SUATU PERBUATAN BAIK TAK MUNGKIN CUMA-CUMA
Pada tahun 1949 seorang dokter Thai datang ke India untuk
mempelajari penyakit daerah tropis dan penyakit kulit. Ia bermalam di sebuah
hotel Y.M.C.A. di Calcutta.
Pada suatu hari ia kehabisan uang dan selekasnya ia mengirim
kawat kepada keluarganya di Thailand supaya ia dikirimkan uang. Ia menunggu-nunggu
sampai beberapa minggu lamanya, tetapi belum juga ia dapat kabar dari
keluarganya.
Keadaan keuangannya sudah menjadi sangat kritis sekali, sehingga
ia sekarang sudah tak dapat lagi membayar keperluannya sehari-hari. Kita semua
tahu bagaimana sengsaranya kalau kita berada di negara asing, jauh dari sanak
keluarga dan handai taulan, dan kita tidak mempunyai uang.
Di sebelah kamar dokter ini adalah kamar seorang insinyur India
yang masih muda usianya. Insinyur ini bekerja di hutan dan hanya kadang-kadang
saja datang ke kota untuk mengambil perbekalan. Insinyur ini melihat wajah
dari dokter yang penuh ketegangan dan kegelisahan. Ia menghampiri dokter itu
dan setelah memperkenalkan diri ia kemudian berkata: "Saya harap dokter
dapat memaafkan atas kelancangan saya ini. Saya telah memperhatikan wajah anda
dan saya merasa pasti bahwa anda sedang berada dalam kesulitan besar. Saya
harap anda berkenan memberitahukan kesulitan-kesulitan anda dan mungkin saya
dapat membantunya”.
Dokter itu untuk beberapa saat lamanya agak tertegun mendengar
pertanyaan tersebut. Kemudian dengan sopan ia menjawab: ’’Terima kasih atas
kebaikan hati anda, tetapi saya rasa saya tidak mengalami kesulitan apa-apa”.
Dengan tersenyum insinyur itu berkata lagi: ”Oh, saya harap anda
jangan salah mengerti. Pandanglah saya sebagai seorang sahabat. Walaupun kita
baru pertama kali bertemu, namun saya dengan ikhlas ingin sekali menolong anda.
Harap anda ceritakan kepada saya kesulitan apa sebenarnya yang menimpa diri
anda”.
Dokter itu merasa terharu atas tawaran yang mulia untuk
menolongnya dari kesulitan, meskipun ia belum dapat memahami, apa
sebenarnya yang mendorong insinyur itu sehingga ia mau menolong seorang asing
yang baru saja ia kenal. Padahal puluhan, yah bahkan ratusan ribu orang
bangsanya sendiri yang demikian miskinnya, sehingga mereka tidur di alam
terbuka tanpa ada seorangpun yang menghiraukannya.
Meskipun ia merasa pasti, bahwa kawan barunya itu ingin
menolongnya dengan sungguh-sungguh dan dengan setulus hati, namun ia masih
merasa sungkan untuk membentangkan kesulitannya kepada orang asing yang baru
saja dikenalnya. Ia lalu menjawab: ’’Anda betul-betul baik sekali, tetapi pada
saat ini saya belum memerlukan pertolongan apa-apa. Terima kasih atas perhatian
anda yang demikian besar.”
Ketika insinyur mendengar penolakan itu dengan tenang dan dengan
wajah penuh pengertian ia lalu berkata: ”Mohon dimaafkan apabila saya telah
melakukan sesuatu yang kurang berkenan di hati anda; tetapi saya merasa pasti,
bahwa anda sekarang berada dalam kesulitan keuangan dan saya akan gembira
sekali kalau anda dapat memberitahukan kepada saya berapa banyak uang yang anda
butuhkan”.
Dokter itu merasa heran sekali atas terkaan yang tepat dari kawan barunya itu dan oleh karena
tidak dapat menyangkal lagi, ia lalu berkata: ’’Sesungguhnyalah, bahwa saat ini
saya berada dalam kesulitan keuangan. Tetapi saya telah mengirim kawat kepada
keluargaku di Thailand agar
segera mengirim uang. Saya kira kiriman itu agak terlambat, karena keluarga
saya sedang berlibur dan saya merasa pasti bahwa kalau mereka pulang, pastilah
saya akan mendapat kiriman uang. Saya memang berada dalam kesulitan karena
keterlambatan kiriman uang dari Thailand, tetapi saya juga tidak mungkin
menerima uluran tangan anda, karena kita baru saja bertemu untuk
pertama kali ini. Lagipula saya tidak dapat memberikan jaminan apa-apa kepada
anda. Meskipun saya tidak dapat menerima tawaran anda yang luhur itu, tetapi
budi anda akan tetap saya ingat selama saya masih hidup.”
Insinyur itu merasa kecewa sekali dan dengan tegas ia menjawab:
’’Saya harap anda jangan memikirkan tentang jaminan. Saya sebenarnya telah
mengenal anda sebagai umat Buddha yang baik dan hati anda penuh dengan perasaan
welas asih. Anda telah memperlakukan semua orang dari kasta apapun dengan sama
rata dan tidak memandang kaya atau miskin, bahkan anda telah mengabaikan urusan
anda sendiri, hanya karena anda ingin menolong orang lain. Apakah itu bukan
merupakan jaminan yang cukup?” Insinyur itupun lalu tertawa terbahak-bahak.
’’Bagaimana anda dapat mengetahuinya semua itu?” tanya dokter itu
dengan keheran-heranan.
”Ah, itu mudah saja”, jawabnya. ’’Saya telah mengetahui tindak-tanduk
anda beberapa hari yang lalu, waktu penjaga malam gedung ini yang dari kasta
’paria’ pada suatu malam menjerit-jerit karena sakit. Waktu itu mungkin anda
mendengar jeritannya dan karena anda seorang yang penuh welas-asih, maka anda
segera turun ke bawah untuk memeriksa si sakit, meskipun hal tersebut
bertentangan sekali dengan adat-istiadat di sini, di mana orang jangankan
menyentuh badannya, sedangkan tersentuh oleh bayangannya saja sudah merasa
jijik.”
Waktu insinyur itu beristirahat sebentar, dokter itu lalu memotong
pembicaraannya dengan berkata: ’’Bagaimana anda dapat mengetahui semua ini?”
Ia tersenyum dan melanjutkan: ’’Pada malam itu hawa terasa panas
sekali sehingga saya tidak dapat tidur. Waktu saya mendengar anda turun,
sayapun ikut turun untuk melihat apa yang anda akan lakukan. Saya menyaksikan
segala sesuatu yang anda lakukan terhadap orang paria itu. Waktu itu saya
berdiri di belakang sebuah pilar yang tidak dapat dilihat oleh anda. Saya
memperhatikan anda memeriksa dan mengobati pasien anda untuk melenyapkan
sakitnya dan tidak henti-hentinya terdengar anda menghiburnya dengan kata-kata
yang lemah-lembut. Meskipun ia tidak dapat mengerti apa yang anda katakan, namun secara naluri (instinct)
pasti ia mengetahui dari nada suara anda, bahwa anda benar-benar ingin menolongnya.
Selanjutnya saya melihat ia memegang tangan anda untuk ditekankan di pipinya
sebagai cetusan rasa terima kasih. Ketika itu aku berada dekat sekali, sehingga
aku dapat melihat air mata terima-kasih yang keluar dari matanya. Saya kira
sebelumnya ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu. Kemudian saya melihat ia tertidur dan dengan hati-hati anda
melepaskan tangan anda dari genggamannya dan selanjutnya dengan diam-diam anda kembali ke kamar anda. Saat itu malam telah berganti menjadi pagi
hari. Anda telah mengorbankan kesenangan dan waktu istirahat anda untuk mengurus kepentingan orang
lain tanpa pikiran untuk mendapat balas jasa apapun juga. Setelah itu akupun kembali ke kamarku
dan peristiwa yang baru saja kusaksikan berkesan
sekali di hati sanubariku. Masih jelas terlintas dalam pikiranku cara yang spontan
dan penuh cinta-kasih, pada waktu
anda merawat si sakit dan mau tidak mau aku berpikir, ’alangkah indahnya dunia
ini apabila semua orang melakukan perbuatan seperti
anda’.
Sayapun tahu bahwa pada malam-malam berikutnya anda masih tetap mengunjunginya sampai si
sakit menjadi sembuh benar. Anda pasti tahu bahwa orang itu tidak dapat
memberikan imbalan apa-apa kepada anda kalau ia telah sembuh, namun demikian anda
masih mau mengeluarkan uang untuk membeli obat untuk si sakit, padahal anda
sendiri kekurangan uang untuk membeli makanan. Saya mohon maaf kalau saya telah
mencampuri urusan pribadi anda. Mungkin hal ini disebabkan karena saya terlalu
lama berada di hutan belukar dan hanya sekali-kali saja datang ke kota,
sehingga membuat saya menjadi orang yang usilan dengan urusan orang Iain.”
’’Saya tidak menyalahkan anda, lagipula hal itu sama "sekali
tidak merugikan diriku”, jawab dokter itu sambil menarik napas panjang.
"Perbuatan anda untuk mengikuti dan mengamat-amati tindak-tandukku
semata-mata terdorong oleh perasaan ingin tahu dan untuk mempelajari watak
seorang asing dan bukan didasarkan atas pikiran-pikiran yang tidak baik. Apa
yang saya lakukan terhadap si penjaga malam semata-mata didasarkan atas pertimbangan
prikemanusiaan dan saya rasa akan dilakukan juga oleh setiap pemeluk agama
lain. Anda harus tahu, bahwa kami sebagai siswa-siswa Sang Buddha diajar untuk
mengasihi dan menaruh belas kasihan terhadap semua makhluk yang ada di dunia ini tanpa perbedaan kasta, kedudukan, suku
maupun bangsa, bahkan juga terhadap binatang-binatang.
Sang Buddha mengajar bahwa kita dilahirkan untuk membagi
kebahagiaan dan penderitaan kita; maka itu adalah penting sekali agar kita
selalu berusaha untuk membantu saudara-saudara kita yang sedang menderita. Kami
selalu akan berusaha agar tidak menyakiti atau merugikan orang lain, tetapi berusaha
untuk selalu berbuat baik dan menolong mereka yang sedang ditimpa kemalangan;
dan kamipun diajar untuk selalu bersikap manis budi dan mempunyai toleransi
yang besar terhadap mereka yang mempunyai pendirian lain.
Di samping itu sesuai dengan
kode ethik kedokteran tidak
mungkinlah aku membiarkan saja orang sakit tanpa memberikan pertolongan atau
obat, dan bukanlah menjadi soal apakah aku akan dibayar atau tidak, karena kami
mempunyai keyakinan bahwa jiwa seseorang itu
tidak dapat dinilai dengan uang. Agama
Buddha mengajarkan kita untuk mengabaikan kasta-kasta dan harus
memperlakukan mereka sama
rata, entah ia seorang bangsawan atau seorang petani miskin. Bahkan
binatang-binatangpun harus kami
perlakukan sama dan kalau mereka sakit kami akan menolongnya dan berbuat apa saja yang dapat kami lakukan untuk
menyembuhkan penyakitnya.”
Dengan wajah berseri-seri insinyur India itu menjawab: ’’Memang
sesungguhnyalah penggolongan manusia dalam kelas-kelas harus dianggap termasuk
jaman yang lalu dan manusia-manusia dalam jaman moderen ini harus mempunyai pandangan
yang lain. Saya yakin, bahwa Ajaran Buddha Gotama didasarkan atas fakta-fakta
dan hukum Kesunyataan (absolute Truth) yang tidak akan lenyap. Kebajikan dan
moralitas yang luhur termasuk salah satu tujuan dari agama Buddha. Biarpun
Ajaran Sang Buddha sekarang sudah berusia lebih dari 2.500 tahun, namun
kenyataannya masih tetap ampuh dan tidak ketinggalan jaman. Anda memiliki
watak yang baik dan perbuatan anda patut menjadi contoh bagi seluruh umat
manusia. Saya menaruh hormat kepada anda dan sayapun ingin mengikuti jejak
anda. Tetapi karena saya bukan seorang dokter, maka saya harus melakukan perbuatan
baik dengan cara yang lain. Misalnya kalau melihat seorang dalam kesulitan saya
akan merasa tidak senang apabila saya belum dapat memberikan sesuatu
pertolongan. Karena hari libur saya besok akan berakhir dan saya harus kembali
ke hutan belukar besok pagi, maka sayang sekali saya tidak mempunyai banyak
waktu untuk berbincang-bincang dengan anda sampai sepuas-puasnya. Tetapi anda
dapat memberikan saya sedikit kebahagiaan dengan menyetujui saya membantu anda
dalam mengatasi kesulitan keuangan anda, sebelum saya kembali besok pagi ke
hutan. Hal tersebut akan memberi saya kepuasan dan kebahagiaan dan saya harap
anda dapat menyelami jalan pikiran saya.”
’’Saya mengerti jalan pikiran anda dan saya merasa berterima kasih sekali”, jawab dokter
itu setelah berpikir sejenak. ”Karena saya tidak
ingin mengecewakan anda, maka dari itu saya menerima uluran tangan anda. Saya ingin meminjam uang
sebanyak 200 Rupee dan saya rasa jumlah ini cukup sambil menunggu kiriman dari
rumah.”
”Apa, 200 Rupee!” seru insihyur itu. ’’Apakah anda rasa itu cukup? Saya rasa anda masih malu-malu
untuk menerima pinjaman uang dari saya. Saya harap anda menganggap saya sebagai
seorang sahabat karib atau
seorang yang masih termasuk keluarga. Biarpun
saya baru sekali ini bertemu dengan anda,
tetapi saya merasa bahwa saya telah kenal anda selama 10 tahun, yah, bahkan lebih
dari itu. Karena itu saya akan meminjamkan anda
uang sebanyak 400 Rupee dan
saya harap anda jangan menolak, sebab hal itu akan membuat saya sedih dan
kecewa.”
Insinyur itu segera mengeluarkan dompetnya dan memberikan 400
Rupee kepada dokter itu yang segera menulis surat utang dan memberikannya
kepada sahabatnya.
Setelah melihat surat utang itu, insinyur itu mencabiknya sambil
berkata: ’’Saya tidak memerlukan surat utang dari anda. Watak dan tindak
tanduk anda adalah lebih penting dari pada secarik kertas ini. Sekarang saya
dapat kembali ke hutan dengan hati yang bungah dan juga bangga, karena saya
mendapat kesempatan untuk melakukan sesuatu terhadap anda. Nah, dokter,
sekarang saya harus kembali ke kamar saya dan saya harap dapat bertemu lagi
dengan anda besok pagi sebelum saya berangkat.”
Ia lalu meninggalkan kamar dokter itu.
”Hai, kawan tunggu dulu sebentar”, dokter itu memanggil.
’’Anda belum memberitahukan kepada saya, bagaimana
saya harus mengembalikan uang itu dan bila anda kembali dari hutan.”
Insinyur itupun menghentikan tindakannya dan sambil tersenyum ia menjawab: ’’Kalau
saya sedang bekerja di
hutan saya selalu berpindah-pindah tempat. Lagipula saya tak dapat membeli
apa-apa di hutan. Karena itu saya harap anda tidak usah bersusah-payah untuk
mengirim uang pinjaman itu kepada saya. Tunggu saja sampai suatu ketika saya
kembali datang ke kota dan kita dapat bertemu kembali. Yang menjadi persoalan
ialah, bahwa saya juga tidak tahu dengan pasti bila saya kembali ke kota.”
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, dokter itu sudah bangun dan
menjumpai insinyur itu sudah siap-siap untuk berangkat. Di taman sudah menunggu
sebuah jip penuh berisi peti-peti perlengkapan dan makanan untuk di hutan.
’’Saya merasa gembira sekali dapat berjumpa lagi dengan anda pada
pagi ini”, kata insinyur muda itu. ’’Kemarin malam saya lupa memberitahukan
anda bahwa saya telah mendengar penjaga malam menangis sambil meratap-ratap.”
”Oh, apa sebenarnya yang telah terjadi. Saya kira ia telah sembuh
benar”, berkata dokter itu dengan nada keheran-herana'n.
”Ya, memang ia telah sembuh benar. Ia menangis dan meratap untuk
menyatakan terima kasihnya atas kebaikan anda.”
Bagaimana anda dapat tahu hal itu?” tanya si dokter.
’’Saya rasa kalau anda pada saat itu belum tidur, anda pasti dapat mendengar ia meratap dengan
kata-kata bahwa anda baik sekali terhadap dirinya dan dengan teliti telah
mengobati dirinya sampai menjadi sembuh benar. Anda mempunyai hati yang luhur
untuk memperlakukannya sebagai seorang manusia, bertentangan sekali dengan
perlakuan yang sampai kini ia alami. Kebaikan anda tertanam dalam-dalam di
sanubarinya. Ini semua ia ratapkan sambil menangis.
Tetapi saya lupa, bahwa sekiranya anda juga mendengar apa yang ia
katakan, anda juga tidak akan mengerti apa yang ia ucapkan.
Setelah saya mendengar pujian-pujian terhadap diri anda, saya lalu
tertidur dengan mata basah oleh air mata. Saya selalu mendengar dan
percaya, bahwa kaum paria tidak pernah menyatakan terima kasih nya terhadap
orang yang menolongnya.
Dengan mendapat kawan seperti anda, biarpun hanya untuk waktu
yang singkat, membuat saya bangga sekali.”
Dokter ini tersenyum kemalu-maluan dan berkata: ”Semua orang yang
dilahirkan di dunia ini adalah sama, baik kecerdasannya maupun perasaannya.
Semua orang, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya, mempunyai hak yang sama sebagai penduduk di dunia
ini. Namun tidak dapat disangkal
akan adanya orang-orang yang menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain, yang
memandang rendah dan menghina orang yang miskin. Mereka ini menganggap, bahwa
orang lain sangat rendah kecerdasannya. Mereka tidak diberi
kesempatan untuk membuktikan kecakapannya, dihalang-halangi dalam pergaulan
sosial dan diperlakukan sebagai makhluk rendah.
Perlakuan yang tidak semestinya ini telah membuat mereka
kehilangan martabatnya sebagai manusia dan membuat mereka memiliki perasaan rendah
diri yang berlebih-lebihan. Mereka merasa sebagai manusia rendah yang tidak
layak bergaul dengan orang-orang dari kasta yang lebih tinggi. Perasaan ini
mempengaruhi pikiran mereka sedemikian rupa, sehingga mereka merasa termasuk
golongan hewan.
Sebenarnya mereka adalah sama dengan orang lain dan
merekapun memiliki kemampuan berpikir dan kecerdasan; sebagaimana juga dimiliki
oleh orang lain. Kalau saja mereka diberi kesempatan untuk
mengikuti pendidikan yang baik dan kepada mereka diberi kesempatan yang sama
seperti orang lain, maka pastilah merekapun dapat menjadi orang yang
pintar dan termashur atau setidak-tidaknya menduduki jabatan yang penting.
Kami sebagai
umat Buddha dididik untuk mempunyai rasa cinta-kasih
dan belas-kasihan kepada semua
makhluk, yaitu manusia dan binatan-binatang. Sebab itu, kepercayaan yang
mengatakan bahwa menyentuh seorang paria akan membawa malapetaka, sebenarnya
tidak masuk akal dan dalam peritistiwa ini
justru membawa kebaikan untuk diriku. Sebab perawatan yang aku berikan kepada
penjaga malam yang sakit mengakibatkan aku bertemu dengan anda dan aku mendapat
pinjaman uang dari anda sebesar 400 Rupee. Uang ini lebih dari cukup sambil
menunggu kiriman uang dari keluargaku. Sesungguhnya kemarin aku sangat gelisah
sekali, mengingat uang telah habis dan kiriman dari keluarga belum saja tiba.
Tetapi dengan uang yang anda pinjamkan kesulitan
ini dapat teratasi.”
’’Saya merasa gembira sekali mendapat kehormatan untuk menolong
anda”, berkata insinyur itu dengan senyum bangga. Setelah itu ia mengulurkan
tangannya untuk bersalaman, tetapi dokter itu tidak menyambut tangannya.
’’Anda lupa, bahwa tangan Saya ini telah menyentuh seorang paria, bahkan telah
ditekankan kepada pipinya”,
memperingati dokter itu. ’’Apakah anda
tidak takut nanti ikut dikotori?”
”Ah, saya dapat menghargai cara berkelakar anda”, jawab insinyur itu sambil tertawa,
’’tetapi sejak saya
menyaksikan perbuatan anda, saya sekarang merasa tenang dan bahagia, dan saya
telah menjelma menjadi orang yang baru.”
Tiba-tiba terdengar seruan dari pembantunya bahwa segala
sesuatu telah siap.
Insinyur itu berkata kepada kawannya: ”Nah, sahabatku, telah tiba saatnya bagi kita untuk berpisah. Aku mengucapkan selamat tinggal kepada
anda.” Kembali ia mengulurkan tangannya dan
sekarang telah disambut dengan hangat oleh dokter itu sambil
berpandang-pandangan mata dengan penuh rasa haru.
’’Selamat tinggal, sahabatku yang baik”, katanya, ’’sampai jumpa kembali.”
’’Saya doakan agar anda selalu dalam keadaan sehat walafiat dan semoga anda selamat dan
tidak kurang suatu apapun dalam perjalanan. Selamat jalan!” jawab si dokter.
Insinyur itupun naiklah ke jip dan berangkat ke tempat tujuannya.
' Untuk beberapa waktu lamanya dokter itu masih berdiri di tempat
ia bersalam-salaman dengan sahabatnya yang baik hati itu. Pada
saat itu kedua mata dokter basah dengan air mata dan ia berdoa: ’’Semoga Sang
Tri Ratna selalu melindungi sahabatku dan semoga ia selalu bahagia hendaknya”.
Dikutip dari Buku PERBUATAN BAIK (KUSALA KAMMA)
Alihbahasa : Pandita S. Widyadharma
Cetiya Vatthu Dhaya - 1969
Dikutip dari Buku PERBUATAN BAIK (KUSALA KAMMA)
Alihbahasa : Pandita S. Widyadharma
Cetiya Vatthu Dhaya - 1969
Tidak ada komentar:
Posting Komentar