KSITIGARBHA BODHISATTVA PURVA PRANIDHANA SUTRA
BAGIAN PERTAMA
1. Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam
Demikian yang Ku-dengar. Pada suatu ketika Sang Buddha berada di Surga Trayastrimsa akan mengkhotbahkan Dharma kepada ibu-Nya. Ketika itu dari sepuluh penjuru dunia yang tak terbatas, semua Buddha dan Maha Bodhisattva Mahasattva yang jumlahnya sulit diperkirakan datang berkumpul. Mereka menjunjung dan memuji Buddha Sakyamuni yang dapat menampilkan di dunia Panca-Kasayah (lima macam kekeruhan) ini, Maha Prajna Rddhiabhijanabala (tenaga batin) yang tak dapat terpikirkan, untuk menundukkan umat yang bertegar hati, agar mereka sadar dan mengerti jalan mana menuju ke kebahagiaan dan mana menuju ke penderitaan. Masing-masing mengirim utusan untuk memberi hormat kepada Sang Buddha.
Saat itu Sang Buddha tersenyum dan tubuh-Nya mengeluarkan
ratusan ribu koti awan bercahaya Maha Rasmihprabha Megha, seperti Maha
Pari-Purna Megha, Maha-Maitri Megha, Maha-Jhana Megha, Maha-Prajna Megha,
Maha-Samadhi Megha, Maha Sri Megha, Maha-Punya Megha, Maha-Guna Megha,
Maha-Sarana Megha, Maha-Stotra Megha. Setelah berbagai-bagai awan bercahaya
berhenti keluar, kemudian terdengar bermacam-macam suara merdu, seperti
Dana-Paramita Ghosa, Sila-Paramita Ghosa, Ksanti-Paramita Ghosa, Virya-Paramita
Ghosa, Dhyana-Paramita Ghosa, Prajna-Paramita Ghosa, Maitri Ghosa, Karuna
Ghosa, Upeksa Ghosa, Maha Simhanada Ghosa, Garjita Ghosa, Maha Garjita Ghosa.
Setelah berbagai suara merdu yang tak terlukiskan berhenti
berkumandang, datang dan berkumpul pula di Surga Trayastrimsa, Dewa, Naga,
Hantu, dan Makhluk Suci yang tak terbilang banyaknya dari dunia Saha dan dunia
lainnya. Seperti dari Alam Surga Maha-Raja-Kajika, dari Surga Trayastrimsa,
dari Surga Yama, dari Surga Tusita, dari Surga Nimanarati, dari Surga
Paranirmita-vasavartin, dari Surga Brahmakajika, dari Surga Brahmaparsadya,
dari Surga Bramapuronita, Surga Mahabrahma, dari Surga Parittabha, dari Surga
Apramanabha, dari Surga Abhasvara, dari Surga Parittasubha, dari Surga
Apramasubha, dari Surga Subhakrtsna, dari Surga Anabhraka, dari Surga
Punyaprasarava, dari Surga Brhatphala, dari Surga Avrha, dari Surga Atapa, dari
Surga Sudrsa, dari Surga Sudarsana, dari Surga Akanistha, dari Surga
Mahamahesvara, hingga Surga Naivasamjnanasam-jnayatana. Segala macam Dewa,
Naga, Hantu, dan Makhluk Suci semuanya berkumpul.
Ada lagi dari dunia lain dan dunia Saha, seperti Dewa
Penguasa Laut, Dewa Sungai, Dewa Pohon, Dewa Gunung, Dewa Bumi, Dewa Danau,
Dewa Pertanian, Dewa Siang, Dewa Malam, Dewa Angkasa, Dewa Langit, Dewa Minuman
dan Makanan, Dewa Tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain Makhluk Suci semuanya datang
berkumpul.
Ada lagi dari dunia lain dan dunia Saha, para Raja Setan
seperti Raja Setan Bermata Kejam, Raja Setan Penghisap Darah, Raja Setan
Penghisap Sari Mani, Raja Setan Pemakan Janin dan Telur, Raja Setan Penyebar
Penyakit, Raja Setan Penolak Tuba, Raja Setan Pengasih Penyayang, Raja Setan
Pemberi Sejahtera, Raja Setan Berbudi Luhur, dan lain-lain Raja Setan semuanya
berkumpul.
Pada saat itu Sang Buddha bersabda kepada Pangeran Dharma
Manjusri Bodhisattva Mahasattva, “Engkau melihat semua Buddha, Bodhisattva dan
Dewa, Naga, Hantu, Makhluk Suci di dunia, di dunia lain, di bumi ini, di bumi
lain, kini semuanya datang berkumpul di Surga Trayastrimsa. Dapatkah Engkau
menghitung jumlahnya?” Manjusri menjawab, “Bhagavan yang termulia, dengan daya
Rddhiabhijnabala-Ku, sekalipun ribuan Kalpa menghitungnya, Hamba tak dapat
mengetahui berapa jumlah yang hadir.” Sang Buddha bersabda lagi kepada Manjusri
Bodhisattva, “Dengan Buddhacaksu-Ku (Mata Buddha) menghitung, masih juga tidak
dapat mengetahui jumlah yang sebenarnya. Ini semua berkat penjelmaan
Ksitigarbha Bodhisattva sejak berkalpa-kalpa lamanya, baik yang sudah ditolong,
yang akan ditolong, yang belum ditolong, maupun yang sudah berhasil, yang akan
berhasil, yang belum berhasil.”
Manjusri Bodhisattva menjawab Sang Buddha, “Bhagavan yang
termulia, sejak masa silam hamba telah banyak melakukan Kusala-Karma (perbuatan
baik) dan telah memperoleh kebijaksanaan tanpa halangan (omniscience).
Mendengar sabda Bhagavan Hamba percaya sepenuhnya. Tapi para Sravaka yang
berpahala kecil, Dewa, Naga, Asta Gatyah (delapan kelompok makhluk) serta para
umat dari masa yang akan datang, meskipun mendengar sabda Tathagata yang
sesungguhnya, mereka akan merasa sangsi. Jika kita paksakan Dharma ini, mereka
akan melakukan fitnahan. Oleh karena itu kami mohon dengan hormat Bhagavan sudi
menguraikan prestasi yang dicapai Ksitigarbha Bodhisattva, sebab utama apa, melakukan
ibadat yang bagaimana, menyatakan tekad apa, sehingga Beliau dapat mencapai
keberhasilan yang tak terpikirkan hebatnya.”
Sang Buddha bersabda kepada Manjusri Bodhisattva,
“Seandainya semua tumbuh-tumbuhan seperti rumput, pohon, hutan rimba, padi, rami,
bambu, kumpai, batu, gunung, debu halus yang berada di Alam
Trisahasra-Mahasahasra, masing-masing dijadikan Sungai Gangga. Butiran pasir
yang berada di setiap Sungai Gangga itu tiap butirnya dijadikan Alam
Trisahasra-Mahasahasra, butiran debu yang berada di tiap Alam
Trisahasra-Mahasahasra itu tiap butirnya dijadikan pula satu Kalpa. Maka
beberapa Kalpa jumlahnya takkan dapat dihitung. Namun Ksitigarbha Bodhisattva
sejak mencapai Dasa-Bhumayah hingga sekarang, lamanya telah mencapai ribuan
kali lipat daripada perumpamaan kita tadi. Apalagi Ksitigarbha Bodhisattva
pernah berada di Sravaka-Bhumi dan Pratyekabuddha-Bhumi, lamanyapun tak
terhitung Manjusri, kewibawaan serta keagungan janji suci Bodhisattva ini
sungguh takkan terperikan! Apabila terdapat putra putri yang berbudi dari masa
yang akan datang, setelah mereka mendengarkan nama agung dari Bodhisattva ini,
walau hanya memberi hormat atau memuji jasa-Nya atau memuliakan nama-Nya atau
mengadakan puja bhakti atau membuat rupang-Nya baik dari gambar berwarna maupun
dari ukiran, pahatan dan sebagainya, putra putri yang berbudi itu akan
dianugerahi kesempatan lahir di Surga Trayastrimsa hingga ratusan kali dan
takkan terjerumus ke alam sengsara.
Manjusri, Ksitigarbha Bodhisattva pada masa lampau yang tak
terhitung jumlah Kalpanya, pernah lahir sebagai seorang putra Maha Grhapati
(orang tua yang berjasa dan banyak harta benda). Waktu itu terdapat seorang
Buddha yang bernama SIMHAVIKRIDITAPARIPURNACARYA Tathagata. Pada suatu saat
putra Maha Grhapati melihat rupa Buddha tersebut demikian anggun lalu Ia
bertanya kepada Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, bahwa ikrar dan perbuatan
apa gerangan yang pernah dilakukan-Nya sehingga Beliau memiliki paras muka yang
demikian bagus dan anggun. Ketika itu Buddha Simhavikriditaparipurnacarya
memberitahu kepada putra Maha Grhapati, bahwa jika ingin memiliki tubuh yang
demikian itu harus banyak menolong makhluk hidup dari kesengsaraan terus
menerus tanpa henti. Manjusi, setelah mendengar sabda Buddha tersebut, putra
Maha Grhapati berikrar di depan Buddha Simhavikriditaparipurnacarya, bahwa
sejak waktu itu hingga masa mendatang berkalpa-kalpa yang tak terhitung
jumlahnya, Ia akan menyelamatkan semua makhluk hidup dalam Sad Gatyah (enam
jalur kehidupan) bebas dari duhkha (derita) dengan berbagai cara yang mudah,
kemudian Ia baru mencapai kesadaran Bodhi yang agung. Demikianlah Ia
menyampaikan janji suci-Nya di depan Buddha Simhavikriditaparipurnacarya,
hingga sekarang meskipun telah ratusan ribu Koti Nayuta Kalpa yang tak terhitung
jumlahnya, Beliau masih tetap sebagai Bodhisattva menjalankan tugas-Nya
menolong makhluk hidup.”
“Lagi pada masa lampau beberapa Asankyeya Kalpa yang tak
terhitungkan, ketika itu terdapat seorang Buddha yang bernama BUDDHA
PADMASAMADHISVARARAJA Tathagata, usia-Nya mencapai empat juta Koti Asankyeya
Kalpa. Pada masa Saddharmapratirupaka terdapat seorang Putri Brahmana, yang
banyak menahan benih kebajikan pada masa kehidupan yang lampau. Sehingga kini
ia selalu mendapat pujian orang sekitarnya. Dimanapun ia berada, apapun yang
dilakukannya selalu mendapat perlindungan para Dewa. Tapi ibunya menganut
ajaran sesat, selalu memfitnah Triratna. Sementara itu putri suci itu dengan
berbagai cara yang trampil menasehati ibunya, supaya mendapatkan pandangan yang
benar. Akan tetapi ibunya belum lagi percaya sepenuhnya, sudah meninggal dunia.
Arwahnya jatuh ke dalam Neraka Avici. Putri Brahmana itu mengetahui betul,
bahwa ibunya semasa hidupnya tidak percaya kepada Hukum Sebab Akibat
diperkirakan ibunya akan mengikuti Karmanya, niscaya jatuh ke alam sengsara.
Demi meyelamatkan ibunya yang malang itu secepat mungkin, Putri Brahmana itu
menjual rumah kediamannya. Kemudian dari hasilnya ia tukar dengan dupa dan
bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lain. Lalu saji-sajian
itu dipersembahkan di vihara-vihara sambil mengadakan puji bhakti secara
khidmat kepada para Buddha di masa lampau.”
“Ketika di vihara itu Putri Brahmana melihat Buddharupang
Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata yang agung megah, hal itu telah
membuatnya lebih menghormat dan mengagumi-Nya. Seraya berkata dalam hatinya,
bahwa Buddha ini memiliki gelar yang “Maha Sadar”, memiliki Sarvajna
(Kebijaksanaan terluhur). Jika saja Beliau masih berada di dunia ini aku akan
memohon Beliau untuk menunjukkan di alam mana ibuku berada setelah ia meninggal
dunia, pastilah Beliau mau memberitahuku.”
“Pada saat Putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali
berdiri di depan Buddharupang tersebut, tiba-tiba terdengar suara dari Langit,
"Putri yang berbudi, janganlah terlalu bersedih hati. Sekarang Aku akan
menunjukkan tempat ibumu berada. “Mendengar suara tersebut segeralah Putri
Brahmana itu mengatupkan kedua telapak tangannya ke arah Langit seraya berkata,
“Dewa berbudi manakah menghibur hatiku yang duka lara. Sejak ditinggalkan ibu
tersayang, siang dan malam aku selalu merindukannya. Entah kepada siapa aku
harus bertanya, di alam mana ibuku berada. “Kemudian datang lagi suara dari
Langit, "Aku adalah Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata, seorang Buddha
masa lampau yang sedang engkau puja. Melihat engkau merindukan ibu melebihi
kesedihan umat-umat lain, maka Aku datang untuk memberitahu."
Putri Brahmana sangat terharu mendengar sabda Buddha
tersebut, lalu ia menyembah dengan sekuat tenaga, sekujur tubuhnya mendekap ke
tanah sehingga anggota badannya terluka dan ia pun pingsan. Setelah ditolong
orang sekitar vihara itu lama kemudian baru siuman kembali. Lalu ia menengadah
ke Langit sambil berdoa dan berkata, “Kasihanilah aku Buddha yang termulia,
katakanlah segera di alam mana ibuku berada. Sebab jiwa ragaku tak lama lagi
akan mati.”
Buddha Padmasamadhisvararaja Tathagata memberi tahu Putri
Brahmana, “Putri yang berbudi, setelah puja bhaktimu ini selesai, cepatlah
kembali ke rumah. Kemudian duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan
pusatkanlah pikiranmu, lalu renungkanlah nama-Ku terus menerus, pasti engkau
dapat mengetahui di alam mana ibumu berada!”
Setelah mendengar sabda tersebut Putri Brahmana merasa amat
gembira dan lega, bergegas ia memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu
pergi. Setiba di rumah, Putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati
merenungkan nama Buddha Padmasamadhisvararaja dengan cara meditasi selama satu
hari satu malam.
Dalam samadhinya, Putri Brahmana itu merasa dirinya berada
di pantai laut, air laut nampak bergelora. Banyak binatang buas yang berbadan
baja berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang,
laki-laki dan perempuan. Mereka timbul tenggelam di dalam air laut itu,
sebagian dimangsa binatang buas yang ada di situ. Tak berapa lama, datanglah
bermacam-macam setan Yaksa, ada yang bertangan banyak, yang bermata banyak,
berkaki banyak, berkepala banyak atau yang taringnya setajam pedang. Mereka
berbondong-bondong mengusir orang hukuman itu menuju ke kelompok binatang buas
di situ, sebagian setan Yaksa beramai-ramai menangkap orang-orang tersebut,
lalu menekuk kepala dan kaki, lalu menggulungnya menjadi gumpalan atau menarik
tubuh orang tersebut hingga panjang sekali, atau mematahkan seluruh tulangnya,
atau menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian mayatnya dibuang ke dalam
laut. Tingkah laku mereka sangat kejam, sungguh sangat menakutkan sehingga tak
ada seorang pun yang sanggup memandangnya lama-lama. Namun Putri Brahmana itu
tidak takut sedikit pun! Karena dia telah memuliakan nama Buddha
Padmasamadhisvararaja Tathagata.
Saat itu datang seorang Raja Setan yang bernama Amagadha
menyambut Putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata, “Sadhu, Bodhisattva
yang Mulia! Ada apa gerangan datang ke alam ini?”
Putri Brahamana bertanya kepada Raja Setan, “Apakah nama
alam ini?”
“Ini adalah Cakravada, lapisan laut pertama di sebelah
barat,” jawab Raja Setan.
Putri Brahamana bertanya pula, “Benarkah di tengah-tengah
Maha Cakravada terdapat Alam Neraka?”
“Betul, Alam Neraka persis ditengah-tengahnya,” jawab Raja
Setan.
“Raja Setan yang budiman! Katakanlah mengapa aku dapat
mengunjungi Alam Neraka ini?” Tanya Putri Brahmana lagi.
“Raja Setan Amagadha menjawab, “Engkau datang ke Alam
Neraka ini jika bukan karena kekuatan gaib, pastilah karena Karma buruk. Tanpa
salah satu sebab tersebut sulit datang berkunjung ke Alam Neraka ini.”
Putri Brahmana bertanya kembali, “Mengapa air laut itu
mendidih dan di dalamnya banyak orang yang bersalah dan binatang buas?”
Raja Setan Amagadha menjawab, “Orang-orang tersebut datang
dari dunia Jambudvipa, mereka mempunyai Karma berat dan baru meninggal dunia.
Tapi selama empat puluh sembilan hari ini tiada seorang pun yang membuat
jasa-jasa dan kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk menyelamatkan
mereka. Sewaktu mereka berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan.
Maka tanpa membawa suatu apapun kecuali Karma beratnya, kini mereka harus
menanggung hasil perbuatannya. Dan sesuai dengan Hukum Karma, mereka terjerumus
ke alam kesedihan. Sebelumnya mereka harus menyeberangi lautan yang mendidih
ini.”
“Di sebelah timur, kira-kira seratus Yojana dari lautan
pertama ini terdapat satu lautan lagi dan keadaannya lebih menyedihkan
dibandingkan dengan lautan pertama! Lagi di sebelah timur lautan kedua,
terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi beberapa kali lipat dari
lautan kedua!”
“Barang siapa telah melanggar tiga macam Karma (Trikarma),
mereka langsung menyeberangi lautan ke Alam Neraka setelah kehidupan mereka
berakhir. Ketiga lautan ini dinamakan Karmasagara,” demikian Raja Setan
menjelaskan.
Selanjutnya Putri Brahmana bertanya lagi, “Dimana letaknya
Neraka itu?”
Jawab Amagadha, “Di bawah ketiga lautan ini adalah Neraka
besar, jumlahnya ratusan ribu dan jenisnya macam-macam. Neraka yang besar
jumlahnya delapan belas buah. Yang sedang lima ratus buah, hukumannya berat
sekali, dan yang kecil ribuan banyaknya, juga berat hukumannya.”
Putri Brahmana bertanya pula, “Ibuku juga baru meninggal
dunia, entah di mana ia berada”
Raja Setan bertanya, “Ketika ibumu masih hidup di dunia apa
pekerjaannya.”
Putri Brahmana menjawab, “Ibuku berpandangan sesat, suka
memfitnah Triratna. Jika dinasehati ia hanya percaya sebentar, kemudian tidak
menghormati Triratna lagi. Ibuku meninggal belum lama ini, entah dimana ia kini
berada.”
“Siapa nama ibumu dan dari suku apa?” Tanya Raja Setan.
“Orang tuaku adalah keturunan Brahmana. Ayahku bernama
Silasudharsana dan ibuku bernama Vatri,” jawab Putri Brahmana.
“Setelah Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu
beradara (anjali) dan berkata, “Pulanglah sekarang, Bodhisattva yang mulia!
Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembalilah ke tempat asalmu dan mulai
sekarang tak usah cemas dan sedih lagi. Sebab tiga hari yang lalu, seorang
terhukum di Neraka Avici bernama Vatri telah dilahirkan di Surga dan menurut
kabar Vatri itu diberkahi oleh putrinya yang amat menyayanginya, yang pernah
mengadakan puja bhakti di Vihara serta Stupa Buddha Padmasamadhisvararaja. Maka
kali ini bukan saja ibumu terbebaskan dari Neraka Avici, akan tetapi penghuni
Neraka Avici yang lainnya pun mendapat kebebasan dan dilahirkan di Surga.”
Setelah Raja Setan Amagadha selesai memberi penjelasan, ia
pun memberi hormat dengan adara lalu pergi.
Putri Brahmana merasa dirinya bagaikan orang yang baru
sadar dari mimpi. Setelah mengakhiri samadhinya, ia merasa amat riang gembira.
Karena ia telah mengetahui asal usul dan sebab musabab itu. Kemudian ia kembali
lagi ke vihara dan berikrar di depan Buddharupang Buddhapadmasamadhisvararaja
Tathagata, “Aku berjanji, bahwa selama berkalpa-kalpa yang akan datang Aku
bertekad akan memberikan kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan segala makhluk
yang berdosa agar semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan!”
Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Manjusri Bodhisattva, “Ketahuilah, bahwa
yang disebut Raja Setan Amagadha itu kini adalah Bodhisattva Dravysari. Dan
Putri Brahmana itu sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha.”
2. Pertemuan Badan-badan
Jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva
Ketika itu pada pertemuan di Istana Trayastrimsa datang
berkumpul badan-badan jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva yang selama ini bertugas
di Neraka di berbagai dunia yang banyaknya ratusan ribu Koti Asankyeya yang
sulit diperkirakan.
Kini mereka yang diberkati Maha Rddhiabhijnabala dari
Buddha Sakyamuni tidak kurang dari jutaan Koti Nayuta umat suci yang telah
terbebaskan dari duniawi dan berbagai alat kesedihan, semua membawa bunga-bunga
harum untuk dipersembahkan kepada Sang Buddha Sakyamuni. Dan para hadirin yang
datang bersamaan dengan Ksitigarbha Bodhisattva, selama ini telah mendapat
bimbingan-Nya untuk mencapai Anuttara Samyaksambodhi tanpa mengalami
kemunduran. Sebelum itu mereka selama berkalpa-kalpa terlunta-lunta antara
kelahiran dan kematian dalam enam jalur kehidupan tanpa berhenti barang sesaat
pun. Berkat semangat Ksitigarbha Bodhisattva yang Maha Karuna serta janji
suci-Nya yang dalam, mereka semua telah mencapai Kebodhian. Setiba di Istana
Trayastrimsa semua merasa amat gembira memandang wajah Buddha Sakyamuni dengan
tidak berkedip.
Ketika itu Sang Buddha mengulurkan lengan-Nya yang
keemas-emasan menyentuh ubun-ubun tiap jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva yang
banyaknya ratusan ribu Koti Asankyeya itu seraya bersabda. "Aku di Alam
Panca-Kasayah mengajarkan para umat yang masih bertegar hati, supaya sadar dan
kembali ke jalan yang benar. Meskipun demikian masih saja ada satu dua orang
dari sepuluh orang yang berbuat kejahatan. Aku pun menjelmakan diri-Ku hingga
ratusan ribu Koti, dengan berbagai kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan para
umat. Yang banyak menanam kebajikan pada masa silam, berhasil berkat nasehat-nasehat-Ku.
Mereka yang lemah mengalami masa yang lama sekali baru tersadarkan. Mereka yang
berkarma berat tidak menghormati Buddha Dharma sukar disadarkan. Meskipun para
umat demikian berbeda-beda adanya, tetap perlu ditolong dengan jelmaan yang
berbagai-bagai pula. Atau menjelma sebagai laki-laki, atau sebagai wanita, atau
sebagai Dewa, Naga, makhluk-makhluk suci, setan, bahkan Aku pernah menjelmakan
diri-Ku menjadi gunung, hutan, sungai, padang, kali kecil, kolam sumber air,
sumur, dan sebagainya agar dapat menolong makhluk yang sengasara! Kadang kala
Aku juga menjelmakan diri-Ku menjadi seorang Raja Indra, Raja Brahma, Raja
Cakravartin, atau seorang Kulapati, atau seorang Raja Dunia, Menteri, Pegawai
Negeri, atau seorang Bhiksu, Bhiksuni, Upasaka, Upasika, Sravaka,
Pratyekabuddha, Arhat, atau Bodhisattva, dan sebagainya guna menyelamatkan para
makhluk sengsara di alam semesta. Maka Buddha tidak menjelma sebagai Buddha
saja.
Dapat Engkau lihat Aku berkalpa-kalpa dengan susah payah
menolong berbagai-bagai makhluk hidup yang bertegar hati dan menderita. Mereka
yang belum tersadarkan, menerima Karmanya sesuai dengan perbuatannya. Jika
mereka terjerumus ke dalam alam sengsara dan menderita, engkau semua harus
ingat nasehat-Ku ketika kita berada di Surga Trayastrimsa, supaya makhluk yang
berada di Dunia Saha hingga pada masa Maitreya Bodhisattva lahir semuanya
dibebaskan dari penderitaan. Bebas dari segala macam duhkha (derita)
selama-lamanya dan akan bertemu Buddha serta mendapat Vyakarana."
Pada saat itu semua jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva dari
berbagai dunia dan sejak berkalpa-kalpa yang lalu bersatu kembali menjadi tubuh
asal-Nya lagi, lalu memberi penghormatan dengan perasaan haru serta
menceritakan dengan air mata berlinang kepada Sang Buddha, "Sejak berkalpa-kalpa
yang lalu hamba telah mendapatkan bimbingan Sang Bhagavan sehingga hamba
mendapatkan Rddhiabhijnabala dan Mahaprajna. Berkat Buddha, jelmaan hamba telah
dapat memenuhi dunia yang banyaknya ratusan ribu Koti. Mengajari mereka
meyakini Triratna agar mereka terbebaskan dari kelahiran dan kematian dan
melaksanakan Dharma luhur hingga mencapai Nirvana. Barang siapa dapat
mengamalkan Buddha Dharma walaupun jasanya hanya sehelai rambut, setetes air,
sebutir pasir, atau sebutir debu, Aku bertekad menolong mereka membebaskan diri
dari duhkha dan mendapatkan manfaat yang besar dari Buddha Dharma. Dengan ini
Hamba mohon dengan tulus ikhlas, agar Sang Bhagavan tidak menjadi khawatir akan
keadaan para umat yang melakukan Karma berat di masa yang akan datang".
Demikianlah kata-kata ini diulangi tiga kali oleh Ksitigarbha Bodhisattva di
hadapan Buddha Sakyamuni.
Ketika itu Sang Buddha menjawab Ksitigarbha Bodhisattva,
"Sadhu! Sadhu! Aku gembira dan akan membantu-Mu agar Engkau mencapai hasil
yang gilang gemilang. Apabila Engkau telah berhasil melaksanakan ikrar pada
masa silam itu dan usaha suci-Mu akan selesai, ketika itu pulalah Engkau akan
mencapai Anuttara Samyaksambodhi"
3. Pengamatan atas Karma
Makhluk Hidup Serta Sebab
Ketika itu Ibu Mahamaya merangkapkan kedua telapak tangan-Nya memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha seraya bertanya, "Yang Arya bagaimanakah Hukum Karma yang berlaku bagi makhluk dari Dunia Jambudvipa yang pernah berbuat macam-macam Karma buruk itu?"
Ksitigarbha Bodhisattva menjawab, "Dunia serta Alam
Buddha banyak sekali hingga berjuta-juta. Di Dunia Saha terdapat Neraka, di
alam lain tiada Neraka. Di dunia Saha terdapat wanita, di alam lain tiada
wanita. Dunia yang terdapat Buddha Dharma adalah dunia yang megah agung, dunia
yang tidak terdapat Buddha Dharma adalah dunia yang miskin merana. Ada dunia
yang terdapat Bodhisattva, tiada Sravaka dan Pratyekabuddha, sebaliknya ada
dunia yang hanya terdapat Sravaka dan Pratyekabuddha saja tanpa Bodhisattva. Jadi
tidak terbatas pada makhluk hidup di Alam Neraka saja yang mendapat siksaan
karena Karma berat. Ibu Mahamaya menjelaskan kembali maksud-Nya, bahwa Beliau
ingin mengetahui pembalasan Karma yang dilakukan oleh makhluk hidup di Dunia
Jambudvipa. Ksitigarbha Bodhisattva menjawab Ibu Mahamaya, "Dengarkanlah
baik-baik, Aku akan menguraikannya dengan singkat."
"Sudilah menerangkan, kami sekalian telah siap
mendengarkan," sahut Ibu Mahamaya.
Ksitigarbha Bodhisattva menguraikan kepada Ibu Mahamaya,
"Hukuman terberat dari Neraka dan berlaku di Dunia Jambudvipa adalah
sebagai berikut: Apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah
mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya, maka umat yang
berkelakuan seperti itu akan terjerumus ke dalam Neraka Avici setelah ia
meninggal dunia dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, sulit memperoleh
kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat seorang umat yang berani melukai badan
Buddha atau berani memfitnah Triratna, tidak menghormati Kitab Suci, juga akan
terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa,
juga sulit memperoleh kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat seorang umat yang berani menyakiti Bhiksu,
berani menodai Bhiksuni, atau berani melakukan perbuatan dursila di vihara atau
berani membunuh makhluk bernyawa dalam vihara, akan terjerumus juga ke dalam
Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan Koti Kalpa, sulit memperoleh
kesempatan untuk keluar dari situ.
Apabila terdapat umat yang berani menyamar menjadi Sramana,
tapi hatinya bukan Sramana dan ia memboroskan harta benda milik Sangha, menipu,
Kulapati, melanggar Vinaya, dan melakukan bermacam-macam Karma buruk. Orang
semacam ini juga akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa hukumannya
hingga jutaan Koti Kalpa, juga sulit untuk mendapatkan kesempatan keluar dari
situ.
Apabila terdapat umat yang berani mencuri harta benda milik
Sangha, seperti barang-barang keperluan sehari-hari, beras atau palawija,
makanan atau minuman, jubah atau pakaian lain, bahkan barang apapun diambil
bukan atas pemberian, ia akan terjerumus ke dalam Neraka Avici dan masa
hukumannya juga jutaan Koti Kalpa dan sulit memperoleh kesempatan untuk keluar
dari situ.
Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan, "Ibu Mahamaya,
Jika terdapat umat berbuat Karma yang demikian itu, ia akan terjerumus ke dalam
Neraka Avici dan tidak dapat mohon istirahat sesaat pun menderita terus tak
berkesudahan".
Ibu Mahamaya bertanya pula kepada Ksitigarbha Bodhisattva,
"Yang Arya, mengapa Neraka itu dinamakan Neraka Avici?"
Ksitigarbha Bodhisattva menjelaskan, "Ibu Mahamaya
yang berbudi, semua Neraka berada dalam Gunung Maha Cakravada. Neraka yang
besar terdapat delapan belas buah, yang sedang lima ratus buah. Setiap Neraka
mempunyai nama sendiri-sendiri. Sedangkan yang kecil jumlahnya banyak sekali,
hingga jutaan buah dan namanya pun berbeda-beda juga. Neraka itu kelilingnya
kurang lebih delapan juta Yojana, semua dilengkapi dengan tembok besi, tinggi
tembok tersebut sepuluh ribu Yojana, dalam Neraka tersebut tidak ada tempat
yang kosong, semuanya dipenuhi kobaran api yang dahsyat. Neraka itu
bersambungan satu sama lain dan masing-masing mempunyai nama yang berbeda-beda.
Di antaranya terdapat Neraka yang terbesar, itulah Neraka Avici Kelilingnya
delapan belas ribu Yojana, temboknya juga terbuat dari besi dan tingginya
seribu Yojana. Kobaran api yang membara menyala-nyala dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas. Disamping itu terdapat pula ular-ular berbisa dan anjing-anjing
buas yang tubuhnya semua terbuat dari besi, dari mulutnya menyembur-nyembur api
yang dahsyat. Di atas tembok Neraka itu berkejar-kejaran ke Timur ke Barat. Di
dalam Neraka terdapat ranjang besi tersebar seluas sepuluh ribu Yojana. Apabila
terdapat seorang terhukum berbaring di atas ranjang besi itu, ia segera melihat
dirinya telah berada di setiap ranjang besi yang banyaknya ribuan itu. Demikian
pula apabila terdapat jutaan orang hukuman berbaring di atasnya, segera mereka
melihat tubuhnya berada di setiap ranjang tersebut. Demikian pembalasan dari
Karma yang mereka perbuat. Dan semua terhukum menerima semua siksaan dan
penderitaan.
Kemudian datanglah ribuan mara Yaksa dan hantu jahat.
Giginya runcing bagaikan belati, sinar matanya bagaikan kilat, kukunya tajam
terbuat dari tembaga. Mereka menyeret-nyeret yang terhukum dengan sesuka
hatinya. Ada pula setan Yaksa yang memegang toya runcing, menusuk-nusuknya ke
dalam tubuh orang-orang yang berdosa atau menusuk ke dalam mulut atau hidung
atau perut atau punggungnya. Kemudian orang yang ditusuk itu di lempar ke atas
lalu disambut kembali dan diletakan di atas ranjang yang menyala membara.
Ada pula serombongan garuda besi datang mematuki mata orang
yang bersalah atau datang ular bertubuh baja melilit leher terhukum atau
seluruh sendi tulangnya dipaku dengan paku ranjang, atau lidahnya dicabut lalu
digilas dengan bajak tajam atau ususnya dikeluarkan lalu diiris-iris menjadi
potongan atau mulutnya dituangi cairan tembaga panas atau seluruh badannya
dililiti besi panas. Hidup dan mati berulang-ulang ribuan kali, demikianlah
pembalasan Karma. Demikian hingga jutaan Kalpa lamanya, ia akan sulit
memperoleh peluang untuk keluar. Jika dunia ini menuju kepunahan, sedangkan
masa hukuman bagi para umat yang jahat tersebut belum habis, mereka berpindah
ke alam dunia lain untuk menerima hukuman lanjutan, jika alam dunia lain
mengalami pula kepunahan, mereka berpindah pula ke alam yang lainnya lagi untuk
menerima hukuman selanjutnya dan jika alam yang lainnya ini mengalami kepunahan
pula mereka berpindah lagi ke alam yang lainnya demikian seterusnya, hingga
dunia ini terbentuk kembali dan mereka datang pula ke dunia tempat asal mereka.
Hukuman Karma yang tak terputus-putus demikianlah halnya.
Masih terdapat lima hal mengenai Hukum Karma yang berkaitan
dengan Neraka Avici. Maka disebut Anantarya. Kelima macam Karma yang
bagaimanakah itu?
1. Mereka yang
terhukum mendapat penderitaan siang dan malam tiada henti-hentinya selama
berkalpa-kalpa, waktunya tiada terputus-putus. Maka disebut Anantarya.
2. Di Neraka tersebut berapapun jumlah orang hukuman, satu atau
jutaan, di setiap ruangan akan tetap terasa sesak padat. Maka disebut Anantarya.
3. Tak ada satu terhukum pun yang dapat menghindar dari suatu
hukuman, baik itu dari siksaan garpu tajam, tongkat berat, binatang-binatang
bertubuh besi seperti garuda, ular, serigala, anjing, dan sebagainya. Atau dari
siksaan lesung serta alu besi yang terbakar panas menumbuk tubuh orang yang
jahat, atau tubuhnya dilindas, digergaji, dipahat, dikikir, atau diiris-iris
menjadi berkeping-keping, atau dimasukkan ke dalam periuk besar berisi air
mendidih, atau tubuhnya dibalut dengan jaringan baja yang panas, atau diikat
dengan tali baja yang telah dibakar, atau dipaksa menaiki keledai besi yang
panas atau kuda besi yang panas, lalu dibakar, dikupas kulitnya atau dibawa
oleh keledai atau kuda tersebut yang berlari kencang, kemudian disirami cairan
besi yang sedang melebur. Apabila orang yang berdosa itu lapar, ia akan diberi
makan peluru besi untuk ditelan dan yang haus diberi minum cairan besi. Dan
hukuman itu akan dijalaninya selama berkalpa-kalpa. Penderitaan itu
sambung-mcnyambung tiada putus-putusnya. Maka disebut Anantarya.
4. Di Neraka tersebut tidak ada alasan untuk meringankan hukumannya,
baik itu lelaki atau wanita, suku bangsa minoritas atau mayoritas, telah lanjut
usia atau usia muda belia, kaum bangsawan atau hina dina, Naga atau makhluk
suci, Dewata atau setan, dan sebagainya. Siapa saja yang mempunyai Karma berat,
ia harus menanggung hukumannya tanpa pandang bulu. Maka disebut Anantarya.
Selama hukumannya belum habis, terhukum akan berulang kali mati dan hidup kembali.
Siang dan malam mereka akan menerima penderitaan ini. Sekejap pun takkan
berhenti. Setelah habis masa hukumannya, barulah ia dilahirkan di alam ini.
Maka disebut Anantarya. Ksitigarbha Bodhisattva melanjutkan uraian-Nya,
"Keadaan Neraka Avici sungguh rumit sekali dan sulit untuk diterangkan.
Aku hanya dapat menguraikannya secara singkat, jika meliputi semua alat-alat
hukuman serta rupa-rupa penderitaannya secara lengkap, mungkin hingga satu
Kalpa pun uraian-Ku belum selesai. Setelah mendengar uraian tersebut, Ibu
Mahamaya merasa cemas dan sedih! Lalu Beliau segera beradara (beranjali) kepada
Bodhisattva Ksitigarbha dan kembali ke tempat-Nya."
4. HUKUM KARMA
MAKHLUK-MAKHLUK JAMBUDVIPA
Ketika itu Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha berkata kepada Sang Buddha, "Bhagavan yang termulia! Atas berkah Maha Rddhiabhijnabala Tathagata, maka Aku dapat menjelajahi ratusan ribu Koti dunia dengan menjelmakan badan-Ku hingga demikian banyak untuk menyelamatkan segala makhluk yang terlibat Hukum Karma. Apabila tidak dianugerahi Maha Kewelasasihan Sang Tathagata, Aku takkan dapat membuat perubahan sedemikian rupa. Kini Aku mendapat pula pesan dari Sang Buddha, agar semua makhluk yang berada di Sad Gatya itu ditolong agar bebas dari penderitaan hingga Sang Ajita (Maitreya Bodhisattva) menjadi Buddha! Bhagavan yang termulia! Tak usah khawatir! Aku akan mewujudkannya hingga sempurna!"
Sang Buddha bersabda
kepada Ksitigarbha Bodhisattva, "Yang Arya Ksitigarbha, semua mahkluk yang
belum terbebaskan dari kesengsaraan itu memiliki tabiat dan pikiran yang tak
menentu. Mereka kadang-kadang melakukan perbuatan jahat yang merupakan Karma
berat, kadang-kadang pula mereka melakukan perbuatan yang baik yang menjadikan
kebajikan. Mereka semua mudah sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Itulah
sebabnya mereka bcrputar-putar dalam Panca Gatya (yakni Alam Dewa, manusia,
binatang, hantu kelaparan, dan Neraka) tanpa berhenti semasa pun.
Berkalpa-kalpa tersesat dan terbelenggu. Bagaikan ikan yang berenang terjaring
sepanjang sungai, meskipun terkadang lolos dari jaring untuk sementara, pada
akhirnya tetap terjaring tak terbebaskan. Makhluk semacam inilah yang
membuat-Ku gelisah dan khawatir selamanya. Kini Engkau telah sanggup menyambung
tugas-Ku dengan tekad yang pernah Engkau ikrarkan pada masa-masa yang silam
untuk menolong umat yang mempunyai Karma berat di alam semesta. Apa lagi yang
perlu Aku khawatirkan?"
Sementara Sang Buddha
bersabda demikian terdapat seorang Bodhisattva Mahasattva yang bernama
Dhyanasvararaja tampil ke depan memberi hormat seraya bertanya, "Bhagavan
yang termulia! Sudilah menerangkannya secara singkat. Mengapa Sang Bhagavan
terus menerus memuji jasa-jasa dan kebajikan Sang Ksitigarbha? Apa ikrar Beliau
di masa silam?"
Sang Buddha bersabda
kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva, "Dengarlah baik-baik dan perhatikan
uraian-Ku ini Yang Arya Dhyanasvararaja yang budiman. Aku akan mengisahkannya
secara singkat satu persatu!".
"Pada masa
purbakala Asankyeya Nayuta Kalpa yang tak terbilang, terdapat seorang Buddha
yang bernama Sarvajnasiddha yang telah memiliki sepuluh gelar yaitu Tathagata,
Arhat, Samyaksambuddha, Vidyacarana Sampannah, Sugatah, Lokavit, Anuttarah,
Purusadamyasarathih, Sasta, Lokajyesthah. Usia-Nya enam puluh ribu Kalpa.
Sebelum meninggalkan rumah menjadi Sramanera, Beliau adalah seorang Raja dan
Beliau sangat akrab dengan seorang Raja dari negeri tetangga-Nya. Namun rakyat
dari negeri tetangga-Nya itu banyak yang berbuat kejahatan. Lalu kedua Raja itu
berdamai mencari jalan dan yang trampil untuk menyelamatkan rakyat-Nya. Salah
seorang Raja berikrar, Beliau akan mencapai Kebuddhaan secepatnya, kemudian
Beliau akan menyelamatkan rakyat jelata hingga habis tiada tersisa. Yang
lainnya berikrar, bahwa Beliau akan menyelamatkan dulu umat yang menderita agar
mencapai Kebodhian, baru Beliau menjadi Buddha.
Sang Buddha bersabda
kepada Dhyanasvararaja Bodhisattva, "Yang Arya Dhyanasvararaja, Raja yang
pertama itu kini telah mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha. Beliau
adalah Sarvajnasiddha Tathagata. Sedangkan Raja yang berikrar ingin
menyelamatkan dulu umat hingga selesai, baru menjadi Buddha, Beliau adalah
Bodhisattva Mahasattva Ksitigarbha.
Lagi, Yang Arya
Dhyanasvararaja yang budiman, pada masa dahulu kala, beberapa Asankyeya Kalpa
yang tak terbilang, terdapat seorang Buddha yang bernama Suddhapadmanetra
Tathagata. Usianya empat puluh Kalpa.
Memasuki periode
Saddharma-Pratirupaka, terdapatlah seorang Arhat, Beliau dengan kebajikan-Nya
menyelamatkan umat yang sengsara dan mengajarkan Dharma. Pada suatu hari Beliau
bertemu dengan seorang putri yang bernama Jyotinetra. Ia menyediakan makanan
untuk memuja Arhat tersebut. Setelah selesai makan dan minum Sang Arhat
bertanya kepada putri itu, "Putri yang berbudi! Kepada siapakah jasa-jasa
yang engkau perbuat ingin kau salurkan?" Putri Jyotinetra menjawab,
"Ketika ibu hamba meninggal dunia, hamba telah banyak berdana untuk
menyelamatkan beliau. Hingga kini hamba belum tahu, di alam mana beliau
dilahirkan?" mendengar itu Sang Arhat merasa iba, lalu Beliau pun
bersamadhi. Dalam pada itu terlihat oleh Beliau, bahwa ibu putri itu terjerumus
dalam alam sengsara dan sangat menderita. Sang Arhat itu pun bertanya,
"Ketika ibumu masih berada di dunia, pekerjaan apa yang dilakukannya
sehingga beliau terjerumus ke alam sengsara dan sangat menderita?" Putri
Jyotinetra menjawab, "Ibu hamba terlalu gemar makan anak ikan dan
labi-labi, digoreng atau dimasak dengan sayur lain, banyaknya tidak kurang dari
sepuluh juta kali nyawanya, dimakannya dengan lahapnya. Kasihanilah Bhante!
Harus dengan cara apa agar ibu hamba dapat diselamatkan?" Sang Arhat
dengan perasaan welas asih memberitahukan putri itu dengan cara yang mudah,
"Engkau boleh menyebut nama Buddha yaitu "Namo Suddhapadmanetra
Buddhaya" dengan sepenuh hati dan di samping itu engkau boleh membuat
Buddha rupang untuk mengadakan puja bhakti di rumahmu. Dengan demikian baik
yang telah meninggal maupun yang masih hidup akan mendapat
perlindungan-Nya!"
Setelah Putri
Jyotinetra mendengar penerangan Sang Arhat, ia pun segera menjual semua barang
kesayangannya untuk mendapatkan ongkos guna membuat gambar Buddha
Suddhapadmanetra. Kemudian dipuja-Nya dengan hikmat serta memuliakan nama
Buddha tersebut. Karena terharu ia pun menangis sambil memikirkan jasa-jasa
Buddha yang demikian besarnya sedangkan umat masih banyak
kekurangan-kekurangannya. Saat ia sedang tidur, tiba-tiba ia bermimpi melihat
seorang Buddha yang amat besar bagaikan gunung Semeru dan memancarkan sinar
keemas-emasan yang terang benderang seraya bersabda, "Putri yang berbudi,
janganlah engkau bersedih. Tidak lama lagi ibumu akan terbebaskan dari alam
sengsara dan lahir di rumahmu. Ketika bayi itu dapat merasakan lapar dan
kedinginan, ia akan bercerita tentang asal usulnya!"
Tak selang berapa
lama, seorang pramuwisma yang sedang mengandung melahirkan seorang bayi
laki-laki. Belum lagi genap tiga hari, karena merasa dingin dan lapar, ketika
bayi itu melihat Putri Jyotinetra, ia pun segera menangis seraya berkata,
"Anakku yang tersayang! Aku adalah ibumu. Karma yang dibuat diri sendiri
semasa hidup dan mati, akibatnya akan diterima diri sendiri pula. Aku telah
lama terjerumus dalam alam sengsara. Sejak aku meninggal dunia hingga baru-baru
ini, aku terus menerus keluar masuk berbagai Neraka tanpa henti-hentinya. Kini
diberkahi jasa-jasa dan kebajikanmu aku baru memperoleh kesempatan lahir
kembali ke alam manusia yang hina dan usiaku pun pendek. Umur tiga belas tahun
harus kembali ke alam sengsara. Anakku yang tersayang! Apakah engkau dapat
menyelamatkan aku terbebaskan dari penderitaan?"
Setelah Putri
Jyotinetra mendengar kata-kata yang diucapkan bayi itu, ia menjadi yakin, bahwa
bayi itu dahulu kala benar-benar adalah ibunya. Putri Jyotinetra merasa amat
sedih dan terisak-isak lalu bertanya, "Ibundaku yang tercinta! Katakanlah,
karena Karma apa maka ibu terjerumus ke alam kesedihan. Bayi pramuwisma
tersebut menjawab, "Anakku tersayang! Waktu masih berada di dunia aku melakukan
dua macam Karma berat; Yakni pembunuhan dan ucapan kotor serta memfitnah. Kalau
saja tanpa jasa-jasa dan kebajikanmu, pastilah aku takkan dapat kesempatan
keluar dari kesengsaraan. "Hukuman apakah yang pernah ibunda terima di
Neraka itu?" tanya sang putri. "Anakku tersayang, hukuman Neraka dan
kesengsaraannya amat menyedihkan dan sulit untuk diceritakan. Apabila
diceritakan secara luas hingga ratusan ribu tahun pun takkan habis!" jawab
ibunya.
Setelah Putri
Jyotinetra mendengar ucapan bayi itu, ia pun menangis dengan tersedu-sedu. Lalu
ia menengadah seraya berkata, "Yang Maha Kuasa! Lindungilah ibuku! Agar
ibuku terbebaskan dari alam kesedihan untuk selama-lamanya! Bila usia bayi
telah genap tiga belas tahun, semoga Karma buruknya dapat dihapuskan dan jangan
terjerumus lagi ke alam sengsara." Putri Jyotinetra lalu bersumpah,
"Oh, Sang Buddha yang berada di sepuluh penjuru jagad! Kasihanilah dan
terimalah nadar utamaku yang akan hamba ikrarkan ini. Semoga ibu hamba dapat
terbebaskan dari Tri Gatya sengsara, dari kelahiran hina dan dari kelahiran
menjadi wanita. Kini hamba berdiri di hadapan gambar Buddha Suddhapadmanetra
dan berjanji mulai saat sekarang hingga ratusan ribu Koti Kalpa yang akan
datang, akan hamba selamatkan semua makhluk yang berat Karma buruknya dan
tengah mengalami kesengsaraan di tiga alam kesedihan di berbagai dunia, agar
mereka terbebaskan dari Neraka. Dari alam binatang dan hantu kelaparan. Hamba
akan membimbing mereka hingga mencapai Kebuddhaan. Setelah terlaksana itu
semua, barulah hamba mencapai Anuttara Samyaksambudha!
Selesai ikrar, Putri
Jyotinetra mendengar suara Buddha Suddhapadmanetra dari Langit, "Putri
Jyotinetra yang berbudi, perasaanmu sungguh penuh welas asih. Demi
menyelamatkan ibumu, engkau telah bertekad mengucapkan nadar utama yang
demikian agung! Mulai sekarang, bila usia ibumu telah genap tiga belas tahun,
ia terbebaskan dari hukumannya dan akan dilahirkan di suatu daerah menjadi
Brahmacarin, usianya akan mencapai seratus tahun. Setelah itu ia akan
dilahirkan di sebelah timur Alam Asoka, negeri Buddha Asokavijayasri, atau di
sebelah barat, Alam Sukhavati, negeri Budha Amitabha. Usianya tak dapat
diperhitungkan dengan hitungan Kalpa. Di alam sana ia akan melaksanakan Dharma
luhur hingga mencapai Kebodhian. Kemudian ia menjalankan tugasnya,
menyelamatkan umat manusia dan Dewa yang jumlahnya bagaikan butiran pasir
sungai Gangga yang tak dapat diperkirakan!"
Sang Buddha bersabda
kepada Sang Bodhisattva Dhyanasvararaja, "Yang Arya, Sang Arhat yang
pernah menyelamatkan Putri Jyotinetra itu adalah Aksayamati Bodhisattva. Yang
menjadi ibu Putri Jyotinetra itu adalah Vimuktika Bodhisattva. Sedangkan Putri
Jyotinetra sendiri adalah Ksitigarbha Bodhisattva.
Ketahuilah Yang Arya
Dhyanasvararaja! Budi pekerti Sang Ksitigarbha sejak berkalpa-kalpa yang tak
terhingga sangatlah agung, penuh welas asih, dan Beliau pernah menyatakan ikrar
yang banyaknya bagaikan butiran pasir sungai Gangga. Begitu pula Beliau pernah
menyelamatkan umat yang menderita yang banyaknya sukar diperkirakan! Pada masa
yang akan datang, apabila terdapat pria atau wanita yang enggan berbuat Karma
baik, hanya senang berbuat Karma buruk, tidak percaya akan Hukum Sebab Akibat,
dan selalu melakukan pekerjaan tercela seperti dursila, berdusta, berlidah dua,
ucapannya kasar, berani memfitnah ajaran Buddha dan sebagainya, maka umat yang
demikian setelah mereka meninggal dunia akan terjerumus ke dalam alam kesengsaraan!
Akan tetapi, apabila mereka sebelumnya dapat bertemu dengan seorang Maitrayani
yang mengajak mereka memohon perlindungan kepada Ksitigarbha Bodhisattva,
perbuatan buruk mereka terampuni dan mereka terhindar dari tiga alam kesedihan.
Seandainya para umat tersebut telah sadar dan ingin dengan sepenuh hati memberi
hormat kepada Ksitigarbha Bodhisattva, memuliakan nama-Nya atau selalu
melakukan puja bhakti dengan dupa, bunga, jubah, permata, minuman, makanan dan
sebagainya; Si pemuja pada masa yang akan datang yang banyaknya ratusan ribu
Koti Kalpa akan terus-menerus dilahirkan di Surga untuk menikmati kebahagiaan
disana! Apabila usianya sudah habis mereka mendapat kesempatan terlahir kembali
ke dunia manusia dengan kedudukan sebagai bangsawan atau menjadi raja berkuasa,
dan lamanya hingga ribuan Kalpa dan mereka memiliki daya ingat kehidupan masa
silam serta sebab akibat dan asal-usul kehidupan masa lampau.
Yang Arya
Dhyanasvararaja! Ksitigarbha Bodhisattva yang demikian itu memiliki Maha
Rddhiabhijnabala yang tak terlukiskan hebatnya untuk menolong umat manusia
membebaskan diri dari kesengsaraan. Karena itu Engkau beserta para Bodhisattva
harus selalu ingat akan Sutra ini, kemudian Menyebarkan seluas-luasnya ke
segala penjuru dunia.
Setelah Bodhisattva
Dhyanasvararaja selesai mendengar kisah tersebut, Beliau berkata kepada Sang
Budha "Bhagavan yang termulia! Tak usah khawatir. Kami Bodhisattva
Mahasattva yang berjuta-juta jumlahnya pasti dapat mewujudkan pesan Sang Buddha
dengan daya gaib yang dilimpahkan kepada kami, Sutra ini akan kami sebar
luaskan di dunia Jambudvipa supaya umat manusia mendapatkan manfaat yang
sebesar-besarnya. Setelah selesai, Dhyanasvararaja Bodhisattva memberi hormat
kepada Sang Bhagavan dengan beradara, lalu kembali ke tempat duduk-Nya.
Ketika itu para Raja
Caturmaharajakajika yang datang dari keempat jurusan Surga bersama-sama bangkit
dari tempat duduk-Nya, lalu memberi hormat dengan beradara kepada Sang Buddha
seraya bertanya, "Oh, Bhagavan yang termulia, apa sebabnya Sang Bodhisattva
Mahasattva Ksitigarbha sejak sekian banyak Kalpa memberikan maha ikrar-Nya,
namun hingga kini masih banyak umat yang belum terbebaskan, malah menyatakan
ikrar yang lebih besar lagi. Mohon Sang Bhagavan memberi penjelasan kepada
kami!"
Sang Buddha Sakyamuni
bersabda kepada keempat Maha Raja Kajika, "Sadhu! Sadhu! Aku sekarang demi
kepentingan-Mu dan para Dewa saat ini dan saat yang akan datang, akan
menjelaskan bagaimana usaha Ksitigarbha Bodhisattva di dunia Saha dengan segala
kemudahan-kemudahan menolong semua mahkluk yang menderita terbebaskan dari
kelahiran dan kematian."
"Terima kasih,
Bhagavan yang termulial! Kami sekalian telah siap mendengarkan."
Sang Buddha bersabda,
“Meskipun Ksitigarbha Bodhisattva sejak sekian Kalpa lamanya hingga sekarang
menyelamatkan umat yang menderita, namun belum juga terpenuhi cita-cita-Nya.
Beliau merasa sangat kasihan kepada umat yang menderita di dunia ini. Mengingat
beberapa Kalpa yang tak terbilang pada masa yang akan datang, masih terdapat
sebagian besar makhluk yang Karma buruknya seperti tanaman yang merambat, makin
lama makin menjalar luas. Oleh karena itu Beliau berikrar dan berikrar lagi dan
berupaya sekeras mungkin menyelamatkan umat yang menderita. Demikian
Ksitigarbha Bodhisattva di Sahaloka, di Alam Jambudvipa, dengan ratusan ribu
cara yang trampil membimbing umat menuju kebebasan dari
penderitaan-penderitaan. O, Maha Raja Kajika! Seandainya terdapat umat yang
sengaja melakukan pembunuhan, Ksitigarbha Bodhisattva segera memberitahukan,
bahwa Karma buruk ini akan mengakibatkan usia pendek atau mati muda.
Yang melakukan
pencurian dan perampokan diberitahu bahwa perbuatan jahat itu akan
mengakibatkan orang menjadi miskin dan banyak menderita kesengsaraan di masa
yang akan datang; Yang melakukan perbuatan dursila akan mengakibatkan dirinya
dilahirkan di alam unggas seperti burung pipit, merpati, belibis, dan
sebangsanya; Yang melakukan ucapan kasar akan mengakibatkan rumah tangganya
selalu bentrok tidak harmonis; Yang melakukan fitnahan akan mengakibatkan orang
menjadi bisu atau menderita penyakit mulut yang menahun; Yang senang marah atau
membenci orang lain akan mengakibatkan badannya cacat dan berparas jelek
sekali; Yang terlalu serakah terhadap segala makanan dan minuman akan
mengakibatkan kelaparan, kehausan, dan selalu menderita penyakit tenggorokan;
Yang suka berburu akan mengakibatkan mati dalam ketakutan; Yang durhaka kepada
orang tuanya akan mengakibatkan kena bencana alam, Yang membakar hutan akan
mengakibatkan mati dalam kegilaan atau kesesatan; Yang senang menganiaya anak
tirinya akan mendapat balas dendam dari anak tirinya pada masa yang akan
datang; Yang suka melakukan penangkapan anak binatang atau unggas akan
mengakibatkan sanak saudaranya terpisah jauh dan terpencar; Yang suka memfitnah
Triratna akan mengakibatkan menjadi buta, tuli, bisu, dan sebagainya; Yang
menghina Buddha Dharma akan lama di hukum di alam sengsara; Yang merusakkan dan
memboroskan barang-barang milik Sangha akan mengakibatkan dirinya terjerumus ke
dalam Neraka berkalpa-kalpa; Yang menodai Sangha atau mengotori tempat suci
akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang; yang melakukan pembunuhan
atau penyiksaan dengan air mendidih, dengan kobaran api, akan mengalami
pembalasan yang serupa di masa yang akan datang; Yang melanggar sila kebhiksuan
akan mengakibatkan dirinya lahir di alam binatang dan selalu menderita
kelaparan; Yang bersifat pemboros akan mengakibatkan selalu kekurangan akan
kebutuhan; Yang bersikap angkuh dan sombong atau egois akan mengakibatkan
dirinya lahir di kalangan hina dina; Yang berlidah dua atau gemar bertengkar
akan lahir menjadi makhluk bisu atau menjadi seekor burung yang pandai
berkicau; Yang berpandangan sesat akan mengakibatkan dirinya lahir di daerah
terpencil. Demikianlah umat yang berada di dunia Jambudvipa yang pernah
melakukan Karma buruk melalui tubuh, mulut, dan pikiran, yang banyaknya hingga
jutaan macam, akan mendapat pembalasan yang sesuai dengan perbuatannya
masing-masing. Hanya sekian saja yang dapat Aku uraikan! Meskipun Karma mereka
demikian beraneka warna dan banyak sekali jumlahnya, namun Ksitigarbha
Bodhisattva tetap dengan ulet terus menerus berusaha dengan segala cara yang
trampil untuk menyelamatkan mereka mencapai pembebasan.
Umat yang demikian
banyak, karena pembalasan Karmanya masing-masing, akhirnya terjerumus ke dalam
Neraka berjuta-juta tahun tak terbebaskan. Karena itu kamu sekalian harus
melindungi umat dan negara, agar mereka dijauhkan dari Karma-karma buruk."
Mendengar sabda Sang
Buddha, keempat Maha Raja Kajika menjadi sedih. Dengan wajah yang berlinang air
mata mereka memberi hormat kepada Buddha Sakyamuni, lalu kembali ke tempat
duduk-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar