Minggu, 11 Agustus 2013

Ksitigarbha Bodhisattva Bab ke-1

KSITIGARBHA BODHISATTVA PURVA PRANIDHANA SUTRA
BAGIAN PERTAMA








1. Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam

Demikian yang Ku-dengar. Pada suatu ketika Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa akan mengkhotbahkan Dharma kepada ibu-Nya. Ketika itu dari sepuluh penjuru dunia yang tak terbatas, semua Buddha dan Maha Bodhisattva Mahasattva yang jumlahnya sulit diperkirakan datang berkumpul. Mereka menjunjung dan memuji Buddha Sakyamuni yang dapat menampilkan di dunia Panca-Kasayah (lima macam kekeruhan) ini, Maha Prajna Rddhiabhijanabala (tenaga batin) yang tak dapat terpikirkan, untuk menundukkan umat yang bertegar hati, agar mereka sadar dan mengerti jalan mana menuju ke kebahagiaan dan mana menuju ke penderitaan. Masing-masing mengirim utusan untuk memberi hormat kepada Sang Buddha.
Saat itu Sang Buddha tersenyum dan tubuh-Nya mengeluarkan ratusan ribu koti awan bercahaya Maha Rasmihprabha Megha, seperti Maha Pari-Purna Megha, Maha-Maitri Megha, Maha-Jhana Megha, Maha-Prajna Megha, Maha-Samadhi Megha, Maha Sri Megha, Maha-Punya Megha, Maha-Guna Megha, Maha-Sarana Megha, Maha-Stotra Megha. Setelah berbagai-bagai awan bercahaya berhenti keluar, kemudian terdengar bermacam-macam suara merdu, seperti Dana-Paramita Ghosa, Sila-Paramita Ghosa, Ksanti-Paramita Ghosa, Virya-Paramita Ghosa, Dhyana-Paramita Ghosa, Prajna-Paramita Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna Ghosa, Upeksa Ghosa, Maha Simhanada Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa.
Setelah berbagai suara merdu yang tak terlukiskan berhenti berkumandang, datang dan berkumpul pula di Surga Trayastrimsa, Dewa, Naga, Hantu, dan Makhluk Suci yang tak terbilang banyaknya dari dunia Saha dan dunia lainnya. Seperti dari Alam Surga Maha-Raja-Kajika, dari Surga Trayastrimsa, dari Surga Yama, dari Surga Tusita, dari Surga Nimanarati, dari Surga Paranirmita-vasavartin, dari Surga Brahmakajika, dari Surga Brahmaparsadya, dari Surga Bramapuronita, Surga Mahabrahma, dari Surga Parittabha, dari Surga Apramanabha, dari Surga Abhasvara, dari Surga Parittasubha, dari Surga Apramasubha, dari Surga Subhakrtsna, dari Surga Anabhraka, dari Surga Punyaprasarava, dari Surga Brhatphala, dari Surga Avrha, dari Surga Atapa, dari Surga Sudrsa, dari Surga Sudarsana, dari Surga Akanistha, dari Surga Mahamahesvara, hingga Surga Naivasamjnanasam-jnayatana. Segala macam Dewa, Naga, Hantu, dan Makhluk Suci semuanya berkumpul.
Ada lagi dari dunia lain dan dunia Saha, seperti Dewa Penguasa Laut, Dewa Sungai, Dewa Pohon, Dewa Gunung, Dewa Bumi, Dewa Danau, Dewa Pertanian, Dewa Siang, Dewa Malam, Dewa Angkasa, Dewa Langit, Dewa Minuman dan Makanan, Dewa Tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain Makhluk Suci semuanya datang berkumpul.
Ada lagi dari dunia lain dan dunia Saha, para Raja Setan seperti Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Penghisap Darah, Raja Setan Penghisap Sari Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan Penyebar Penyakit, Raja Setan Penolak Tuba, Raja Setan Pengasih Penyayang, Raja Setan Pemberi Sejahtera, Raja Setan Berbudi Luhur, dan lain-lain Raja Setan semuanya berkumpul.
Pada saat itu Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma Manjusri Bodhisattva Mahasattva, “Engkau melihat semua Buddha, Bodhisattva dan Dewa, Naga, Hantu, Makhluk Suci di dunia, di dunia lain, di bumi ini, di bumi lain, kini semuanya datang berkumpul di Surga Trayastrimsa. Dapatkah Engkau menghitung jumlahnya?” Manjusri menjawab, “Bhagavan yang termulia, dengan daya Rddhiabhijnabala-Ku, sekalipun ribuan Kalpa menghitungnya, Hamba tak dapat mengetahui berapa jumlah yang hadir.” Sang Buddha bersabda lagi kepada Manjusri Bodhisattva, “Dengan Buddhacaksu-Ku (Mata Buddha) menghitung, masih juga tidak dapat mengetahui jumlah yang sebenarnya. Ini semua berkat penjelmaan Ksitigarbha Bodhisattva sejak berkalpa-kalpa lamanya, baik yang sudah ditolong, yang akan ditolong, yang belum ditolong, maupun yang sudah berhasil, yang akan berhasil, yang belum berhasil.”
Manjusri Bodhisattva menjawab Sang Buddha, “Bhagavan yang termulia, sejak masa silam hamba telah banyak melakukan Kusala-Karma (perbuatan baik) dan telah memperoleh kebijaksanaan tanpa halangan (omniscience). Mendengar sabda Bhagavan Hamba percaya sepenuhnya. Tapi para Sravaka yang berpahala kecil, Dewa, Naga, Asta Gatyah (delapan kelompok makhluk) serta para umat dari masa yang akan datang, meskipun mendengar sabda Tathagata yang sesungguhnya, mereka akan merasa sangsi. Jika kita paksakan Dharma ini, mereka akan melakukan fitnahan. Oleh karena itu kami mohon dengan hormat Bhagavan sudi menguraikan prestasi yang dicapai Ksitigarbha Bodhisattva, sebab utama apa, melakukan ibadat yang bagaimana, menyatakan tekad apa, sehingga Beliau dapat mencapai keberhasilan yang tak terpikirkan hebatnya.”
Sang Buddha bersabda kepada Manjusri Bodhisattva, “Seandainya semua tumbuh-tumbuhan seperti rumput, pohon, hutan rimba, padi, rami, bambu, kumpai, batu, gunung, debu halus yang berada di Alam Trisahasra-Mahasahasra, masing-masing dijadikan Sungai Gangga. Butiran pasir yang berada di setiap Sungai Gangga itu tiap butirnya dijadikan Alam Trisahasra-Mahasahasra, butiran debu yang berada di tiap Alam Trisahasra-Mahasahasra itu tiap butirnya dijadikan pula satu Kalpa. Maka beberapa Kalpa jumlahnya takkan dapat dihitung. Namun Ksitigarbha Bodhisattva sejak mencapai Dasa-Bhumayah hingga sekarang, lamanya telah mencapai ribuan kali lipat daripada perumpamaan kita tadi. Apalagi Ksitigarbha Bodhisattva pernah berada di Sravaka-Bhumi dan Pratyekabuddha-Bhumi, lamanyapun tak terhitung Manjusri, kewibawaan serta keagungan janji suci Bodhisattva ini sungguh takkan terperikan! Apabila terdapat putra putri yang berbudi dari masa yang akan datang, setelah mereka mendengarkan nama agung dari Bodhisattva ini, walau hanya memberi hormat atau memuji jasa-Nya atau memuliakan nama-Nya atau mengadakan puja bhakti atau membuat rupang-Nya baik dari gambar berwarna maupun dari ukiran, pahatan dan sebagainya, putra putri yang berbudi itu akan dianugerahi kesempatan lahir di Surga Trayastrimsa hingga ratusan kali dan takkan terjerumus ke alam sengsara.
Manjusri, Ksitigarbha Bodhisattva pada masa lampau yang tak terhitung jumlah Kalpanya, pernah lahir sebagai seorang putra Maha Grhapati (orang tua yang berjasa dan banyak harta benda). Waktu itu terdapat seorang Buddha yang bernama SIMHAVIKRIDITAPARIPURNACARYA Tathagata. Pada suatu saat putra Maha Grhapati melihat rupa Buddha tersebut demikian anggun lalu Ia bertanya kepada Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, bahwa ikrar dan perbuatan apa gerangan yang pernah dilakukan-Nya sehingga Beliau memiliki paras muka yang demikian bagus dan anggun. Ketika itu Buddha Simhavikriditaparipurnacarya memberitahu kepada putra Maha Grhapati, bahwa jika ingin memiliki tubuh yang demikian itu harus banyak menolong makhluk hidup dari kesengsaraan terus menerus tanpa henti. Manjusi, setelah mendengar sabda Buddha tersebut, putra Maha Grhapati berikrar di depan Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, bahwa sejak waktu itu hingga masa mendatang berkalpa-kalpa yang tak terhitung jumlahnya, Ia akan menyelamatkan semua makhluk hidup dalam Sad Gatyah (enam jalur kehidupan) bebas dari duhkha (derita) dengan berbagai cara yang mudah, kemudian Ia baru mencapai kesadaran Bodhi yang agung. Demikianlah Ia menyampaikan janji suci-Nya di depan Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, hingga sekarang meskipun telah ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa yang tak terhitung jumlahnya, Beliau masih tetap sebagai Bodhisattva menjalankan tugas-Nya menolong makhluk hidup.”
“Lagi pada masa lampau beberapa Asankyeya Kalpa yang tak terhitungkan, ketika itu terdapat seorang Buddha yang bernama BUDDHA PADMASAMADHISVARARAJA Tathagata, usia-Nya mencapai empat juta Koti Asankyeya Kalpa. Pada masa Saddharmapratirupaka terdapat seorang Putri Brahmana, yang banyak menahan benih kebajikan pada masa kehidupan yang lampau. Sehingga kini ia selalu mendapat pujian orang sekitarnya. Dimanapun ia berada, apapun yang dilakukannya selalu mendapat perlindungan para Dewa. Tapi ibunya menganut ajaran sesat, selalu memfitnah Triratna. Sementara itu putri suci itu dengan berbagai cara yang trampil menasehati ibunya, supaya mendapatkan pandangan yang benar. Akan tetapi ibunya belum lagi percaya sepenuhnya, sudah meninggal dunia. Arwahnya jatuh ke dalam Neraka Avici. Putri Brahmana itu mengetahui betul, bahwa ibunya semasa hidupnya tidak percaya kepada Hukum Sebab Akibat diperkirakan ibunya akan mengikuti Karmanya, niscaya jatuh ke alam sengsara. Demi meyelamatkan ibunya yang malang itu secepat mungkin, Putri Brahmana itu menjual rumah kediamannya. Kemudian dari hasilnya ia tukar dengan dupa dan bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lain. Lalu saji-sajian itu dipersembahkan di vihara-vihara sambil mengadakan puji bhakti secara khidmat kepada para Buddha di masa lampau.”
“Ketika di vihara itu Putri Brahmana melihat Buddharupang Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata yang agung megah, hal itu telah membuatnya lebih menghormat dan mengagumi-Nya. Seraya berkata dalam hatinya, bahwa Buddha ini memiliki gelar yang “Maha Sadar”, memiliki Sarvajna (Kebijaksanaan terluhur). Jika saja Beliau masih berada di dunia ini aku akan memohon Beliau untuk menunjukkan di alam mana ibuku berada setelah ia meninggal dunia, pastilah Beliau mau memberitahuku.”
“Pada saat Putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali berdiri di depan Buddharupang tersebut, tiba-tiba terdengar suara dari Langit, "Putri yang berbudi, janganlah terlalu bersedih hati. Sekarang Aku akan menunjukkan tempat ibumu berada. “Mendengar suara tersebut segeralah Putri Brahmana itu mengatupkan kedua telapak tangannya ke arah Langit seraya berkata, “Dewa berbudi manakah menghibur hatiku yang duka lara. Sejak ditinggalkan ibu tersayang, siang dan malam aku selalu merindukannya. Entah kepada siapa aku harus bertanya, di alam mana ibuku berada. “Kemudian datang lagi suara dari Langit, "Aku adalah Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata, seorang Buddha masa lampau yang sedang engkau puja. Melihat engkau merindukan ibu melebihi kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang untuk memberitahu."
Putri Brahmana sangat terharu mendengar sabda Buddha tersebut, lalu ia menyembah dengan sekuat tenaga, sekujur tubuhnya mendekap ke tanah sehingga anggota badannya terluka dan ia pun pingsan. Setelah ditolong orang sekitar vihara itu lama kemudian baru siuman kembali. Lalu ia menengadah ke Langit sambil berdoa dan berkata, “Kasihanilah aku Buddha yang termulia, katakanlah segera di alam mana ibuku berada. Sebab jiwa ragaku tak lama lagi akan mati.”
Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata memberi tahu Putri Brahmana, “Putri yang berbudi, setelah puja bhaktimu ini selesai, cepatlah kembali ke rumah. Kemudian duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkanlah pikiranmu, lalu renungkanlah nama-Ku terus menerus, pasti engkau dapat mengetahui di alam mana ibumu berada!”
Setelah mendengar sabda tersebut Putri Brahmana merasa amat gembira dan lega, bergegas ia memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu pergi. Setiba di rumah, Putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati merenungkan nama Buddha Padmasamadhisvararaja dengan cara meditasi selama satu hari satu malam. 
Dalam samadhinya, Putri Brahmana itu merasa dirinya berada di pantai laut, air laut nampak bergelora. Banyak binatang buas yang berbadan baja berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang, laki-laki dan perempuan. Mereka timbul tenggelam di dalam air laut itu, sebagian dimangsa binatang buas yang ada di situ. Tak berapa lama, datanglah bermacam-macam setan Yaksa, ada yang bertangan banyak, yang bermata banyak, berkaki banyak, berkepala banyak atau yang taringnya setajam pedang. Mereka berbondong-bondong mengusir orang hukuman itu menuju ke kelompok binatang buas di situ, sebagian setan Yaksa beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki, lalu menggulungnya menjadi gumpalan atau menarik tubuh orang tersebut hingga panjang sekali, atau mematahkan seluruh tulangnya, atau menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian mayatnya dibuang ke dalam laut. Tingkah laku mereka sangat kejam, sungguh sangat menakutkan sehingga tak ada seorang pun yang sanggup memandangnya lama-lama. Namun Putri Brahmana itu tidak takut sedikit pun! Karena dia telah memuliakan nama Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata.
Saat itu datang seorang Raja Setan yang bernama Amagadha menyambut Putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata, “Sadhu, Bodhisattva yang Mulia! Ada apa gerangan datang ke alam ini?”
Putri Brahamana bertanya kepada Raja Setan, “Apakah nama alam ini?”
“Ini adalah Cakravada, lapisan laut pertama di sebelah barat,” jawab Raja Setan.
Putri Brahamana bertanya pula, “Benarkah di tengah-tengah Maha Cakravada terdapat Alam Neraka?”
“Betul, Alam Neraka persis ditengah-tengahnya,” jawab Raja Setan.
“Raja Setan yang budiman! Katakanlah mengapa aku dapat mengunjungi Alam Neraka ini?” Tanya Putri Brahmana lagi.
“Raja Setan Amagadha menjawab, “Engkau datang ke Alam Neraka ini jika bukan karena kekuatan gaib, pastilah karena Karma buruk. Tanpa salah satu sebab tersebut sulit datang berkunjung ke Alam Neraka ini.”
Putri Brahmana bertanya kembali, “Mengapa air laut itu mendidih dan di dalamnya banyak orang yang bersalah dan binatang buas?”
Raja Setan Amagadha menjawab, “Orang-orang tersebut datang dari dunia Jambudvipa, mereka mempunyai Karma berat dan baru meninggal dunia. Tapi selama empat puluh sembilan hari ini tiada seorang pun yang membuat jasa-jasa dan kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk menyelamatkan mereka. Sewaktu mereka berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan. Maka tanpa membawa suatu apapun kecuali Karma beratnya, kini mereka harus menanggung hasil perbuatannya. Dan sesuai dengan Hukum Karma, mereka terjerumus ke alam kesedihan. Sebelumnya mereka harus menyeberangi lautan yang mendidih ini.”
“Di sebelah timur, kira-kira seratus Yojana dari lautan pertama ini terdapat satu lautan lagi dan keadaannya lebih menyedihkan dibandingkan dengan lautan pertama! Lagi di sebelah timur lautan kedua, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi beberapa kali lipat dari lautan kedua!”
“Barang siapa telah melanggar tiga macam Karma (Trikarma), mereka langsung menyeberangi lautan ke Alam Neraka setelah kehidupan mereka berakhir. Ketiga lautan ini dinamakan Karmasagara,” demikian Raja Setan menjelaskan.
Selanjutnya Putri Brahmana bertanya lagi, “Dimana letaknya Neraka itu?”
Jawab Amagadha, “Di bawah ketiga lautan ini adalah Neraka besar, jumlahnya ratusan ribu dan jenisnya macam-macam. Neraka yang besar jumlahnya delapan belas buah. Yang sedang lima ratus buah, hukumannya berat sekali, dan yang kecil ribuan banyaknya, juga berat hukumannya.”
Putri Brahmana bertanya pula, “Ibuku juga baru meninggal dunia, entah di mana ia berada”
Raja Setan bertanya, “Ketika ibumu masih hidup di dunia apa pekerjaannya.”
Putri Brahmana menjawab, “Ibuku berpandangan sesat, suka memfitnah Triratna. Jika dinasehati ia hanya percaya sebentar, kemudian tidak menghormati Triratna lagi. Ibuku meninggal belum lama ini, entah dimana ia kini berada.”
“Siapa nama ibumu dan dari suku apa?” Tanya Raja Setan.
“Orang tuaku adalah keturunan Brahmana. Ayahku bernama Silasudharsana dan ibuku bernama Vatri,” jawab Putri Brahmana.
“Setelah Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu beradara (anjali) dan berkata, “Pulanglah sekarang, Bodhisattva yang mulia! Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembalilah ke tempat asalmu dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi. Sebab tiga hari yang lalu, seorang terhukum di Neraka Avici bernama Vatri telah dilahirkan di Surga dan menurut kabar Vatri itu diberkahi oleh putrinya yang amat menyayanginya, yang pernah mengadakan puja bhakti di Vihara serta Stupa Buddha Padmasamadhisvararaja. Maka kali ini bukan saja ibumu terbebaskan dari Neraka Avici, akan tetapi penghuni Neraka Avici yang lainnya pun mendapat kebebasan dan dilahirkan di Surga.”
Setelah Raja Setan Amagadha selesai memberi penjelasan, ia pun memberi hormat dengan adara lalu pergi.
Putri Brahmana merasa dirinya bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi. Setelah mengakhiri samadhinya, ia merasa amat riang gembira. Karena ia telah mengetahui asal usul dan sebab musabab itu. Kemudian ia kembali lagi ke vihara dan berikrar di depan Buddharupang Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagata, “Aku berjanji, bahwa selama berkalpa-kalpa yang akan datang Aku bertekad akan memberikan kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa agar semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan!” Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Manjusri Bodhisattva, “Ketahuilah, bahwa yang disebut Raja Setan Amagadha itu kini adalah Bodhisattva Dravysari. Dan Putri Brahmana itu sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha.” 

2. Pertemuan Badan-badan Jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva

Ketika itu pada pertemuan di Istana Trayastrimsa datang berkumpul badan-badan jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva yang selama ini bertugas di Neraka di berbagai dunia yang banyaknya ratusan ribu Koti Asankyeya yang sulit diperkirakan.
Kini mereka yang diberkati Maha Rddhiabhijnabala dari Buddha Sakyamuni tidak kurang dari jutaan Koti Nayuta umat suci yang telah terbebaskan dari duniawi dan berbagai alat kesedihan, semua membawa bunga-bunga harum untuk dipersembahkan kepada Sang Buddha Sakyamuni. Dan para hadirin yang datang bersamaan dengan Ksitigarbha Bodhisattva, selama ini telah mendapat bimbingan-Nya untuk mencapai Anuttara Samyaksambodhi tanpa mengalami kemunduran. Sebelum itu mereka selama berkalpa-kalpa terlunta-lunta antara kelahiran dan kematian dalam enam jalur kehidupan tanpa berhenti barang sesaat pun. Berkat semangat Ksitigarbha Bodhisattva yang Maha Karuna serta janji suci-Nya yang dalam, mereka semua telah mencapai Kebodhian. Setiba di Istana Trayastrimsa semua merasa amat gembira memandang wajah Buddha Sakyamuni dengan tidak berkedip.
Ketika itu Sang Buddha mengulurkan lengan-Nya yang keemas-emasan menyentuh ubun-ubun tiap jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva yang banyaknya ratusan ribu Koti Asankyeya itu seraya bersabda. "Aku di Alam Panca-Kasayah mengajarkan para umat yang masih bertegar hati, supaya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Meskipun demikian masih saja ada satu dua orang dari sepuluh orang yang berbuat kejahatan. Aku pun menjelmakan diri-Ku hingga ratusan ribu Koti, dengan berbagai kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan para umat. Yang banyak menanam kebajikan pada masa silam, berhasil berkat nasehat-nasehat-Ku. Mereka yang lemah mengalami masa yang lama sekali baru tersadarkan. Mereka yang berkarma berat tidak menghormati Buddha Dharma sukar disadarkan. Meskipun para umat demikian berbeda-beda adanya, tetap perlu ditolong dengan jelmaan yang berbagai-bagai pula. Atau menjelma sebagai laki-laki, atau sebagai wanita, atau sebagai Dewa, Naga, makhluk-makhluk suci, setan, bahkan Aku pernah menjelmakan diri-Ku menjadi gunung, hutan, sungai, padang, kali kecil, kolam sumber air, sumur, dan sebagainya agar dapat menolong makhluk yang sengasara! Kadang kala Aku juga menjelmakan diri-Ku menjadi seorang Raja Indra, Raja Brahma, Raja Cakravartin, atau seorang Kulapati, atau seorang Raja Dunia, Menteri, Pegawai Negeri, atau seorang Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika, Sravaka, Pratyekabuddha, Arhat, atau Bodhisattva, dan sebagainya guna menyelamatkan para makhluk sengsara di alam semesta. Maka Buddha tidak menjelma sebagai Buddha saja.
Dapat Engkau lihat Aku berkalpa-kalpa dengan susah payah menolong berbagai-bagai makhluk hidup yang bertegar hati dan menderita. Mereka yang belum tersadarkan, menerima Karmanya sesuai dengan perbuatannya. Jika mereka terjerumus ke dalam alam sengsara dan menderita, engkau semua harus ingat nasehat-Ku ketika kita berada di Surga Trayastrimsa, supaya makhluk yang berada di Dunia Saha hingga pada masa Maitreya Bodhisattva lahir semuanya dibebaskan dari penderitaan. Bebas dari segala macam duhkha (derita) selama-lamanya dan akan bertemu Buddha serta mendapat Vyakarana."
Pada saat itu semua jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva dari berbagai dunia dan sejak berkalpa-kalpa yang lalu bersatu kembali menjadi tubuh asal-Nya lagi, lalu memberi penghormatan dengan perasaan haru serta menceritakan dengan air mata berlinang kepada Sang Buddha, "Sejak berkalpa-kalpa yang lalu hamba telah mendapatkan bimbingan Sang Bhagavan sehingga hamba mendapatkan Rddhiabhijnabala dan Mahaprajna. Berkat Buddha, jelmaan hamba telah dapat memenuhi dunia yang banyaknya ratusan ribu Koti. Mengajari mereka meyakini Triratna agar mereka terbebaskan dari kelahiran dan kematian dan melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Nirvana. Barang siapa dapat mengamalkan Buddha Dharma walaupun jasanya hanya sehelai rambut, setetes air, sebutir pasir, atau sebutir debu, Aku bertekad menolong mereka membebaskan diri dari duhkha dan mendapatkan manfaat yang besar dari Buddha Dharma. Dengan ini Hamba mohon dengan tulus ikhlas, agar Sang Bhagavan tidak menjadi khawatir akan keadaan para umat yang melakukan Karma berat di masa yang akan datang". Demikianlah kata-kata ini diulangi tiga kali oleh Ksitigarbha Bodhisattva di hadapan Buddha Sakyamuni.
Ketika itu Sang Buddha menjawab Ksitigarbha Bodhisattva, "Sadhu! Sadhu! Aku gembira dan akan membantu-Mu agar Engkau mencapai hasil yang gilang gemilang. Apabila Engkau telah berhasil melaksanakan ikrar pada masa silam itu dan usaha suci-Mu akan selesai, ketika itu pulalah Engkau akan mencapai Anuttara Samyaksambodhi"

3. Pengamatan atas Karma Makhluk Hidup Serta Sebab

Ketika itu Ibu Mahamaya merangkapkan kedua telapak tangan-Nya memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha seraya bertanya, "Yang Arya bagaimanakah Hukum Karma yang berlaku bagi makhluk dari Dunia Jambudvipa yang pernah berbuat macam-macam Karma buruk itu?"
Ksitigarbha Bodhisattva menjawab, "Dunia serta Alam Buddha banyak sekali hingga berjuta-juta. Di Dunia Saha terdapat Neraka, di alam lain tiada Neraka. Di dunia Saha terdapat wanita, di alam lain tiada wanita. Dunia yang terdapat Buddha Dharma adalah dunia yang megah agung, dunia yang tidak terdapat Buddha Dharma adalah dunia yang miskin merana. Ada dunia yang terdapat Bodhisattva, tiada Sravaka dan Pratyekabuddha, sebaliknya ada dunia yang hanya terdapat Sravaka dan Pratyekabuddha saja tanpa Bodhisattva. Jadi tidak terbatas pada makhluk hidup di Alam Neraka saja yang mendapat siksaan karena Karma berat. Ibu Mahamaya menjelaskan kembali maksud-Nya, bahwa Beliau ingin mengetahui pembalasan Karma yang dilakukan oleh makhluk hidup di Dunia Jambudvipa. Ksitigarbha Bodhisattva menjawab Ibu Mahamaya, "Dengarkanlah baik-baik, Aku akan menguraikannya dengan singkat."
"Sudilah menerangkan, kami sekalian telah siap mendengarkan," sahut Ibu Mahamaya.
Ksitigarbha Bodhisattva menguraikan kepada Ibu Mahamaya, "Hukuman terberat dari Neraka dan berlaku di Dunia Jambudvipa adalah sebagai berikut: Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka umat yang berkelakuan seperti itu akan terjerumus ke dalam Neraka Avici setelah ia meninggal dunia dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan Buddha atau berani memfitnah Triratna, tidak menghormati Kitab Suci, juga akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, juga sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti Bhiksu, berani menodai Bhiksuni, atau berani melakukan perbuatan dursila di vihara atau berani membunuh makhluk bernyawa dalam vihara, akan terjerumus juga ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat umat yang berani menyamar menjadi Sramana, tapi hatinya bukan Sramana dan ia memboroskan harta benda milik Sangha, menipu, Kulapati, melanggar Vinaya, dan melakukan bermacam-macam Karma buruk. Orang semacam ini juga akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, juga sulit untuk mendapatkan kesempatan keluar dari situ.
Apabila terdapat umat yang berani mencuri harta benda milik Sangha, seperti barang-barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija, makanan atau minuman, jubah atau pakaian lain, bahkan barang apapun diambil bukan atas pemberian, ia akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya juga jutaan Koti Kalpa dan sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan, "Ibu Mahamaya, Jika terdapat umat berbuat Karma yang demikian itu, ia akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan tidak dapat mohon istirahat sesaat pun menderita terus tak berkesudahan".
Ibu Mahamaya bertanya pula kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya, mengapa Neraka itu dinamakan Neraka Avici?"
Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan, "Ibu Mahamaya yang berbudi, semua Neraka berada dalam Gunung Maha Cakravada. Neraka yang besar terdapat delapan belas buah, yang sedang lima ratus buah. Setiap Neraka mempunyai nama sendiri-sendiri. Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali, hingga jutaan buah dan namanya pun berbeda-beda juga. Neraka itu kelilingnya kurang lebih delapan juta Yojana, semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi tembok tersebut sepuluh ribu Yojana, dalam Neraka tersebut tidak ada tempat yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang dahsyat. Neraka itu bersambungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda. Di antaranya terdapat Neraka yang terbesar, itulah Neraka Avici Kelilingnya delapan belas ribu Yojana, temboknya juga terbuat dari besi dan tingginya seribu Yojana. Kobaran api yang membara menyala-nyala dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Disamping itu terdapat pula ular-ular berbisa dan anjing-anjing buas yang tubuhnya semua terbuat dari besi, dari mulutnya menyembur-nyembur api yang dahsyat. Di atas tembok Neraka itu berkejar-kejaran ke Timur ke Barat. Di dalam Neraka terdapat ranjang besi tersebar seluas sepuluh ribu Yojana. Apabila terdapat seorang terhukum berbaring di atas ranjang besi itu, ia segera melihat dirinya telah berada di setiap ranjang besi yang banyaknya ribuan itu. Demikian pula apabila terdapat jutaan orang hukuman berbaring di atasnya, segera mereka melihat tubuhnya berada di setiap ranjang tersebut. Demikian pembalasan dari Karma yang mereka perbuat. Dan semua terhukum menerima semua siksaan dan penderitaan.
Kemudian datanglah ribuan mara Yaksa dan hantu jahat. Giginya runcing bagaikan belati, sinar matanya bagaikan kilat, kukunya tajam terbuat dari tembaga. Mereka menyeret-nyeret yang terhukum dengan sesuka hatinya. Ada pula setan Yaksa yang memegang toya runcing, menusuk-nusuknya ke dalam tubuh orang-orang yang berdosa atau menusuk ke dalam mulut atau hidung atau perut atau punggungnya. Kemudian orang yang ditusuk itu di lempar ke atas lalu disambut kembali dan diletakan di atas ranjang yang menyala membara.
Ada pula serombongan garuda besi datang mematuki mata orang yang bersalah atau datang ular bertubuh baja melilit leher terhukum atau seluruh sendi tulangnya dipaku dengan paku ranjang, atau lidahnya dicabut lalu digilas dengan bajak tajam atau ususnya dikeluarkan lalu diiris-iris menjadi potongan atau mulutnya dituangi cairan tembaga panas atau seluruh badannya dililiti besi panas. Hidup dan mati berulang-ulang ribuan kali, demikianlah pembalasan Karma. Demikian hingga jutaan Kalpa lamanya, ia akan sulit memperoleh peluang untuk keluar. Jika dunia ini menuju kepunahan, sedangkan masa hukuman bagi para umat yang jahat tersebut belum habis, mereka berpindah ke alam dunia lain untuk menerima hukuman lanjutan, jika alam dunia lain mengalami pula kepunahan, mereka berpindah pula ke alam yang lainnya lagi untuk menerima hukuman selanjutnya dan jika alam yang lainnya ini mengalami kepunahan pula mereka berpindah lagi ke alam yang lainnya demikian seterusnya, hingga dunia ini terbentuk kembali dan mereka datang pula ke dunia tempat asal mereka. Hukuman Karma yang tak terputus-putus demikianlah halnya.
Masih terdapat lima hal mengenai Hukum Karma yang berkaitan dengan Neraka Avici. Maka disebut Anantarya. Kelima macam Karma yang bagaimanakah itu?
1.      Mereka yang terhukum mendapat penderitaan siang dan malam tiada henti-hentinya selama berkalpa-kalpa, waktunya tiada terputus-putus. Maka disebut Anantarya.
2.      Di Neraka tersebut berapapun jumlah orang hukuman, satu atau jutaan, di setiap ruangan akan tetap terasa sesak padat. Maka disebut Anantarya.
3.      Tak ada satu terhukum pun yang dapat menghindar dari suatu hukuman, baik itu dari siksaan garpu tajam, tongkat berat, binatang-binatang bertubuh besi seperti garuda, ular, serigala, anjing, dan sebagainya. Atau dari siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh orang yang jahat, atau tubuhnya dilindas, digergaji, dipahat, dikikir, atau diiris-iris menjadi berkeping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar berisi air mendidih, atau tubuhnya dibalut dengan jaringan baja yang panas, atau diikat dengan tali baja yang telah dibakar, atau dipaksa menaiki keledai besi yang panas atau kuda besi yang panas, lalu dibakar, dikupas kulitnya atau dibawa oleh keledai atau kuda tersebut yang berlari kencang, kemudian disirami cairan besi yang sedang melebur. Apabila orang yang berdosa itu lapar, ia akan diberi makan peluru besi untuk ditelan dan yang haus diberi minum cairan besi. Dan hukuman itu akan dijalaninya selama berkalpa-kalpa. Penderitaan itu sambung-mcnyambung tiada putus-putusnya. Maka disebut Anantarya.
4.      Di Neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukumannya, baik itu lelaki atau wanita, suku bangsa minoritas atau mayoritas, telah lanjut usia atau usia muda belia, kaum bangsawan atau hina dina, Naga atau makhluk suci, Dewata atau setan, dan sebagainya. Siapa saja yang mempunyai Karma berat, ia harus menanggung hukumannya tanpa pandang bulu. Maka disebut Anantarya. Selama hukumannya belum habis, terhukum akan berulang kali mati dan hidup kembali. Siang dan malam mereka akan menerima penderitaan ini. Sekejap pun takkan berhenti. Setelah habis masa hukumannya, barulah ia dilahirkan di alam ini. Maka disebut Anantarya. Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan uraian-Nya, "Keadaan Neraka Avici sungguh rumit sekali dan sulit untuk diterangkan. Aku hanya dapat menguraikannya secara singkat, jika meliputi semua alat-alat hukuman serta rupa-rupa penderitaannya secara lengkap, mungkin hingga satu Kalpa pun uraian-Ku belum selesai. Setelah mendengar uraian tersebut, Ibu Mahamaya merasa cemas dan sedih! Lalu Beliau segera beradara (beranjali) kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya."

4. HUKUM KARMA MAKHLUK-MAKHLUK JAMBUDVIPA

Ketika itu Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha, "Bhagavan yang termulia! Atas berkah Maha Rddhiabhijnabala Tathagata, maka Aku dapat menjelajahi ratusan ribu Koti dunia dengan menjelmakan badan-Ku hingga demikian banyak untuk menyelamatkan segala makhluk yang terlibat Hukum Karma. Apabila tidak dianugerahi Maha Kewelasasihan Sang Tathagata, Aku takkan dapat membuat perubahan sedemikian rupa. Kini Aku mendapat pula pesan dari Sang Buddha, agar semua makhluk yang berada di Sad Gatya itu ditolong agar bebas dari penderitaan hingga Sang Ajita (Maitreya Bodhisattva) menjadi Buddha! Bhagavan yang termulia! Tak usah khawatir! Aku akan mewujudkannya hingga sempurna!"
Sang Buddha bersabda kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya Ksitigarbha, semua mahkluk yang belum terbebaskan dari kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tak menentu. Mereka kadang-kadang melakukan perbuatan jahat yang merupakan Karma berat, kadang-kadang pula mereka melakukan perbuatan yang baik yang menjadikan kebajikan. Mereka semua mudah sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Itulah sebabnya mereka bcrputar-putar dalam Panca Gatya (yakni Alam Dewa, manusia, binatang, hantu kelaparan, dan Neraka) tanpa berhenti semasa pun. Berkalpa-kalpa tersesat dan terbelenggu. Bagaikan ikan yang berenang terjaring sepanjang sungai, meskipun terkadang lolos dari jaring untuk sementara, pada akhirnya tetap terjaring tak terbebaskan. Makhluk semacam inilah yang membuat-Ku gelisah dan khawatir selamanya. Kini Engkau telah sanggup menyambung tugas-Ku dengan tekad yang pernah Engkau ikrarkan pada masa-masa yang silam untuk menolong umat yang mempunyai Karma berat di alam semesta. Apa lagi yang perlu Aku khawatirkan?"
Sementara Sang Buddha bersabda demikian terdapat seorang Bodhisattva Mahasattva yang bernama Dhyanasvararaja tampil ke depan memberi hormat seraya bertanya, "Bhagavan yang termulia! Sudilah menerangkannya secara singkat. Mengapa Sang Bhagavan terus menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Apa ikrar Beliau di masa silam?"
Sang Buddha bersabda kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva, "Dengarlah baik-baik dan perhatikan uraian-Ku ini Yang Arya Dhyanasvararaja yang budiman. Aku akan mengisahkannya secara singkat satu persatu!".
"Pada masa purbakala Asankyeya Nayuta Kalpa yang tak terbilang, terdapat seorang Buddha yang bernama Sarvajnasiddha yang telah memiliki sepuluh gelar yaitu Tathagata, Arhat, Samyaksambuddha, Vidyacarana Sampannah, Sugatah, Lokavit, Anuttarah, Purusadamyasarathih, Sasta, Lokajyesthah. Usia-Nya enam puluh ribu Kalpa. Sebelum meninggalkan rumah menjadi Sramanera, Beliau adalah seorang Raja dan Beliau sangat akrab dengan seorang Raja dari negeri tetangga-Nya. Namun rakyat dari negeri tetangga-Nya itu banyak yang berbuat kejahatan. Lalu kedua Raja itu berdamai mencari jalan dan yang trampil untuk menyelamatkan rakyat-Nya. Salah seorang Raja berikrar, Beliau akan mencapai Kebuddhaan secepatnya, kemudian Beliau akan menyelamatkan rakyat jelata hingga habis tiada tersisa. Yang lainnya berikrar, bahwa Beliau akan menyelamatkan dulu umat yang menderita agar mencapai Kebodhian, baru Beliau menjadi Buddha.
Sang Buddha bersabda kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva, "Yang Arya Dhyanasvararaja, Raja yang pertama itu kini telah mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha. Beliau adalah Sarvajnasiddha Tathagata. Sedangkan Raja yang berikrar ingin menyelamatkan dulu umat hingga selesai, baru menjadi Buddha, Beliau adalah Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha.
Lagi, Yang Arya Dhyanasvararaja yang budiman, pada masa dahulu kala, beberapa Asankyeya Kalpa yang tak terbilang, terdapat seorang Buddha yang bernama Suddhapadmanetra Tathagata. Usianya empat puluh Kalpa.
Memasuki periode Saddharma-Pratirupaka, terdapatlah seorang Arhat, Beliau dengan kebajikan-Nya menyelamatkan umat yang sengsara dan mengajarkan Dharma. Pada suatu hari Beliau bertemu dengan seorang putri yang bernama Jyotinetra. Ia menyediakan makanan untuk memuja Arhat tersebut. Setelah selesai makan dan minum Sang Arhat bertanya kepada putri itu, "Putri yang berbudi! Kepada siapakah jasa-jasa yang engkau perbuat ingin kau salurkan?" Putri Jyotinetra menjawab, "Ketika ibu hamba meninggal dunia, hamba telah banyak berdana untuk menyelamatkan beliau. Hingga kini hamba belum tahu, di alam mana beliau dilahirkan?" mendengar itu Sang Arhat merasa iba, lalu Beliau pun bersamadhi. Dalam pada itu terlihat oleh Beliau, bahwa ibu putri itu terjerumus dalam alam sengsara dan sangat menderita. Sang Arhat itu pun bertanya, "Ketika ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang dilakukannya sehingga beliau terjerumus ke alam sengsara dan sangat menderita?" Putri Jyotinetra menjawab, "Ibu hamba terlalu gemar makan anak ikan dan labi-labi, digoreng atau dimasak dengan sayur lain, banyaknya tidak kurang dari sepuluh juta kali nyawanya, dimakannya dengan lahapnya. Kasihanilah Bhante! Harus dengan cara apa agar ibu hamba dapat diselamatkan?" Sang Arhat dengan perasaan welas asih memberitahukan putri itu dengan cara yang mudah, "Engkau boleh menyebut nama Buddha yaitu "Namo Suddhapadmanetra Buddhaya" dengan sepenuh hati dan di samping itu engkau boleh membuat Buddha rupang untuk mengadakan puja bhakti di rumahmu. Dengan demikian baik yang telah meninggal maupun yang masih hidup akan mendapat perlindungan-Nya!"
Setelah Putri Jyotinetra mendengar penerangan Sang Arhat, ia pun segera menjual semua barang kesayangannya untuk mendapatkan ongkos guna membuat gambar Buddha Suddhapadmanetra. Kemudian dipuja-Nya dengan hikmat serta memuliakan nama Buddha tersebut. Karena terharu ia pun menangis sambil memikirkan jasa-jasa Buddha yang demikian besarnya sedangkan umat masih banyak kekurangan-kekurangannya. Saat ia sedang tidur, tiba-tiba ia bermimpi melihat seorang Buddha yang amat besar bagaikan gunung Semeru dan memancarkan sinar keemas-emasan yang terang benderang seraya bersabda, "Putri yang berbudi, janganlah engkau bersedih. Tidak lama lagi ibumu akan terbebaskan dari alam sengsara dan lahir di rumahmu. Ketika bayi itu dapat merasakan lapar dan kedinginan, ia akan bercerita tentang asal usulnya!"
Tak selang berapa lama, seorang pramuwisma yang sedang mengandung melahirkan seorang bayi laki-laki. Belum lagi genap tiga hari, karena merasa dingin dan lapar, ketika bayi itu melihat Putri Jyotinetra, ia pun segera menangis seraya berkata, "Anakku yang tersayang! Aku adalah ibumu. Karma yang dibuat diri sendiri semasa hidup dan mati, akibatnya akan diterima diri sendiri pula. Aku telah lama terjerumus dalam alam sengsara. Sejak aku meninggal dunia hingga baru-baru ini, aku terus menerus keluar masuk berbagai Neraka tanpa henti-hentinya. Kini diberkahi jasa-jasa dan kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan lahir kembali ke alam manusia yang hina dan usiaku pun pendek. Umur tiga belas tahun harus kembali ke alam sengsara. Anakku yang tersayang! Apakah engkau dapat menyelamatkan aku terbebaskan dari penderitaan?"
Setelah Putri Jyotinetra mendengar kata-kata yang diucapkan bayi itu, ia menjadi yakin, bahwa bayi itu dahulu kala benar-benar adalah ibunya. Putri Jyotinetra merasa amat sedih dan terisak-isak lalu bertanya, "Ibundaku yang tercinta! Katakanlah, karena Karma apa maka ibu terjerumus ke alam kesedihan. Bayi pramuwisma tersebut menjawab, "Anakku tersayang! Waktu masih berada di dunia aku melakukan dua macam Karma berat; Yakni pembunuhan dan ucapan kotor serta memfitnah. Kalau saja tanpa jasa-jasa dan kebajikanmu, pastilah aku takkan dapat kesempatan keluar dari kesengsaraan. "Hukuman apakah yang pernah ibunda terima di Neraka itu?" tanya sang putri. "Anakku tersayang, hukuman Neraka dan kesengsaraannya amat menyedihkan dan sulit untuk diceritakan. Apabila diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahun pun takkan habis!" jawab ibunya.
Setelah Putri Jyotinetra mendengar ucapan bayi itu, ia pun menangis dengan tersedu-sedu. Lalu ia menengadah seraya berkata, "Yang Maha Kuasa! Lindungilah ibuku! Agar ibuku terbebaskan dari alam kesedihan untuk selama-lamanya! Bila usia bayi telah genap tiga belas tahun, semoga Karma buruknya dapat dihapuskan dan jangan terjerumus lagi ke alam sengsara." Putri Jyotinetra lalu bersumpah, "Oh, Sang Buddha yang berada di sepuluh penjuru jagad! Kasihanilah dan terimalah nadar utamaku yang akan hamba ikrarkan ini. Semoga ibu hamba dapat terbebaskan dari Tri Gatya sengsara, dari kelahiran hina dan dari kelahiran menjadi wanita. Kini hamba berdiri di hadapan gambar Buddha Suddhapadmanetra dan berjanji mulai saat sekarang hingga ratusan ribu Koti Kalpa yang akan datang, akan hamba selamatkan semua makhluk yang berat Karma buruknya dan tengah mengalami kesengsaraan di tiga alam kesedihan di berbagai dunia, agar mereka terbebaskan dari Neraka. Dari alam binatang dan hantu kelaparan. Hamba akan membimbing mereka hingga mencapai Kebuddhaan. Setelah terlaksana itu semua, barulah hamba mencapai Anuttara Samyaksambudha!
Selesai ikrar, Putri Jyotinetra mendengar suara Buddha Suddhapadmanetra dari Langit, "Putri Jyotinetra yang berbudi, perasaanmu sungguh penuh welas asih. Demi menyelamatkan ibumu, engkau telah bertekad mengucapkan nadar utama yang demikian agung! Mulai sekarang, bila usia ibumu telah genap tiga belas tahun, ia terbebaskan dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu daerah menjadi Brahmacarin, usianya akan mencapai seratus tahun. Setelah itu ia akan dilahirkan di sebelah timur Alam Asoka, negeri Buddha Asokavijayasri, atau di sebelah barat, Alam Sukhavati, negeri Budha Amitabha. Usianya tak dapat diperhitungkan dengan hitungan Kalpa. Di alam sana ia akan melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Kebodhian. Kemudian ia menjalankan tugasnya, menyelamatkan umat manusia dan Dewa yang jumlahnya bagaikan butiran pasir sungai Gangga yang tak dapat diperkirakan!"
Sang Buddha bersabda kepada Sang Bodhisattva Dhyanasvararaja, "Yang Arya, Sang Arhat yang pernah menyelamatkan Putri Jyotinetra itu adalah Aksayamati Bodhisattva. Yang menjadi ibu Putri Jyotinetra itu adalah Vimuktika Bodhisattva. Sedangkan Putri Jyotinetra sendiri adalah Ksitigarbha Bodhisattva.
Ketahuilah Yang Arya Dhyanasvararaja! Budi pekerti Sang Ksitigarbha sejak berkalpa-kalpa yang tak terhingga sangatlah agung, penuh welas asih, dan Beliau pernah menyatakan ikrar yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga. Begitu pula Beliau pernah menyelamatkan umat yang menderita yang banyaknya sukar diperkirakan! Pada masa yang akan datang, apabila terdapat pria atau wanita yang enggan berbuat Karma baik, hanya senang berbuat Karma buruk, tidak percaya akan Hukum Sebab Akibat, dan selalu melakukan pekerjaan tercela seperti dursila, berdusta, berlidah dua, ucapannya kasar, berani memfitnah ajaran Buddha dan sebagainya, maka umat yang demikian setelah mereka meninggal dunia akan terjerumus ke dalam alam kesengsaraan! Akan tetapi, apabila mereka sebelumnya dapat bertemu dengan seorang Maitrayani yang mengajak mereka memohon perlindungan kepada Ksitigarbha Bodhisattva, perbuatan buruk mereka terampuni dan mereka terhindar dari tiga alam kesedihan. Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan sepenuh hati memberi hormat kepada Ksitigarbha Bodhisattva, memuliakan nama-Nya atau selalu melakukan puja bhakti dengan dupa, bunga, jubah, permata, minuman, makanan dan sebagainya; Si pemuja pada masa yang akan datang yang banyaknya ratusan ribu Koti Kalpa akan terus-menerus dilahirkan di Surga untuk menikmati kebahagiaan disana! Apabila usianya sudah habis mereka mendapat kesempatan terlahir kembali ke dunia manusia dengan kedudukan sebagai bangsawan atau menjadi raja berkuasa, dan lamanya hingga ribuan Kalpa dan mereka memiliki daya ingat kehidupan masa silam serta sebab akibat dan asal-usul kehidupan masa lampau.
Yang Arya Dhyanasvararaja! Ksitigarbha Bodhisattva yang demikian itu memiliki Maha Rddhiabhijnabala yang tak terlukiskan hebatnya untuk menolong umat manusia membebaskan diri dari kesengsaraan. Karena itu Engkau beserta para Bodhisattva harus selalu ingat akan Sutra ini, kemudian Menyebarkan seluas-luasnya ke segala penjuru dunia.
Setelah Bodhisattva Dhyanasvararaja selesai mendengar kisah tersebut, Beliau berkata kepada Sang Budha "Bhagavan yang termulia! Tak usah khawatir. Kami Bodhisattva Mahasattva yang berjuta-juta jumlahnya pasti dapat mewujudkan pesan Sang Buddha dengan daya gaib yang dilimpahkan kepada kami, Sutra ini akan kami sebar luaskan di dunia Jambudvipa supaya umat manusia mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Setelah selesai, Dhyanasvararaja Bodhisattva memberi hormat kepada Sang Bhagavan dengan beradara, lalu kembali ke tempat duduk-Nya.
Ketika itu para Raja Caturmaharajakajika yang datang dari keempat jurusan Surga bersama-sama bangkit dari tempat duduk-Nya, lalu memberi hormat dengan beradara kepada Sang Buddha seraya bertanya, "Oh, Bhagavan yang termulia, apa sebabnya Sang Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha sejak sekian banyak Kalpa memberikan maha ikrar-Nya, namun hingga kini masih banyak umat yang belum terbebaskan, malah menyatakan ikrar yang lebih besar lagi. Mohon Sang Bhagavan memberi penjelasan kepada kami!"
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada keempat Maha Raja Kajika, "Sadhu! Sadhu! Aku sekarang demi kepentingan-Mu dan para Dewa saat ini dan saat yang akan datang, akan menjelaskan bagaimana usaha Ksitigarbha Bodhisattva di dunia Saha dengan segala kemudahan-kemudahan menolong semua mahkluk yang menderita terbebaskan dari kelahiran dan kematian."
"Terima kasih, Bhagavan yang termulial! Kami sekalian telah siap mendengarkan."
Sang Buddha bersabda, “Meskipun Ksitigarbha Bodhisattva sejak sekian Kalpa lamanya hingga sekarang menyelamatkan umat yang menderita, namun belum juga terpenuhi cita-cita-Nya. Beliau merasa sangat kasihan kepada umat yang menderita di dunia ini. Mengingat beberapa Kalpa yang tak terbilang pada masa yang akan datang, masih terdapat sebagian besar makhluk yang Karma buruknya seperti tanaman yang merambat, makin lama makin menjalar luas. Oleh karena itu Beliau berikrar dan berikrar lagi dan berupaya sekeras mungkin menyelamatkan umat yang menderita. Demikian Ksitigarbha Bodhisattva di Sahaloka, di Alam Jambudvipa, dengan ratusan ribu cara yang trampil membimbing umat menuju kebebasan dari penderitaan-penderitaan. O, Maha Raja Kajika! Seandainya terdapat umat yang sengaja melakukan pembunuhan, Ksitigarbha Bodhisattva segera memberitahukan, bahwa Karma buruk ini akan mengakibatkan usia pendek atau mati muda.
Yang melakukan pencurian dan perampokan diberitahu bahwa perbuatan jahat itu akan mengakibatkan orang menjadi miskin dan banyak menderita kesengsaraan di masa yang akan datang; Yang melakukan perbuatan dursila akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di alam unggas seperti burung pipit, merpati, belibis, dan sebangsanya; Yang melakukan ucapan kasar akan mengakibatkan rumah tangganya selalu bentrok tidak harmonis; Yang melakukan fitnahan akan mengakibatkan orang menjadi bisu atau menderita penyakit mulut yang menahun; Yang senang marah atau membenci orang lain akan mengakibatkan badannya cacat dan berparas jelek sekali; Yang terlalu serakah terhadap segala makanan dan minuman akan mengakibatkan kelaparan, kehausan, dan selalu menderita penyakit tenggorokan; Yang suka berburu akan mengakibatkan mati dalam ketakutan; Yang durhaka kepada orang tuanya akan mengakibatkan kena bencana alam, Yang membakar hutan akan mengakibatkan mati dalam kegilaan atau kesesatan; Yang senang menganiaya anak tirinya akan mendapat balas dendam dari anak tirinya pada masa yang akan datang; Yang suka melakukan penangkapan anak binatang atau unggas akan mengakibatkan sanak saudaranya terpisah jauh dan terpencar; Yang suka memfitnah Triratna akan mengakibatkan menjadi buta, tuli, bisu, dan sebagainya; Yang menghina Buddha Dharma akan lama di hukum di alam sengsara; Yang merusakkan dan memboroskan barang-barang milik Sangha akan mengakibatkan dirinya terjerumus ke dalam Neraka berkalpa-kalpa; Yang menodai Sangha atau mengotori tempat suci akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang; yang melakukan pembunuhan atau penyiksaan dengan air mendidih, dengan kobaran api, akan mengalami pembalasan yang serupa di masa yang akan datang; Yang melanggar sila kebhiksuan akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang dan selalu menderita kelaparan; Yang bersifat pemboros akan mengakibatkan selalu kekurangan akan kebutuhan; Yang bersikap angkuh dan sombong atau egois akan mengakibatkan dirinya lahir di kalangan hina dina; Yang berlidah dua atau gemar bertengkar akan lahir menjadi makhluk bisu atau menjadi seekor burung yang pandai berkicau; Yang berpandangan sesat akan mengakibatkan dirinya lahir di daerah terpencil. Demikianlah umat yang berada di dunia Jambudvipa yang pernah melakukan Karma buruk melalui tubuh, mulut, dan pikiran, yang banyaknya hingga jutaan macam, akan mendapat pembalasan yang sesuai dengan perbuatannya masing-masing. Hanya sekian saja yang dapat Aku uraikan! Meskipun Karma mereka demikian beraneka warna dan banyak sekali jumlahnya, namun Ksitigarbha Bodhisattva tetap dengan ulet terus menerus berusaha dengan segala cara yang trampil untuk menyelamatkan mereka mencapai pembebasan.
Umat yang demikian banyak, karena pembalasan Karmanya masing-masing, akhirnya terjerumus ke dalam Neraka berjuta-juta tahun tak terbebaskan. Karena itu kamu sekalian harus melindungi umat dan negara, agar mereka dijauhkan dari Karma-karma buruk."
Mendengar sabda Sang Buddha, keempat Maha Raja Kajika menjadi sedih. Dengan wajah yang berlinang air mata mereka memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni, lalu kembali ke tempat duduk-Nya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar