Minggu, 11 Agustus 2013

Ksitigarbha Bodhisattva Bab ke-2

Ksitigarbha Bodhisattva Bab ke-2
KSITIGARBHA BODHISATTVA PURVA PRANIDHANA SUTRA
BAGIAN KEDUA


5. Berbagai Macam Neraka Dan Namanya
Bodhisattva Mahasattva Samantabhadra berkata kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya Ksitigarbha yang maha welas asih! Sudilah menerangkan Hukum Karma dan jenis-jenis nama Neraka serta tempat hukuman bagi para makhluk Jambudvipa, baik untuk para Dewa, Naga, Keempat Parsadah (yakni Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika), serta para umat, baik yang berada di masa sekarang maupun di masa yang akan datang, agar mereka dapat mengetahui keadaan yang demikian pahit di Alam Neraka dan akibat Hukum Karmanya."
"Baik sekali Yang Arya Samantabhadra yang Mahacarya!" sahut Ksitigarbha Bodhisattva. Sekarang berkat kewibawaan Sang Buddha serta dari kekuatan cita-cita Yang Arya Samantabhadra, Aku akan menguraikan jenis-jenis dan nama Neraka beserta hukumannya yang berlaku di alam itu secara singkat! Yang Maha Pengasih, di sebelah Timur Jambudvipa terdapat sebuah gunung besar yang bernama Maha Cakravada. Di dalam gunung ini gelap sekali dan sulit ditembus cahaya bulan atau matahari. Di dalamnya terdapat sebuah Neraka utama yang maha besar bernama Anantarya dan di sebelahnya juga terdapat sebuah Neraka, juga besar sekali, bernama Avici. Selain itu terdapat juga Neraka-neraka lain seperti Neraka Pojok Empat, Neraka Pedang Terbang, Neraka Panah Api, Neraka Gunung Berapit, Neraka Tembusan Tombak, Neraka Kereta Baja, Neraka Ranjang Baja, Neraka Kerbau Baja, Neraka Jubah Baja, Neraka Mata Keris Seribu, Neraka Keledai Baja, Neraka Leburan Tembaga, Neraka Peluk Tiang, Neraka Api Menjalar, Neraka Bajak Lidah, Neraka untuk Mengikir Kepala, Neraka Pembakar Betis, Neraka Pematuk Mata, Neraka Penelan Gumpalan (Peluru) Besi, Neraka Pertengkaran, Neraka Kapak Baja, Neraka Saling Geram, dan Neraka-neraka lainnya".
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan, "Yang Maha Pengasih, Neraka-neraka yang berada di dalam gunung Maha Cakravada ini jumlahnya tak terhitung seperti Neraka Menjerit, Neraka Pancabut Lidah. Neraka Air kotor, Neraka Gembok Tembaga, Neraka Gajah Api, Neraka Anjing Api, Neraka Kuda Api, Neraka Kerbau Api, Neraka Gunung Api, Neraka Batu Api, Neraka Ranjang Api, Neraka Balok Api, Neraka Elang Api, Neraka Gergaji Gigi, Neraka Pengupas Kulit, Neraka Pengisap Darah, Neraka Pembakar Tangan, Neraka Pembakar Kaki, Neraka Penusuk Tubuh, Neraka Rumah Api, Neraka Rumah Besi, Neraka Srigala Api dan sebagainya. Dalam tiap neraka terdapat lagi Neraka-neraka kecil dengan jumlah yang tak menentu, ada yang satu, ada yang dua, ada yang tiga atau empat, bahkan hingga ratusan ribu buah dan mempunyai nama yang berbeda-beda juga".
Ksitigarbha Bodhisattva memberitahu Samantabhadra Bodhisattva, “Yang Maha Pengasih, Neraka-neraka tersebut tersedia khusus untuk para makhluk yang berbuat Karma buruk di dunia Jambudvipa ini. Daya Karma ini besar sekali, dapat menandingi tingginya Gunung Semeru, ke bawah dapat menyamai dalamnya samudra, dan dapat menghalangi jalan menuju Buddha Dharma. Oleh karena itu semua makhluk hidup jangan suka meremehkan kesalahan yang kecil dan menganggapnya tidak berdosa. Setelah meninggal dunia, yang berbuat dosa pasti akan menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, betapapun kecilnya Karma yang pernah diperbuatnya dulu.
Jika saatnya tiba, datang hukuman, tak ada yang dapat menggantikannya walaupun itu ayah ataupun anaknya sendiri. Masing-masing mempunyai Karmanya sendiri-sendiri, tak dapat saling menggantikan untuk menerima hukuman. Kini Aku menerima kesaktian Buddha, menguraikan keadaan hukuman dalam Neraka. Mohon Yang Maha Pengasih mendengarkan dengan baik".
Samantabhadra Bodhisattva menjawab, “Telah lama Ku-ketahui Hukum Karma yang berlaku di Alam Tridusgati (Tiga Alam Kesengsaraan). Mohon Yang Arya menerangkannya, agar para umat yang melakukan Karma buruk di masa Kaliyuga menjadi sadar dan berlindung pada Triratna".
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan,"Yang Maha Pengasih, keadaan hukuman dalam Neraka sesungguhnya demikian adanya. Ada Neraka yang mencabut lidah terhukum, lalu dibajak oleh kerbau besi hingga lumat. Ada Neraka yang mencabut jantung terhukum, kemudian dimakan oleh Yaksa, ada Neraka yang memasak tubuh terhukum dengan air mendidih, ada Neraka yang menyiksa terhukum dengan menyuruh memeluk tiang tembaga panas hingga hangus, ada Neraka tempat membakar tubuh terhukum dengan kobaran api yang amat dahsyat, ada Neraka yang penuh dengan salju dan terhukum kedinginan serta mati beku seketika. Ada Neraka yang berisi air kotor berbau busuk tak terperikan membuat terhukum mati sesak napas, ada Neraka tempat menyiksa terhukum dengan menusukkan tombak, ada Neraka tempat menumbuk punggung dan dada terhukum; Ada Neraka tempat membakar tangan dan kaki; Ada Neraka tempat membakar ular besi panas untuk melilit terhukum; Ada Neraka tempat anjing besi untuk menggigit terhukum hingga tewas; Ada Neraka tempat keledai besi panas untuk ditunggangi oleh terhukum hingga mati.
Yang Maha Pengasih, alat-alat hukuman yang terdapat dalam Neraka itu banyak sekali hingga ratusan ribu jenisnya dan terbuat dari tembaga, baja, batu, dan api. Semua ini akibat dari Karma umat yang bersangkutan. Jika secara luas menceritakan keadaan hukuman dalam Neraka, hingga satu Kalpa pun tak akan habis. Karena setiap Neraka terdapat penderitaan ratusan ribu macam, sedangkan Neraka-Neraka itu demikian banyaknya. Kini Aku menerima kesaktian Sang Buddha dan mendapat pertanyaan dari Yang Arya, maka Aku hanya dapat menguraikannya secara singkat saja." 

6. Sanjungan dan Pujian Sang Tathagata

Ketika itu tubuh Sang Bhagavan tiba-tiba memancarkan sinar yang terang benderang dan cahaya-Nya mencapai Alam Buddha lain yang banyaknya hingga jutaan Koti bagaikan butiran pasir sungai Gangga. Bersamaan dengan itu terdengar suara merdu yang memberitahukan kepada para Bodhisattva Mahasattva, Dewa, Naga, makhluk-makhluk suci, Raja Setan, Kinnara, dan umat lainnya yang berada di segala Alam Buddha, bunyinya, "Para pendengar yang budiman, hari ini Aku memuji Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarba yang telah dapat menyalurkan cinta kasih serta kesaktian yang tak terperikan ke sepuluh penjuru dunia untuk menyelamatkan semua makhluk hidup yang menderita mencapai kebebasan. Apabila Aku mencapai Parinirvana, Kamu selaku Bodhisattva Mahasattva atau Dewa, Naga, Makhluk-makhluk suci, Raja Setan, serta umat lainnya, dengan segala cara yang trampil hendaknya memelihara dan melindungi Sutra ini agar para umat dapat mencapai kebahagiaan Nirvana."
Setelah suara merdu yang berkumandang dengan nada gembira itu berhenti, Bodhisattva Samantavistara (Samantavipula) yang berada di pertemuan itu bangkit dari tempat duduk-Nya, mengatupkan kedua telapak tangan-Nya lalu memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata, “Bhagavan yang termulia, hari ini Sang Bhagavan dengan suara merdu dan nada gembira menyanjung dan memuji Ksitigarbha Bodhisattva yang memiliki daya Maha Prabhava yang tak terperikan, mohon Sang Bhagavan menjelaskan dengan cara apa dan bagaimana Beliau memberikan manfaat serta ajaran Hukum Karma kepada para Dewa dan manusia, agar hal ini dapat dimengerti oleh para umat di zaman Kaliyuga pada masa yang akan datang dan supaya para Dewa, Naga, dan makhluk di alam Asta Gatyah serta makhluk hidup lainnya pada masa yang akan datang mendapatkan Buddha Dharma dan melaksanakannya.”
Ketika itu sang Bhagavan memberitahukan Samantavistara dan Catvarah Persadah (Bhiksu, Bhiksuni Upasaka, Upasika) dan yang lainnya, "Dengarkanlah baik-baik, Aku akan menceritakan bagaimana Ksitigarbha Bodhisattva memberikan manfaat serta kegunaan kepada para Dewa dan manusia."
"Kami siap mendengarkan, Bhagavan yang termulia!" sahut Sang Samantavistara.
"Pada masa mendatang, apabila terdapat putra putri berbudi yang setelah mendengar nama Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha, lalu atas kesadaran hati sanubari yang sedalam-dalamnya memberi hormat, memuji, dan merenungkan jasa-jasa Beliau, dengan demikian si pemuja telah memusnahkan Karma buruknya sebanyak tiga puluh Kalpa. Yang Arya Samantavistara, seandainya terdapat putra putri berbudi yang melukis gambar Bodhisattva Ksitigarbha atau membuat rupang-Nya dari tanah liat, batu, akik, atau dari emas, perak, tembaga, perunggu, besi, dan sebagainya, kemudian menghormati dengan mengadakan puja bhakti, maka si pemuja tersebut akan mendapatkan kesempatan lahir di Surga Trayastrimsa sebanyak seratus kali berturut-turut setelah ia meninggal dunia. Jika masa hidup di Surga sudah habis, ia masih dapat tumimbal lahir di alam manusia sebagai seorang raja atau bangsawan yang sangat mulia dan ia takkan terjerumus ke dalam alam sengsara. Yang Arya Samantavistara, seandainya terdapat seorang wanita yang telah tidak menyukai lagi tubuh wanitanya pada masa yang akan datang, ia boleh memelihara gambar atau rupang Bodhisattva Ksitigarbha dan mengadakan puja bhakti siang malam tiada henti-hentinya dengan persembahan bunga, dupa, makanan, minuman, jubah, spanduk sutera, panji-panji, dan sebagainya. Apabila ia telah mengakhiri kehidupannya yang sekarang ini, maka ia akan dilahirkan di alam yang suci yang tiada terdapat wanitanya dan lamanya akan jutaan Kalpa, kecuali jika ia masih harus menjalankan tugas suci sebagai wanita di berbagai alam semesta guna menyelamatkan para makhluk yang sengsara. Berkat jasa-jasa yang diperoleh dari pemujaan Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha itu selama jutaan Kalpa ia tidak akan lahir sebagai wanita lagi."
“Lagi, Yang Arya Samantavistara,” Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya, "Apabila terdapat seorang wanita yang tidak senang akan parasnya yang buruk, serta sakit-sakitan. Jika ia mau memberi hormat dan bersembahyang di hadapan rupang Ksitigarbha Bodhisattva, walaupun lamanya sekejap saja, di masa yang akan datang ia akan memiliki paras yang amat cantik dan memiliki tubuh yang sehat hingga ratusan ribu kali dilahirkan. Apabila si pemuja tidak jemu akan tubuh wanitanya, ia akan jutaan kali lahir sebagai Putri Raja atau Permaisuri, atau sebagai Putri Bangsawan atau Putri Menteri, Naigama-bharyarupa atau Maha Sresthi-bharyarupa dan sebagainya. Parasnya cantik elok, tubuhnya sehat segar bugar. Ini semua disebabkan si pemuja menghormati Ksitigarbha Bodhisattva dengan tulus ikhlas hingga mendapatkan pahala yang demikian membanggakan."
“Lagi, Yang Arya Samantavistara, jika terdapat putra putri yang berbudi sering memuji jasa-jasa Ksitigarbha Bodhisattva dengan diiringi nyanyian dan tarian rohani disertai dengan persembahan bunga-bungaan, dupa, dan sebagainya di depan gambar-Nya atau menyadarkan seseorang atau beberapa orang untuk berlindung kepada Sang Triratna; Maka umat tersebut baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang akan dilindungi oleh ratusan ribu Malaikat yang berbudi siang dan malam. Tidak ada kabar buruk yang terdengar, juga tidak ada musibah atau malapetaka yang menimpa dirinya.”
"Lagi, Yang Arya Samantavistara," Sang Buddha melanjutkan sabda-Nya, "Apabila di masa yang akan datang terdapat umat manusia yang berkelakuan jahat, makhluk-makhluk, setan, serta makhluk halus yang tidak berbudi, mengejek, menyindir, dan menghina putra putri berbudi yang dengan sujud menyembah, memuji gambar atau rupang Ksitigarbha Bodhisattva serta menggangap persembahan itu semua tiada gunanya, tidak akan mendapat jasa, dan sebagainya; Mereka bahkan berani menertawakan atau membuat fitnahan, mengajak makhluk-makhluk lain beramai-ramai melakukan kejahatan, meskipun kejahatan itu hanya berupa pikiran sekecil apapun; Makhluk semacam ini akan terjerumus ke dalam Neraka Avici, menerima hukuman terberat selama seribu Buddha dalam Bhadrakalpa mencapai Parinirvana. Setelah Bhadrakalpa berakhir mereka baru dilahirkan di Alam Preta selang seribu Kalpa mereka terlahir sebagai binatang dan selang seribu Kalpa lagi mereka baru memiliki tubuh manusia. Meskipun mereka dapat terlahir kembali sebagai manusia, namun mereka berada dalam keadaan hina dina serta cacat tubuh batinnya selalu dipengaruhi berbagai Karma buruk sehingga tak berapa lama mereka akan terjerumus kembali ke alam kesengsaraan lagi. Demikianlah Yang Arya Samantavistara, Hukum Karma bagi yang memfitnah orang yang bersembahyang telah demikian berat, apalagi yang dengan sengaja berusaha memusnahkan Buddha Dharma.
Lagi, Yang Arya Samantavistara, pada masa yang akan datang, akan terdapat seorang lelaki atau wanita yag mengidap penyakit parah atau menahun, tidak sembuh-sembuh, sepanjang hari terbaring di ranjang, walau sering diobati, tetap merana, mati tak bisa, hidup pun sengsara. Atau terdapat umat yang setiap malam bermimpi buruk, seolah-otah dirinya selalu diajak iblis jahat atau arwah sanak saudaranya bersama-sama pergi ke suatu gunung yang amat curam, sehingga menggigil dan berkeringat, atau setiap siang dan malam digoda makhluk halus selama bertahun-tahun, sehingga badannya makin lama makin kurus, hanya bisa mengeluh dan merintih di atas ranjang namun usia orang tersebut belum sampai saatnya, sehingga ia harus mengalami penderitaan yang sangat amat.
Sayang sekali orang awam hanya memiliki mata jasmani, sehingga tak dapat melihat makhluk halus yang berada di sisinya. Oleh karena itu perlulah membacakan Sutra ini dengan khidmat di depan Buddharupang atau di depan Bodhisattvarupang (gambar Bodhisattva Mahasattva). Menyediakan barang-barang kesayangan si sakit seperti barang pusaka, pakaian berharga, atau rumah serta kebun, dan sebagainya, sebagai sajian suci yang dipersembahkan kepada Sang Triratna. Kemudian tokoh suciwan berdiri di depan si sakit seraya berkata, "Saya bernama A mewakili B (yang sakit) dengan ini mempersembahkan barang-barang ini sebagai dana ke hadapan Sang Buddha serta para Bodhisattva Mahasattva, Ksitigarbha Bodhisattva, dan Sutra. Mohon Karma buruk si sakit diringankan atau dimusnahkan sama sekali. Atau cara lain, yaitu supaya keluarga B (si sakit) memelihara Buddharupang atau rupang para Boddhisattva, serta Sutra suci ini, atau mengumpulkan dana guna membuat Buddharupang. Bodhisattvarupang di tempat ibadat atau membangun stupa, vihara, atau menyalakan lampu di dalam rumah suci, di jalan yang gelap, atau berdana berupa makanan dan pakaian kepada Sangha. Orang yang mewakili si sakit membacakan pernyataan itu sebanyak tiga kali dengan suara lantang di sisi si sakit, agar semua isi pernyataan itu dapat ditangkap olehnya.
Jika si sakit sampai waktunya menghembuskan nafasnya yang terakhir, pembacaan pernyataan serta Sutra suci ini dilanjutkan dengan suara lantang, berlangsung satu hingga tujuh hari. Berkat jasa-jasa ini si sakit yang meninggal akan terbebas dari Karma buruk yang pernah diperbuat di masa silam dan masa ini. Bahkan lima Karma durhaka yang berat pun dapat dihapuskan. Selanjutnya ia akan dilahirkan di alam yang lebih baik dan ia akan mengetahui hal-hal di masa silam. Jika putra putri yang berbudi itu menyalin dan menyuruh orang menyalin Sutra suci ini atau membuat Bodhisattva rupang atau menyuruh orang menggambar Bodhisattva Mahasattva, maka akan mendapat pahala besar sekali. Oleh karena itu Yang Arya Samantavistara, apabila berjumpa dengan umat yang berbudi membaca Sutra ini atau memujinya atau menghormatinya, Engkau harus berusaha dengan segala macam cara yang trampil menganjurkan ia tetap setia kepada Buddha Dharma, pada masa sekarang dan masa yang akan datang ia akan mendapatkan pahala yang tak dapat dikira banyaknya.
Yang Arya Samantavistara yang berbudi, di masa yang akan datang, jika terdapat umat di waktu tidur sering bermimpi dan melihat banyak makhluk halus datang menganggu, merintih dengan suara yang amat menyedihkan atau menangis tersedu-sedu, mengeluh atau melihat bayangan yang amat menakutkan, atau tubuhnya menggigil terus-menerus; Itu adalah arwah dari leluhur yang bersangkutan, entah itu orang tuanya, anaknya, adik-kakak, suami istri, atau sanak saudaranya beberapa turunan yang silam, karena mereka berbuat dosa berat hingga sekarang mereka masih berada di berbagai alam kesedihan, belum dapat keluar. Mereka tidak mempunyai pelindung untuk menyelamatkan dirinya. Maka mereka terpaksa datang ke rumah sanak saudaranya itu untuk minta bantuan agar mereka mendapat peluang untuk membebaskan dirinya dari penderitaan. "Jika bertemu dengan hal yang demikian, umat yang bersangkutan harus memberitahu mereka, bahwa ia akan menyelamatkan mereka dengan cara yang trampil dari Buddha Dharma, agar mereka bertobat dan terbebaskan dari penderitaan."
Yang Arya Samantavistara yang berbudi, dengan daya Prabhava, Engkau dapat membantu umat yang bersangkutan dengan sujud membaca atau menyuruh orang tersebut membaca Sutra suci ini dihadapan Buddharupang atau Bodhisattvarupang sebanyak tiga atau tujuh kali. Setelah Sutra ini selesai dibaca, arwah leluhur dari sanak saudara yang bersangkutan akan terbebaskan dari alam kesedihan. Dan sejak saat itu mimpi buruk atau bayang makhluk halus itu tidak akan muncul lagi.
Lagi, Yang Arya Samantavistara yang budiman, jika pada masa yang akan datang terdapat umat yang hina dina, di masa hidupnya selalu malang dan mereka telah sadar bahwa hal itu diakibatkan oleh Karmanya yang lampau, dan kini mereka ingin bertobat dan merubah jalan hidup mereka yang buruk itu, maka mereka harus dengan sujud memberi hormat kepada rupang Ksitigarbha Bodhisattva, kemudian menyebut nama Beliau sebanyak sepuluh ribu kali selama tujuh hari. Berkat jasa-jasa ini mereka akan dilahirkan sebagai anggota keluarga terhormat tanpa mengalami penderitaan di alam kesengsaraan selama ratusan ribu masa.
Lagi, Yang Arya Samantavistara yang budiman, jika di masa yang akan datang ada umat di Jambudvipa baik dari kelompok Ksatriya, Brahmana, maupun Grhapati atau Kulapati, serta suku bangsa lainnya, seandainya mereka mendapat seorang bayi yang baru lahir, mereka boleh mengadakan upacara yang sederhana untuk membaca Sutra ini atau hanya dengan menyebut nama Ksitigarbha Bodhisattva sebanyak sepuluh ribu kali selama tujuh hari sejak bayi itu lahir, hal tersebut boleh dilakukan oleh orang tua atau walinya atau Pandita, Bhiksu, Bhiksuni. Berkat jasa ini maka bayi tersebut, baik laki-laki atau perempuan, akan terbebas dari Karma buruknya di masa silam. Mereka yang akan menerima kebahagiaan akan lebih berbahagia lagi, sedangkan yang akan mendapat panjang umur akan lebih panjang lagi usianya.
Lagi, Yang Arya Samantavistara yang budiman, ada sepuluh hari yang suci (Dasa Upavasatha), yaitu tanggal 1, 8, 15, 18, 23, 24, 28, 29, 30 menurut penanggalan bulan (Candrasangkala). Bagi umat di masa yang akan datang, hari-hari tersebut merupakan hari pengumpulan perbuatan baik atau buruk untuk menentukan ringan beratnya Karma buruk yang mereka lakukan. Segala perbuatan umat di Alam Jambudvipa ini merupakan Karma buruk. Apalagi perbuatan seperti pembunuhan, pencurian, dursila, berdusta, dan ratusan ribu macam Karma buruk yang lainnya. Jika dalam sepuluh hari yang suci itu dapat membaca sutra ini dihadapan Buddha dan Bodhisattva, maka daerah empat penjuru angin seluas satu Yojana akan terhindar dari malapetaka dan anggota sekeluarga tak akan terjerumus ke alam kesengsaraan pada masa sekarang atau di masa yang akan datang selama ribuan tahun. Barang siapa dapat mengulangi Sutra ini pada setiap sepuluh hari suci itu, seisi anggota keluarganya takkan tertimpa musibah atau terkena penyakit parah, selalu cukup sandang pangan, penghidupannya sejahtera dan bahagia.
Oleh karena itu Yang Arya Samantavistara yang budiman, ketahuilah bahwa Ksitigarbha Bodhisattva memiliki daya Maha Prabhava yang tak terbayangkan untuk menyelamatkan umat mencapai kebebasan. Umat di Alam Jambudvipa ini mempunyai Hetupratyaya dengan Ksitigarbha Bodhisattva. Walau ada umat yang hanya mendengarkan nama-Nya atau melihat gambar-Nya atau hanya mendengar tiga atau lima kata dari sutra-Nya atau satu bait syair (Gatha), dalam masa sekarang ini mereka akan merasa hidupnya amat tentram dan di masa yang akan datang mereka akan dilahirkan dalam keluarga yang mulia dengan paras muka yang rupawan."
Setelah mendengar sabda Sang Buddha, lalu Bodhisattva Samantavistara bersujud kepada Buddha Sakyamuni seraya berkata, "Bhagavan yang termulia! Sesungguhnya, sejak dahulu Aku telah mengenal Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha Yang Maha Pranidhana dan Maha Prabhava ini, akan tetapi, agar para umat dapat mengetahui betapa besar faedahnya uraian ini maka Aku sengaja bertanya kepada Bhagavan, apakah gerangan nama Sutra ini? Dan dengan cara apa Aku harus menyebarkan Sutra tersuci ini?"
Sang Buddha bersabda kepada Samantavistara Bodhisattva, "Sutra ini mempunyai tiga nama, yang pertama bernama Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana Sutra, kedua Ksitigarbha Bodhisattva Purva Carya Sutra, dan yang ketiga Ksitigarbha Bodhisattva Purva Sannahabala Sutra. Akan tetapi, karena Bodhisattva Mahasattva ini sejak jutaan Kalpa hingga sekarang selalu berikrar dengan Maha Pranidhana-Nya untuk menyelamatkan para makhluk yang berada di alam semesta, maka kamu sekalian harus dengan jujur dan ikhlas mewujudkan cita-cita-Nya dan membantu Beliau menyebarkan Sutra ini ke berbagai daerah, agar para umat dapat memperoleh manfaat dari Dharma ini."
Setelah mendengar uraian Sang Budha ini, Samantavistara Bodhisattva merasa sangat gembira lalu memberi hormat dengan beradara kepada Sang Buddha dan kembali ke tempat duduk-Nya.

7. Manfaat Bagi Yang Hidup dan Yang Meninggal Dunia
Ketika itu Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha, "Yang Arya Bhagavan yang termulia! Menurut pendapat-Ku para umat yang berada di Alam Jambudvipa selalu berbuat Karma buruk yang dihasilkan pikiran dan perbuatannya. Mereka mudah melepaskan kebaikan-kebaikan yang telah diperoleh, meninggalkan peribadatan yang selama ini telah dilaksanakan dengan baik. Sedangkan jika mereka tergoda oleh hal-hal yang buruk, segera mereka terpengaruh dan keburukan-keburukan yang mereka terima semakin hari semakin banyak pula, bagaikan orang-orang yang dibebani batu melintasi jalan berlumpur, semakin melangkah kakinya semakin terjerembab. Dalam pada itu jika bertemu dengan orang yang bijaksana (Maitrayani) yang mau membantu meringankan bebannya sebagian atau semuanya, tokoh bijaksana itu memiliki kekuatan yang cukup dan mau membantu umat yang malang itu mengatasi perjalanan di lumpur tersebut dan beliau selalu menasehati agar dapat bertahan hingga tiba di atas jalan yang rata datar dan mawas diri supaya tidak terulang kembali ke jalan yang berat lagi."
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan, "Yang Arya Bhagavan yang termulia, Karma buruk yang dibuat umat manusia, asal mulanya hanya sedikit saja, namun lama kelamaan menjadi banyak tak terbilang lagi. Karena terdapat hal yang demikian itu apabila seorang umat sampai kepada ajalnya, orang tua atau sanak keluarganya perlu mengadakan puja bhakti untuk mengamalkan jasa dan menyalurkannya kepada almarhum dan membantu membuka jalan bagi almarhum. Pada saat seseorang akan meninggal, pasanglah panji atau payung sutra kuning di depan gambar Sang Buddha, dengan demikian almarhum dapat menghindari delapan macam penderitaan dan akan mencapai Surga Sukhavati. Atau nyalakan pelita dengan minyak bersih, letakan di atas meja atau di atas petinya, agar makhluk yang menderita di Akhirat mendapat penerangan dan terbebaskan dari penderitaan. Keluarga almarhum boleh membaca Sutra-sutra Buddha, atau menyediakan gambar Buddha atau Bodhisattva yang digantungkan, lalu menyebut-nyebut nama Buddha atau Bodhisattva dengan suara lantang, supaya setiap nama Buddha atau Bodhisattva tertangkap indra pendengaran almarhum atau Vijnananya (kesadarannya) dan dapat diingatnya terus. Jika para umat membuat Karma buruk sedemikian banyak selama hidupnya dan akan terjerumus ke alam kesengsaraan, berkat jasa-jasa yang diamalkan oleh keluarganya pada saat almarhum akan meninggal dunia, maka Karma buruk almarhum akan musnah semua. Seandainya keluarga almarhum tersebut beramal kebajikan selama empat puluh sembilan hari sejak almarhum meninggal dan jasa-jasa itu disalurkan pada almarhum, maka almarhum tak akan terjerumus ke alam kesengsaraan, tapi akan menikmati kebahagiaan di Surga, sedangkan keluarga yang berada di dunia itu akan memperoleh keberuntungan besar."
"Oleh karena itu," lanjut Ksitigarbha Bodhisattva, "Aku sekarang di hadapan Sang Bhagavan, Bhodisattva Mahasattva, para Dewa, Naga, Asta Gatyah, Kinnara, serta para hadirin sekalian, memberi nasehat kepada para umat di Alam Jambudvipa, dalam menghadapi kematian seseorang, jangan melakukan penyembelihan makhluk apapun dan tidak menyembah makhluk halus dan jin-jin untuk menerima sajian penyembelihan itu. Yang demikian itu tidak ada manfaat apapun bagi almarhum, melainkan Karma buruk almarhum makin bertambah berat.
Andaikan di masa yang akan datang atau di masa sekarang, almarhum itu sesungguhnya mendapatkan anugerah dari para suciwan dan akan dilahirkan di alam manusia atau Dewa, namun berhubung ketika almarhum meninggal dunia, keluarganya melakukan pembunuhan yang disajikan pada setan dan jin-jin, akibatnya almarhum terlibat dalam Karma buruk itu dan harus mempertanggungjawabkan perbuatan keluarganya itu di Akhirat, sehingga almarhum terhambat dilahirkan di alam yang lebih baik. Apalagi jika mengingat almarhum ketika masih berada di dunia ini terikat oleh Karma-karma yang pernah diperbuatnya dan menerima semua akibatnya. Dengan demikian seolah-olah keluarganya telah berbuat kejam terhadapnya, karena perbuatan mereka telah menambah beratnya Karma buruk almarhum. Peristiwa ini bagaikan seorang yang dari tempat yang jauh dan telah tiga hari kehabisan makanan dan minuman, sedangkan pundaknya masih menanggung ratusan kilo beban, tetangganya yang ditemui di perjalanan malah menambah beberapa barang, dengan demikian semakin berat saja bebannya."
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan dan meyakinkan pendapat-Nya, "Yang Arya Bhagavan, jika umat Jambudvipa tersebut dapat membuat kebaikan dengan berpedoman kepada ajaran Sang Buddha meskipun kebaikan itu hanya seujung rambut atau setetes air, sebutir pasir, bahkan sebutir debu saja, hasil kebaikan itu semua diterima oleh si pembuat sendiri." Demikian Ksitigarbha Bodhisattva selesai berbicara.
Dalam pertemuan agung di Istana Trayastrimsa terdapat seorang Grhapati bernama Mahapratibhana. Beliau telah lama mencapai Nirvana, akan tetapi dengan tubuh jelmaan sebagai Grhapati, Beliau selalu hadir di sepuluh penjuru Alam Buddha guna menyelamatkan para makhluk yang sengsara. Sekarang Beliau bangkit dari tempat duduk-Nya dan merangkapkan kedua telapak tangan-Nya seraya bertanya kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya Ksitigarbha Bodhisattva! Jika ada umat Jambudvipa yang telah meninggal dunia dan keluarganya, baik tua maupun muda mengadakan amal bhakti dengan berbagai sajian yang dipersembahkan kepada Sang Triratna dan jasa-jasanya disalurkan kepada almarhum. Apakah dengan demikian almarhum akan mendapatkan keuntungan serta kebebasan?"
"Yang Arya Grhapati yang bijak!" jawab Ksitigarbha Bodhisattva, "Berkat daya Prabhava Sang Buddha, demi kepentingan semua makhluk di masa sekarang dan masa yang akan datang, Aku akan menjawab pertanyaan-Mu secara singkat. Yang Arya Grhapati yang baik hati, para umat dari masa apapun. Ketika mereka akan menghembuskan nafasnya yang terakhir, dapat mendengarkan nama Buddha, nama Bodhisattva, atau hanya nama Pratyekabuddha saja, tanpa peduli almarhum mempunyai Karma buruk atau tidak, ia pasti dapat membebaskan dirinya.
Jika terdapat umat, baik pria atau wanita, yang sewaktu masih berada di dunia tidak berbuat kebaikan, melainkan banyak berbuat Karma buruk sehingga akibat Karmanya banyak sekali. Meskipun keluarganya telah banyak berbuat amal dan jasa-jasanya disalurkan kepada almarhum. Namun almarhum hanya mendapat sepertujuh saja dari jasa-jasa tersebut, yang enam bagian milik keluarga yang berada di dunia. Oleh karena itu pria atau wanita di masa sekarang ataupun masa yang akan datang, pergunakanlah kesempatan selama masih sehat dan kuat untuk menanam benih-benih kebaikan sebanyak mungkin demi keberuntungan diri sendiri. Jika tidak demikian, Dewa maut Anitya akan datang sewaktu-waktu merenggut jiwa, dan arwahnya terlunta-lunta di Alam Baka tanpa mengetahui dirinya banyak berbuat jahat atau tidak. Selama empat puluh sembilan hari bagaikan orang bisu dan tuli. Atau berada di berbagai bagian untuk memperdebatkan Karma-karma yang telah diperbuat selama berada di dunia. Apabila keputusan telah ditetapkan, ia akan menerima kelahiran berdasarkan Karma-karmanya. Namun selama belum mendapatkan kepastian dan harus menunggu dengan berbagai perasaan tak menentu yang menggelisahkan, sungguh merisaukan. Apalagi jika telah dapat mengetahui akan terjerumus ke alam kesengsaraan!
Almarhum yang belum menerima keputusan lahir entah dimana, selama empat puluh sembilan hari selalu mengharap-harap keluarganya membuat amal bhakti bagi dirinya, agar secepatnya almarhum terbebaskan dari alam kesengsaraan. Setelah selang empat puluh sembilan hari almarhum menerima keputusan berdasarkan Karmanya. Apabila ia ternyata mempunyai Karma yang berat, maka ia akan menerima hukuman hingga jutaan tahun dan sulit membebaskan dirinya. Apabila ia membuat Karma buruk Pancanantarya, jelas ia akan terjerumus ke Neraka Avici hingga ribuan Kalpa dan sulit mendapat kesempatan keluar!"
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan, "Lagi, Yang Arya Grhapati yang bijak, jika umat yang berkarma buruk tersebut meninggal dunia, sanak keluarganya mengadakan amal bhakti dengan mempersembahkan saji-sajian kepada Sang Triratna untuk membantu menyelamatkan almarhum dari alam kesengsaraan selama persiapan dan berlangsungnya upacara Upavasatha, bekas air pencuci beras, sisa-sisa sayur masakan, dan lain-lain tidak boleh sembarang dibuang di lantai, serta makanan yang dipersembahkan kepada Triratna sebelumnya tidak boleh dimakan oleh yang menyelenggarakannya. Jika peraturan dan tata caranya dilanggar, penyajiannya tidak memenuhi syarat kebersihan dan tidak rapi, bagi almarhum tidak akan mendatangkan manfaat apa-apa, begitu pula keluarga yang menyelenggarakannya tidak akan mendapatkan kefaedahan apa-apa juga. Apabila penyajiannya bersih dan rapi, dipersembahkan kepada Sang Triratna, maka almarhum akan mendapatkan sepertujuh kebajikan, sedangkan yang menyelenggarakan akan memperoleh enam bagian.
Oleh karena itu Yang Arya Grhapati yang bijak, umat di alam Jambudvipa, jika orang tuanya atau sanak saudaranya meninggal dunia, lalu mengadakan upacara Upavasatha atau puja Bhakti dengan sujud dan hikmat kepada Sang Triratna, baik bagi yang meninggal maupun yang masih hidup akan mendatangkan berkat."
Ketika Ksitigarbha Bodhisattva mengakhiri sabda-Nya, terdapat jutaan Koti Nayuta makhluk Surga dan Bumi yang berasal dari dunia Jambudvipa. Semua yang berada dalam pertemuan agung dalam Istana Trayastrimsa itu Bodhicitta-nya tergugah tak terhingga. Yang Arya Grhapati Mahapratibhana pun memberi hormat kepada Sang Buddha Sakyamuni, lalu kembali ke tempat duduk-Nya.

8. Pujian Yamaraja Dan Pengikutnya

Ketika itu dari Cakravada datang rombongan Raja Setan beserta Yamaraja di Istana Trayastrimsa tempat Sang Buddha memberikan khotbah. Nama-nama Raja Setan itu ialah : Raja Setan Maha Jahat, Raja Setan Aneka Kejahatan, Raja Setan Pertengkaran, Raja Setan Putih, Raja Setan Macan Darah, Raja Setan Macan Merah, Raja Setan Macan Penyebar Malapetaka, Raja Setan Terbang, Raja Setan Kilat Petir, Raja Setan Bergigi Srigala, Raja Setan Penelan Binatang, Raja Setan Pemikul Batu, Raja Setan Pengurus Pemborosan, Raja Setan Pengurus Bencana, Raja Setan Pengurus Makanan, Raja Setan Pengurus Harta Benda, Raja Setan Pengurus Ternak, Raja Setan Pengurus Unggas, Raja Setan Pengurus Binatang, Raja Setan Pengurus Para Iblis, Raja Setan Pengurus Kelahiran, Raja Setan Pengurus Nyawa, Raja Setan Pengurus Penyakit, Raja Setan Pengurus Kecelakaan, Raja Setan Bermata Tiga, Raja Setan Bermata Empat, Raja Setan Bermata Lima, Raja Setan Kiris, Raja Setan Maha Kiris, Raja Setan Kriksa, Raja Setan Maha Kriksa, Raja Setan Anotha, Raja Setan Maha Anotha, Raja Setan lain-lainnya. Setiap Raja Setan memimpin ratusan ribu Raja Setan muda yang berasal dari Jambudvipa, semua mempunyai tugas dan kedudukan masing-masing. Mereka semua bersama Yamaraja berkat Prabhava Sang Buddha dan Ksitigarbha Bodhisattva berada di Istana Trayastrimsa untuk mendengarkan Khotbah Sang Buddha dengan berdiri.
Saat itu Yamaraja bersujud dengan berlutut kepada Sang Buddha seraya berkata, "Bhagavan Yang Termulia! Berkat Prabhava Sang Buddha dan Ksitigarbha Bodhisattva, kami serombongan dapat memperoleh kesempatan menghadiri pertemuan agung di Istana Trayastrimsa. Kami telah mendapat manfaat dan kebahagiaan dari mendengarkan Buddha Dharma. Namun kini kami masih mempunyai persoalan, sudi kiranya Sang Bhagavan menerangkan kepada kami!"
Sang Buddha bersabda kepada Yamaraja, "Baik sekali, hal-hal apa yang masih kamu ragukan? Sebutkanlah satu-persatu, Aku akan menjelaskan kepada Kami nanti."
Pada waktu itu Yamaraja memberi hormat kepada Sang Buddha dan Ksitigarbha Bodhisattva, lalu berkata, "Bhagavan yang termulia, menurut pengamatan Kami, selama ini Sang Ksitigarbha Bodhisattva telah menggunakan ratusan ribu kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan makhluk yang mempunyai Karma berat di Sad Gatya kesengsaraan dan hingga kini pekerjaan Beliau masih berlangsung tanpa jemu-jemunya. Bodhisattva Mahasattva ini sungguh memiliki kesaktian luar biasa yang tak terbayangkan. Sungguh pun demikian, para makhluk yang baru bebas dari akibat Karma buruknya tak selang berapa lama kembali terjerumus ke alam kesengsaraan. Yang Arya Bhagavan yang termulia, Ksitigarbha Bodhisattva jelas memiliki kesaktian yang luar biasa yang tak terbayangkan, mengapa para makhluk tidak dapat dibuatnya tetap berada di jalan kebaikan dan mencapai kebebasan? Sudilah Yang Arya Bhagavan menerangkan kepada kami sekalian."
Sang Buddha bersabda kepada Yamaraja, "Yamaraja yang terhormat, ketahuilah, bahwa para umat dari Jambudvipa memiliki pembawaan yang sangat keras, sukar melunakkan hati mereka menjadi umat penurut. Akan tetapi Yang Maha Welas Asih Sang Mahasattva ini tetap memperjuangkan pembebasan makhluk yang menderita dengan semangat tinggi dan ulet hingga jutaan Kalpa. Satu-satu diselamatkannya agar cepat bebas dari kesengsaraan. Walaupun umat yang berkarma berat berada di dalam Neraka, Beliau selalu berusaha dengan daya Prabhava-Nya mencabut akar Karma buruk para umat dan membuat mereka sadar akan Karma buruk di masa silam sehingga mereka dapat mencapai kebebasan. Umat Jambudvipa yang demikian itu timbul tenggelam dalam Karma buruk yang berat yang mereka perbuat. Dengan demikian telah melelahkan Sang Bodhisattva Ksitigarbha berkalpa-kalpa dalam usahanya membebaskan umat dari penderitaan."
Sang Buddha melanjutkan sabdanya, "Ibarat seseorang yang tersesat, salah masuk ke jalan yang berbahaya. Dimana terdapat banyak Yaksa jahat serta harimau, srigala, singa, ular berbisa, dan kalajengking bersengat. Orang yang tersesat di jalan yang berbahaya itu tak lama akan menjadi korban dari serangan makhluk buas dan berbisa itu. Sementara itu datanglah seorang yang bijak serta berilmu luhur, dapat mencegah racun-racun dari satwa tersebut dan dari Yaksa jahat, melihat orang tersesat itu sedang menuju ke jalan yang berbahaya itu Ia pun dengan segera memberitahukan, “Putra-Ku yang tersayang, apa sebabnya engkau berani masuk ke jalan berbahaya ini? Apakah engkau benar-benar memiliki daya tangkal melawan racun-racun para satwa yang buas itu?” Setelah mendengar nasehat orang bijak itu, orang tersesat itu pun sadar, bahwa ia berada di jalan yang sangat berbahaya dan ingin segera meninggalkan jalan yang berbahaya itu. Kemudian orang bijak tersebut menyambut tangan orang yang tersesat itu dan menuntunnya keluar dari jalan yang berbahaya itu sehingga yang tersesat tadi terselamatkan dari marabahaya yang mengancam, menuju jalan yang aman sentosa dan sejahtera bahagia. Setelah itu orang yang bijak, kembali memberi nasehat “Putra-Ku yang tersayang, sejak sekarang engkau jangan mengambil jalan yang berbahaya ini. Orang yang masuk ke jalan ini tidak pernah dapat keluar, mereka telah menjadi korban satwa yang buas,” setelah orang yang tersesat itu mendengar peringatan itu ia sangat terharu dan berterima kasih. Ketika mereka akan berpisah, orang yang bijak itu berkata lagi, “Apabila engkau melihat sanak saudara atau pejalan kaki lainnya, baik lelaki maupun wanita, mohon diberitahukan kepada mereka, bahwa jalan ini sangat berbahaya untuk dilalui karena terdapat banyak sekali margasatwa yang buas dan berbisa yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban. Usahakanlah supaya para umat tidak mengambil jalan bunuh diri ini.”
Demikianlah Ksitigarbha Bodhisattva mempunyai jiwa yang sangat welas asih untuk menolong semua makhluk yang mempunyai Karma buruk agar mereka terlahir di Surga menikmati kehidupan yang bahagia sejahtera. Akhirnya para umat yang jahat itu sadar bahwa Karma buruk akan mengakibatkan penderitaan yang tidak berkesudahan. Mereka tak ingin timbul tenggelam dalam Karma dan berusaha membebaskan diri dari perbuatan Karma buruk untuk selama-lamanya. Umat manusia yang tergiur oleh kehidupan yang beraneka rona bagaikan orang yang tersesat dan masuk ke jalan yang penuh marabahaya. Untunglah bertemu dengan seorang Maitriyani yang bijak menuntun dan membimbing keluar dari jalan malapetaka itu dan terhindarlah ia dari kecelakaan untuk selama-lamanya. Setelah yang tersesat telah terselamatkan, ia pun memberi nasehat dan petunjuk kepada orang yang dijumpainya untuk tidak memasuki jalan yang berbahaya itu, serta memberitahu kepada pendatang baru itu, bahwa dirinya nyaris masuk ke jalan yang berbahaya itu dan menjadi korban, bila tidak bertemu dengan orang yang bijak yang menolongnya menghindar dari kecelakaan terjerumus ke dalam kesengsaraan. Ksitigarbha Bodhisattva dengan segala macam cara yang trampil menolong semua umat yang mempunyai Karma-karma berat agar mereka terbebas dari penderitaan-penderitaan dan lahir di Surga atau di alam manusia. Sungguh pun demikian karena Karma buruk yang diperbuat oleh umat manusia telah sedemikian beratnya sehingga mereka tidak dapat membebaskan diri dari cengkeramannya. Baru saja mereka terbebas dari penderitaan, tak selang berapa lama mereka terjerumus lagi ke alam kesengsaraan, malah semakin dalam dan berat Karma buruk yang mereka perbuat sehingga mereka akan tetap tinggal di dalam Neraka tiada dapat terbebaskan lagi."
Ketika itu Raja Setan Maha Jahat merangkapkan kedua telapak tangannya memberi hormat kepada Sang Buddha seraya berkata, "Yang Arya Bhagavan yang termulia! Aku selaku pemimpin rombongan Raja Setan yang berjumlah banyak sekali, semua bertugas di alam Jambudvipa. Tugas kami pun berbeda-beda, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan umat manusia. Mengingat Hukum Karma manusia yang menimbulkan sebab akibat. Kami mengirim bawahan ke dunia untuk menyelidiki keadaan kehidupan manusia, ternyata yang berbuat kebaikan lebih sedikit dibandingkan dengan yang melakukan kejahatan. Hantu Dewa yang meninjau rumah tangga atau kampung atau kota, kebun, pekarangan, asrama, dan sebagainya, melihat pria atau wanita yang berbuat baik dapat dihitung dengan jari. Apalagi orang yang melakukan puja bhakti dengan memasang panji kuning, payung sutra kuning di sisi Buddharupang atau Bodhisattvarupang, membakar dupa atau mempersembahkan bunga-bunga di atas altar, memelihara gambar Buddha atau Bodhisattva atau membaca Sutra Buddha dengan pembakaran dupa wangi sebagai persembahan, lebih sedikit lagi. Namun demikian kami sangat menghargai dan menghormati mereka yang melakukan kebaikan ini. Kami memandang mereka sebagai Buddha di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Dan memerintahkan para setan dengan daya kekuatannya masing-masing serta Dewa Tanah. Untuk melindungi keselamatan mereka, supaya mereka dijauhkan dari marabahaya, penyakit, bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan jangan sampai masuk ke rumahnya dan menganggunya!"
Sang Buddha memuji Raja Setan, "Sadhu! Sadhu! Kamu sekalian beserta Yamaraja suka melindungi para pria wanita yang berbudi, Aku mohon kepada Raja Indra di Istana Trayastrimsa serta Raja Brahma di Surga Brahmakayika untuk membantu kamu, supaya pekerjaan kamu dapat berjalan lancar selalu!"
Ketika sabda Sang Buddha baru selesai, dalam pertemuan agung tersebut terdapat Raja Setan Pengurus Nyawa berkata kepada Sang Buddha, "Yang Arya Bhagavan Yang Termulia, tugas-Ku berhubungan dengan Hukum Karma, mengurus kelahiran atau kematian umat dari Jambudvipa. Maksud hati-Ku yang semula adalah ingin memberikan manfaat kepada mereka. Sayang sekali mereka tidak memahami maksud yang Ku-kandung sehingga ketika mereka lahir atau meninggal dunia mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan. Ini semua disebabkan oleh perilaku mereka sendiri, bukan kesalahan-Ku. Mengapa demikian? Para umat dari Jambudvipa baik pria maupun wanita, sewaktu ibunya telah mengandung atau akan melahirkan, hendaknya mereka banyak berbuat kebaikan untuk menambah suasana nyaman dalam rumah tangganya, agar para Dewa Bumi merasa gembira dan senang memberi perlindungan kepada sang ibu dan anaknya, dan supaya mereka serta seluruh keluarganya selalu sehat dan bahagia! Atau setelah sang bayi telah lahir dengan selamat, janganlah membunuh makhluk berjiwa sebagai santapan yang dihidangkan kepada sang ibu atau untuk menjamu sanak saudara dan tamu dengan berbagai minuman keras dan lauk pauk yang beraneka macam disertai dengan hiburan bermain musik. Hal ini semua akan mengakibatkan ibu dan anaknya berkurang kesejahteraannya.
Mengapa perbuatan di atas itu harus dihindarkan? Sebab saat sang ibu akan melahirkan dan sedang mengalami kesukaran, berdatanganlah banyak setan jahat, jin-jin liar serta makhluk halus lain yang ingin merasakan kotoran darah yang amis itu. Sementara itu Aku telah memerintahkan para Dewa Bumi untuk melindungi sang ibu dan bayinya supaya selamat. Dengan demikian, sudah selayaknya mereka bersyukur dan mengamalkan jasa untuk membalas budi para Dewa tersebut, sehubungan dengan sang ibu dan bayi telah berada dalam keadaan selamat. Namun, mereka tidak berbuat sebagaimana mestinya, tapi malah melakukan pembunuhan terhadap hewan yang kemudian dihidangkan kepada sanak keluarga sebagai santapan perjamuan. Akibat perbuatan Karma buruk itu akan diterima oleh si pembuat sendiri, bayi dan ibu akan kurang kesejahteraannya.
Lagi, para umat dari Jambudvipa pada saat mereka akan meninggal dunia, baik yang jahat maupun yang tidak, semuanya akan Ku-bantu, agar mereka tidak terjerumus ke alam kesengsaraan. Apalagi umat yang suka berbuat kebaikan pada masa hidupnya, ditambah dengan daya kekuatan Raja Setan Pengurus Nyawa, ia pasti akan dilahirkan di Surga atau di alam manusia. Umat Jambudvipa yang pada masa hidupnya suka berbuat kebaikan sekalipun, jika ia meninggal dunia, akan berdatangan ratusan ribu iblis jahat menjelma sebagai orang tuanya atau sanak keluarganya menjemput dan membujuk almarhum untuk ikut mereka ke alam kesengsaraan. Apalagi jika yang meninggal itu umat yang semasa hidupnya banyak berbuat Karma buruk.
Yang Arya Bhagavan yang termulia, saat umat Jambudvipa itu akan meninggal dunia, kesadarannya amat lemah dan sangat bingung, ia sama sekali tidak dapat membedakan baik dan buruk, pikirannya keruh sekali. Penglihatannya dan pendengarannya telah kabur. Dalam keadaan semacam itu ia mudah terpedaya oleh para iblis yang jahat dan mengikuti mereka ke alam kesengsaraan. Dalam pada itu sanak keluarga almarhum perlu secepatnya mengadakan puja bhakti dengan pembacaan Sutra Buddha, memuliakan nama Buddha, Bodhisattva Mahasattva. Kemudian jasa mulia ini disalurkan kepada almarhum. Dengan demikian almarhum akan terbebaskan dari alam kesengsaraan dan para iblis jahat serta makhluk halus yang lainnya akan mundur dengan sendirinya tidak berani mendekat dan mengganggu almarhum.

Yang Arya Bhagavan yang termulia, semua makhluk yang akan meninggal dunia, apabila dapat mendengar nama Buddha atau Bodhisattva atau satu bait Gatha dari Sutra Mahayana, maka umat semacam ini akan terbebaskan dari Karma akibat pembunuhan di masa silam dan terhindar dari Neraka Pancanantarya, Karma buruk yang ringan dan kesempatan akan terjerumus ke alam kesengsaraan seketika itu hilang lenyap semua."
Sang Buddha bersabda kepada Raja Setan Pengurus Nyawa, "Raja Setan yang berbudi, Engkau sungguh seorang Raja yang Maha Pengasih telah menyatakan tekad yang demikian agung, melindungi semua makhluk dalam soal hidup dan mati. Jika dalam masa yang akan datang, terdapat seorang pria atau wanita tengah menghadapi kelahiran atau kematian, janganlah Engkau mundur dari janji ikrar-Mu yang mulia itu, bantulah mereka membebaskan diri dari kesengsaraan dan supaya mereka selalu bahagia sentosa."
Raja Setan berkata kepada Sang Buddha, "Yang Arya Bhagavan yang termulia, mohon jangan khawatir, selama hayat di kandung badan, Aku akan selalu melindungi makhluk dari Jambudvipa. Baik ketika akan lahir maupun akan meninggal dunia, akan Ku-buat sedemikian rupa sehingga mereka merasa aman dan tentram dan bahagia. Semoga semua makhluk pada saat akan lahir atau akan meninggal dunia, percaya sepenuhnya dan memegang teguh ucapan-Ku, dan lakukanlah menurut petunjuk yang pernah Ku-ucapkan, maka semua akan terbebaskan dari kesengsaraan dan mendapatkan manfaat dari Buddha Dharma."
Pada saat itu Sang Buddha memberitahukan kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Raja Setan Pengurus Nyawa ini telah mengalami ratusan ribu kelahiran menjadi Raja Setan. Dalam perihal kelahiran dan kematian telah banyak melindungi makhluk dari kesengsaraan. Yang menjelmakan dirinya sebagai Raja Setan itu sesungguhnya bukan Raja Setan yang sebenarnya, melainkan Bodhisattva yang penuh dengan jiwa welas asih untuk menyelamatkan umat dari penderitaan. Dan kira-kira seratus tujuh puluh Kalpa lagi, beliau akan menjadi seorang Buddha dan gelarnya Animitta Tathagata, nama Kalpanya Sukham, nama dunianya Posadha, dan usianya panjang sekali tak dapat dihitung dengan masa Kalpa. Yang Arya Ksitigarbha Bodhisattva hal ikhwal Raja Setan itu demikianlah adanya, tidak terbayangkan! Umat manusia dan para Dewa yang pernah diselamatkannya juga tidak terhingga banyaknya."

9. Manfaat Menyebut Nama Buddha
Ketika itu Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha, "Yang Arya Bhagavan yang termulia, sekarang Aku ingin menguraikan suatu cara yang mudah dan bermanfaat bagi para umat di masa yang akan datang, agar mereka dapat memanfaatkannya dalam menghadapi kelahiran dan kematian yang mereka alami dari masa ke masa."
Sang Buddha bersabda kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya Ksitigarbha, kini Engkau akan menampilkan rasa welas asih-Mu yang maha agung untuk menolong semua makhluk menderita yang masih berada di enam jalur kehidupan. Penjelasan akan cara-cara yang mudah itu kini tepat pada waktunya. Uraikanlah secepatnya. Beberapa saat lagi Aku akan memasuki Parinirvana dan apabila cita-cita-Mu telah tercapai. Aku takkan khawatir lagi akan para umat yang berada di masa sekarang dan masa yang akan datang."
Ksitigarbha Bodhisattva berkata kepada Sang Buddha, "Yang Arya Bhagavan yang termulia, pada masa Asankyeya Kalpa yang tak terbilang itu terdapat seorang Buddha, bernama Anantakayah Tathagata. Apabila terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama Buddha tersebut lalu bangkit rasa hormat dalam hatinya, maka pria atau wanita itu dapat menghapus Karma Janmamarana sebanyak empat puluh Kalpa. Jika mereka dapat membuat atau melukis gambar Buddha tersebut untuk puja bhakti, mereka akan memperoleh kebahagiaan yang tak terbatas.
Ada lagi, pada masa dahulu kala lamanya bagaikan butiran pasir Sungai Gangga, terdapat seorang Buddha yang bernama Ratnakara Tathagata. Jika terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama Buddha tersebut dan serta merta berhasrat berlindung kepada Beliau dan memuliakan nama-Nya, dalam menuntut kesadaran Bodhi, mereka akan mencapai Anuttara Samyaksambodhi!
Ada lagi, pada masa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama Padmajina Tathagata. Apabila terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama Beliau, lalu terus mengingat-ingat dalam hati, maka umat tersebut akan mendapatkan kesempatan dilahirkan di Devaloka keenam (Paranirmitavasavartin) sebanyak seribu kali. Apalagi jika mereka dapat menyebut nama-Nya dengan sepenuh hati, mereka akan cepat mencapai Kebuddhaan.
Lagi, pada masa Asankyeya Kalpa yang tak terbilang, terdapat seorang Buddha yang bernama Simhanada Tathagata, jika terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama-Nya, lalu timbul hasrat ingin berlindung kepada-Nya, maka umat tersebut akan bertemu dengan para Buddha yang akan menyentuh ubun-ubunnya dan mencatatnya sebagai calon Buddha di kemudian hari.
Lagi, pada masa yang lampau, terdapat seorang Buddha yang bernama Krakucchandah Buddha. Apabila terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama Beliau, menghormati, memuliakan nama-Nya, maka umat tersebut akan memperoleh kesempatan menjadi Raja Maha Brahma dan tercatat sebagai calon Buddha pada pertemuan Seribu Buddha pada masa Bhadrakalpa.
Lagi, pada masa yang lampau, terdapat seorang Buddha yang bernama Vipasyin Buddha. Apabila terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama Beliau serta memuliakan-Nya, maka umat tersebut tidak akan terjerumus ke dalam alam kesedihan, akan dilahirkan sebagai manusia dan juga lahir di berbagai Surga untuk menikmati kebahagiaan.
Lagi, pada masa yang tak terbilang bagaikan butiran pasir sungai Gangga, terdapat seorang Buddha yang bernama Prabhutaratna Tathagata. Jika terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama-Nya, lalu memuliakan nama-Nya, maka umat berbudi itu tak akan terjerumus ke dalam alam kesedihan, tapi ia akan dilahirkan di berbagai Surga untuk menikmati kebahagiaan!
Lagi, pada masa yang lampau terdapat seorang Buddha yang bernama Ratnaketu Tathagata. Jika terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama-Nya lalu timbul rasa hormat dan memuliakan-Nya, maka tidak selang berapa lama, mereka akan mencapai tingkatan Arhat.
Lagi, pada masa Asankyeya Kalpa yang silam terdapat seorang Buddha yang bernama Kasayadhvaja Tathagata. Jika terdapat scorang pria atau wanita mendengar nama-Nya serta memuliakan nama-Nya, akibat Karma dari tumimbal lahir dan kematian akan dihapus hingga seratus Kalpa.
Lagi, pada masa yang lampau terdapat seorang Buddha yang bernama Mahabhijnagiriraja Tathagata. Jika terdapat seorang pria atau wanita mendengar nama-Nya dan memuliakan-Nya, maka mereka akan berjumpa dengan Buddha yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga dan mereka akan dapat mendengarkan khotbah-Nya hingga mereka mencapai kesadaran Bodhi!"
Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan, "Yang Arya Bhagavan yang termulia, para Buddha di masa lampau yang pernah bertugas di dunia ini masih banyak sekali seperti:
Suddhacandra Buddha, Giriraja Buddha, Jnanabhibhu Buddha, Vimalakirtiraja Buddha, Prajnasiddhi Buddha, Anuttara Buddha. Manjughosa Buddha, Candraparipurna Buddha, Candramukha Buddha, dan sebagainya.
Yang Arya Bhagavan yang termulia, semua makhluk yang berada di masa sekarang atau masa yang akan datang, baik Dewa maupun manusia, lelaki atau wanita, bila mereka dapat menyebut salah satu nama Buddha, mereka akan mendapatkan kebajikan yang tiada bandingnya. Apalagi jika mereka yang menyebut nama para Buddha. Umat yang demikian itu mendapatkan banyak sekali manfaat; Baik saat mereka lahir maupun ketika meninggal dunia mereka takkan terjerumus ke alam kesengsaraan, tapi akan menikmati kebahagiaan!
Lagi, Yang Arya Bhagavan yang termulia, jika terdapat seorang yang akan meninggal dunia, pada saat itu seluruh anggota keluarga atau hanya seorang saja menyebut-nyebut nama Buddha dengan suara lantang secara berulang-ulang, Karma berat Pancanantarya yang dilakukan almarhum pada masa hidupnya akan mendapat kesempatan terhapus, sedangkan Karma buruk yang ringan-ringan akan habis terhapuskan. Demikianlah berkat bantuan orang yang menyebut-nyebut nama Buddha (Amitabha) berulang-ulang, sekalipun almarhum mempunyai Karma buruk Pancanantarya yang berat, yang mengharuskannya terjerumus ke Alam Neraka dengan masa ratusan ribu Kalpa, Karma berat itu akan mendapat kesempatan terhapuskan dengan lambat laun dan berangsur-angsur.
Apalagi jika seorang yang akan meninggal dunia dapat menyebut-nyebut nama Buddha, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan yang tak terbatas dan terhapuskanlah segala Karma buruknya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar