan bhikkhuni pendengar itu sudah melihat bhikkhuni tersebut sendiri… dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam  itu. Dengan cara demikian pula seorang bhikkhuni memiliki kediaman yang nyaman.
18. “Di sini seorang pengikut awam pria mendengar demikian: ‘Pengikut awam pria yang bernama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni]  dan di sana  mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.” …
19. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
20. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan pengikut awam pendengar itu sudah melihat pengikut awam pria tersebut sendiri atau mendengar hal itu dikatakan tentang dia: ‘Moralitas umat awam yang mulia adalah demikian, keadaan [konsentrasi]nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaanm semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang umat awam pria memiliki kediaman yang nyaman.
21. Di sini, seorang pengikut awam perempuan mendengar demikian: ‘Pengikut awam perempuan dengan nama itu telah meninggal; Yang Terberkahi telah menyatakan tentang dia “Dengan hancurnya lima belenggu rendah dia telah muncul kembali secara spontan [di Kediaman-Kediaman Murni] dan di sana akan mencapai Nibbana akhir tanpa pernah kembali dari alam itu.”
22. “Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dan dengan melemahnya nafsu jasmani, kebencian, dan kebodohan batin, dia telah menjadi Yang-Kembali-Sekali-Lagi, yang hanya sekali saja kembali ke dunia ini untuk mengakhiri penderitaan.”…
23. “’Beliau telah menyatakan tentang dia: “Dengan hancurnya tiga belenggu dia telah menjadi Pemasuk-Arus, tidak akan masuk ke alam sengsara, sudah pasti [menuju pembebasan], menuju ke pencerahan.”’ Dan pengikut awam pendengar itu sudah melihat pengikut awam perempuan tersebut sendiri atau mendengar hal itu dikatakan tentang dia: ‘Moralitas saudari itu adalah demikian, keadaan [konsentrasi]-nya adalah demikian, kebijaksanaannya adalah demikian, kediamannya [dalam pencapaian] adalah demikian, pembebasannya adalah demikian.’ Dengan mengingat kembali keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaannya, dia mengarahkan pikirannya menuju keadaan semacam itu. Dengan cara demikian pula seorang umat awam perempuan memiliki kediaman yang nyaman.
24. “Jadi, Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berencana busuk untuk menipu orang-orang atau dengan tujuan menjilat orang-orang atau dengan tujuan perolehan, kehormatan, atau kemasyuran, atau dengan pemikiran ‘ Biarlah orang-orang mengenalku sebagai demikian ini,; maka ketika seorang siswa telah meninggal, Sang Tathagata menyatakan kemunculan kembali demikian: ‘Si Ini telah muncul kembali di tempat ini; si itu telah muncul kembali di alam itu.’ Alih-alih, hal itu justru disebabkan oleh karena ada orang-orang setia yang terinspirasi dan bersukacita dengan apa yang tinggi, yang –ketika mendengar hal itu-lalu mengarahkan pikiran mereka menuju keadaan sedemikian, dan yang membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Y.M. Anuruddha merasa puas dan bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.
Catatan
688 “Kegiuran dan kesenangan yang terpisah dari kesenangan-kesenangan indera” menunjukkan jhana pertama dan jhana kedua, “sesuatu yang lebih damai daripada itu” adalah jhana-jhana yang lebih tinggi dan empat jalan.
689 Lihat MN 2.4. Ini merupakan praktek-praktek yang dijalankan oleh orang yang berlatih untuk mencegah munculnya noda-noda laten yang belum ditinggalkan.
690 Hal ini mengacu pada kemampuan Sang Buddha yang dengan kesaktiannya dapat menemukan alam-alam di mana siswa-siswa Beliau telah terlahir kembali.
691 anna: pengetahuan yang dicapai oleh Arahat.