Sabtu, 03 November 2012

SANDAKA SUTTA

SANDAKA SUTTA

Kepada Sandaka

Sumber : Majjhima Nikaya 4
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris
Oleh : Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati
Penerbit : Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, 2007

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Kosambi di Taman Ghosita.

2. Pada kesempatan itu Sandaka si kelana sedang berdiam di Gua Pohon-Pilakkha dengan sekelompok besar kelana.

3. Kemudian, ketika petang tiba, Y.M. Ananda bangkit dari meditasinya dan berbicara kepada para bhikkhu demikian: “Ayo, sahabat-sahabat, marilah kita pergi ke Kolam Devakata untuk melihat gua itu.” Jawab para bhikkhu. Kemudian Y.M. Ananda pergi ke kolam Devakata bersama dengan banyak bhikkhu.

4. Pada saat itu, Sandaka si kelana sedang duduk bersama dengan sekelompok besar kelana yang membuat kegaduhan, dengan keras dan bising mereka membicarakan berbagai macam pembicaraan yang tak berarti,(748) seperti misalnya pembicaraan tentang raja, perampok, menteri, bala tentara, bahaya, pertempuran, makanan, minuman, pakaian, ranjang, untaian bunga, parfum, sanak keluarga, kendaraan, desa, kota kota besar, negara, perempuan, pahlawan, jalan, sumur, orang-orang yang sudah meninggal, hal-hal sepele, asal mula dunia, asal mula lautan, [514] apakah segala sesuatu memang demikian atau tidak demikian. Kemudian Sandaka si kelana melihat Y.M. Ananda datang dari kejauhan. Ketika melihat beliau, dia menenangkan kelompoknya demikian: “Tuan-tuan, diamlah; tuan-tuan, jangan bersuara. Petapa Ananda datang, siswa petapa Gotama, salah satu siswa petapa Gotama yang berdiam di Kosambi. Para mulia ini suka ketenangan; mereka terdisiplin dalam ketenangan; mereka memuji ketenangan. Mungkin jika mendapati bahwa kelompok kita tenang, dia akan berpikir untuk bergabung dengan kita.” Maka para kelana itu pun menjadi diam.

5. Y.M. Ananda mendekati Sandaka si kelana yang berkata kepadanya: “Silakan Tuan Ananda datang! Selamat datang kepada Tuan Ananda! Sudah lama Tuan Ananda tidak mendapat kesempatan datang kemari. Silakan Tuan Ananda duduk; tempat duduk ini telah disiapkan.”

Y.M. Ananda duduk di tempat duduk yang telah disiapkan, dan Sandaka si kelana mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk di satu sisi. Ketika dia telah duduk, Y.M. Ananda bertanya kepadanya: “Sedang berdiskusi apa kalian duduk bersama di sini saat ini, Sandaka? Dan diskusi apa yang belum kalian selesaikan?”

“Tuan Ananda, biarkan saja diskusi yang membuat kami duduk bersama di sini saat ini. Tuan Ananda dapat mendengar tentang hal itu nanti; Sungguh baik jika Tuan Ananda bersedia berbicara tentang Dhamma guru beliau sendiri.”

“Kalau demikian, Sandaka, dengarkan dan perhatikan dengan cermat apa yang akan saya katakan.”

“Ya, tuan,” jawabnya. Y.M. Ananda mengatakan hal ini:

6. “Sandaka, empat cara yang meniadakan kehidupan suci ini telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, dan juga empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan ini telah dinyatakan, di mana orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, atau sekalipun menjalani, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.”(749)

“Tetapi, Tuan Ananda, apakah empat cara yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, dimana [515] orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, atau sekalipun menjalani, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.”(749)

“Tetapi, Tuan Ananda, apakah empat cara yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, dimana [515] orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, atau sekalipun menjalani, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bijak itu?”

7. “Di sini, Sandaka. Seorang guru mempunyai doktrin dan pandangan seperti ini: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang ditawarkan, tidak ada yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari tindakan-tindakan yang baik dan buruk, tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk yang dilahirkan secara spontan; tidak ada petapa dan brahmana yang baik dan luhur di dunia ini yang membuat dirinya sendiri merealisasikan melalui pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain. Manusia terdiri dari empat elemen besar.(750) Ketika dia mati, tanah kembali dan masuk ke badan tanah, air kembali dan masuk ke badan air, api kembali dan masuk ke badan api, udara kembali dan masuk ke badan udara; kemampuan-pemampuan batin dipindahkan ke ruang angkasa. [Empat] manusia dengan usungan mayat sebagai yang kelima mengusung jenasah. Pidato kematiannya berlangsung sejaun tempat penguburan mayat; tulang-tulang memutih; persembahan-persembahan yang dibakar berakhir dengan abu. Berdana adalah doktrin orang-orang tolol. Jika seseorang menekankan doktrin bahwa ada [berdana dan sejenisnya], hal itu ocehan kosong yang salah. Orang tolol dan orang bijak sama saja, terpotong dan musnah bersama hancurnya tubuh; setelah kematian mereka tidak lagi ada.’

8. “Tentang hal ini, orang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini memegang doktrin dan pandangan ini: “Tidak ada yang diberikan… setelah kematian mereka tidak lagi ada.” Seandainya kata-kata guru yang baik ini memang benar, maka di sini [di dalam ajaran ini] aku telah melakukan [tugasku] dengan cara tidak melakukan [hal itu], di sini aku telah menjalani [kehidupan suci] dengan cara menjalani [-nya].(751) Kita berdua persis sama di sini [di dalam ajaran ini], keduanya telah sampaio pada kesamaan, tetapi aku tidak mengatakan bahwa kita berdua terputus dan musnah bersama hancurnya tubuh, bahwa setelah kematian kita tidak lagi ada. Tetawpi sungguh berlebihan bagi guru yang baik ini untuk pergi ke mana-mana telanjang, berkepala gundul, memaksa diri dalam posisis jongkok, dan mencabuti rambut dan jenggotnya, karena aku, yang hidup di rumah yang dipenuhi anak, yang menggunakan cendana Benares, yang memakai untaian bunga, wewangian, dan salep, serta menerima emas dan perak, akan menuai tujuan yang persis sama, arah masa depan yang persis sama, seperti guru yang baik ini. Apa yang kuketahui dan kulihat sehingga aku harus menjalani kehidupan suci di bawah guru ini?’ Maka, ketika dia mendapati bahwa cara ini meniadakan kehidupan suci, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

9. “Inilah cara pertama yang meniadakan kehidupan suci, yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahuai dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, di mana orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, [516] atau seandainya menjalaninya, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.

10. “Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru memiliki doktrin dan pandangan seperti ini: ‘Bila seseorang bertindak atau membuat orang lain bertindak, bila seseorang melakukan mutilasi atau membuat orang lain melakukan mutilasi, bila seseorang menyiksa atau membuat orang lain melakukan penyiksaan, bila seseorang menyebabkan kesedihan atau membuat orang lain menyebabkan kesedihan, bila seseorang menekan atau membuat orang lain melakukan penekanan, bila seseorang mengintimidasi, atau membuat orang lain melakukan intimidasi, bila seseorang membunuh makhluk lain, mengambil apa yang tidak diberikan, mendobrak rumah, menjarah kekayaan, melakukan perampokan, menyerang di jalan raya, merayu istri orang lain, berbicara bohong – tidak ada kejahatan yang dilakukan oleh si pelaku. Seandainya saja, dengan noda berpelek-pisau, seseorang membuat makhluk-makhluk hidup di bumi ini menjadi segumpal massa daging, menjadi seonggok gading, dikarenakan hal ini tidak akan ada kejahatan dan tidak ada akibat dari kejahatan. Seandainya seseorang pergi menyusur tepi selatan sungai Gangga untuk membunuh dan membantai, melakukan mutilasi dan membuat orang lain melakukan mutilasi, menyiksa dan membuat orang lain melakukan penyiksaan, dikarenakan hal ini tidak akan ada kejahatan dan tidak ada akibat dari kejahatan. Seandainya seseorang pergi menyusur tepi utara sungai Gangga untuk memberikan hadian dan membuat orang lain memberikan hadiah, memberi persembahan dan membuat orang lain memberikan persembahan, dikarenakan hal ini tidak akan ada jasa kebajikan dan tidak ada akibat dari jasa kebajikan. Dengan berdana, dengan menjinakkan diri sendiri, dengan pengendalian diri, dengan berbicara kebenaran, tidak ada jasa kebajikan dan tidak ada akibat dari jasa kebajikan.”

11. “Tentang hal ini, orang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini memiliki doktrin dan pandangan demikian: “Bila orang bertindak … Tidak ada jasa kebajikan dan tidak ada akibat dari jasa kebajikan.” Jika kata-kata guru yang baik ini memang benar, maka di sini [di dalam ajaran ini] aku telah melaksanakan [tugasku] dengan tidak melakukan [-nya], di sini aku telah menjalani [kehidupan suci] dengan tidak menjalani [-nya]. Kita berdua persis sama di sini [di dalam ajaran ini], keduanya telah sampai pada kesamaan, tetapi aku tidak mengatakan bahwa apa pun yang [kita] berdua lakukan, tidak ada kejahatan yang dilakukan. Tetapi sungguh berlebihan bagi guru yang baik ini…Apa yang kuketahui dan kulihat sehingga aku harus menjalankan kehidupan suci di bawah guru ini? Maka, ketika dia harus mendapati bahwa cara ini meniadakan kehidupan suci, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

12. “Inilah cara kedua yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

13. “Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru memiliki doktrin dan pandangan demikian: “tidak ada penyebab atau kondisi bagi kekotoran batin para makhluk: para makhluk menjadi kotor batinnya tanpa penyebab atu kondisi. Tidak ada penyebab atau kondisi bagi pemurnian para makhluk; para makhluk termurnikan tanpa penyebab atau kondisi. Tidak ada tenaga, tidak ada energi, tidak ada kekuatan manusia[517], tidak ada ketahanan manusia. Semua makhluk, semua yang hidup, semua yang tercipta, semua jiwa adalah tanpa penguasaan, tenaga, dan energi; dibentuk oleh nasib, keadaan, dan alam, mereka mengalami kesenangan dan kesakitan dalam enam kelompok.’

14. “Tentang hal ini orang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini memiliki doktrin dan pandangan demikian: “Tidak ada penyebab….dalam enam kelompok.” Jika kata-kata guru yang baik ini memang benar, maka di sini [di dalam ajaran ini] aku telah melaksanakan [tugasku] dengan cara tidak melakukan [-nya], di sini aku telah menjalani [kehidupan suci] dengan cara tidak menjalani [-nya]. Kita berdua persis sama di sini [di dalam ajaran ini], keduanya telah sampai pada kesamaan, tetapi aku tidak mengatakan bahwa [kita] berdua akan dimurnikan tanpa penyebab dan kondisi, Tetapi sungguh berlebihan bagi guru yang baik ini… Apakah yang kuketahui dan kulihat sehingga aku harus menjalankan kehidupan suci di bawah guru ini?’ Maka. Ketika dia mendapati bahwa cara ini meniadakan kehidupan suci, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

15. “Inilah cara ketiga yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

16. “Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru memiliki doktrin dan pandangan demikian: (753) ‘Ada tujuh badan ini – yang tidak dibuat, tidak dilahirkan, tidak diciptakan, tanpa pencipta, gersang berdiri bagaikan puncak gunung, berdiri bagaikan pilar. Mereka tidak bergerak atau berubah atau saling menghalangi. Tak satu pun dapat [membangkitkan] kesenangan atau kesakitan atau kesenangan –dan-kesakitan pada yang lain. Apakah yang tujuh itu? Mereka adalah badan-tanah, badan-air, badan-api, badan-udara, kesenangan, kesakitan, serta jiwa sebagai yang ketujuh. Tujuh badan ini tidak dibuat…Di sini tidak ada pembunuh, tidak ada pembantai, tidak ada pendengar, tidak ada pembicara, tidak ada pengkognisi, tidak ada pengisyarat. Bahkan mereka yang memacung kepala seseorang dengan pedang tajam tidak merenggut hidup siapa pun; pedang itu hanyalah melewati ruang diantara tujuh badan itu. Ada empat-belas ratus ribu jenis utama generasi. Dan enam-puluh ratus jenis, dan enam ratus jenis; ada lima ratus jenis tindakan, dan lima jenis tindakan, dan tiga jenis tindakan, dan tindakan serta setengah-tindakan; ada enam-puluh-dua cara, enam-puluh-dua sub-kalpa, enam kelompok, delapan alam manusia, empat-puluh-sembilan ratus jenis penghidupan, empat-puluh sembilan jenis kelana, empat-puluh-sembilan ratus [518] tempat kediaman ular, dua-puluh ratus kemampuan, tiga-puluh ratus neraka, tiga-puluh-enam elemen debu, tujuh keturunan yang memahami, tujuh keturunan yang-tanpa-memahami, tujuh keturunan tanpa sarung-senjata, tujuh jenis dewa, tujuh jenis manusia, tujuh jenis iblis, tujuh danau, tujuh simpul, tujuh jenis jurang, tujuh ratus jenis jurang, tujuh jenis mimpi, tujuh ratus jenis mimpi; dan ada delapan-puluh-empat ratus ribu kalpa besar di sana, dan dengan cara berlari dan mengembara melalui lingkaran kelahiran ulang, orang tolol maupun orang bijak keduanya akan mengakhiri penderitaan. Tidak ada satu pun dari ini: “Melalui moralitas atau tirakat atau kepetapaan atau kehidupan suci, aku akan membuat tindakan yang belum-masak menjadi masak atau melenyapkan tindakan yang telah-masak bila tindakan itu datang.” Kesenangan dan kesakitan pun terbagi. Lingkaran kelahiran-ulang terbatas, tidak ada pemendekan atau perpanjangannya, tidak ada peningkatan atau penurunannya. Persis seperti bola tali ketika dilemparkan menggelinding sejauh tali itu lepas dari gulungannya, begitu juga, dengan berlari dan mengembara melalui lingkaran kelahiran-ulang, orang tolol maupun orang bijak keduanya akan mengakhiri penderitaan.’(753)

17. “Tentang hal ini orang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini memiliki doktrin dan pandangan demikian: :Ada tujuh badan ini … orang tolol maupun orang bijak keduanya akan mengakhiri penderitaan.” Jika kata-kata guru yang baik ini memang benar, maka di sini [di dalam ajaran ini] aku telah melaksanakan [tugasku] dengan cara tidak melakukan [-nya], di sini aku telah menjalani [kehidupan suci] dengan cara tidak menjalani [-nya]. Kita berdua persis sama di sini [ di dalam ajaran ini], keduanya telah sampai pada kesamaan, tetapi aku tidak mengatakan bahwa [kita] berdua akan mengakhiri penderitaan dengan cara berlari dan mengembara melalui lingkaran kelahiran-ulang. Tetapi sungguh berlebihan bagi guru yang baik ini untuk pergi ke mana-mana telanjang, berkepala gundul, memaksa diri dalam posisi jongkok, dan mencabuti rambut dan jenggotnya, karena aku, yang hidup di rumah yang dipenuhi anak, yang menggunakan cendana Benares, yang memakai untaian bunga, wewangian, dan salep, serta menerima emas dan perak, akan menuai tujuan yang persis sama,, arah sama depan yang persis sama, seperti guru yang baik ini, apa yang kuketahui dan kulihat sehingga aku harus menjalani kehidupan suci di bawah guru ini?’ Maka, ketika dia mendapati bahwa cara ini meniadakan kehidupan suci, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

18. “Inilah cara keempat yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

19. “Ini, Sandaka, adalah empat cara yang meniadakan kehidupan suci yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, [519] di mana orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, atau seandainya menjalaninya, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik,”

20. “Sungguh bagus sekali, Tuan Ananda, sungguh luar biasa, bagaimana empat cara yang meniadakan kehidupan suci telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan … Tetapi, Tuan Ananda, apakah empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan itu – yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, di mana orang bajik pasti tidak akan menjalani kehidupan suci itu, atau seandainya menjalaninya, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik?”

21. “Di sini, Sandaka, seorang guru menyatakan sebagai maha-tahu dan melihat-segala, memiliki visi dan pengetahuan lengkap demikian: ‘Apakah aku sedang berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga, pengetahuan dan visi terus-menerus dan secara tak-terputus ada dalam diriku.’(754) Dia memasuki rumah kosong, dia tidak mendapatkan dana makanan, anjing menggigitnya, dia bertemu seekor gajah liar, kuda liar, banteng liar, dia menanyakan nama dan keluarga seorang perempuan atau laki-laki, dia menanyakan nama suatu desa atau kota, dan jalan menuju ke sana. Ketika dia ditanya: ‘Bagaimana hal ini?” dia menjawab: ‘Saya harus memasuki rumah kosong, itulah sebabnya saya memasukinya. Saya harus tidak mendapatkan dana makanan, itulah sebabnya saya tidak mendapatkan apa pun. Saya harus digigit anjing, itulah sebabnya saya digigit. Saya harus bertemu seekor gajah liar, kuda liar, anteng liar, itulah sebabnya saya bertemu dengan itu. Saya harus menanyakan nama dan keluarga seorang perempuan atau laki-laki, itulah sebabnya saya bertanya. Saya harus menanyakan nama sebuah desa atau kota dan jalan menuju ke sana, itulah sebabnya saya bertanya.’

22. “Tentang hal ini, orang yang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini menyatakan sebagai maha-tahu dan melihat-segala, memiliki visi dan pengetahuan lengkap… Ketika dia ditanya: ‘Bagaimana hal ini?” dia menjawab: “Saya harus… Itulah sebabnya saya bertanya.” Maka, ketika dia mendapati bahwa kehidupan suci adalah tanpa penghiburan, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

23. “Inilah jenis kehidupan suci tanpa penghiburan pertama yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, [520] di mana orang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci, atau seandainya menjalaninya, dia tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.

24. “Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru adalah seorang tradisional, orang yang menganggap tradisi-lisan sebagai kebenaran; dia mengajarkan Dhamma melalui tradisi lisan, melalui legenda yang diwariskan, melalui apa yang sudah turun- menurun dalam kitab-kitab. Tetapi bila seorang guru adalah seorang tradisionalis, orang yang menganggap tradisi-lisan sebagai kebenaran, sebagian diingat dengan baik dan sebagian diingat dengan salah, sebagian benar dan sebagian sebaliknya.

25. “Tentang hal ini, orang yang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini adalah seorang tradisionalis… sebagian benar dan sebagian sebaliknya.’ Maka, ketika dia mendapati bahwa kehidupan suci adalah tanpa penghiburan, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

26. “Inilah jenis kehidupan suci tanpa penghiburan kedua yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

27.”Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru adalah seorang penalar, seorang pencari-tahu. Dia mengajarkan Dhamma yang disusun dengan penalaran, yang mengikuti urutan pertanyaan ketika muncul di dalam dirinya. Tetapi bila guru itu adalah seorang penalar, seorang pencari-tahu, sebagian dinalarkan dengan baik dan sebagian dinalarkan secara salah, sebagian benar dan sebagian sebaliknya.

28. “Tentang hal ini, orang yang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini adalah seorang penalar… sebagian benar dan sebagian sebaliknya. Maka. Ketika dia mendapati bahwa kehidupan suci adalah tanpa penghiburan, dia berbalik darinya dan meninggalkannya.

29. “Inilah jenis kehidupan suci tanpa penghiburan ketiga yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

30. “Sekali lagi, Sandaka, di sini seorang guru adalah bebal dan bingung. Karena dia bebal dan bingung,[521] ketika ditanya tentang ini dan itu, dia terlibat dengan geliut-lisan, dengan geliut -belut: ‘Saya tidak mengatakan hal itu seperti ini. Dan saya tidak mengatakan hal itu seperti itu. Dan saya tidak mengatakan hal itu sebaliknya. Dan saya tidak mengatakan hal itu tidak demikian. Dan saya tidak mengatakan hal itu bukannya tidak demikian.’(755)

31. “Tentang hal ini orang yang bijak mempertimbangkan demikian: ‘Guru yang baik ini bebal dan bingung…[sehingga] dia terlibat dengan geliut-lisan, dengan geliut-belut…’Maka, ketika dia mendapati bahwa kehidupan suci adalah tanpa penghiburan, dai berbalik darinya dan meninggalkannya.

32. “Inilah jenis kehidupan suci tanpa penghiburan keempat yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…

33. “Inilah, Sandaka, empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan yang telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan, di mana orang yang bijak pasti tidak akan menjalani kehidupan suci, atau seandainya dia menjalaninya, tidak akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.”

34. “Sungguh bagus sekali, Tuan Ananda, sungguh luar biasa, bagaimana empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan telah dinyatakan oleh Yang Terberkahi yang mengetahui dan melihat, mantap dan sepenuhnya tercerahkan…Tetapi, Tuan Ananda, apakah yang ditegaskan oleh guru itu. Apa yang beliau nyatakan, di mana orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci itu, dan sementara menjalaninya dia akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik?”

35-42. “Di sini, Sandaka, Tathagata muncul di dunia, mantap, sepenuhnya tercerahkan…(seperti Sutta 51,§12-19)…dia memurnikan pikirannya dari keraguan.

43. “Setelah meninggalkan lima rintangan, ketidak-sempurnaan pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, sangat terpisah dari kesenangan-kesenanan indera, terpisah dari keadaan-keadaan yang tak-bajik, dia masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari kesendirian. Orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci dengan guru yang dibawahnya seorang siswa mencapai pembedaan yang tinggi, [522] dan sementara menjalaninya dia akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.

44-46. “Sekali lagi, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dia masuk dan berdiam di dalam jhana kedua…Dengan juga melemahnya kegiuran…dia masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga…Dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan … dia masuk dan berdiam di dalam jhana keempat. Orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci dengan guru yang di bawahnya seorang siswa mencapai pembedaan yang tinggi…

47. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah dimurnikan demikian, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidak-sempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang ingatan akan kehidupan-kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran…(seperti sutta 51,§24)…Demikianlah, bersama dengan berbagai aspek dan cirri khususnya, dia mengingat berbgaia kehidupan lampaunya. Orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci dengan guru yang di bawahnya seorang siswa mencapai pembedaan yang tinggi…

48. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah dimurnikan demikian, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidak-sempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang lenyap dan muncul kembalinya para makhluk…(seperti sutta 51,§ 25)…Demikianlah dengan mata dewa, yang termurnikan dan melampaui manusia, dia melihat para makhluk lenyap dan muncul kembali, rendah dan tinggi, elok dan buruk rupa, beruntung dan sial, dan dia memahami bagaimana para makhluk berlanjut sesuai dengan tindakan mereka. Orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci dengan guru yang di bawahnya seorang siswa mencapai pembedaan yang tinggi….

49. “Ketika pikirannya yang terkonsentrasi telah dimurnikan demikian, terang, tak-ternoda, bebas dari ketidak-sempurnaan, dapat diolah, lentur, mantap, dan mencapai keadaan tak-terganggu, dia mengarahkannya pada pengetahuan tentang hancurnya noda-noda. Dia memahami sebagaimana aanya ‘Inilah penderitaan’…(seperti sutta 51,§26) …Dia memahami sebagaimana adanya: ‘Inilah jalan menuju berhentinya noda-noda.’

50. “Ketika dia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya terbebas dari noda nafsu indera, dari noda dumadi, dan dari noda kebodohan. Ketika pikiran itu terbebas, muncullah pengetahuan: ‘Pikiran ini terbebas.’ Dia memahami: ‘Kelahiran telah hancur, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi kemunculan di alam mana pun juga.’ Orang yang bijak pasti akan menjalani kehidupan suci dengan guru yang di bawahnya seorang siswa mencapai pembedaan yang tinggi, dan sementara menjalaninya, dia akan mencapai jalan sejati, Dhamma yang bajik.”

51. “Tetapi, Tuan Ananda, jika seorang bhikkhu adalah Arahat dengan noda-noda yang telah hancur, orang yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah meletakkan beban, telah mencapai tujuan sejati, telah menghancurkan belenggu-belenggu dumadi, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, [523] dapatkah dia menikmati kesenangan indera?”

“Sandaka, jika seorang bhikkhu adalah Arahat dengan noda-noda yang telah hancur…dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, dia tidak dapat melakukan pelanggaran dalam lima hal. Seorang bhikkhu yang noda-nodanya telah hancur tidak dapat dengan sengaja merenggut kehidupan makhluk hidup; dia tidak dapat mengambil apa yang tidak diberikan, yaitu, mencuri; dia tidak dapat bermanja-manja dalam hubungan seksual; dia tidak dapat dengan sengaja berbicara bohong; tidak dapat menikmati kesenangan indera dengan menimbunnya seperti yang dilakukannya dalam kehidupan awam dahulu.(756) Ketika seorang bhikkhu adalah Arahat dengan noda-noda yang telah hancur… dia tidak dapat melakukan pelanggaran dalam lima hal ini.”(757)

52. “Tetapi, Tuan Ananda, jika seorang bhikkhu adalah Arahat dengan noda-noda yang telah hancur…apakah pengetahuan dan visinya –bahwa noda-nodanya telah hancur – itu terus-menerus dan tak-terputus berada di dalam dirinya, entah dia sedang berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga?”

“Sehubungan dengan itu, Sandaka, aku akan memberimu suatu perumpamaan, karena beberapa orang yang bijak di sini memahami arti suatu pernyataan melalui suatu perumpamaan. Seandainya saja tangan dan kaki seseorang dipotong. Apakah dia akan mengetahui ‘Tangan dan kakiku dipotong’ secara terus-menerus dan tak-terputus, entah dia sedang berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga, ataukah dia akan mengetahui ‘Tangan dan kakiku dipotong’ hanya ketika dia mengkaji fakta ini?”

“Orang itu, Tuan Ananda, tidak akan mengetahui ‘Tangan dan kakiku dipotong’ secara terus menerus dan tak-terputus; alih-alih, dia akan mengetahui ‘Tangan dan kakiku dipotong’ hanya ketika dia mengkaji fakta ini.”

‘Demikian juga, Sandaka,jika seorang bhikkhu adalah Arahat dengan noda-noda yang telah hancur… pengetahuan dan visinya – bahwa noda-nodanya telah hancur- itu bukan terus-menerus dan tak-terputus berada di dalam dirinya, entah dia sedang berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga; alih-alih, dia akan mengetahui’ Noda-nodaku telah hancur’ hanya ketika dia mengkaji fakta ini.”(758)

53. “Ada berapa banyakkah mereka(759) yang trbebas di dalam Dhamma dan Vinaya ini, Tuan Ananda?”

“Tidak hanya seratus, Sandaka, atau dua ratus , tiga ratus, empat ratus lima ratus atau lima ratus, tetapi ada jauh lebih banyak daripada itu mereka yang terbebas di dalam Dhamma dan Vinaya ini.”

“Sungguh bagus sekali, Tuan Ananda, sungguh luar biasa! Tidak ada pujian pada Dhammanya sendiri dan tidak ada peremehan pada Dhamma orang lain; yang ada adalah ajaran Dhamma dalam rangkaian seutuhnya, [524] dan muncullah begitu banyak mereka yang terbebas. Tetapi para Ajivika ini, almarhum putra-putra para ibu ini, memuji mereka sendiri dan meremehkan yang lain, dan mereka mengenali hanya tiga orang yang terbebas, yaitu, Nanda Vaccha, Kisa Sankicca, dan Makkhali Gosala.”(760)

54. Kemudian Sandaka si kelana berbicara kepada kelompoknya sendiri: “Pergilah, tuan-tuan. Kehidupan suci harus dijalani di bawah  petapa Gotama. Tidak mudah bagi kita sekarang untuk meninggalkan perolehan, penghormatan, dan kemasyuran.”

Demikianlah Sandaka si kelana mendorong kelompoknya sendiri untuk menjalani kehidupan suci di bawah Yang Terberkahi.

Catatan :

(748) Tiracchanakatha. Banyak penerjemah menerjemahkan ungkapan ini sebagai “pembicaraan binatang.” Tetapi, tiracchana secara harafiah berarti “berjalan  secara horizontal ,” dan walaupun istilah ini digunakan sebagai penandaan untuk binatang, MA menjelaskan bahwa dalam konteks ini kata tersebut berarti pembicaraan yang berjalan “secara horizontal” atau “tegak lurus” terhadap jalan yang menuju ke surga dan kebebasan.

(749) “Empat cara yang meniadakan kehidupan suci” (abrahmacariyavasa, harafiah “Cara-cara yang tidak menjalani kehidupan suci”) merupakan ajaran-ajaran yang pada prinsipnya menghapus prospek untuk mencapai buah-buah tertinggi dari disiplin spiritual. Seperti yang akan ditujukan sutta ini, para penopang mereka – dengan cara yang tidak konsisten dengan prinsip mereka sendiri – memang menjalani kehidupan selibat dan mempraktekkan latihan yang amat keras. “Empat jenis kehidupan suci tanpa penghiburan” (anassasikani brahmacariyani) tidak mengurangi prinsip-prinsip kehidupan suci, tetapi mereka juga gagal menawarkan prospek pencapaian buah-buah tertinggi dari kehidupan spiritual.

(750) Bacaan berikut memperjelas alasan-alasan penganut paham materialis tentang pandangan nihilisme yang telah dinyatakan di MN 60.7. Samannaphala Sutta menganggap pandangan ini berasal dari Ajita Kesakambalin (DN 2.23/i.55).

(751) Tampaknya, yang penting adalah bahwa sekalipun jika orang tidak menjalani kehidupan  suci, dia akhirnya menuai ganjaran-ganjaran yang sama seperti orang yang menjalankannya, seperti yang dijelaskan di dalam sisa bacaan itu.

(752) Di Samannaphala Sutta, Pandangan yang mengikutinya, sejauh “ruang di antara tujuh badan,” dianggap berasal dari Pakudha Kaccayana (DN 2.26/i.56). Tetapi, di Sutta itu bacaan berikutnya tentang sistem pengelompokan yang lebih rinci, sampai pada “orang tolol maupun orang bijak keduanya akan mengakhiri penderitaan,” dihubungkan dengan pandangan tanpa-sebab-akibat dan segera mengikuti pernyataan doktrin tentang tanpa-sebab-akibat yang diajukan di sutta di § 13. Seluruh pandangan di sana ditujukan kepada Makkhali Gosala. Karena ada hubungan yang jelas antara doktrin tanpa-sebab-akibat dan butir-butir di dalam sistem pengelompokan (yaitu, acuan pada “enam kelompok”), dan karena keduanya dikenal sebagai khas gerakan Ajivika yang diketuai oleh Makkhali Gosala, tampaknya pencakupan sistem pengelompokan yang di sini berada dibawah doktrin tujuh badan ini muncul melalui kesalahan transmisi lisan. Versi yang benar adalah yang dilestarikan di Digha Nikaya. Untuk komentar tentang sistem pengelompokan, lihat Bodhi, The Discourse on the Fruits of  Reclusesship, (Khotbah tentang Buah-buah Kepetapaan), hal. 72-77.

(753) Pernyataan ini menegaskan ulang pandangan pembebasan fatalistik yang diucapkan di § 13.

(754) Ini merupakan pernyataan yang dibuat oleh guru Jain Nighanta Nataputta di MN 14.17, dan baik yang disebut belakangan maupun Purana Kassapa di AN 9:38 / iv.428-29. Fakta bahwa dia membuat penilaian yang buruk dan harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu menyangkal pertanyaan bahwa dia bersifat mehatahu.

(755) MA: Posisi ini disebut geliut-belut (amaravikkhepa) karena doktrin itu bergerak ke sana sini, seperti belut yang menyelam ke dalam air dan keluar lagi, sehingga tidak mungkin ditangkap. Di Samannaphala Sutta, posisi ini dianggap berasal dari Sanjaya Belatthiputta (DN 2.32 / 1.58-59). Ada kemungkinan bahwa “pelaku geliut-belut” merupakan sekelompok orang skeptis radikal yang mempertahankan seluruh prospek pengetahuan apodictic tentang isu-isu tinggi.

(756) MA: Dia tidak dapat menyimpan persediaan makanan dan benda-benda lain yang menyenangkan dan kemudian menikmatinya.

(757) Di DN 29.26 /iii.133 disebutkan empat hal lain yang tidak dapat dilakukan oleh Arahat: dia tidak mungkin mengambil arah tindakan yang salah, yang disebabkan oleh nafsu keinginan, kebencian, ketakutan, atau kebodohan.

(758) Terjemahan bacaan ini mengikuti edisi BBS.

(759) Niyyataro: NM telah menerjemahkan ini sebagai pembimbing-pembimbing,” Horner sebagai “pemimpin-pemimpin besar.” Jelas keduanya mengikuti PED, yang mengambil niyyatar sebagai kata-benda pelaku yang berhubungan dengan niyyama(ka), pilot atau jurumudi. Tetapi niyyatar pasti merupakan kata-benda pelaku dari kata-kerja niyyati, “pergi keluar (menuju kebebasan akhir),” dan oleh karena itu kata itu diterjemahkan di sini sebagai “yang terbebas.”

(760) Tentang tiga pembimbing para Ajivika itu, lihat MN 36,5 dan n.383. MA menjelaskan frasa puttamataya putta, “putra-putra yang telah meninggal dari ibu,” demikian: ide itu muncul padanya, “Para Ajivika sudah meninggal; ibu mereka mempunyai anak-anak yang sudah meninggal.: